You are on page 1of 12

JURNAL PSIKOLOGI

VOLUME 38, NO. 2, DESEMBER 2011: 164 – 175

Esensi Bersekolah bagi Siswa Berisiko


di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK)
Anita Listiara1
Fakultas Psikologi
Universitas Diponegoro

Asmadi Alsa2
Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada

Abstract
The purpose of this phenomenological study was to describe and to find out the structural essence of
school experience from the perspective of students at risk in vocational high school. This study also
explored their achievement goals. A semistructured interview guide was utilized to gaining data
from five participants. The application of criterion sampling offered the researcher access to in-depth
information on the target topic recorded from the perspective of a specific group of participants who
have considerable experience with the phenomenon.The results focused on the following points: (a)
the specific and general themes of school experience; (b) the essence of school experience; and (c) the
variation of their achievement goal. The essence of school experience is involuntary involvement. The
school learning is perceived as a boredom situation. Productive subject matters or practices as the
specific curriculum of vocational high school were valued tiring and wasting time.From the
perspective of the achievement goal theory, there are several goals which motivate the participants to
stay and to continue their study, for instance: getting a job, achieving good exam scores, exploring
and learning more subjects, avoiding parents punishment, avoiding of feeling ashamed and
incompetence from others, and being as equal as others.
Keywords: students at risk, school experience, achievement goal theory, vocational high school

1
Adanya persepsi bahwa siswa Sekolah 2005 memang didapati sejumlah berita
Menengah Kejuruan (SMK), dalam hal ini tentang tawuran pelajar di Semarang yang
siswa SMK di Semarang, yang dianggap selalu melibatkan siswa dari beberapa SMK
lebih suka tawuran dibandingkan jika harus lokal, baik SMK Negeri maupun SMK
serius dalam mengikuti kegiatan belajar, Swasta (Anonim, 12 Januari 2005; Anonim,
termasuk ketika praktik kerja industri 17 Juni 2003; Anonim, 19 Oktober 2002).
(prakerin) atau magang, bukanlah hal yang Bahkan pada tahun 2002, sejak bulan
mengada-ada. Berdasar telusur internet Januari hingga Oktober telah terjadi 10
yang dilakukan dalam kurun waktu 2001 kasus tawuran pelajar yang tercatat di
hingga 2010 ternyata sampai dengan tahun kepolisian Kota Semarang (Anonim, 19
Oktober 2002). Ironisnya, publikasi menge-
nai prestasi akademik maupun non akade-
1 Korespondensi dengan penulis dapat dilakukan mik dari siswa SMK, khususnya di Sema-
melalui: ap74740@yahoo.com
rang justru sulit ditemukan.
2 Atau melalui: asmalsa@ugm.ac.id

164 JURNAL PSIKOLOGI


ESENSI BERSEKOLAH BAGI SISWA BERISIKO

SMK “Q” merupakan salah satu SMK hingga di tahun 2015 nanti diharapkan
di Semarang yang sebagian siswanya per- rasio jumlah siswa SMK dan SMA adalah
nah terlibat dalam perkelahian pelajar. 70:30 (Pena Aktual, 3 Juni 2008). Dengan
Dalam observasi awal yang peneliti laku- semboyan “SMK bisa! Siap kerja, cerdas,
kan selama dua hari berturut-turut, pada dan kompetitif”, pendidikan di Indonesia
jam yang seharusnya mereka berada di seperti ingin menunjukkan bahwa SMK
dalam kelas untuk mengikuti pelajaran, tidak kalah pamor dibandingkan SMA.
atau praktik kerja di bengkel dan laborato- Rozycki (2004) dan Ormrod (2003) ber-
rium komputer, peneliti selalu menjumpai pendapat bahwa siswa-siswa yang menun-
pemandangan sebagian siswa duduk di jukkan perilaku-perilaku tertentu seperti
pinggir jalan, sebagian merokok, sedang- deskripsi di atas.
kan yang lain hanya melihat ke jalan sambil
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003
memandangi mobil atau kendaraan yang
mengenai SISDIKNAS, siswa atau peserta
lalu lalang di depannya. Guru BK SMK
didik akan mendapatkan kemanfaatan me-
tersebut pun terkejut ketika mengetahui
lalui proses pembelajaran yang diikutinya
kejadian tersebut dan dengan nada kecewa
berupa kesempatan untuk bisa mengem-
beliau berucap,”Gitu lo, mau jadi apa
bangkan potensi diri. Apakah kemanfaatan,
mereka itu?”
atau kesempatan tersebut dapat dirasakan
Joko Sutrisno, Direktur Pembinaan pula oleh siswa-siswa SMK yang dianggap
SMK, menyampaikan bahwa 10 tahun yang berisiko tersebut? Bagaimana pengalaman
lalu SMK dianggap sebagai pendidikan pembelajaran siswa-siswa tersebut selama
kelas dua, atau siswanya adalah warga ini, atau yang senyatanya? Jackson (dalam
belajar kelas dua. SMK bahkan diplesetkan Elliot, Kratochwill, Littlefield, & Travers,
kepanjangannya, yaitu Sekolah Menjadi 1999, h. 18) mengingatkan bahwa jika selu-
Kuli (Muttaqien, 2008). Bersekolah di SMK ruh waktu yang digunakan untuk belajar di
dalam pandangan umum, terutama bagi sekolah dijumlahkan, maka akan dapat
sebagian masyarakat Indonesia diyakini diketahui seberapa banyak waktu yang
sebagai suatu cara, atau pilihan dalam digunakan untuk bersekolah tersebut dan
menempuh pendidikan yang akan mem- seharusnya bisa menghasilkan sesuatu
berikan kemudahan dalam mencari peker- yang bermakna.
jaan bagi lulusannya. Menurut UU RI No.
Penelitian Agbuga (2007), Friedel,
20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS disebut-
Marachi, dan Midgley (2002), juga Kaplan,
kan bahwa muatan kurikulum di SMK
Gheen, dan Midgley, (2002), mendapatkan
yang memberikan penekanan pada praktik-
hasil bahwa siswa-siswa yang berperilaku
praktik kerja, baik di bengkel atau labora-
disruptif, atau berisiko ternyata memiliki
torium sekolah maupun praktik kerja in-
orientasi tujuan berprestasi performance,
dustri yang dilakukan di perusahaan atau
baik performance-approach maupun perfor-
pabrik-pabrik di luar sekolah, akan menja-
mance-avoidance. Begitu pula yang disam-
dikan lulusan SMK sebagai manusia Indo-
paikan oleh Meece dkk (dalam Santrock,
nesia seutuhnya dalam spektrum manusia
2008) yang menemukan bahwa orientasi
kerja.
tujuan performance di kelas berkaitan de-
Kenyataan yang menarik adalah bah- ngan pelaporan diri siswa mengenai me-
wa SMK saat ini sedang mendapat sorotan. nyontek dan perilaku disruptif.
Pemerintah mencanangkan target Rencana
Peneliti mempertimbangkan teori tu-
Strategis Depdiknas bahwa secara bertahap
juan berprestasi sebagai panduan bagi

JURNAL PSIKOLOGI 165


LISTIARA & ALSA

penelitian ini. Teori tersebut menitikberat- Metode


kan pada bagaimana cara berpikir siswa
terhadap dirinya sendiri berkaitan dengan Penelitian ini menggunakan pendekat-
tugas-tugas akademik dan nilai, atau pres- an kualitatif fenomenologis dengan meng-
tasi yang diraihnya (Midgley, 2002). Karak- gunakan langkah-langkah penelitian feno-
teristik siswa yang berorientasi tujuan menologis seperti yang disarankan oleh
berprestasi performance diantaranya adalah Moustakas (1994) karena jelas prosedurnya,
lebih memperhatikan kebutuhan dirinya yaitu:
sendiri supaya dikenal, atau mendapat 1. Persiapan, dengan melakukan epoche
perhatian dari orang lain. Siswa tersebut dan menyusun panduan wawancara.
juga memperhatikan siswa lain, namun da- 2. Penelitian:
lam rangka mencari pembanding. Tujuan- a. Melakukan seleksi subjek.
nya adalah untuk memenangkan pemban-
b. Melakukan epoche lagi, sehingga da-
dingan itu, namun kurang peduli pada
pat melaksanakan wawancara dan
materi pelajaran yang dihadapi. Siswa-
observasi yang terbebas dari bias,
siswa ini sering terdorong untuk melaku-
menyangkut subjek maupun reviu
kan perilaku-perilaku maladaptif (Senko
literatur yang sudah ada.
dan Harackiewicz, 2005), misalnya me-
nyontek, menolak untuk bekerjasama 3. Jika sudah ada data yang diperoleh,
dengan teman lain, dan menggunakan segera lakukan organisasi dan analisis
strategi-strategi untuk menghindar dari tu- terhadap data tersebut.
gas (Mattern, 2005). 4. Menyusun deskripsi dari hasil analisis
Sejauh ini penelitian yang menitik- terhadap data yang diperoleh.
beratkan pada makna sekolah berdasarkan 5. Hasil analisis dimintakan validasi kepa-
perspektif siswa, terutama siswa yang da subjek.
dianggap berisiko belum banyak ditemu-
kan. Groves dan Welsh (2007) melakukan Partisipan terdiri dari lima orang siswa
penelitian dengan memfokuskan pada ba- dari SMK “Q” yang menunjukkan perilaku
gaimana pendapat siswa dan pengalaman berisiko seperti pernah terlibat dalam
bersekolah dari pelajar tahun ke-14. Ada- tawuran pelajar, memiliki catatan absensi
pun penelitian Pifer (2000) menyoroti ba- menonjol, kurang antusias mengikuti pem-
gaimana makna sekolah dalam perspektif belajaran di sekolah, atau sering kedapatan
siswa yang dilabel “bermasalah” oleh guru menyontek. Pemilihan partisipan dengan
atau sekolahnya yang terdahulu. cara tersebut dikatakan sebagai pemilihan
berdasar pada kriteria (Patton, 1990). Pene-
Pertanyaan utama yang ingin digali
liti mendapatkan bantuan dari gatekeeper
melalui penelitian ini adalah apakah makna
(Creswell, 1998), yaitu guru BK dari SMK
bersekolah bagi siswa-siswa berisiko ini?
tersebut. Meskipun demikian, etika peneli-
Subpertanyaan yang diperkirakan dapat
tian tetap dijaga dengan adanya informed
memperjelas pemahaman tersebut adalah
consent yang disediakan oleh peneliti dan
apakah struktur esensial dari pengalaman
diisi oleh subjek. Pengumpulan data
yang dideskripsikan oleh subjek sebagai
dilakukan dengan menggunakan teknik
bersekolah? Dan bagaimana subjek dapat
observasi dan wawancara semi terstruktur.
sampai pada pendeskripsian seperti itu?

166 JURNAL PSIKOLOGI


ESENSI BERSEKOLAH BAGI SISWA BERISIKO

Berdasarkan pendapat Moustakas dan merupakan tempat ayahnya bekerja dan


Polkinghorne (dalam Cresswell, 1998), pa- harus mengambil jurusan mekanik otomo-
da intinya prosedur analisis data yang tif karena ayahnya menginginkan hal ter-
dilakukan dalam penelitian dengan pers- sebut. Adapun RAS sebenarnya ingin
pektif fenomenologis memiliki langkah- melanjutkan ke SMA, namun ia terpaksa
langkah yang sama. Peneliti menggunakan memilih SMK karena ibunya menginginkan
tahap-tahap analisis data yang dikembang- demikian dengan mengingat situasinya
kan oleh Von Eckartsberg, Wertz, dan sebagai anak sulung dan kondisi keluarga.
Schweitzer (dalam Subandi, 1993, h. 46), Sementara pada TAN, ia melanjutkan ke
yaitu memperoleh pemahaman data seba- SMK karena ayahnya yang menyuruh, ma-
gai suatu keseluruhan, menyusun deskripsi ka yang harus dilakukan adalah mema-
fenomena individual, identifikasi episode- tuhinya. WID bersedia melanjutkan ke
episode umum di setiap deskripsi feno- SMK setelah ia mengetahui teman-teman-
mena individual, mencermati tema-tema nya banyak yang meneruskan ke SMK,
yang secara eksplisit muncul, dan sintesis meskipun anjuran awal bersekolah di SMK
dari penjelasan tema-tema dalam setiap dimunculkan oleh sang ayah yang berpro-
episode. Verifikasi yang telah ditempuh fesi sebagai sopir ambulans.
dalam penelitian ini mengikuti langkah Kedua, tema keyakinan akan kemudah-
Moustakas (1994) dan Poerwandari (2007), an mendapatkan pekerjaan. Dengan berse-
yaitu segera setelah hasil wawancara diper- kolah di SMK, seperti yang diketahui
oleh, dilakukan organisasi data, dan kemu- selama ini oleh orang tua maupun kerabat
dian mengonfirmasikan data beserta anali- mereka, lulusannya mudah mendapat
sisnya kepada subjek penelitian. pekerjaan. Latar belakang kondisi keluarga
dan keadaan awal yang biasanya dialami
Hasil setelah lulus sekolah, yaitu tidak memiliki
uang, atau modal untuk bekerja, turut
Untuk mendapatkan gambaran yang mewarnai pemikiran subjek untuk mene-
jelas mengenai esensi bersekolah, maka ruskan pendidikan ke SMK. Pada ARI,
tema-tema setiap subjek akan dimasukkan BAY, RAS, dan TAN, informasi yang men-
dalam kelompok-kelompok episode. Episo- janjikan tersebut menjadi sumber motivasi
de pertama, yaitu alasan awal bersekolah, yang memberikan secercah harapan untuk
episode kedua adalah pengalaman berseko- ‘mencoba’ bertahan hingga lulus demi
lah, dan episode ketiga yaitu konsekuensi. kemudahan mendapat pekerjaan.

1. Episode alasan awal bersekolah. 2. Episode pengalaman bersekolah


Pada episode ini, ada dua tema pokok Pertama, tema umumnya adalah men-
yang muncul. Pertama, menjalankan perin- cari ilmu, terutama dari guru-guru yang
tah orang tua. Usulan awal untuk berse- memberikan pelajaran. WID menggambar-
kolah di SMK dimunculkan oleh orang tua kan bahwa dengan bersekolah ia merasa
dan mendapat penguatan dari anggota mendapat bimbingan, sehingga ketika
keluarga atau kerabat. ARI menjalankan praktik di bengkel sekolah ia menjadi lebih
saran dari ibunya karena paman yang terarah dan tidak sekedar mengutak-atik
bekerja sebagai operator ikut mempersuasi mesin. Untuk mendapatkan ilmu tersebut,
mereka supaya ia bersekolah di SMK. BAY maka usaha yang harus dilakukan adalah
terpaksa bersekolah di SMK yang juga dengan memperhatikan dan melakukan

JURNAL PSIKOLOGI 167


LISTIARA & ALSA

tugas seperti yang diperintahkan guru. lihat-lihatan, atau dibandingkan dengan


Nantinya ilmu tersebut yang akan diprak- nilai teman-temannya. Adapun WID saat
tikkan ketika bekerja. Dengan demikian, ini sering berlatih mengisi Lembar Kerja
ilmu yang dimaksudkan di sini adalah Siswa (LKS) karena cara tersebut dipaha-
pengetahuan atau keterampilan yang dibe- minya sebagai sarana untuk mencari nilai.
rikan guru-guru di sekolah dan nantinya Bagi WID yang pernah tidak naik kelas,
dapat digunakan ketika subjek lulus, atau maka nilai yang bagus sangat ia perlukan
bekerja. karena ia ingin naik kelas.
Kedua, tema umumnya adalah kekece- BAY dan TAN juga ingin mendapat
waan terhadap proses pembelajaran. ARI nilai bagus. Kedua subjek tersebut merasa
mengeluh bahwa bersekolah ternyata perlu untuk melengkapi aktivitas belajar-
mendatangkan banyak tugas yang sulit dan nya selama ini dengan mencari contekan.
sempit waktu pengerjaannya. Bagi ARI, BAY menyatakan bahwa menyontek itu
tugas-tugas tersebut dirasakan sebagai menyenangkan karena ia tidak perlu meng-
hambatan dalam bersekolah. Adapun habiskan waktu untuk memikirkan semua
menurut BAY, pelajaran praktik adalah jawaban dari soal-soal yang dihadapi.
pelajaran yang melelahkan karena harus Adapun TAN sudah membentuk kelompok
memindahkan mesin-mesin yang berat. belajar bersama beberapa orang teman.
TAN mengemukakan bahwa pelajaran Namun demikian, TAN tetap menyontek
praktik justru dirasakan lama karena harus karena ia ingin mendapat nilai bagus dan
melalui pelajaran teori lebih dahulu. RAS merasa belajar yang dilakukannya di
merasa kesulitan dengan praktik komputer warung makan tidaklah maksimal.
yang harus dijalani karena ia tidak juga Tema keempat yang tercermin adalah
mengerti dengan cara-cara yang diajarkan, merasa enggan untuk belajar. Belajar menu-
tetapi ia mengikuti saja setiap praktik yang rut perspektif seluruh subjek, utamanya
diadakan. Sebagian besar subjek juga me- adalah mengerjakan pekerjaan rumah. RAS
ngeluhkan aturan sekolah yang dipandang juga enggan belajar jika belum masa ujian
kurang tegas. Guru-guru yang sering semesteran. ARI memilih untuk menunda
datang terlambat, guru yang mengikuti saja penyelesaian dan pengumpulan tugas se-
kemauan muridnya padahal muridnya kolah karena ia ingin bermain, atau menon-
nakal-nakal, murid-murid yang terlambat ton televisi sepuasnya. TAN mengatakan
masuk kelas tetapi tidak selalu mendapat harus belajar di warung sekaligus sambil
sanksi, murid-murid yang keluar dari berjualan hingga waktu belajarnya tidak
gerbang sekolah pada jam belajar dan banyak. TAN menggambarkan biasanya ia
ternyata tidak diperiksa tasnya, atau dita- mendengarkan radio sambil belajar, sehing-
nyakan surat ijinnya. ga akhirnya tertidur. TAN lebih memberi-
Ketiga, tema umum yang muncul ada- kan waktu untuk melakukan hobinya yaitu
lah menginginkan nilai bagus. Walaupun bermain gitar. BAY sering membolos
ARI dan WID menyatakan ingin dapat karena merasa males dengan lokasi tempat
menguasai dan mendalami bidang kete- ia bersekolah yang merupakan daerah
rampilan yang dipelajarinya di SMK ini, mainnya, sehingga ia sudah sangat menge-
tetapi mereka juga menyampaikan bahwa nal dan bosan. BAY juga mengaku aktivitas
mereka terpaksa belajar supaya mendapat bersekolahnya sehari-hari berlangsung
nilai yang bagus. Nilai bagus diperlukan biasa saja, yaitu bersekolah, kemudian
ARI karena ia ingin nilainya dapat untuk facebook-an, dan bermain gitar dengan

168 JURNAL PSIKOLOGI


ESENSI BERSEKOLAH BAGI SISWA BERISIKO

teman-temannya sampai malam. Bagi WID Dengan kondisi tersebut, maka akan sangat
yang dirasakan selama mengikuti pelajaran memalukan jika ia tidak meneruskan seko-
di sekolah adalah jenuh dan males. Selama lah. Bagi ARI, bersekolah artinya adalah
itu pula yang terpikirkan adalah mainan menjalankan perintah agama. Adapun
dan bermain saja. BAY, setelah melihat ada teman yang
terpaksa putus sekolah karena orang tua-
3. Episode konsekuensi nya tidak bekerja, ia merasakan pentingnya
bersekolah. Ia pun berharap dapat belajar
Dalam episode ini tema umum yang
semampunya karena takut jika tidak belajar
menonjol adalah bahwa bersekolah itu
justru tidak akan disekolahkan lagi oleh
penting. ARI, TAN, dan WID menganggap
bapaknya.
bersekolah itu penting karena mereka
sudah merasakan kemanfaatan dari berse- Esensi dari pengalaman bersekolah
kolah selama ini, yaitu bertambahnya bagi siswa-siswa berisiko yang bersekolah
pengetahuan dan keterampilan mereka. di SMK ini adalah keterlibatan yang dipak-
ARI menceritakan bahwa melalui praktik sakan, yaitu merasa terpaksa untuk hadir
yang telah dilakukannya di laboratorium di kelas atau datang ke sekolah ketika pagi
komputer sekolah, sekarang ia mengerti hari dan segera meninggalkan kelas jika
tentang cara-cara membongkar CPU dan muncul rasa bosan, membuat pekerjaan
memasangnya kembali, meng-install kom- rumah jika ingat atau sudah diingatkan
puter dengan program-program aplikasi, berkali-kali oleh orang tuanya, belajar jika
dan permasalahan yang berkaitan dengan ada ulangan, dan menyontek supaya
jaringan-jaringan komputer. Adapun TAN, mendapat nilai bagus. Bersekolah, dengan
sekarang ia dapat menjalankan komputer demikian, dirasakan sebagai pengalaman
dan mengenal komputer lebih dalam lagi. yang membosankan karena harus dijalani
WID merasa senang bahwa dengan berse- dengan keterpaksaan dan ketidaknyaman-
kolah akhirnya ia merasa mendapat bim- an.
bingan ketika melakukan praktik kerja di
bengkel. Menurut WID, meskipun sebe- Diskusi
lumnya ia sudah pernah diajari oleh bapak-
nya tentang otomotif, namun ia merasa saat Penelitian Pifer (2000) mendapatkan
ini memiliki pemahaman yang lebih baik tema bahwa pelajaran di sekolah tidak
tentang mesin-mesin dibandingkan dengan sesuai dengan yang diinginkan siswa dan
sebelum bersekolah di SMK. sekolah itu membosankan, juga ditemukan
RAS memandang bahwa bersekolah dalam penelitian ini. Bersekolah di SMK
menjadi penting karena dengan bersekolah ternyata menimbulkan perasaan kurang
ia merasa ‘sama’ seperti teman-temannya nyaman, yaitu merasa jenuh dan menyesal.
yang juga dapat bersekolah. Adapun TAN, Seluruh subjek sependapat bahwa pelajar-
meskipun ia menilai dirinya akan meng- an praktik dipersepsi sebagai melakukan
alami kesulitan dalam meraih kesuksesan tugas atau pekerjaan seperti yang diperin-
yang diinginkannya, namun TAN ingin tahkan guru saja. Partisipan merasakan
tetap bersekolah supaya ia dan keluar- dorongan yang kuat untuk meninggalkan
ganya terhindar dari rasa malu. Alasannya kelas supaya dapat bermain sepuasnya
adalah karena di lingkungan tempat ting- dengan teman-teman, atau karena malas
galnya, keluarga TAN dinilai sebagai bertemu guru dan belum menyelesaikan
keluarga yang mampu secara ekonomi. PR. Bersekolah dirasakan tidak memberi-

JURNAL PSIKOLOGI 169


LISTIARA & ALSA

kan rasa aman, atau kesan yang menarik, Anderman (2002) menegaskan bahwa
tetapi hanya terasa biasa-biasa saja karena sejauhmana rasa memiliki (sense of belong-
dapat dijalani dengan cara berangkat ke ing) siswa tersebut terhadap tugas-tugas
sekolah, mengikuti pelajaran, kemudian dan kegiatan yang berkaitan dengan seko-
pulang dan bermain sampai malam. lah akan terlihat melalui cara penyelesaian
Duda dan Nicholls (1992) menyam- yang dipilihnya terhadap tugas tersebut.
paikan bahwa perilaku menghindari tugas Rasa memiliki merupakan kebutuhan
merupakan prediktor yang kuat bagi mun- psikologis dasar dan jika kebutuhan ini
culnya rasa bosan dalam lingkup (setting) terpenuhi, maka hal-hal yang positif pun
akademis. Berdasarkan penelitiannya di akan terjadi.
Amerika, Jackson (dalam Elliot dkk, 1999, Fungsi dari harapan atau permintaan
h. 18) menunjukkan bahwa jika siswa-siswa orang tua dijelaskan oleh Davis, Ajzen,
tersebut bersekolah karena mereka me- Saunders, dan Williams (2002) dengan
mang harus sekolah, maka sikap siswa menunjukkan bahwa siswa memang perlu
terhadap sekolah maupun kelasnya sendiri diyakinkan akan nilai jangka panjang dari
seringkali bersifat kompleks dan sulit pendidikan yang sedang ditempuhnya.
diprediksikan. Adapun Ainley, Hidi, dan Nilai jangka panjang dari pendidikan SMA
Berndorff (2002) menunjukkan bahwa ada yang dijalani berupa prospek, atau harapan
pengaruh yang kuat dari minat individual akan kemudahan mendapatkan pekerjaan
terhadap minat pada topik yang dipelajari. setelah lulus dan kesiapan untuk mengikuti
Kondisi yang telah disampaikan di atas pendidikan lanjutan di perguruan tinggi.
menggambarkan siswa-siswa yang minat Davis dkk (2002) menyebutkan bahwa
individualnya lebih tertuju pada topik- permintaan, harapan, ataupun perintah da-
topik pembelajaran yang bukan menjadi ri orang tua, anggota keluarga, dan paman/
topik pembelajaran utama dalam kejuruan oom (kerabat) yang mempersuasi subjek
yang dijalaninya saat ini. Menurut Nicholls untuk bersekolah di SMK merupakan
(dalam Alderman, 2004, h. 12) dengan pengharapan normatif dari sumber refe-
kondisi individu yang merasa terpaksa rensi normatif yang dipersepsi sebagai
dalam bersekolah dan mempersepsi tugas- tekanan normatif bagi subjek. Kondisi
tugasnya sebagai hambatan, maka motivasi tersebut memiliki kekuatan yang lebih
optimal akan sulit tercapai. besar dibandingkan intervensi apapun
Dweck (dalam Alderman, 2004, h. 86) yang dapat menjadikan subjek bertahan
mengemukakan bahwa respon siswa terha- dan meneruskan sekolah.
dap penyelesaian tugas yang harus dilaku- Tujuan pendidikan di SMK ternyata
kan di kelas merefleksikan tujuan yang belum sepenuhnya dipahami oleh subjek.
mendasari dan merupakan pemaknaan me- Begitu pula kemanfaatannya. Subjek yang
reka terhadap keberhasilan. Ketika siswa mempersepsi pelajaran praktik di bengkel
merasa jenuh selama mengikuti pembela- maupun ketika magang (prakerin) sebagai
jaran, atau ketika tugas sekolah dipersepsi aktivitas yang melelahkan dan sulit adalah
sebagai hambatan dalam bersekolah seperti subjek yang sejak awal merasakan ketidak-
yang dirasakan partisipan dalam penelitian sesuaian antara minat pribadi dengan
ini, maka kondisi tersebut mengindikasikan perintah orang tua untuk bersekolah di
rasa memiliki yang dangkal terhadap hal- SMK. Namun demikian, seorang subjek
hal yang berkaitan dengan aktivitas berse- yang merasakan kemanfaatan bersekolah
kolah yang dijalani selama ini. Penelitian di SMK, juga mengeluhkan bahwa praktik

170 JURNAL PSIKOLOGI


ESENSI BERSEKOLAH BAGI SISWA BERISIKO

ternyata membutuhkan waktu yang lama mematuhi aturan guru praktik, merupakan
sebelum akhirnya ia dapat melakukannya. perilaku-perilaku yang dipersepsi subjek
Kondisi yang tergambarkan di atas menun- sebagai belajar dan cara untuk mendapat-
jukkan kesesuaian dengan pendapat yang kan nilai bagus. Nilai bagus diperlukan
dikemukakan oleh Elliot dkk (1999, h. 18), supaya dapat naik kelas, tidak mendapat
yaitu jika siswa mengetahui secara jelas marah dari orang tua, dan dikagumi teman.
hal-hal yang sebaiknya mereka lakukan Seorang subjek menyatakan ingin tetap
ketika bersekolah atau hadir di kelas, bersekolah karena ingin menghindarkan
mengetahui harapan yang ditujukan kepa- diri dan keluarganya dari rasa malu. Subjek
da mereka, dan mengerti aturan-aturan yang berbeda menyatakan bahwa ia ingin
yang ada, maka insiden-insiden yang terus bersekolah karena ingin setara
berkaitan dengan perilaku-perilaku siswa dengan teman-temannya.
yang merasa tidak nyaman di sekolah, akan Ames (1992) menggolongkan perilaku-
dapat dihindari. perilaku di atas sebagai perilaku untuk
Dalam pendekatan sosial-kognitif ke- mencapai tujuan berprestasi performance
putusan subjek untuk bersekolah di SMK karena menekankan pada kemampuan
karena menjalankan perintah orang tua individu dan perasaan berharga dari sese-
menunjukkan adanya interrelasi antara orang, sebagai konsekuensi dari usaha
proses kognitif-personal subjek dan ling- membandingkan diri dengan lingkungan
kungan sosialnya. Menurut Blumenfeld sosialnya. Kemampuan tersebut dibuktikan
(1992) dengan memikirkan, atau memper- melalui bagaimana individu tersebut dapat
timbangkan perkataan, sikap, atau kondisi menyelesaikan dengan lebih baik diban-
dari orang tua maupun guru, maka upaya dingkan teman-temannya, atau mencapai
tersebut akan membantu siswa dalam keberhasilan tersebut dengan upaya yang
bertahan dan mengerjakan tugas-tugas se- lebih kecil, atau strategi yang bersifat per-
kolah, meskipun semula hal tersebut dila- mukaan saja (Harackiewicz, Barron,
kukan dengan alasan untuk meminimalkan Pintrich, Elliot, dan Thrash, 2002).
ketidaksetujuan yang dirasakan. Kondisi yang unik adalah identifikasi
Berbeda dari hasil-hasil penelitian ter- tujuan-tujuan berprestasi yang berorientasi
dahulu, penelitian ini memperoleh hasil performance tersebut merupakan tujuan-
yang menggambarkan keragaman tujuan tujuan yang disampaikan dengan kata-kata
berprestasi yang dimiliki subjek. Berseko- subjek sendiri. Temuan tersebut serupa
lah di SMK karena menjalankan perintah dengan hasil penelitian Urdan dan Mestas
orang tua dan supaya memperoleh kemu- (2006) yang menunjukkan adanya berbagai
dahan dalam mencari pekerjaan setelah alasan yang melatarbelakangi usaha siswa
lulus dari SMK menjadi suatu keyakinan dalam meraih tujuan berprestasi dan
atau tujuan yang mengarahkan perilaku disampaikan dengan kata-kata subjek sen-
seluruh subjek untuk mewujudkannya diri, sehingga lebih menggambarkan kon-
melalui perilaku-perilaku berprestasi (peri- disi nyata dan bukannya identifikasi tujuan
laku yang menghasilkan prestasi tertentu performance seperti yang sudah tertulis
yang dituju). Adanya pengalaman-penga- dalam aitem-aitem suatu skala.
laman menghafal, menyontek, berlatih Temuan menarik lainnya yang tidak
mengisi LKS, mematuhi guru untuk mem- didapatkan dalam penelitian-penelitian
beri garis bawah pada kalimat-kalimat da- sebelumnya adalah tiga dari lima orang
lam buku pelajaran, mengerjakan PR, dan subjek juga memiliki keinginan untuk

JURNAL PSIKOLOGI 171


LISTIARA & ALSA

dapat mempelajari secara lebih mendalam Temuan lain yang berbeda adalah bah-
lagi mengenai keterampilan-keterampilan wa bersekolah berkaitan dengan agama
tertentu berkaitan dengan kejuruan yang (keyakinan). Terdapat partisipan yang
diambil. Ketiga subjek tersebut merasakan mencoba bertahan untuk bersekolah karena
adanya perubahan keterampilan dan pe- mendapat penguatan dari figur yang me-
ngetahuan yang dimiliki sekarang, yang wakili agama tersebut, yaitu guru sekolah,
berbeda dengan keadaan sebelum berse- atau guru mengaji yang meyakinkannya
kolah di SMK. Kondisi tersebut menum- bahwa dengan bersekolah berarti ia telah
buhkan rasa percaya diri mereka. Menurut menjalankan perintah agama. Keadaan ter-
para ahli keinginan ketiga subjek tersebut sebut sejalan dengan penjelasan Davis dkk
untuk berorientasi pada prestasi yang beru- (2002) mengenai pengaruh sumber refe-
pa penguasaan, atau mempelajari suatu rensi normatif yang menyampaikan peng-
keterampilan dan pengetahuan dengan le- harapan normatif kepada subjek, sehingga
bih mendalam merupakan gambaran siswa berfungsi pula sebagai daya dorong bagi
dengan tujuan berprestasi learning. keberlanjutan aktivitas bersekolahnya.
Menurut Pintrich (dalam Alderman, Bersekolah dalam riset Pifer (2000) di-
2004) pada dasarnya orientasi tujuan bela- maknai partisipannya sebagai selalu terli-
jar tidaklah bersifat eksklusif, atau berdiri bat masalah, yang berujung pada pembe-
sendiri-sendiri. Penelitian Senko dan rian sanksi oleh guru. Berbeda dengan
Harackiewicz (2005) juga menunjukkan temuan di atas, dalam penelitian ini guru
bahwa orientasi tujuan berprestasi bersifat dipersepsi sebagai figur yang dapat mem-
dinamis. Temuan dalam penelitian ini beri bimbingan dan nasihat, khususnya
menggambarkan adanya perkembangan ketika melakukan praktik. Guru yang
tujuan berprestasi learning pada partisipan sering merazia rambut panjang siswa laki-
yang semula hanya bersekolah dengan laki, namun jika mengajar ternyata menye-
tujuan untuk mematuhi perintah orang tua lipkan dongeng tentang kisah-kisah dalam
maupun hanya ikut-ikutan teman, namun sejarah agama Islam juga mendapat peni-
tanpa disertai aspek emosi negatif yang laian tersendiri. Guru, pada akhirnya
menonjol. Adapun kondisi-kondisi lain dipandang sebagai sumber ilmu utama
yang memungkinkan berkembangnya yang memiliki daya tarik bagi siswanya.
tujuan learning pada subjek adalah adanya Adanya perhatian, pemberian peringatan,
model, atau figur yang dijadikan acuan dan mendongeng, atau bercerita yang
oleh subjek, yaitu bapak (orang tua) dan diselipkan melalui pengajaran guru di kelas
kerabat yang latar belakang pekerjaannya ternyata mampu menimbulkan rasa segan
berkaitan erat dengan kejuruan-kejuruan atau hormat dari para partisipan terhadap
dalam SMK, juga ketertarikan individu itu guru-gurunya. Penelitian Darnon,
sendiri (motivasi intrinsik) karena ingin Harackiewicz, Butera, Quiamzade, &
dapat menguasai satu bidang tertentu Mugny (2007), juga Todorovich dan
melalui kejuruan yang dipilihnya. Dalam Curtner-Smith (2002) menunjukkan temuan
hal ini, integrasi antara aspek afektif, kog- yang serupa dengan gambaran yang pene-
nitif, dan perilaku subjek tergambarkan liti dapatkan dari para subjek, yaitu sikap,
melalui kesediaan, atau sikap menerima perilaku, dan perkataan guru akan berdam-
saran dan perintah orang tua karena per- pak pada pembelajaran yang dialami siswa.
timbangan keuntungan-keuntungan yang Berdasarkan temuan dan diskusi di
diperoleh jika lulus dari SMK nantinya. atas, dapat disimpulkan bahwa struktur

172 JURNAL PSIKOLOGI


ESENSI BERSEKOLAH BAGI SISWA BERISIKO

esensial dari bersekolah di SMK bagi siswa 1. Bagi Subjek. Peneliti menyarankan su-
berisiko adalah keterlibatan diri yang paya subjek tetap bersekolah dengan
dipaksakan untuk mengikuti proses pem- tujuan berprestasi yang ia yakini karena
belajaran di SMK. Partisipan mengetahui dengan tetap bersekolah subjek pun
bahwa mereka harus bersekolah, sebab jika dapat merasakan kemanfaatan dari
tidak bersekolah mereka tidak tahu kemana bersekolah, meski mungkin tidak
harus mencari ilmu untuk bekal bekerja sebanyak atau sama dengan yang
nantinya. Bersekolah juga memberikan dirasakan oleh siswa lain.
perasaan berharga. Bagi mereka, guru 2. Bagi guru atau pihak sekolah. Diharap-
adalah sumber utama ilmu. Partisipan kan guru BK dan guru-guru non BK
memilih cara-cara yang dipandang mampu yang memiliki perhatian terhadap sis-
membantunya dalam menjalani masa wa-siswa berisiko, bersedia meluangkan
bersekolahnya. Strategi yang dipilihnya waktu untuk berbicara dan mendengar-
adalah bersekolah semampunya, melaku- kan siswa-siswa ini. Perhatian dan
kan tugas seperti yang diperintahkan guru, kesempatan tersebut akan sangat berarti
membolos, menunda pengumpulan tugas, bagi mereka.
mengerjakan PR, dan belajar jika sudah tiba
3. Bagi peneliti lain. Penelitian ini dapat
ujian semesteran. Partisipan juga mencoba
diperluas pada siswa-siswa berisiko
cara-cara lain misalnya berlatih mengisi
lainnya, atau justru pada siswa-siswa
LKS, dan menyontek supaya mendapat
yang dinilai berprestasi, misalnya siswa
nilai bagus, sehingga dapat naik kelas dan
kelas akselerasi. Peneliti berikutnya
terhindar dari kemarahan orang tua.
yang tetap ingin menggunakan pende-
Penelitian ini memiliki beberapa keter- katan fenomenologis dan mengembang-
batasan, yaitu temuan penelitian bersifat kan topik ini dapat melengkapinya
khas, sehingga tidak tepat jika ditujukan dengan tulisan, buku harian, atau karya
untuk generalisasi pada populasi yang asli lain dari para partisipan karena
luas. Selain itu, wawancara yang harus kemungkinan besar akan sangat mem-
dilakukan di lingkungan sekolah seperti bantu dalam melakukan pemahaman
yang diminta oleh pihak sekolah sangat yang lebih mendalam dan mengatasi
mungkin memberikan hambatan yang ber- keterbatasan dalam kemampuan meng-
sifat psikologis bagi subjek dalam menyam- ingat pengalaman.
paikan pengalamannya selama bersekolah
di tempat tersebut. Kondisi yang juga perlu
dicermati adalah bahwa pendekatan feno- Kepustakaan
menologi mengutamakan pemunculan
Agbuga, B. (2007). Children’s achievement
kembali pengalaman subjek ke kesadaran.
goals, attitudes, and disruptive beha-
Kondisi tersebut sangat mungkin berkaitan
vior in an after-school physical activity
erat dengan kemampuan mengingat indi-
program. Disertasi. txspace.tamu.edu/
vidu.
bitstream/handle/1969.1/5991/etd-tamu-
2007A-KINE Agbuga.pdf?sequence=1 –
Saran Ainley, M., Hidi, S., & Berndorff, D. (2002).
Interest, learning, and the psycholo-
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
gical processes that mediate their rela-
disampaikan, maka rekomendasi sarannya
tionship. Journal of Educational Psycho-
adalah:
logy, 94, 3, 545-561.

JURNAL PSIKOLOGI 173


LISTIARA & ALSA

Alderman, M. K. (2004). Motivation for Davis, L.E., Ajzen, I., Saunders, J., &
Achievement: Possibilities for Teaching and Williams, T. (2002). The decision of
Learning. (2nd ed.) New Jersey: African American students to complete
Lawrence Erlbaum Associates, Inc. high school: An application of the
Ames, C. (1992). APA Centennial Feature. theory of planned behavior. Journal of
Classrooms: Goals, structures, and Educational Psychology, 94, 4, 810-819.
student motivation. Journal of Educa- Duda, J.L. & Nicholls, J.G. (1992).
tional Psychology, 84, 3, 261-271. Dimension of achievement motivation
Anderman, E.M. (2002). School effects on in schoolwork and sport. Journal of
psychological outcomes during ado- Educational Psychology, 84, 3, 290-299.
lescence. Journal of Educational Psycho- Elliot, S.N., Kratochwill, T.R., Littlefield, J.,
logy, 94, 4, 795-809. & Travers, J.F. (1999). Educational
Anonim. Ditargetkan 1,5 Juta Siswa Masuk Psychology: Effective Teaching, Effective
SMK. Pena Aktual. Diunduh dari www. Learning. (2nd ed). (International ed).
penapendidikan.com tanggal 3 Juni Madison: Brown & Benchmark.
2008. Friedel, J., Marachi, R., & Midgley, C. (2002,
Anonim. Lagi, Dua Pelajar Pembacok Di- April nd). “Stop embarrassing me!”. Rela-
tangkap. Harian Suara Merdeka. Diun- tions among students perception of
duh dari www.suaramerdeka.com teachers, classroom goals, and maladaptive
tanggal 19 Oktober 2002. behaviors. (Paper presented at The
Annual Meeting of the American Edu-
Anonim. Perlu Dibuat Peta Kerawanan cational Research Association).
Siswa di Tiap Sekolah. Harian Suara
Merdeka. Diunduh dari www. Groves, R. & Welsh, B. (2007). High school
suaramerdeka.com tanggal 12 Januari students’ views of learning and the school
2005. experience. (Paper presented at dalam
The Annual Conference of The Aus-
Anonim. Tawuran, Kaca Bus Damri Han- tralian Association for Research in
cur. Harian Suara Merdeka. Diunduh Education, November 28th.
dari www.suaramerdeka.com tanggal
17 Juni 2003. Harackiewicz, J.M., Barron, K.E., Pintrich,
P.R., Elliot, A.J., & Thrash, T.M. (2002).
Blumenfeld, P.C. (1992). APA Centennial Revision of achievement goal theory:
Feature. Classroom learning and moti- necessary and illuminating. Journal of
vation: Clarifying and expanding goal Educational Psychology, 94, 3, 638-645.
theory. Journal of Educational Psychology,
84, 3, 272-281. Kaplan, A., Gheen, M., & Midgley, C.
(2002). Classroom goal structure and
Creswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry student disruptive behavior. British
and Research Design: Choosing Among Journal of Educational Psychology, 72, 191
Five Traditions. California: SAGE – 211.
Darnon, C., Harackiewicz, J.M., Butera, F., Mattern, R.A. (2005). College students’ goal
Quiamzade, A., & Mugny, G. (2007). orientations and achievement. Inter-
Performance-approach and perfor- national Journal of Teaching and Learning
mance-avoidance goals: When uncer- in Higher Education, 17, 1, 27-32.
tainty makes a difference. PSPB, 33, 6,
813-827.

174 JURNAL PSIKOLOGI


ESENSI BERSEKOLAH BAGI SISWA BERISIKO

Midgley, C. (2002). Goals, Goal Structures, Rozycki, E. G. (2004). Identifying the “at risk”
and Patterns of Adaptive Learning. Mah- Student: What is the concern? Essay.
wah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Diunduh dari http://www.
Moustakas, C. (1994). Phenomenological newfoundations.com/EGR/Atrisk.html.
Research Methods. Thousand Oaks, CA: Santrock, J.W. (2008). Educational Psycho-
SAGE. logy. (3rd ed.). New York: The McGraw-
Muttaqien, Z. (2008). Citra SMK dan Madra- Hill Co.
sah Sebagai Sekolah Kelas Dua. Diunduh Senko, C. & Harackiewicz, J.M. (2005).
dari http://elmuttaqie.wordpress.com/ Achievement goals, task performance,
2008/11/15/citra-smk-dan-madrasah- and interest: Why perceived goal
sebagai- sekolah-kelas-dua/#more-186. difficulty matters. PSPB, 31, 12, 1739-
Ormrod, J.E. (2003). Educational Psychology: 1753.
Developing Learners. New York: Pearson Subandi. (1993). A psychological study of
Education, Inc. religious transformation among mos-
Patton, M.Q. (1990). Qualitative Evaluation lems who practice dzikir tawakkal.
and Research Methods. California: SAGE Tesis. Brisbane: School of Social
Sciences, Queensland University of
Pifer, D.A. (2000). Getting in trouble: The Technology.
meaning of school for “Problem”
students. The Qualitative Report, 5, 1 & 2. Todorovich, J.R. & Curtner-Smith, M.D.
(2002). Influence of the motivational
Pintrich, P.R. (2000). An achievement goal climate in physical education on sixth
theory perspective on issues in grade pupils’ goal orientations. Euro-
motivation terminology, theory, and pean Physical Education Review, 8, 2,
research. Contemporary Educational Psy- 119-138.
chology, 25, 92-104.
Urdan, T. & Mestas, M. (2006). The goals
Poerwandari, E.K. (2007). Pendekatan Kua- behind performance goals. Journal of
litatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Educational Psychology, 98, 2, 354-365.
(edisi ketiga.). Jakarta: LPSP3 Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.

JURNAL PSIKOLOGI 175

You might also like