You are on page 1of 8

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Scientific Journals of Bogor Agricultural University
Bahan kimia berbahaya pada ikan asing Yuliana E, Suhardi DA, Susilo A

TINGKAT PENGGUNAAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA


PADA PENGOLAHAN IKAN ASIN: KASUS DI MUARA
ANGKE DAN CILINCING, JAKARTA
Level of Hazardous Chemicals on Salted Fish Processing: Case Study in
Muara Angke and Cilincing, Jakarta

Ernik Yuliana1*, Deddy Ahmad Suhardi2, Adhi Susilo1


1)
Program Studi Agribisnis Fakultas MIPA Univesitas Terbuka, Tangerang Selatan 15418
2)
Program Studi Statistika Fakultas MIPA Univesitas Terbuka, Tangerang Selatan 15418
*Korespondensi: Jl. Cabe Raya Pondok Cabe Pamulang, Tangerang Selatan 15418
Telp. 021-7490941 Psw. 1812 Fax. 021-7434691 email: ernik@ut.ac.id
Abstract
Salted sh is still prefered by community of Indonesia. Salted sh processing by traditional method depent
on the intensity of sunlight. To reduce depence, some processors used chemicals as a preservative. The purpose of
the study is identied the level of use of hazardous chemicals in salted the processing of salted sh. The research’s
design was explanatory research design. The population were all of the salted sh processors in Muara Angke and
Cilincing, North Jakarta. Respondent choosen randomly to get 73 salted sh processors, 55 persons of them were
located at Muara Angke and another 18 were from Cilincing. Data collected consist of primary data, used survey
methods. Then data was analysed with descriptif-analysis and Rank Spearman correlation. The results indicated
that the hazardous chemicals (formalin and bleach) were still used by the processor. Level of usage hazardous
chemicals is signicantly associated with perception processors of consumer knowledge. Education of consumers
about the hazardous chemicals needs to be improved so that consumers did not want to buy salted sh products
with chemicals, thereby to suppress the use of chemicals in the processing of salted sh. Government oversight of
the use of hazardous chemicals was still relatively low, so that should be improved to encourage processors to be
willing to process naturally salted sh and leave the chemicals.
Keywords: chemicals, government oversight, salted sh, salted sh processor
Abstrak
Ikan asin di Indonesia masih menjadi lauk yang banyak digemari oleh masyarakat. Pengolahan ikan asin
secara tradisional sangat bergantung pada intensitas sinar matahari. Tujuan penelitian ini adalah mengidentikasi
tingkat penggunaan bahan kimia berbahaya dalam pengolahan ikan asin. Rancangan penelitian adalah explanatory
research design. Populasi dalam penelitian adalah semua pengolah ikan asin di Muara Angke dan Cilincing, Jakarta.
Responden dipilih secara acak sebanyak 73 orang pengolah, 55 orang dari Muara Angke dan 18 orang pengolah dari
Cilincing. Data yang dikumpulkan adalah data primer, dikumpulkan dengan menggungakan metode survei. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia berbahaya (formalin dan pemutih) masih digunakan oleh pengolah
ikan asin. Tingkat penggunaan bahan kimia berbahaya berkorelasi signikan dengan persepsi pengolah terhadap
tingkat pengetahuan konsumen. Pengetahuan konsumen tentang bahan kimia berbahaya harus ditingkatkan agar
mereka tidak bersedia membeli ikan asin yang mengandung bahan kimia, sehingga dapat mengurangi penggunaan
bahan kimia berbahaya dalam pengolahan ikan asin. Pengawasan pemerintah terhadap penggunaan bahan kimia
berbahaya dalam pengolahan ikan asin masih relatif rendah, sehingga perlu ditingkatkan agar pengolah bersedia
mengolah ikan asin secara alami dan meninggalkan bahan kimia berbahaya.
Kata kunci: bahan kimia, ikan asin, pengawasan pemerintah, pengolah ikan asin

PENDAHULUAN masyarakat. Produksi ikan asin sampai saat ini


masih bergantung pada sinar matahari dalam
Ikan merupakan salah satu sumber kalsium
proses pengeringannya. Menurut Suprihatin dan
di samping susu dan sayuran (Trilaksani et al.
Romli (2009), pengeringan dengan penjemuran
2006). Salah satu produk olahan ikan, yaitu ikan
sangat tergantung pada kondisi cuaca. Pengeringan
asin masih menjadi lauk yang digemari oleh

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


14 Volume XIV Nomor 1 Tahun 2011: 14-21
Bahan kimia berbahaya pada ikan asing Yuliana E, Suhardi DA, Susilo A

menjadi tertunda dan proses pembusukan ikan Muara Angke dan 18 orang di Cilincing. Pemilihan
akan terjadi. apabila hujan turun. Beberapa lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan
pengolah ikan asin mengatasi hal tersebut dengan bahwa kedua lokasi tersebut merupakan sentra
cara menggunakan bahan kimia sebagai pengawet pengolahan ikan asin di wilayah Jakarta.
untuk menghindari kebusukan. Data yang dikumpulkan adalah data primer,
Bahan kimia digunakan oleh para pengolah menggunakan metode survei dengan menyebarkan
ikan asin untuk meningkatkan mutu produknya, kuesioner kepada responden, tetapi pengisian
baik dari segi penampilan maupun daya awetnya. kuesioner dibantu oleh enumerator. Data yang
Penggunaan formalin sebagai pengawet kimia diperoleh dianalisis secara deskriptif dan korelasi
sudah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 2005. Rank Spearman.
Hasil survei tentang kebiasaan pengolah ikan HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam menggunakan bahan kimia menunjukkan
bahwa 53,3% pengolah pernah menggunakan Pengolahan Ikan Asin di Muara Angke dan
pemutih dan formalin. Pemutih digunakan oleh Cilincing
pengolah untuk menghilangkan kotoran yang Muara Angke dan Cilincing adalah sentra
melekat pada tubuh ikan asin (Yuliana 2009). pengolahan ikan asin di Jakarta. Para pengolah ikan
Tingkat penggunaan bahan kimia pada asin di Muara Angke dikoordinir oleh pemerintah
pengolahan ikan asin diduga berhubungan dengan DKI dalam suatu unit yaitu unit Pengolahan Hasil
karakteristik individu dan sosial pengolah, Perikanan Tradisional Muara Angke, sedangkan
serta karakteristik unit pengolahan ikan asin. di Cilincing belum terkoordinir dan umumnya
Menurut Siregar dan Pasaribu (2000), ada tiga masih berskala rumah tangga.
macam pendekatan yang dapat digunakan untuk Ikan asin yang diproduksi di Muara Angke
mengidentikasi karakteristik, yaitu pendekatan adalah tembang, lesi, cucut, layang, cumi, pari, dan
geogras, sosiogras, dan psikogras. Pendekatan ikan asap. Rata-rata jumlah produksi pengolahan
geogras adalah cara mengenali khalayak dengan tembang asin adalah 101.830 kg/tahun, lesi 21.600
mempertimbangkan faktor tempat tinggal, kg/tahun, cucut 66.000 kg/tahun, layang 162.750
sosiogras dengan mempertimbangkan latar kg/tahun, cumi 123.750 kg/tahun, pari 36.000 kg/
belakang seseorang, dan psikogras dengan tahun, dan ikan asap 21.600 kg/tahun. Produk
mempertimbangkan kecenderungan psikologis terbesar yang banyak diolah adalah layang asin,
seseorang. Sofwanto et al. (2006) menjelaskan disusul cumi asin dan tembang asin. Jumlah bahan
bahwa persepsi responden terhadap program baku untuk ikan layang adalah 277.500 kg/tahun,
pembangunan ditentukan oleh faktor internal cumi 247.500 kg/tahun dan tembang 169.714,28
(karakteristik responden). kg/tahun. Rata-rata rendemen dari ketiga jenis
Penelitian ini bertujuan mengidentikasi ikan ini adalah 0,6 (Yuliana et al. 2007).
tingkat penggunaan bahan kimia pada pengolahan Unit pengolahan ikan asin di Cilincing hanya
ikan asin yang diduga berhubungan dengan berjumlah 30 unit. Pengelolaan unit pengolahannya
karakteristik individu dan sosial pengolah, lebih bersifat rumah tangga dan skalanya lebih
karakteristik unit pengolahan, dan persepsi kecil jika dibandingkan dengan Muara Angke.
pengolah terhadap bahaya bahan kimia dan Komoditas olahan di Cilincing kebanyakan
pengetahuan konsumen. adalah jenis ikan asin kecil, yaitu tembang, teri,
METODE dan layang. Proses pengolahan masih dilakukan
secara tradisional pada kedua lokas tersebut.
Penelitian dirancang menggunakan Secara umum, proses pengolahannya adalah
explanatory research design (Singarimbun 2008). pencucian ikan basah, penyortiran, perendaman
Populasi penelitian adalah semua pengolah ikan dengan garam, dan penjemuran. Ada juga proses
asin di wilayah Muara Angke dan Cilincing (220 pengolahan ikan asin yang menggunakan proses
orang). Sampel diambil secara acak sebanyak perebusan untuk produk tertentu.
73 orang pengolah, yang terdiri atas 55 orang di

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Volume XIV Nomor 1 Tahun 2011: 14-21 15
Bahan kimia berbahaya pada ikan asing Yuliana E, Suhardi DA, Susilo A

Tingkat Penggunaan Bahan Kimia tempat tinggal yang disenangi oleh bakteri
pembusuk. Proses pembusukan akan terhambat,
Pengolah ikan asin secara tradisional
mempunyai ketergantungan yang tinggi pada sinar jika kotoran tersebut dihilangkan. Proses pencucian
matahari. Beberapa pengolah menggunakan jalan juga akan menentukan penampilan produk ikan
pintas dengan memanfaatkan bahan kimia sebagai asin, terutama dari segi kebersihannya. Pengolah
sebagai pengawet, yaitu formalin dan pemutih sebanyak 22% menggunakan pemutih untuk
(H2O2). membersihkan tubuh ikan yang menjadi bahan
baku ikan asin. Bahan baku ikan asin yang dicuci
Penggunaan formalin biasanya dilakukan pada dengan pemutih akan berwarna mengkilap dan
proses sebelum penjemuran. Pemutih biasanya
putih bersih. Produk ikan asin yang dihasilkan
digunakan pada saat pencucian dan perendaman
akan berpenampilan menarik dan bersih, sehingga
dengan garam. Ikan yang sudah dicuci dan
konsumen akan lebih tertarik dengan penampilan
direndam dengan pemutih akan berpenampilan
ikan asin tersebut.
bersih, karena pemutih berfungsi untuk
membersihkan kotoran yang menempel pada ikan. Bahan kimia yang umum digunakan pada
proses penggaraman ikan oleh pengolah (25%)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolah
adalah formalin. Proses penggaraman yang
ikan asin masih ada yang menggunakan bahan
dicampur dengan formalin tidak memerlukan
kimia sebagai pengawet (47%), dengan distribusi
22% pengolah menggunakannya pada proses proses pengeringan dalam waktu yang lama.
pencucian ikan, 25% pengolah menggunakannya Pengolah tidak terlalu bergantung pada sinar
pada proses penggaraman ikan, dan 15% pengolah matahari dengan menggunakan formalin. Para
menggunakannya pada proses perebusan ikan. pengolah mengesampingkan bahaya yang
Persentase jumlah pengolah ikan asin yang mengancam konsumen jika mengonsumsi ikan
menggunakan bahan kimia kurang dari 50% asin yang berformalin. Persentase pengolah yang
tetapi akibat yang ditimbulkannya akan berbahaya menggunakan formalin (25%) tergolong tinggi,
bagi konsumen, yaitu tersebarnya produk ikan karena penggunaan formalin sudah dilarang oleh
asin yang mengandung bahan kimia berbahaya. pemerintah, seharusnya tidak ada lagi pengolah
Pemerintah sudah jelas melarang penggunaan yang menggunakan formalin.
bahan kimia berbahaya pada pengolahan ikan asin Bahan kimia yang digunakan pada proses
dengan denda 1 milyar rupiah jika ada pengolah perebusan ikan umumnya adalah pemutih.
yang ketahuan menggunakan formalin. Tingkat
Pengolah yang menggunakan pemutih adalah
penggunaan bahan kimia pada pengolahan ikan
15%, meskipun pemutih belum secara resmi
asin disajikan pada Tabel 1.
dilarang oleh pemerintah, tetapi tetap saja ada
Tabel 1 Tingkat penggunaan bahan kimia pada
bahaya di balik penggunaannya, karena fungsi
pengolahan ikan asin pemutih bukan untuk bahan pangan.

Aktivitas Kategori % Kadar bahan kimia yang digunakan pada


Tidak 68 pengolahan ikan asin tidak diukur pada penelitian
Proses pencucian ikan ini., Uji formalin dilakukan untuk menguatkan
Ya 22
Tidak 75 data penggunaan bahan kimia pada pengolahan
Proses penggaraman ikan
Ya 25 ikan asin terhadap beberapa sampel ikan asin.
Tidak 85
Proses perebusan ikan Kandungan formalin pada beberapa sampel ikan
Ya 15
asin yang diambil secara acak dari Muara Angke
Proses pencucian ikan sebelum diasinkan dan Cilincing disajikan pada Tabel 2. Produk ikan
merupakan proses yang penting, karena pencucian asin dari Muara Angke yaitu ikan layang kecil,
ikan bertujuan untuk membuang semua kotoran ikan jambal, dan cumi mengandung formalin
yang ada pada ikan, di luar atau di dalam tubuh dengan kadar lebih dari 500 ppm. Ikan asin kering
ikan. Kotoran yang ada pada tubuh ikan merupakan produksi Cilincing tidak mengandung formalin.

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


16 Volume XIV Nomor 1 Tahun 2011: 14-21
Bahan kimia berbahaya pada ikan asing Yuliana E, Suhardi DA, Susilo A

Tabel 2 Penggunaan formalin pada beberapa pengolahan konsentrasi pada pekerjaan, dan bertanggung
produk ikan jawab. Manusia pada rentang umur dewasa
madya mempunyai kondisi ekonomi yang mapan
Jenis Produk Jumlah Formalin dan stabil, konsentrasi pada status pekerjaan dan
2 sendok teh formalin dicampur bertanggung jawab.
Kerang rebus dengan 30 liter air. Digunakan Tabel 4 Karakteristik pengolah
untuk merendam daging kerang.
Variabel Frekuensi %
2 sendok teh formalin dicampur
Ikan panggang dengan 30 liter air. Digunakan Umur (X1)
untuk merendam daging ikan. Dewasa awal (20-35 tahun) 25 34,2
1,5 liter formalin dicampur Dewasa madya (36-50 36 49,3
dengan 300 liter air dan 200 tahun)
Teri asin 12 16,5
kg garam. Digunakan untuk Dewasa akhir (>50 tahun)
merendam ikan teri. Total 73 100
10 mL formalin dicampur Tingkat pendidikan (X2)
Tanjan, bilis,
dengan 50 liter air. Digunakan
tigawaja (asin) Rendah (tidak sekolah) 15 20
untuk merendam ikan.
Sumber: Permadi (2008) Rendah (SD) 43 59
Menengah (SMP) 10 14
Hasil uji formalin terhadap beberapa sampel Menengah (SMA) 5 7
ikan asin disajikan pada Tabel 3. Beberapa produk
Tinggi (universitas) 0 0
ikan asin dari Muara Angke yaitu ikan layang
Total 73 100
kecil, ikan jambal, dan cumi masih mengandung
Pengalaman menjadi
formalin dengan kadar di atas 500 ppm. Ikan asin pengolah (X3)
kering produksi Cilincing tidak mengandung Baru (0-5 tahun) 13 18
formalin. Sedang (6-10 tahun) 14 19
Tabel 3 Hasil uji formalin terhadap sampel produk ikan Lama ( >10 tahun) 46 63
asin
Total 73 100
Kadar Motivasi menjadi pengolah
Jenis Ikan Uji Formalin Standar (X4)
Kualitatif (ppm) (ppm)
Turun-temurun 30 41
Ikan layang Positif 705,84 0 Memperoleh keuntungan 19 26
kecil
Ikan jambal Mengembangkan diri 24 33
asin Positif 670,26 0
Total 73 100
Cumi Positif 917,54 0 Dasar pemilihan jenis ikan
Ikan rucah asin (X5)
Negatif 0 0
kering Turun-temurun 9 12
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keinginan konsumen 3 4
Tingkat Penggunaan Bahan Kimia Ketersediaan bahan baku 43 59
a. Karakteristik Pengolah Sesuai dengan modal yang 18 25
dimiliki
Karakteristik pengolah yang diidentikasi Total 73 100
pada penelitian meliputi umur, tingkat pendidikan,
Pengolah dengan tingkat pendidikan rendah,
pengalaman menjadi pengolah, dan dasar
yaitu SD dan tidak sekolah sebanyak 80% . Alasan
pemilihan jenis ikan asin disajikan pada Tabel
utama mereka tidak menempuh pendidikan
4. Pembagian umur pengolah terdiri atas dewasa
tingkat menengah adalah faktor ekonomi. Mereka
awal (18-35 tahun), dewasa madya (36-50 tahun),
menganggap sekolah membutuhkan biaya yang
dan dewasa lanjut (> 50 tahun). Sebagian besar
mahal dan tidak terjangkau. Alasan yang lain
pengolah berada pada kategori umur dewasa
adalah karena tenaga mereka diperlukan untuk
madya (49,3%), artinya mereka masih produktif,

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Volume XIV Nomor 1 Tahun 2011: 14-21 17
Bahan kimia berbahaya pada ikan asing Yuliana E, Suhardi DA, Susilo A

membantu orang tua dan keluarga, baik sebagai disajikan pada Tabel 5. Unit pengolahan yang
nelayan maupun sebagai pengolah ikan asin, menjadi responden sebagian besar (53%) mengolah
hasil tersebut sesuai dengan pendapat Pakpahan ikan kecil, yaitu ikan teri, cumi, tembang, dan
et al. (2006), bahwa nelayan termasuk pengolah layang kecil. Dibandingkan dengan ikan besar
ikan pada umumnya terdiri atas masyarakat yang (tongkol, cucut, atau jambal), pengolahan ikan
pendidikannya relatif rendah. kecil membutuhkan waktu yang relatif lebih
cepat, karena lebih cepat kering. Pengolah lebih
Pengolah ikan asin memulai pekerjaannya dari
banyak memilih untuk mengolah ikan kecil, agar
tahun yang berbeda-beda. Sebanyak 63% pengolah
dananya cepat kembali dan segera mendapatkan
sudah menjalani pekerjaannya lebih dari 10
keuntungan, karena waktu pengolahan ikan asin
tahun. Lamanya waktu mereka menekuni profesi
lebih cepat.
sebagai pengolah ikan asin menjadikan mereka
mempunyai keterampilan yang memadai dalam Tabel 5 Karakteristik unit pengolahan ikan asin
mengolah ikan asin. Pengolah ikan asin menguasai
Karakteristik Unit %
teknik pemilihan bahan baku yang segar, cara Kategori
Pengolahan
penyiangan ikan yang dapat mempercepat proses
pengeringan, konsentrasi garam yang tepat, Ikan kecil 53
dan cara pengeringan yang esien, akan tetapi, Komoditas olahan Ikan besar dan kecil 36
keterampilan yang mereka miliki tidak disertai Ikan besar 11
dengan penguasaan mereka terhadap ilmu dan ≤ 3 orang 71
Jumlah tenaga kerja
teknologi modern, terutama tentang kebersihan > 3 orang 29
dan keamanan produk ikan asin. Pinjaman 16
Pemilihan profesi menjadi pengolah ikan asin Pinjaman dan 26
Sumber permodalan
modal sendiri
dilatarbelakangi oleh motivasi yang berbeda-
beda, yang paling banyak adalah didorong oleh Modal sendiri 58
keinginan untuk meneruskan usaha keluarga yang Jabodetabek 59
sudah turun-temurun. Sebanyak 41% pengolah Wilayah pemasaran Jabodetabek dan
41
ikan asin adalah meneruskan usaha orang tuanya luar Jabotabek
yang terlebih dulu menekuni usaha pengolahan
Pengolahan ikan asin rata-rata dilakukan oleh
ikan asin. Manajemen dan teknik pengolahan
unit pengolahan yang mempunyai tenaga kerja
juga bersifat turun-temurun, akan tetapi mereka
kurang dari tiga orang. Produksi unit pengolahan
telah mengembangkan teknik pengemasan,
dapat ditingkatkan melalui usaha pembinaan yang
penggaraman, pengeringan, dan pemasaran
intensif dari pemerintah. Menurut Tim Peneliti
dengan cara berdiskusi sesama pengolah atau
Universitas Merdeka Malang (2004), peningkatan
mendapatkan informasi dari penyuluh perikanan.
usaha kecil menengah merupakan alternatif
Pemilihan jenis ikan asin sebagian besar terpenting untuk memperbaiki kesenjangan
(59%) didasari oleh ketersediaan bahan baku ekonomi antarlapisan masyarakat, hal ini beranjak
yang memegang peranan penting dalam dari realitas, bahwa eksistensi industri kecil
keberlangsungan usaha pengolahan ikan asin. dapat menyerap tenaga kerja, meskipun dengan
Alasan kedua adalah kesesuaian dengan modal kualikasi pendidikan yang terbatas.
yang dimiliki. Bahan baku ikan segar sulit didapat
Modal yang dimiliki oleh unit pengolahan
oleh para pengolah saat ini, karena harganya yang
ikan asin sebagian besar (58%) adalah modal
tinggi dan kebanyakan ikan segar dijual dalam
sendiri, persentase tersebut merupakan hal yang
keadaan segar. Industri pengolahan ikan asin
menggembirakan, karena sebagian besar pengolah
biasanya memanfaatkan bahan baku yang sudah
dapat mengelola usahanya secara mandiri dari
lama tersimpan di gudang dan berkualitas rendah.
segi modal, tanpa bergantung kepada pihak lain.
b. Karakteristik Unit Pengolahan Ikan Asin Selebihnya (42% pengolah) masih meminjam
Karakteristik unit pengolahan ikan asin modal usaha dari pihak lain.

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


18 Volume XIV Nomor 1 Tahun 2011: 14-21
Bahan kimia berbahaya pada ikan asing Yuliana E, Suhardi DA, Susilo A

Wilayah pemasaran sebagian besar (59%) dapat menjadi kekuatan bagi konsumen untuk
adalah daerah Jabodetabek, karena wilayah ini menolak ikan asin yang mengandung bahan kimia.
mempunyai jarak yang dekat dengan tempat Konsumen belum mampu menolak distribusi ikan
pengolahan ikan asin (Muara Angke dan asin yang mengandung bahan kimia di pasaran.
Cilincing). Produk ikan asin dari Muara Angke
Tabel 7 Persepsi pengolah terhadap konsumen
dan Cilincing belum terdistribusi secara merata ke
seluruh wilayah Indonesia. Persepsi Kategori (%)
c. Persepsi Pengolah terhadap Bahan Kimia Konsumen mengetahui Tidak tahu 5
dan Pengetahuan Konsumen bahaya bahan kimia Tahu 95

Persepsi pengolah ikan asin terhadap bahan Konsumen mau


membeli ikan asin yang Tidak 63
kimia berbahaya disajikan pada Tabel 6. Pengolah
mengandung bahan Ya 37
sebagian besar (44%) menganggap bahwa harga
kimia
bahan kimia adalah murah, dan sebanyak 66%
pengolah menganggap bahan kimia tersebut Pengetahuan konsumen, penerapan sistem
berbahaya bagi konsumen. Para pengolah banyak pengawasan mutu dan keamanan pangan oleh
yang menganggap bahwa harga bahan kimia pemerintah juga menjadi faktor penentu untuk
tersebut murah, maka penggunaan bahan kimia mengurangi penggunaan bahan kimia pada
untuk pengawet ikan asin masih banyak dilakukan pengolahan pangan termasuk ikan. Penerapan
oleh pengolah ikan asin, oleh karena itu diperlukan pengawasan mutu dan keamanan pangan harus
adanya informasi dan regulasi untuk menghambat didasari adanya perlindungan terhadap konsumen.
penjualan bahan kimia tersebut untuk ditambahkan Tindakan yang diambil untuk melindungi
ke dalam bahan makanan. konsumen tersebut harus didasari oleh alasan
Tabel 6 Persepsi pengolah terhadap bahan kimia ilmiah (Trilaksani et al. 2010).
d. Pengawasan Pemerintah
Persepsi Pengolah Kategori (%)
Permasalahan penggunaan formalin pada
Murah 44
Harga bahan kimia Sedang 37 proses pengolahan ikan asin memerlukan
Mahal 19 pengawasan pemerintah sebagai pemegang
Bahaya bahan Tidak berbahaya 34 kebijakan untuk membuat regulasi. Pengawasan
kimia Berbahaya 66 pemerintah diperlukan pada proses pelaksanaan
sampai pada produk akhir. Pengolah sampai saat
Regulasi dapat berbentuk kebijakan untuk ini masih tergoda untuk menggunakan bahan
menaikkan harga bahan kimia sehingga tidak kimia, sehingga harus ada pihak yang mengontrol
terjangkau oleh pengolah ikan asin, atau pelaksanaan pengolahan ikan asin. Pengawasan
mempersulit penjualannya misalnya melampirkan pemerintah dapat berupa kunjungan secara rutin
pernyataan yang disahkan oleh pejabat setempat kepada unit pengolahan dan penyuluhan kepada
bahwa bahan kimia tersebut tidak dipergunakan para pengolah.
untuk bahan tambahan pada makanan.
Data kunjungan dan penyuluhan staf
Persepsi pengolah terhadap pengetahuan pemerintah kepada pengolah (dari persepsi
konsumen disajikan pada Tabel 7. Pengolah pengolah) disajikan pada Tabel 8. Kunjungan dan
menganggap bahwa sebagian besar konsumen penyuluhan staf pemerintah kepada para pengolah
(95%) mengetahui tentang bahaya penggunaan termasuk jarang, artinya pengawasan pemerintah
bahan kimia, dan pengolah juga mengetahui terhadap proses pengolahan ikan asin termasuk
bahwa sebagian besar konsumen (63%) tidak rendah. Pengawasan pemerintah secara langsung
bersedia membeli ikan asin jika mereka tahu dapat dilakukan jika staf pemerintah sering
mengandung bahan pengawet kimia. Kondisi melakukan kunjungan ke unit pengolahan ikan
konsumen yang mengetahui bahaya penggunaan asin. Permasalahan yang ada di lapangan dapat
bahan kimia untuk produksi ikan asin seharusnya diketahui dengan adanya kunjungan, sehingga

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Volume XIV Nomor 1 Tahun 2011: 14-21 19
Bahan kimia berbahaya pada ikan asing Yuliana E, Suhardi DA, Susilo A

Tabel 8 Persepsi pengolah ikan asin terhadap Hubungan antara Karakteristik Pengolah,
pengawasan pemerintah Persepsi Pengolah, dan Tingkat Penggunaan
Bahan Kimia
Persepsi Kategori (%)
Kunjungan staf Tidak pernah 22
Faktor yang berhubungan dengan tingkat
pemerintah ke industri Jarang 52 penggunaan bahan kimia, ada satu faktor yang
pengolahan Sering 26 berkorelasi secara signikan, yaitu persepsi
pengolah terhadap pengetahuan konsumen (α =
Penyuluhan staf Tidak pernah 27
0,05). Pengetahuan konsumen ikan asin tentang
pemerintah kepada Jarang 51
pengolah ikan asin Sering 22 bahan kimia berbahaya sangat menentukan
pengolah dalam menentukan cara produksi.
masalah dapat dipecahkan bersama antara Konsumen ikan asin di Indonesia sebenarnya
pengolah dan pemerintah. sudah mengetahui bahaya dari penggunaan
Penyuluhan pemerintah kepada pengolah harus bahan kimia (95%), tetapi mereka tidak kuasa
ditingkatkan, terutama tentang sosialisasi larangan menolak produk ikan asin yang beredar di pasar
penggunaan bahan kimia dan dampak dari jika mengandung bahan pengawet. Konsumen
penggunaannya. Penyuluhan harus menggunakan seharusnya bersikap enggan untuk membeli
metode dan cara yang mudah dipahami oleh produk ikan asin yang mengandung bahan kimia
pengolah, sehingga mereka dapat menerapkan berbahaya, sehingga tingkat penggunaan bahan
pengetahuan yang didapat dari penyuluhan kimia dapat ditekan oleh pengolah.
tersebut. Pengolah berharap kunjungan staf Peran penyuluh sangat diperlukan untuk
pemerintah dan penyuluhan dapat ditingkatkan meningkatkan pengetahuan konsumen tentang
agar mereka dapat melakukan konsultasi atau bahaya bahan kimia. Penyuluh perikanan harus
dialog demi perbaikan produksi ikan asin. mempunyai kompetensi tertentu agar dapat
Penyuluhan yang intensif, diharapkan pengolah menyampaikan informasi yang tepat kepada para
berhenti menggunakan bahan kimia, dan akhirnya pengolah. Penyuluh pertanian/perikanan harus
bersedia mengolah ikan asin secara alami. mempunyai kompetensi yang diharapkan sesuai
Menurut Okorley et al. (2009), pengembangan dengan karakteristik pengolah (Huda 2010).
sumber daya manusia merupakan faktor kunci Menurut Shinn et al. (2009), dalam menyampaikan
dalam kesuksesan suatu program, oleh karena itu, informasi dalam penyuluhan pertanian/perikanan
harus senantiasa dilakukan penguatan terhadap harus selalu ditingkatkan agar pengetahuan dan
pengolah melalui: pelatihan yang berbasis kepada sikap penyuluh sesuai dengan yang diharapkan
kebutuhan pengolah, mendorong pengolah untuk oleh sebuah program.
belajar secara informal, dan memotivasi pengolah KESIMPULAN
untuk mengolah ikan asin dengan cara yang aman.
Bahan kimia berbahaya (formalin dan
Berdasarkan hasil penelitian Sapari et al. (2009),
pemutih) masih digunakan oleh sebagian
pendidikan nonformal petani mempengaruhi
pengolah ikan asin. Beberapa produk ikan asin
persepsi petani terhadap penampilan biosik
positif mengandung formalin. Faktor yang
pertanian. Pendidikan nonformal dalam bentuk
berhubungan secara signikan (α = 0,05) dengan
pelatihan akan mempengaruhi persespsi mereka
tingkat penggunaan bahan kimia adalah persepsi
terhadap bahaya bahan kimia dan pengetahuan
pengolah terhadap pengetahuan konsumen.
konsumen. Peran penyuluh perikanan sangat
Pengetahuan konsumen tentang bahaya bahan
diperlukan. Sesuai dengan pendapat Huda
kimia pada produksi ikan asin seharusnya dapat
(2010), bahwa peran penyuluh adalah penting
menjadi kekuatan bagi konsumen untuk menolak
dalam memberikan pendidikan informal kepada
ikan asin yang mengandung bahan kimia.
petani/pengolah, karena penyuluh adalah pihak
Pengawasan pemerintah terhadap penggunaan
yang langsung berhubungan dengan upaya
bahan kimia tergolong rendah, ditunjukkan dengan
pengembangan kompetensi petani/pengolah ikan.
data kunjungan dan penyuluhan staf pemerintah

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


20 Volume XIV Nomor 1 Tahun 2011: 14-21
Bahan kimia berbahaya pada ikan asing Yuliana E, Suhardi DA, Susilo A

kepada pengolah yang termasuk kategori jarang. Pertanian Bogor


Dengan penyuluhan yang intensif, diharapkan Sapari Y, Saleh A, Maksum. 2009. Hubungan
pengolah berhenti menggunakan bahan kimia, pemanfaatan media komunikasi prima tani,
aksesibilitas kelembagaan tani dengan persepsi
dan akhirnya bersedia mengolah ikan asin secara petani tentang teknologi agribisnis industrial
alami. Persepsi pengolah terhadap pengetahuan pedesaan. Jurnal KMP (Komunikasi Pembangunan)
konsumen berkorelasi signikan terhadap tingkat 7(1): 26-36.
penggunaan bahan kimia. Pengetahuan konsumen Shinn GC, Wingenbach GJ, Lindner JR, Bries GE,
ikan asin tentang bahan kimia berbahaya sangat Baker M. 2009. Redening agricultural and
menentukan pengolah dalam menentukan cara extension education as a eld of study: Consensus
of fteen engaged international scholars. Journal of
produksi. International Agricultural and Extension Education
UCAPAN TERIMA KASIH 16(1): 73-88.
Sofwanto A, Sugihen BG, Susanto D. 2006. Persepsi
Penulis menyampaikan terima kasih kepada petani tentang kebijakan pemerintahan daerah
LPPM Universitas Terbuka yang telah mendanai dalam upaya pengembangan agribisnis sayuran
penelitian yang mendasari penulisan artikel (Kasus petani sayuran peserta program kawasan
ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada agropolitan Desa Sindang Jaya Kecamatan Cipanas
Kabupaten Cianjur). Jurnal Penyuluhan 2(1): 35-
Dr. Sandra Sukmaning Aji (FKIP Universitas 43.
Terbuka) yang telah bersedia menjadi penelaah Suprihatin, Romli M. 2009. Pendekatan produksi
dan banyak memberikan masukan pada saat bersih dalam indsutri pengolahan ikan: Studi
penelitian berlangsung serta pada saat penulisan kasus industri penepungan ikan. Jurnal Kelautan
laporan. Nasional 2 (Edisi Khusus): 131-143.
Tim Peneliti Lembaga Penelitian Universitas Merdeka
DAFTAR PUSTAKA Malang. 2004. Rencana induk pengembangan
Huda N. 2010. Kompetensi penyuluh dalam mengakses usaha kecil dan menengah (UKM) di wilayah Kota
informasi pertanian (Kasus alumni UT di wilayah Probolinggo. Jurnal Penelitian Lembaga Penelitian
Serang). Jurnal Matematika, Sains, & Teknologi 16(1): 10-15.
11(1): 65-77. Trilaksani W, Salamah E, Nabil M. 2006. Pemanfaatan
Kurnianingtyas R. 2009. Penerimaan Diri pada limbah tulang ikan tuna (Thunnus sp.) sebagai
Wanita Bekerja Usia Dewasa Dini Ditinjau dari sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein.
Status Pernikahan [Skripsi]. Fakultas Psikologi. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 9 (2): 34-45.
Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. Trilaksani W, Bintang M, Monintja DR, Hubeis
Okorley EL, Gray DI, Reid JI. 2009. Improving M. 2010. Analisis regulasi sistem manajemen
agricultural extension human resource capacity in keamanan pangan tuna di Indonesia dan negara
a decentralized policy context: a Ghanaian case tujuan ekspor. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
study. Journal of International Agricultural and Indonesia 13(1): 63-81.
Extension Education 16(2): 35-46. Yuliana E, Indrawati E, Farida I. 2007. Kontribusi
Pakpahan HT, Lumintang RWE, Susanto D. 2006. pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT)
Hubungan motivasi kerja dengan perilaku nelayan Muara Angke terhadap pendapatan nelayan
pada usaha perikanan tangkap. Jurnal Penyuluhan pengolah. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi
2(1): 26-34. 8(1): 41-51.
Permadi A. 2008. Analisis Kebijakan Pencegahan Yuliana E. 2009. Hubungan faktor internal pengolah
Penyalahgunaan Formalin pada Produk Perikanan dengan persepsinya terhadap kitosan sebagai
(Kasus di Wilayah Barat Pantai Utara Jawa) pengawet alami ikan asin. Jurnal Kelautan Nasional
[Disertasi], Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut 2 (Edisi Khusus): 9-17.

Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Volume XIV Nomor 1 Tahun 2011: 14-21 21

You might also like