You are on page 1of 19

ANALISIS PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN BAGI ORANG

ASING YANG MELEBIHI BATAS WAKTU IZIN TINGGAL DI INDONESIA

Oleh : Theresya Berlian, Muhammad Ilham Yahya


Politeknik Imigrasi
email : theresyaberlian2001@gmail.com

Abstract
The primary aim of this study is to comprehend the oversight and
enforcement mechanisms in immigration concerning foreigners surpassing their
authorized stay in Indonesia. Additionally, it seeks to scrutinize the regulations that
govern the stay of foreigners in Indonesia and the measures taken for those who
overstay. The research also endeavors to elucidate the stipulations related to the
stay of foreigners in Indonesia and evaluate the immigration enforcement
concerning individuals exceeding their permitted stay (overstay). The theoretical
framework encompasses Certainty Theory, Immigration Policy Theory, Law
Enforcement Theory, Utility Theory, and Human Rights Theory. The findings of the
research are analyzed and interpreted in comparison to previous studies, and their
implications and relevance are deliberated in the discussion section. Employing a
normative qualitative research method with a focus on analyzing written regulations
and conducting a literature review, it can be deduced: 1. The authorization granted
by a country to foreigners to stay reflects the nation's sovereignty as a legal entity
with complete authority to set and control limitations on foreign residents. This
authorization is not an inherent right of foreign individuals but a privilege bestowed
by the country. The constraints on stay permits aim to safeguard the nation's
interests across social, cultural, economic, labor, security, and order aspects. 2. The
enforcement procedures based on Law No. 9 of 1992 regarding Immigration for
violations exceeding the permitted stay period (overstay) are executed through a
dual legal enforcement system involving criminal and administrative law.
Administrative measures in immigration prove more effective and efficient in dealing
with overstay infractions, particularly when aligned with the principle of criminal law
subsidiarity, prioritizing the ultimum remedium principle in criminal law.
Consequently, administrative resolutions emerge as a more fitting and targeted
policy.
Keywords: Foreigners, stay permit, immigration enforcement, overstay
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, Penegakan hukum imigrasi dan pengawasan terhadap
orang asing di suatu negara menjadi elemen kunci dalam menjaga keamanan serta
memastikan penegakan hukum yang mendukung kedaulatan negara. Penindakan
hukum imigrasi yang tegas menjadi unsur vital dalam menjaga stabilitas dan
ketertiban nasional. Dalam konteks ini, fokus utama penegakan hukum imigrasi
terletak pada upaya mencegah pelanggaran visa, yang merupakan dokumen resmi
yang diberikan oleh pemerintah suatu negara kepada individu asing. Dokumen ini
memungkinkan mereka untuk memasuki dan tinggal di negara tersebut sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan (Arifiani, 2021). Dalam era mobilitas
internasional yang semakin tinggi, pengaturan dan penegakan hukum imigrasi
menjadi tantangan kompleks bagi banyak negara. Pengawasan dan penindakan
terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang telah ditetapkan
menjadi aspek penting dalam menjaga kepatuhan terhadap regulasi tersebut.
Indonesia, sebagai negara dengan sejarah penerimaan imigran dari berbagai
belahan dunia, memiliki kebijakan dan peraturan yang mengatur izin tinggal bagi
orang asing dengan tujuan seperti bekerja, studi, atau investasi. Meskipun
demikian, terdapat situasi di mana orang asing tidak mematuhi ketentuan izin
tinggal mereka dan tetap tinggal di Indonesia setelah izin mereka habis.
Dalam hal ini Ketertiban imigrasi dan penegakan hukum imigrasi merupakan
hal yang penting dalam menjaga kedaulatan suatu negara dan melindungi hak-hak
warganegara serta orang asing yang tinggal di negara tersebut. Dalam menindak
oknum yang dinyatakan bersalah harus memperhatikan hak asasi manusia, dengan
mobilitas internasional yang semakin tinggi dan globalisasi telah memberikan
tantangan dan kompleksitas baru dalam pengelolaan imigrasi. Di Indonesia, sebagai
negara yang terus berkembang dan menjadi tujuan berbagai orang asing untuk
bekerja, studi, atau tujuan lainnya, pengawasan dan penindakan keimigrasian
menjadi aspek penting dalam menjaga keamanan nasional dan ketertiban umum.
Sehingga, pentingnya perspektif ini dalam proses penegakan hukum imigrasi adalah
bahwa penilaian kasus pelanggaran harus bergantung pada jenis tindakan hukum
yang diterapkan, baik itu hukum pidana atau administratif, dan tidak lagi bergantung
pada penilaian subjektif pejabat imigrasi. Hal ini perlu dilakukan dengan
mendefinisikan dengan jelas batasan dan kategori dalam proses penegakan hukum,
sehingga penentuan kasus tidak tergantung pada keputusan individual pejabat
imigrasi, tetapi didasarkan pada kerangka kerja perundang-undangan yang telah
ditetapkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penyelesaian kasus
keimigrasian dapat dilakukan secara cepat, efektif, dan efisien sesuai dengan
aturan yang berlaku. Pengawasan dan penegakan terhadap orang asing yang
melampaui batas waktu izin tinggal mereka adalah salah satu masalah yang harus
ditangani secara serius dalam konteks kebijakan imigrasi Indonesia.
Meskipun Indonesia memiliki peraturan dan ketentuan yang mengatur izin
tinggal bagi orang asing, seringkali terdapat situasi di mana orang asing tetap
tinggal di Indonesia setelah izin mereka berakhir. Hal ini dapat menimbulkan
sejumlah masalah, termasuk masalah keamanan dan ekonomi, serta potensi
pelanggaran hak asasi manusia para orang asing tersebut. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis mendalam terhadap pengawasan
dan penindakan keimigrasian bagi orang asing yang melebihi batas waktu izin
tinggal mereka di Indonesia. Dalam analisis jurnal ini akan mengkaji hukum dan
peraturan yang berlaku, langkah-langkah yang diterapkan oleh pihak berwenang,
serta dampaknya terhadap hak asasi manusia para orang asing tersebut.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana regulasi izin tinggal orang asing di Indonesia?
2. Bagaimana tindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas
waktu izin tinggal yang diberikan (overstay)?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini mengadopsi metode penelitian kualitatif normatif, yang
merupakan suatu proses penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan
fenomena yang ada dengan peneliti sebagai instrumen utama, dengan dasar
penelitian kepustakaan yang mencakup analisis dan telaah sumber-sumber buku
serta tulisan ahli. Dalam hal ini focus penelitian normatif pada studi kepustakaan
yang mencakup berbagai sumber data sekunder, seperti regulasi atau aturan
perundangan, landasan hukum, dan penulisan ilmiah yang bersumber dari para ahli.
Teknik pengumpulan data dengan cara membaca jurnal serta buku-buku referensi
yang berkaitan dengan pemikiran hukum keimigrasian. Proses penelitian ini
melibatkan interpretasi serta analisis kritis untuk menggambarkan nilai-nilai
kebenaran mendasar terkait dengan pengawasan dan penindakan keimigrasian
terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia. Tahapan penelitian
mencakup pengumpulan data dari referensi buku, analisis data dan interpretasi
data, serta penulisan dan pembuatan kesimpulan.

PEMBAHASAN
A. Sistem Pengawasan Keimigrasian
Dalam menanggapi permasalahan pengawasan dan penindakan
keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal di
Indonesia, diperlukan pembenahan sistem yang lebih optimal. Untuk menganalisis
keluhan-keluhan yang bersifat negatif, langkah perbaikan perlu diarahkan pada
pembentukan grand design sistem informasi manajemen keimigrasian yang
terintegrasi. Sistem pengawasan imigrasi menjadi suatu kebutuhan esensial dalam
menjaga integritas dan keamanan suatu negara. Dengan adanya pengawasan yang
efektif, negara dapat mencegah masuknya individu yang potensial membahayakan
keamanan nasional serta memastikan bahwa kebijakan imigrasi nasional terlaksana
dengan baik. Sistem ini mendukung tujuan kebijakan imigrasi nasional dengan
memberikan landasan bagi pembatasan dan pemberian izin tinggal yang sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pejabat imigrasi
memegang peran sentral dalam menjalankan fungsi pengawasan ini. Mereka tidak
hanya bertanggung jawab atas pemberian izin tinggal, tetapi juga memiliki peran
krusial dalam mengawasi keberadaan dan aktivitas orang asing di dalam negeri.
Dengan melakukan pengawasan yang cermat, pejabat imigrasi dapat menjamin
bahwa setiap individu yang tinggal di negara tersebut mematuhi batas waktu izin
tinggal yang telah ditentukan. Dalam konteks ini, teknologi informasi juga berperan
penting dalam mendukung sistem pengawasan. Pengelolaan data melalui sistem
informasi keimigrasian memungkinkan pemantauan yang lebih efektif terhadap
pergerakan orang asing. Sistem ini tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk
mengidentifikasi potensi pelanggaran, tetapi juga sebagai sarana pencegahan
dengan memberikan peringatan dini terkait batas waktu izin tinggal.
Selain itu, peran pejabat imigrasi tidak hanya sebatas pada pemberian izin
tinggal, namun juga melibatkan penegakan hukum terhadap pelanggaran aturan
imigrasi. Dengan adanya sistem pengawasan yang terkoordinasi, pejabat imigrasi
dapat menjalankan tugasnya secara efisien, memberikan sanksi yang tepat sesuai
dengan peraturan yang berlaku, dan memastikan bahwa orang asing yang tinggal di
negara tersebut mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
sistem pengawasan imigrasi tidak hanya menjadi instrumen keamanan nasional,
tetapi juga alat yang mendukung implementasi kebijakan imigrasi nasional secara
menyeluruh. Peran aktif pejabat imigrasi dan integrasi teknologi informasi menjadi
fondasi utama dalam menjalankan pengawasan ini, menciptakan suatu sistem yang
efektif, responsif, dan sesuai dengan tujuan kebijakan imigrasi nasional.
Pertama, grand design sistem informasi manajemen keimigrasian dapat
mencakup penyempurnaan dalam hal peraturan perundang-undangan.
Pembenahan ini harus mengikuti perkembangan dinamika mobilitas internasional
serta menyesuaikan diri dengan kebutuhan keamanan nasional. Selanjutnya,
dengan adanya kebijakan-kebijakan yang diambil, seperti yang dirumuskan dalam
panca program keimigrasian pada rapat kerja 2002, perlu diperbarui dan
disesuaikan dengan tuntutan zaman. Implementasi dari kebijakan tersebut harus
dipertimbangkan secara cermat agar dapat mencakup bidang-bidang perundang-
undangan yang relevan dan memastikan kepatuhan terhadap norma hukum yang
berlaku. Hal ini data dikaitkan dengan Teori Kepastian, yang mana Kepastian
hukum dapat terwujud melalui pengaturan yang jelas dalam Undang-Undang, yang
kemudian akan memiliki penerapan yang jelas pula. Dengan kata lain, kepastian
hukum mendasar pada ketepatan dalam hal norma hukum, subjek yang terlibat,
objek yang diatur, serta sanksi yang diberlakukan. Sudikno Mertokusumo
menjelaskan bahwa kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum harus
diterapkan secara benar. Prinsip ini menekankan perlunya regulasi hukum yang
dibuat oleh pihak yang memiliki wewenang, sehingga peraturan-peraturan tersebut
memiliki dasar hukum yang kuat untuk memastikan kepastian hukum sebagai suatu
aturan yang harus dipatuhi.
Sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang melampaui
batas waktu izin tinggal di Indonesia didasarkan pada dasar hukum yang mengatur
secara komprehensif kebijakan keimigrasian. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992
dan UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menjadi landasan hukum utama
dalam pelaksanaan pengawasan ini. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992,
khususnya dalam Pasal 40 huruf a, b, d, dan e, memberikan wewenang kepada
instansi keimigrasian untuk melakukan pengawasan administrasi. Ini mencakup
pemeriksaan dan penelitian terhadap surat perjalanan, dokumen izin tinggal, daftar
cekal, serta pelaksanaan pemotretan dan pengambilan sidik jari. Ketentuan ini
menjadi dasar bagi pihak keimigrasian untuk mengambil tindakan terkait orang
asing yang melebihi batas waktu izin tinggal mereka. UU No 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian memberikan landasan hukum yang lebih modern dan komprehensif
terkait dengan izin tinggal orang asing. Pasal 75 dalam UU ini memberikan
kewenangan kepada pejabat imigrasi untuk melakukan pemeriksaan terhadap
orang asing, termasuk dokumen perjalanan, izin tinggal, dan visa. Sanksi-sanksi
yang diatur dalam pasal-pasal selanjutnya, termasuk penangkapan dan pencabutan
izin tinggal, memberikan dasar hukum yang jelas untuk penindakan terhadap
pelanggaran batas waktu izin tinggal. Selain undang-undang, Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun 2021 tentang Visa dan Izin Tinggal memberikan
arahan lebih rinci terkait dengan persyaratan dan prosedur izin tinggal orang asing
di Indonesia. Peraturan ini mengisi detail pelaksanaan undang-undang, termasuk
ketentuan tentang jenis visa, batas waktu tinggal, dan persyaratan administratif
lainnya. Dengan dasar hukum yang kuat dari ketiga regulasi tersebut, sistem
pengawasan keimigrasian dapat dikembangkan dan diperbaiki untuk menjadi lebih
efektif dan efisien. Penerapan grand design sistem informasi manajemen
keimigrasian dapat memberikan dukungan teknologi untuk pengawasan yang lebih
terstruktur dan responsif. Hal ini diharapkan dapat mengurangi keluhan-keluhan
negatif, meningkatkan akuntabilitas, dan secara keseluruhan, memperbaiki
pelaksanaan kebijakan keimigrasian di Indonesia.
Dalam hal ini dasar hukum yang telah dijelaskan sebelumnya menghasilkan
suatu sistem pengawasan keimigrasian yang ada meliputi dua cara:
1. Pengawasan operasional, diatur dalam Pasal 40 huruf c dan e Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1992, melakukan kegiatan rutin dan operasi di
lapangan dengan melakukan serangkaian pemantauan atau penyelidikan
secara wawancara, pengamatan dan penggambaran, pengintaian,
penyadapan, pemotretan, penyurupan, penjejakan, penyusupan,
penggunaan informasi dan kegiatan lain.
2. Pengawasan administrasi, diatur dalam Pasal 40 huruf a, b, d dan e
UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992, Inisari dari hal ini ialah melakukan
pemeriksaan dan penelitian terhadap segala bentik dokumen , hingga
dastar cekal (setiap persyaratan maupun tahapan) dalam kegiatan
pengawasan administrasi keimigrasian.
Selain dari aspek peraturan perundang-undangan, pembenahan sistem juga
perlu memperhatikan kelembagaan, ketatalaksanaan, serta sumber daya manusia.
Dalam hal kelembagaan, perlu dipertimbangkan apakah struktur organisasi
keimigrasian sudah sesuai dengan tupoksi yang dilakukan. Pengaturan
ketatalaksanaan juga menjadi kunci, termasuk proses-proses yang efisien dalam
penanganan orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal. Sumber daya
manusia, melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas, harus siap menghadapi
dinamika dalam penindakan keimigrasian. Terakhir, rencana besar ini perlu
mencakup pengembangan infrastruktur. Sistem manajemen informasi keimigrasian
yang optimal memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai. Sejalan dengan
hal itu, teknologi informasi terkini dapat diintegrasikan untuk mempermudah
pelaksanaan pengawasan dan penindakan keimigrasian. Dengan langkah-langkah
perbaikan ini, diharapkan sistem pengawasan keimigrasian dapat menjadi lebih
efektif, responsif, dan akuntabel. Pembenahan ini juga diharapkan dapat mengatasi
keluhan-keluhan negatif yang mungkin timbul, menciptakan sistem yang lebih
transparan dan efisien dalam menangani orang asing yang melebihi batas waktu
izin tinggal mereka di Indonesia. Konsep kebijakan keimigrasian di Indonesia
merujuk pada tujuan nasional daripada mendirikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), sesuai dengan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar Tahun 1945. Ini menjadi tolak ukur bagi penyelenggara negara, khususnya
dalam merumuskan kebijakan di bidang keimigrasian. Saat ini, politik keimigrasian
Indonesia bukanlah politik pintu terbuka, melainkan politik saringan, yang berarti
bahwa pemerintah hanya memberikan izin masuk kepada orang asing yang dapat
memberikan manfaat bagi Indonesia.
Disamping itu, Pelaksanaan kebijakan penindakan keimigrasian bagi warga
negara asing yang overstay di Indonesia dinilai perlu adanya pembaruan sistem
hukum yang berlaku. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa perlu adanya
grand design pada regulasi hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam penerapan
kebijakan penindakan keimigrasian di Indonesia terhadap Warga Negara Asing,
perlu juga memperhatikan konteks, tujuan, serta dampak yang ditimbulkan dari
pemberlakuan kebijakan ini. Dalam memberlakukan kebijakan, harus
memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
1. Ketentuan hukum serta prosedur
Dalam pemeberlakuan kebijakan penindakan keimigrasian bagi WNA
overstay, harus memiliki ketentuan hukum yang jelas, yang mengatur
secara terperinci terhadap kebijakan ini. Adanya dasar hukum yang jelas
serta prosedur yang diatur didalamnya, memberikan kejelasan pasti pada
kebijakan yang diberlakukan ini.
2. Adanya perlindungan HAM
Pentingnya perlindungan pada HAM pada pelanggar keimigrasian yang
dikenakan penindakan keimigrasian harus diwujudkan. Segala kebijakan
penindakan keimigrasian yang akan diterapkan harus memastikan
dipenuhinya hak-hak asasi manusia, termasuk hak untuk tidak diberikan
tindakan keimigrasian dengan alasan yang tidak jelas. Selain itu jonteks
hak asasi manusia yang harus diwujudkan dalam penerapan kebijakan
penindakan keimigrasian tak terlepas pada dipenuhi hak-hak
kemanusiaan termasuk bebas dari ancaman yang membahayakan diri.
3. Peininjauan kebijakan
Perlu adanya peninjauan kebijakan yang akan diterapkan pada kebijakan
penindakan keimigrasian ini juga harus melihat dari perspektif efektivitas
dan dampak yang dihasilkan. Disamping itu juga harus memiliki tujuan
dalam menjaga keamanan nasional dari pelanggaran keimigrasian.
Selain itu, juga perlu adanya evaluasi pada kebijakan yang telah
diterapkan ini, evaluasi ini mencakup sejauh mana kebijakan penindakan
keimigrasian ini berhasil mencapai tujuannya.
4. Transparansi dan komunikasi
Pada penerapan kebijakan penindakan keimigrasian yang akan
diterapkan di Indonesia, harus memiliki nilai transparansi dan komunikasi.
Nilai transparansi dan komunikasi ini, berfokus pada sejauh mana
kebijakan penindakan keimigrasian ini dikomunikasikan dan dibagikan
informasinya secara efektif kepada publik, termasuk pada warga negara
asing yang harus mengetahui kebijakan yang berlaku ini. Adanya nilai
transparansi dalam komunikasi dapat mengurangi ketidakpastian
informasi pada masyarakat.
B. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Batas Izin Tinggal Orang
Asing Di Indonesia
Pada dasarnya, Penegakan hukum terhadap pelanggaran batas izin tinggal
orang asing berkaitan dengan Teori Hak Asasi Manusia (Human Rights Theory)
Dalam konteks Analisis Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Bagi Orang
Asing yang Melebihi Batas Waktu Izin Tinggal di Indonesia, sangat penting untuk
memahami perlindungan hak-hak individu dalam pelaksanaan penindakan imigrasi.
Teori ini menekankan signifikansi perlakuan yang sesuai terhadap semua individu,
termasuk warga asing yang berada di Indonesia, sesuai melalui prinsip dasar hak
asasi manusia yang diakui secara internasional, hal ini berujung pada Teori
Kemanfaatan yang mana dalam konteks ini dapat diinterpretasikan sebagai
pencapaian kebahagiaan. Dengan demikian, penilaian mengenai kebaikan atau
keadilan suatu hukum bergantung dengan bagaimana cara hukum tersebut mampu
memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Sehingga, setiap proses
perancangan produk hukum, seperti peraturan perundang-undangan, harus selalu
mempertimbangkan tujuan hukum, yang adalah untuk memberikan sebanyak
mungkin kebahagiaan kepada masyarakat. Sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun
1999, hak asasi manusia merujuk pada serangkaian hak yang melekat pada esensi
dan eksistensi manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dan hal tersebut
wajib dihormati, dijunjung tinggi, serta dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah,
dan semua individu, dengan tujuan menjaga kehormatan dan melindungi martabat
manusia. (Reksodiputro, 1994)
Penegakan hukum terhadap pelanggaran batas izin tinggal orang asing di
Indonesia merupakan aspek krusial dalam menjaga kedaulatan negara dan
menegakkan aturan hukum. Landasan hukum yang utama untuk penegakan ini
adalah Undang-Undang Keimigrasian No. 6 Tahun 2011, yang memberikan
landasan bagi identifikasi, penanganan administratif, dan pemberian sanksi
terhadap orang asing yang melanggar ketentuan izin tinggal. Proses penegakan
hukum harus didesain dengan prosedur yang transparan dan adil, memperhatikan
hak asasi manusia, dan memberikan ruang diskresi bagi pejabat imigrasi dalam
menilai setiap kasus secara mendalam.
Dalam konteks ini, Pejabat imigrasi memainkan peran sentral dalam
penegakan hukum ini, dan oleh karena itu, mereka perlu dilengkapi dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Penggunaan sistem informasi
keimigrasian yang terintegrasi menjadi kunci dalam identifikasi dan pemantauan
orang asing, mempercepat proses penegakan hukum, dan memastikan
keberlanjutan ketertiban. Kerjasama terkoordinasi antara berbagai instansi, seperti
Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian, dan Badan Intelijen Negara, perlu
ditingkatkan untuk mengoptimalkan efektivitas pengawasan.
Sehingga dalam hal ini, penetapan sanksi harus proporsional dengan tingkat
pelanggaran, menggabungkan elemen administratif seperti denda dengan tindakan
hukum yang lebih berat sesuai dengan kebutuhan. Perlindungan hak asasi manusia
harus menjadi fokus utama dalam seluruh proses penegakan hukum ini. Edukasi
kepada orang asing dan komunikasi yang efektif dari pemerintah dapat membantu
mencegah pelanggaran dengan meningkatkan pemahaman terkait aturan dan
konsekuensinya.
Disamping itu, monitoring dan evaluasi terus-menerus dari sistem
penegakan hukum perlu dilakukan untuk memastikan bahwa proses tersebut
berjalan efektif dan adil. Dalam menghadapi mobilitas global, kerja sama
internasional dalam pertukaran informasi dan koordinasi penegakan hukum menjadi
penting. Dengan menjalankan penegakan hukum terhadap pelanggaran batas izin
tinggal secara holistik dan efisien, Indonesia dapat menjaga ketertiban dan
keamanan nasional sambil memastikan bahwa kebijakan imigrasi nasional tetap
terjaga dan dapat diimplementasikan secara konsisten.
Dalam hal ini, Dalam menghadapi pelanggaran batas izin tinggal orang asing
di Indonesia, penegakan hukum menjadi bagian inti dalam menjaga ketertiban dan
keamanan nasional. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Batas Izin Tinggal
Orang Asing Di Indonesia yang membahas "Penegakan Hukum Terhadap
Pelanggaran Batas Izin Tinggal Orang Asing Di Indonesia," menjelaskan pentingnya
peran sistem peradilan pidana terpadu, khususnya dalam memastikan keberlanjutan
penegakan hukum yang adil dan bersih. Untuk mewujudkan peradilan yang bersih,
langkah-langkah perlu diambil terutama dari kalangan hakim, yang merupakan
elemen kunci dalam sistem peradilan pidana terpadu. Kebersihan peradilan tidak
hanya mencakup aspek ketidakberpihakan dan keadilan, tetapi juga mengharuskan
transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses peradilan. Hakim sebagai
penentu putusan memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas dan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Sebagai sub sistem dari
Integrated Criminal Justice System, hakim harus bekerja secara kolaboratif dengan
pihak-pihak terkait, termasuk penegak hukum, jaksa, dan pihak imigrasi. Koordinasi
yang baik antarinstansi ini menjadi krusial untuk menanggulangi pelanggaran batas
izin tinggal orang asing dengan efektif. Sistem peradilan pidana terpadu
menciptakan sinergi antarlembaga, memastikan bahwa informasi dan data terkait
kasus imigrasi dapat dengan cepat dan efisien diakses oleh semua pihak yang
terlibat. Hal ini sejalan dengan kebijakan imigrasi yang ditetapkan oleh pemerintah
memiliki peran penting dalam penindakan keimigrasian. Kebijakan ini mencakup
persyaratan dan kriteria yang harus dipenuhi oleh individu yang ingin masuk atau
tinggal di negara tersebut. Penindakan keimigrasian yang tegas bertujuan untuk
menegakkan kebijakan imigrasi dan mencegah pelanggaran terhadap ketentuan
tersebut (S, 2022). Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa efektivitas merupakan
kemampuan suatu kelompok dalam mencapai tujuannya.
Dengan adanya efektivitas hukum dapat dilihat dari dampak positif yang
dihasilkan oleh hukum, di mana hukum berhasil mencapai tujuan dalam
membimbing atau mengubah perilaku manusia sehingga mereka patuh terhadap
hukum. Ketika membahas efektivitas hukum, tidak hanya berfokus pada unsur
paksaan eksternal, tetapi juga pada proses pengadilan. Ancaman paksaan adalah
unsur yang penting agar suatu peraturan dapat dianggap sebagai hukum. Oleh
karena itu, unsur paksaan ini memiliki keterkaitan yang erat dengan sejauhmana
suatu ketentuan atau peraturan hukum keimigrasian dapat dianggap efektif atau
tidak. (Soekanto, 1980) Pentingnya transparansi dalam proses peradilan menjadi
pondasi untuk membangun kepercayaan masyarakat, karna jelas pada dasarnya
Kegiatan menyelaraskan nilai-nilai yang diuraikan dalam prinsip-prinsip yang kuat
dan tindakan yang sesuai adalah bagian dari proses akhir dalam menjalankan nilai-
nilai tersebut. Tujuannya adalah untuk menciptakan, menjaga, dan
mempertahankan kedamaian dalam kehidupan sosial. Teori Penegakan Hukum
menurut Lawrence M. Friedman menitikberatkan pada efisiensi dalam operasional
sistem hukum, yang mencakup personel hukum, infrastruktur hukum, substansi
hukum, dan budaya hukum yang berhubungan dengan perilaku. Ini berarti bahwa,
Hakim harus dapat menjelaskan dengan jelas setiap putusan yang diambil,
mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, dan menjamin bahwa hak-hak asasi
manusia dari orang asing yang terlibat tetap dihormati.
Dalam konteks ini, pembahasan juga dapat melibatkan bagaimana teknologi
informasi dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi dan aksesibilitas
informasi terkait proses peradilan imigrasi. Selain itu, pendekatan pencegahan
pelanggaran batas izin tinggal perlu diperkuat melalui edukasi, kampanye publik,
dan pemberian informasi yang jelas mengenai konsekuensi pelanggaran. Hal ini
dapat meminimalisir jumlah pelanggaran yang terjadi dan pada akhirnya
meringankan beban peradilan. Sehingga, Penegakan Hukum Terhadap
Pelanggaran Batas Izin Tinggal Orang Asing Di Indonesia ini tidak hanya melihat
pentingnya dari segi penegakan hukum terhadap pelanggaran batas izin tinggal
orang asing saja, tetapi juga menggarisbawahi peran hakim dan sistem peradilan
pidana terpadu dalam memastikan keberlanjutan penegakan hukum yang adil,
transparan, dan bersih di Indonesia.
Adapun Regulasi untuk mencegah pelanggaran batas waktu izin tinggal oleh
orang asing di Indonesia harus mengikuti prinsip-prinsip hukum berikut:
a. Tindakan melampaui batas waktu izin tinggal termasuk dalam kategori
pelanggaran hukum administratif. Oleh karena itu, penegakan hukumnya
dilakukan di luar ranah sistem peradilan pidana, tetapi melalui keputusan
pejabat imigrasi.
b. Kriteria dan pertimbangan guna mengimplementasikan tindakan
keimigrasian diatur dengan ketat untuk menjaga keadilan, kepastian hukum,
dan kesetaraan di mata hukum. Walaupun begitu, sebagai keputusan
administratif, terdapat ruang diskresi bagi pejabat imigrasi untuk menilai
langsung setiap kasus pelanggaran batas waktu izin tinggal berdasarkan
alasan yang mendasarinya.
c. Mekanisme keberatan terhadap keputusan administratif dibentuk sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang berlaku.
d. Bentuk tindakan keimigrasian diperluas dengan mencakup pengenaan
denda sebagai bentuk sanksi atas pelanggaran batas waktu izin tinggal.
Denda tersebut, setelah disetujui, menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak
(PNBP) yang harus disetor ke Rekening Kas Negara.
e. Tinadakan upaya pencegahan pada pelanggaran batas waktu izin tinggal
dilakukan melalui sistem informasi keimigrasian saat pengajuan visa dan izin
tinggal, serta memberikan peringatan ketika orang asing berada di
Indonesia.
Semua peraturan keimigrasian pada umumnya masuk dalam lingkup hukum
administrasi. Oleh sebab itu, pengenaan sanksi pidana dalam Undang-Undang
Keimigrasian dapat dianggap sebagai bagian dari Hukum Administratif. Disamping
itu, sanksi pidana dalam Undang-Undang Keimigrasian cenderung lebih berat jika
dibandingkan dengan sanksi pidana dalam hukum administratif secara umum. Hal
ini disebabkan oleh berbagai pertimbangan, seperti hubungannya dengan
kedaulatan negara, keamanan nasional, pencapaian kesejahteraan masyarakat,
hubungan internasional, peran dalam melawan kejahatan terorganisir, serta tuntutan
universal tentang hak asasi manusia.
Mendasar pada pernyataan dalam pertimbangan sebelumnya, sanksi pidana
dalam Undang-Undang Keimigrasian menjadi sesuatu yang spesifik dibandingkan
dengan peraturan hukum administratif lainnya. Undang-Undang Keimigrasian No. 9
Tahun 1992 mengatur kewajiban setiap orang asing di Indonesia, termasuk
memberikan keterangan identitas, melaporkan perubahan status sipil dan
kewarganegaraan, serta tunduk pada pengawasan melalui pengumpulan data,
pendaftaran, pemantauan kegiatan, dan penyusunan daftar orang asing yang tidak
diinginkan.
Pengawasan terhadap orang asing dilakukan melalui pengumpulan dan
pengolahan data, pendaftaran, pemantauan kegiatan, dan penyusunan daftar orang
asing yang tidak diinginkan. Koordinasi antar instansi, seperti Departemen Luar
Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan Keamanan,
Departemen Tenaga Kerja, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dilakukan untuk memastikan pengawasan
yang terkoordinasi di tingkat nasional, provinsi, dan daerah. Menteri Kehakiman,
khususnya Pejabat Imigrasi, bertanggung jawab atas pengawasan orang asing,
dengan penegakan hukum administratif dan melalui proses peradilan sesuai dengan
Undang-Undang Keimigrasian yang berlaku.
Dalam hal ini, penegakan hukum mencakup implementasi ketentuan hukum
oleh pihak yang berwenang sesuai dengan peraturan yang ada. Penegakan hukum
keimigrasian melibatkan tindakan administratif dan proses peradilan. Petugas
penegak hukum keimigrasian, yang ditetapkan oleh Undang-Undang, adalah
Pejabat Imigrasi yang juga berperan sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Keimigrasian (PPNS Imigrasi). Proses penegakan hukum keimigrasian dimulai dari
pengawasan terhadap lalu lintas orang yang masuk dan keluar wilayah Republik
Indonesia serta pengawasan terhadap orang asing di dalam negeri. Pasal 18
Undang-Undang Keimigrasian No. 9 Tahun 1992 secara khusus mengatur tiga
aspek pengawasan terhadap orang asing, yaitu masuk dan keluar dari wilayah
Indonesia, keberadaan di wilayah Indonesia, dan kegiatan di wilayah Indonesia.
Instrumen penegakan hukum dalam pengawasan lalu lintas orang antar negara
melibatkan beberapa tindakan, seperti penolakan masuk bagi orang yang terkena
penangkalan, termasuk WNI yang terkena penangkalan. Selain itu, penolakan
berangkat keluar negeri juga diterapkan untuk individu yang terkena pencegahan,
baik itu warga Indonesia maupun orang asing.
Proses keimigrasian dilakukan jika pada pemeriksaan kedatangan atau
keberangkatan ditemukan indikasi pelanggaran hukum keimigrasian, seperti visa
palsu, izin keimigrasian yang sudah tidak berlaku, atau pemalsuan paspor. Tahap-
tahap ini menjadi awal dari upaya penegakan hukum keimigrasian ketika Pejabat
Imigrasi melakukan pemeriksaan di TPI. Dalam konteks pengawasan terhadap
orang asing, setiap Kantor Imigrasi melaksanakan kegiatan Pemantauan terhadap
Orang Asing di wilayah kerjanya, termasuk pengawasan keberadaan dan kegiatan
mereka.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diperlukan upaya lebih lanjut guna memberikan kepastian hukum yang
optimal dalam penegakan hukum keimigrasian, terutama terkait
penanganan pelanggaran batas waktu izin tinggal. Tindakan ini harus
melibatkan pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk:
a. Meningkatkan sistem penegakan hukum keimigrasian perlu sejalan
oleh pembaruan hukum acara penegakan hukum keimigrasian, baik
untuk pelanggaran pidana maupun administratif. Prosedur penegakan
hukum administratif harus mengikuti prinsip-prinsip umum good
governance untuk memastikan keadilan dan mengurangi kemungkinan
penyimpangan oleh aparatur penegak hukum keimigrasian. b. Melibatkan
penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana keimigrasian untuk
memberikan dukungan kepada penyidik PNS Imigrasi. Penanganan
pelanggaran hukum keimigrasian seperti overstay sebaiknya tidak
dikriminalisasi, karena sebatas pelanggaran administratif. Penyelesaian
administratif dapat diatur secara jelas, dan penyidik PNS Imigrasi dapat
menangani hal tersebut. Namun, untuk tindakan kriminal seperti
pemalsuan dokumen dan memberikan keterangan palsu, perlu
melibatkan penyidik Polri dalam proses penyidikan.
2. Penegakan hukum keimigrasian perlu disesuaikan dengan
perkembangan hukum internasional dan kepentingan nasional di masa
depan. Langkah-langkah yang dapat diambil mencakup: a. Pemanfaatan
Teknologi Informasi untuk meningkatkan sarana dan prasarana
keimigrasian, memperkuat, dan meningkatkan integrasi sistem informasi
keimigrasian. Tujuan utamanya adalah memberikan sistem peringatan
dengan data yang akurat dan terkini, mendukung penegakan hukum
keimigrasian secara preventif dan represif. b. Peningkatan sumber daya
manusia personel imigrasi melalui pendidikan dan pelatihan, dengan
fokus pada pemahaman yang lebih humanis, berdasarkan nilai-nilai Hak
Asasi Manusia (HAM), serta penerapan Good Governance dan Clean
Governance. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa personel
imigrasi memiliki pemahaman yang lebih mendalam terkait aspek-aspek
kemanusiaan dalam menjalankan tugasnya. Peningkatan kesejahteraan
juga perlu diperhatikan sebagai bentuk dukungan terhadap ketegasan
dalam pemberian reward dan punishment.

B. Saran
1. Diperlukan upaya lebih lanjut untuk menjamin kepastian hukum dalam
penegakan hukum keimigrasian, terutama dalam menangani
pelanggaran batas waktu izin tinggal. Langkah-langkah ini seharusnya
dilakukan oleh pihak-pihak pemangku kepentingan, yang melibatkan: a.
Pembaruan sistem penegakan hukum keimigrasian sejalan dengan
pembaruan hukum acara penegakan hukum keimigrasian, baik untuk
pelanggaran pidana maupun administratif. Proses penegakan hukum
administratif harus mengikuti prinsip-prinsip umum good governance,
sehingga prosedur hukum yang didasarkan pada mekanisme kontrol dan
jaminan keadilan dapat mengurangi risiko penyimpangan oleh aparat
penegak hukum keimigrasian. b. Melibatkan penyidik Polri dalam
melakukan penyelidikan tindak pidana keimigrasian untuk mendukung
penyidik PNS Imigrasi. Untuk pelanggaran hukum keimigrasian, seperti
overstay, tidak perlu dianggap sebagai tindak pidana, karena itu hanya
merupakan pelanggaran administratif. Penyelesaiannya harus diatur
secara jelas dan dilakukan secara administratif, sehingga peran penyidik
PNS Imigrasi sudah mencukupi. Meskipun demikian, untuk tindakan
pemalsuan dokumen, memberikan keterangan palsu, dan tindakan
kriminal lainnya, penyidik Polri juga perlu terlibat dalam penyelidikan.
2. Penegakan hukum keimigrasian perlu disesuaikan dengan
perkembangan hukum internasional dan kepentingan nasional di masa
depan melalui langkah-langkah berikut: a. Tingkatkan sarana dan
prasarana keimigrasian dengan memanfaatkan Teknologi Informasi
untuk memperkuat sistem informasi keimigrasian yang terintegrasi.
Tujuannya adalah agar sistem peringatan dapat memberikan data yang
akurat dan terkini, sehingga dapat mengantisipasi penegakan hukum
keimigrasian secara preventif maupun represif. b. Tingkatkan sumber
daya manusia personel imigrasi melalui pendidikan dan pelatihan agar
mereka memiliki pemahaman yang lebih humanis yang berbasis pada
nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) dan penerapan Good Governance
serta Clean Governance. Peningkatan kesejahteraan juga perlu sejalan
dengan ketegasan dalam memberikan hukuman dan reward.
3. Untuk memastikan penegakan hukum keimigrasian yang optimal,
diperlukan langkah-langkah lebih lanjut dalam memberikan kepastian
hukum, terutama terkait penanganan pelanggaran batas waktu izin
tinggal orang asing di Indonesia. Upaya ini seharusnya melibatkan pihak-
pihak pemangku kepentingan dengan memperhatikan dua aspek utama.
Pertama, pembaharuan sistem penegakan hukum keimigrasian perlu
diiringi oleh pembaruan hukum acara penegakan hukum keimigrasian,
termasuk pelanggaran pidana maupun administratif. Prosedur
penegakan hukum administratif harus mengacu pada prinsip-prinsip
good governance untuk memastikan keadilan dan mengurangi
kemungkinan penyimpangan oleh aparatur penegak hukum keimigrasian.
Melibatkan penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana keimigrasian
menjadi penting untuk mendukung penyidik PNS Imigrasi. Penting juga
untuk membedakan penanganan administratif dan kriminal, dengan
pelanggaran administratif seperti overstay dapat diatasi secara
administratif, sedangkan tindakan kriminal memerlukan keterlibatan
penyidik Polri. Kedua, penegakan hukum keimigrasian perlu disesuaikan
dengan perkembangan hukum internasional dan kepentingan nasional di
masa depan. Peningkatan sarana dan prasarana keimigrasian melalui
pemanfaatan Teknologi Informasi akan memperkuat sistem informasi
keimigrasian yang terintegrasi. Ini bertujuan agar sistem peringatan
dapat memberikan data yang akurat dan terkini dalam menjalankan
penegakan hukum keimigrasian secara preventif dan represif.
Peningkatan sumber daya manusia personel imigrasi melalui pendidikan
dan pelatihan juga menjadi kunci, memastikan bahwa mereka memiliki
pemahaman yang lebih manusiawi, berlandaskan pada nilai-nilai Hak
Asasi Manusia (HAM), serta penerapan Good Governance dan Clean
Governance. Peningkatan kesejahteraan personel imigrasi juga perlu
diperhatikan sebagai bentuk dukungan terhadap ketegasan dalam
pemberian reward dan punishment. Dengan mengimplementasikan
langkah-langkah ini, diharapkan penegakan hukum keimigrasian dapat
lebih efektif dan sesuai dengan tuntutan hukum dan keadilan.
Daftar Pustaka
A. Buku
Arifiani, I. &. (2021). EFEKTIFITAS PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI TERHADAP
WARGA NEGARA ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN VISA DI BALI. Jurnal
Komunikasi Hukum, 5.
S, S. (2022). Penerapan peraturan presiden republik indonesia nomor 21 tahun 2016 tentang
bebas visa kunjungan ke indonesia terhadap 169 negara. Journal Locus Penelitian dan
Pengabdian, 8.
Soekanto, S. (1980). Sosiologi Hukum dalam Masyarakat. CV. Rajawali, 23.
Reksodiputro, M. (1994). Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan
Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, Jakarta, 85.
M. Imam Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional,
Jakarta: UI Press, 2004.
Koemiatmanto Soetorawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Jakarta:
Gra
Yenny Meilyana Dan Dina Paramitha Hefni Putri. "PERAN KANTOR IMIGRASI KELAS IA
SAMARINDA DALAM PENGAWASAN DAN PENINDAKAN ORANG ASING BERDASARKAN
UNDANG – UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011", LEGALITAS, 2021
Pramella Yunidar Pasaribu, Bobby Briando. "Pelayanan Publik Keimigrasian Berbasis HAM
Sebagai Perwujudan Tata Nilai “PASTI” Kemenkumham", Jurnal HAM, 2019

B.Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992
tentang Keimigrasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara
Pencegahan dan Penangkalan.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang
Asing dan Tindakan Keimigrasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk dan
Izin Keimigrasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat Perjalanan RI.
Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04-PW.9.02 Tahun 1995 tentang
Pendaftaran Orang Asing.
Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-PW.09.02 tahun 1995
tentang Tata Cara Pengawasan, Pengajuan Keberatan Orang Asing dan Tindakan
Keimigrasian.
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M-02-IZ.01.10
Tahun 1995 tentang Visa Singgah, Visa Kujungan, Visa Tinggal Terbatas, Izin
Masuk dan Izin Keimigrasian.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun 2021 tentang Visa dan
Izin Tinggal
UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

You might also like