You are on page 1of 20

EVALUASI PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN

BAGI ORANG ASING TERHADAP PENEGAKAN HUKUM DI


INDONESIA
ANALISIS PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN BAGI ORANG
ASING YANG MELEBIHI BATAS WAKTU IZIN TINGGAL DI INDONESIA
P-ISSN 2622-4828 E-ISSN 2774-9592

https://journal.poltekim.ac.id/jikk/article/view/xxx

Theresya Berlian Muhammad Ilham Yahya


theresyaberlian2001@gmail.com Ilhamyahya396@gmail.com
Politeknik Imigrasi Politeknik Imigrasi

Abstract
The primary aim of this study is to comprehend the oversight and
enforcement mechanisms in immigration concerning foreigners surpassing their
authorized stay in Indonesia. Additionally, it seeks to scrutinize the regulations that
govern the stay of foreigners in Indonesia and the measures taken for those who
overstay. The research also endeavors to elucidate the stipulations related to the
stay of foreigners in Indonesia and evaluate the immigration enforcement concerning
individuals exceeding their permitted stay (overstay). The theoretical framework
encompasses Certainty Theory, Immigration Policy Theory, Law Enforcement
Theory, Utility Theory, and Human Rights Theory. The findings of the research are
analyzed and interpreted in comparison to previous studies, and their implications
and relevance are deliberated in the discussion section. Employing a normative
qualitative research method with a focus on analyzing written regulations and
conducting a literature review, it can be deduced: 1. The authorization granted by a
country to foreigners to stay reflects the nation's sovereignty as a legal entity with
complete authority to set and control limitations on foreign residents. This
authorization is not an inherent right of foreign individuals but a privilege bestowed
by the country. The constraints on stay permits aim to safeguard the nation's
interests across social, cultural, economic, labor, security, and order aspects. 2. The
enforcement procedures based on Law No. 9 of 1992 regarding Immigration for
violations exceeding the permitted stay period (overstay) are executed through a
dual legal enforcement system involving criminal and administrative law.
Administrative measures in immigration prove more effective and efficient in dealing
with overstay infractions, particularly when aligned with the principle of criminal law
subsidiarity, prioritizing the ultimum remedium principle in criminal law.
Consequently, administrative resolutions emerge as a more fitting and targeted
policy.
Keywords: Foreigners, stay permit, immigration enforcement, overstay

Abstrak
Tujuan utama dari penelitian ini adalah memahami mekanisme pengawasan
dan penegakan dalam imigrasi terkait orang asing yang melebihi batas waktu izin
tinggal yang diizinkan di Indonesia. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
regulasi yang mengatur tinggal orang asing di Indonesia dan tindakan yang diambil
terhadap orang yang overstayed. Penelitian ini juga berupaya menjelaskan
ketentuan terkait tinggal orang asing di Indonesia dan mengevaluasi penegakan
imigrasi terkait individu yang melebihi batas waktu izin tinggal mereka (overstay).
Kerangka teoritis mencakup Teori Kepastian, Teori Kebijakan Imigrasi, Teori
Penegakan Hukum, Teori Utilitas, dan Teori Hak Asasi Manusia. Temuan penelitian
1
dianalisis dan diinterpretasikan dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, dan
implikasi serta relevansinya dibahas dalam bagian diskusi. Dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif normatif yang berfokus pada analisis regulasi tertulis dan
tinjauan literatur, dapat disimpulkan: 1. Izin yang diberikan oleh suatu negara
kepada orang asing untuk tinggal mencerminkan kedaulatan negara sebagai entitas
hukum dengan wewenang penuh untuk menetapkan dan mengendalikan batasan
bagi penduduk asing. Izin ini bukan hak yang melekat pada individu asing tetapi hak
istimewa yang diberikan oleh negara. Pembatasan pada izin tinggal bertujuan
melindungi kepentingan negara dalam aspek sosial, budaya, ekonomi,
ketenagakerjaan, keamanan, dan ketertiban. 2. Prosedur penegakan berdasarkan
Undang-Undang No. 9 tahun 1992 tentang Imigrasi untuk pelanggaran melebihi
batas waktu izin tinggal (overstay) dilakukan melalui sistem penegakan hukum
ganda yang melibatkan hukum pidana dan administratif. Tindakan administratif
dalam imigrasi terbukti lebih efektif dan efisien dalam menangani pelanggaran
overstay, terutama ketika selaras dengan prinsip subsidiaritas hukum pidana, yang
memprioritaskan prinsip ultimum remedium dalam hukum pidana. Oleh karena itu,
resolusi administratif muncul sebagai kebijakan yang lebih tepat dan terarah. Kata
kunci: Orang asing, izin tinggal, penegakan imigrasi, overstay

1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, Penegakan hukum imigrasi dan pengawasan
terhadap orang asing di suatu negara menjadi elemen kunci dalam menjaga
keamanan serta memastikan penegakan hukum yang mendukung
kedaulatan negara. Penindakan hukum imigrasi yang tegas menjadi unsur
vital dalam menjaga stabilitas dan ketertiban nasional. Dalam konteks ini,
fokus utama penegakan hukum imigrasi terletak pada upaya mencegah
pelanggaran visa, yang merupakan dokumen resmi yang diberikan oleh
pemerintah suatu negara kepada individu asing. Dokumen ini
memungkinkan mereka untuk memasuki dan tinggal di negara tersebut
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Arifiani, 2021). Dalam era
mobilitas internasional yang semakin tinggi, pengaturan dan penegakan
hukum imigrasi menjadi tantangan kompleks bagi banyak negara.
Pengawasan dan penindakan terhadap orang asing yang melebihi batas
waktu izin tinggal yang telah ditetapkan menjadi aspek penting dalam
menjaga kepatuhan terhadap regulasi tersebut. Indonesia, sebagai negara
dengan sejarah penerimaan imigran dari berbagai belahan dunia, memiliki
kebijakan dan peraturan yang mengatur izin tinggal bagi orang asing dengan
tujuan seperti bekerja, studi, atau investasi. Meskipun demikian, terdapat
situasi di mana orang asing tidak mematuhi ketentuan izin tinggal mereka
dan tetap tinggal di Indonesia setelah izin mereka habis.
Dalam hal ini Ketertiban imigrasi dan penegakan hukum imigrasi
merupakan hal yang penting dalam menjaga kedaulatan suatu negara dan

2
melindungi hak-hak warganegara serta orang asing yang tinggal di negara
tersebut. Dalam menindak oknum yang dinyatakan bersalah harus
memperhatikan hak asasi manusia, dengan mobilitas internasional yang
semakin tinggi dan globalisasi telah memberikan tantangan dan
kompleksitas baru dalam pengelolaan imigrasi. Di Indonesia, sebagai
negara yang terus berkembang dan menjadi tujuan berbagai orang asing
untuk bekerja, studi, atau tujuan lainnya, pengawasan dan penindakan
keimigrasian menjadi aspek penting dalam menjaga keamanan nasional dan
ketertiban umum. Sehingga, pentingnya perspektif ini dalam proses
penegakan hukum imigrasi adalah bahwa penilaian kasus pelanggaran
harus bergantung pada jenis tindakan hukum yang diterapkan, baik itu
hukum pidana atau administratif, dan tidak lagi bergantung pada penilaian
subjektif pejabat imigrasi. Hal ini perlu dilakukan dengan mendefinisikan
dengan jelas batasan dan kategori dalam proses penegakan hukum,
sehingga penentuan kasus tidak tergantung pada keputusan individual
pejabat imigrasi, tetapi didasarkan pada kerangka kerja perundang-
undangan yang telah ditetapkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa
penyelesaian kasus keimigrasian dapat dilakukan secara cepat, efektif, dan
efisien sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengawasan dan penegakan
terhadap orang asing yang melampaui batas waktu izin tinggal mereka
adalah salah satu masalah yang harus ditangani secara serius dalam
konteks kebijakan imigrasi Indonesia.
Meskipun Indonesia memiliki peraturan dan ketentuan yang
mengatur izin tinggal bagi orang asing, seringkali terdapat situasi di mana
orang asing tetap tinggal di Indonesia setelah izin mereka berakhir. Hal ini
dapat menimbulkan sejumlah masalah, termasuk masalah keamanan dan
ekonomi, serta potensi pelanggaran hak asasi manusia para orang asing
tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis
mendalam terhadap pengawasan dan penindakan keimigrasian bagi orang
asing yang melebihi batas waktu izin tinggal mereka di Indonesia. Dalam
analisis jurnal ini akan mengkaji hukum dan peraturan yang berlaku,
langkah-langkah yang diterapkan oleh pihak berwenang, serta dampaknya
terhadap hak asasi manusia para orang asing tersebut.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana regulasi izin tinggal orang asing di Indonesia?
2. Bagaimana tindakan keimigrasian terhadap orang asing yang

3
melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay)?

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif normatif,
yang merupakan suatu proses penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan fenomena yang ada dengan peneliti sebagai instrumen
utama, dengan dasar penelitian kepustakaan yang mencakup analisis dan
telaah sumber-sumber buku serta tulisan ahli. Dalam hal ini focus penelitian
normatif pada studi kepustakaan yang mencakup berbagai sumber data
sekunder, seperti regulasi atau aturan perundangan, landasan hukum, dan
penulisan ilmiah yang bersumber dari para ahli. Teknik pengumpulan data
dengan cara membaca jurnal serta buku-buku referensi yang berkaitan
dengan pemikiran hukum keimigrasian. Proses penelitian ini melibatkan
interpretasi serta analisis kritis untuk menggambarkan nilai-nilai kebenaran
mendasar terkait dengan pengawasan dan penindakan keimigrasian
terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia. Tahapan penelitian
mencakup pengumpulan data dari referensi buku, analisis data dan
interpretasi data, serta penulisan dan pembuatan kesimpulan.

3. PEMBAHASAN
A. Sistem Pengawasan Keimigrasian
Dalam menanggapi permasalahan pengawasan dan penindakan
keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal di
Indonesia, diperlukan pembenahan sistem yang lebih optimal. Untuk
menganalisis keluhan-keluhan yang bersifat negatif, langkah perbaikan
perlu diarahkan pada pembentukan grand design sistem informasi
manajemen keimigrasian yang terintegrasi. Sistem pengawasan imigrasi
menjadi suatu kebutuhan esensial dalam menjaga integritas dan keamanan
suatu negara. Dengan adanya pengawasan yang efektif, negara dapat
mencegah masuknya individu yang potensial membahayakan keamanan
nasional serta memastikan bahwa kebijakan imigrasi nasional terlaksana
dengan baik. Sistem ini mendukung tujuan kebijakan imigrasi nasional
dengan memberikan landasan bagi pembatasan dan pemberian izin tinggal
yang sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Pejabat imigrasi memegang peran sentral dalam menjalankan fungsi

4
pengawasan ini. Mereka tidak hanya bertanggung jawab atas pemberian izin
tinggal, tetapi juga memiliki peran krusial dalam mengawasi keberadaan dan
aktivitas orang asing di dalam negeri. Dengan melakukan pengawasan yang
cermat, pejabat imigrasi dapat menjamin bahwa setiap individu yang tinggal
di negara tersebut mematuhi batas waktu izin tinggal yang telah ditentukan.
Dalam konteks ini, teknologi informasi juga berperan penting dalam
mendukung sistem pengawasan. Pengelolaan data melalui sistem informasi
keimigrasian memungkinkan pemantauan yang lebih efektif terhadap
pergerakan orang asing. Sistem ini tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk
mengidentifikasi potensi pelanggaran, tetapi juga sebagai sarana
pencegahan dengan memberikan peringatan dini terkait batas waktu izin
tinggal.
Selain itu, peran pejabat imigrasi tidak hanya sebatas pada
pemberian izin tinggal, namun juga melibatkan penegakan hukum terhadap
pelanggaran aturan imigrasi. Dengan adanya sistem pengawasan yang
terkoordinasi, pejabat imigrasi dapat menjalankan tugasnya secara efisien,
memberikan sanksi yang tepat sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan
memastikan bahwa orang asing yang tinggal di negara tersebut mematuhi
ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, sistem pengawasan
imigrasi tidak hanya menjadi instrumen keamanan nasional, tetapi juga alat
yang mendukung implementasi kebijakan imigrasi nasional secara
menyeluruh. Peran aktif pejabat imigrasi dan integrasi teknologi informasi
menjadi fondasi utama dalam menjalankan pengawasan ini, menciptakan
suatu sistem yang efektif, responsif, dan sesuai dengan tujuan kebijakan
imigrasi nasional.
Pertama, grand design sistem informasi manajemen keimigrasian
dapat mencakup penyempurnaan dalam hal peraturan perundang-
undangan. Pembenahan ini harus mengikuti perkembangan dinamika
mobilitas internasional serta menyesuaikan diri dengan kebutuhan
keamanan nasional. Selanjutnya, dengan adanya kebijakan-kebijakan yang
diambil, seperti yang dirumuskan dalam panca program keimigrasian pada
rapat kerja 2002, perlu diperbarui dan disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Implementasi dari kebijakan tersebut harus dipertimbangkan secara cermat
agar dapat mencakup bidang-bidang perundang-undangan yang relevan
dan memastikan kepatuhan terhadap norma hukum yang berlaku. Hal ini
data dikaitkan dengan Teori Kepastian, yang mana Kepastian hukum dapat
terwujud melalui pengaturan yang jelas dalam Undang-Undang, yang
5
kemudian akan memiliki penerapan yang jelas pula. Dengan kata lain,
kepastian hukum mendasar pada ketepatan dalam hal norma hukum, subjek
yang terlibat, objek yang diatur, serta sanksi yang diberlakukan. Sudikno
Mertokusumo menjelaskan bahwa kepastian hukum adalah jaminan bahwa
hukum harus diterapkan secara benar. Prinsip ini menekankan perlunya
regulasi hukum yang dibuat oleh pihak yang memiliki wewenang, sehingga
peraturan-peraturan tersebut memiliki dasar hukum yang kuat untuk
memastikan kepastian hukum sebagai suatu aturan yang harus dipatuhi.
Sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang
melampaui batas waktu izin tinggal di Indonesia didasarkan pada dasar
hukum yang mengatur secara komprehensif kebijakan keimigrasian.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 dan UU No 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian menjadi landasan hukum utama dalam pelaksanaan
pengawasan ini. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992, khususnya dalam
Pasal 40 huruf a, b, d, dan e, memberikan wewenang kepada instansi
keimigrasian untuk melakukan pengawasan administrasi. Ini mencakup
pemeriksaan dan penelitian terhadap surat perjalanan, dokumen izin tinggal,
daftar cekal, serta pelaksanaan pemotretan dan pengambilan sidik jari.
Ketentuan ini menjadi dasar bagi pihak keimigrasian untuk mengambil
tindakan terkait orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal mereka.
UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian memberikan landasan hukum
yang lebih modern dan komprehensif terkait dengan izin tinggal orang asing.
Pasal 75 dalam UU ini memberikan kewenangan kepada pejabat imigrasi
untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang asing, termasuk dokumen
perjalanan, izin tinggal, dan visa. Sanksi-sanksi yang diatur dalam pasal-
pasal selanjutnya, termasuk penangkapan dan pencabutan izin tinggal,
memberikan dasar hukum yang jelas untuk penindakan terhadap
pelanggaran batas waktu izin tinggal. Selain undang-undang, Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun 2021 tentang Visa dan Izin
Tinggal memberikan arahan lebih rinci terkait dengan persyaratan dan
prosedur izin tinggal orang asing di Indonesia. Peraturan ini mengisi detail
pelaksanaan undang-undang, termasuk ketentuan tentang jenis visa, batas
waktu tinggal, dan persyaratan administratif lainnya. Dengan dasar hukum
yang kuat dari ketiga regulasi tersebut, sistem pengawasan keimigrasian
dapat dikembangkan dan diperbaiki untuk menjadi lebih efektif dan efisien.
Penerapan grand design sistem informasi manajemen keimigrasian dapat

6
memberikan dukungan teknologi untuk pengawasan yang lebih terstruktur
dan responsif. Hal ini diharapkan dapat mengurangi keluhan-keluhan
negatif, meningkatkan akuntabilitas, dan secara keseluruhan, memperbaiki
pelaksanaan kebijakan keimigrasian di Indonesia.
Dalam hal ini dasar hukum yang telah dijelaskan sebelumnya
menghasilkan suatu sistem pengawasan keimigrasian yang ada meliputi dua
cara:
1. Pengawasan operasional, diatur dalam Pasal 40 huruf c dan e
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992, melakukan kegiatan rutin
dan operasi di lapangan dengan melakukan serangkaian
pemantauan atau penyelidikan secara wawancara, pengamatan
dan penggambaran, pengintaian, penyadapan, pemotretan,
penyurupan, penjejakan, penyusupan, penggunaan informasi
dan kegiatan lain.
2. Pengawasan administrasi, diatur dalam Pasal 40 huruf a, b, d dan
e UndangUndang Nomor 9 Tahun 1992, Inisari dari hal ini ialah
melakukan pemeriksaan dan penelitian terhadap segala bentik
dokumen , hingga dastar cekal (setiap persyaratan maupun
tahapan) dalam kegiatan pengawasan administrasi keimigrasian.
Selain dari aspek peraturan perundang-undangan, pembenahan
sistem juga perlu memperhatikan kelembagaan, ketatalaksanaan, serta
sumber daya manusia. Dalam hal kelembagaan, perlu dipertimbangkan
apakah struktur organisasi keimigrasian sudah sesuai dengan tupoksi yang
dilakukan. Pengaturan ketatalaksanaan juga menjadi kunci, termasuk
proses-proses yang efisien dalam penanganan orang asing yang melebihi
batas waktu izin tinggal. Sumber daya manusia, melalui pelatihan dan
peningkatan kapasitas, harus siap menghadapi dinamika dalam penindakan
keimigrasian. Terakhir, rencana besar ini perlu mencakup pengembangan
infrastruktur. Sistem manajemen informasi keimigrasian yang optimal
memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai. Sejalan dengan hal itu,
teknologi informasi terkini dapat diintegrasikan untuk mempermudah
pelaksanaan pengawasan dan penindakan keimigrasian. Dengan langkah-
langkah perbaikan ini, diharapkan sistem pengawasan keimigrasian dapat
menjadi lebih efektif, responsif, dan akuntabel. Pembenahan ini juga
diharapkan dapat mengatasi keluhan-keluhan negatif yang mungkin timbul,
menciptakan sistem yang lebih transparan dan efisien dalam menangani
orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal mereka di Indonesia.
7
Konsep kebijakan keimigrasian di Indonesia merujuk pada tujuan nasional
daripada mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sesuai
dengan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ini
menjadi tolak ukur bagi penyelenggara negara, khususnya dalam
merumuskan kebijakan di bidang keimigrasian. Saat ini, politik keimigrasian
Indonesia bukanlah politik pintu terbuka, melainkan politik saringan, yang
berarti bahwa pemerintah hanya memberikan izin masuk kepada orang
asing yang dapat memberikan manfaat bagi Indonesia.
Disamping itu, Pelaksanaan kebijakan penindakan keimigrasian bagi
warga negara asing yang overstay di Indonesia dinilai perlu adanya
pembaruan sistem hukum yang berlaku. Seperti yang telah dijelaskan diatas,
bahwa perlu adanya grand design pada regulasi hukum yang berlaku di
Indonesia. Dalam penerapan kebijakan penindakan keimigrasian di
Indonesia terhadap Warga Negara Asing, perlu juga memperhatikan
konteks, tujuan, serta dampak yang ditimbulkan dari pemberlakuan
kebijakan ini. Dalam memberlakukan kebijakan, harus memperhatikan
beberapa hal, diantaranya:
1. Ketentuan hukum serta prosedur
Dalam pemeberlakuan kebijakan penindakan keimigrasian bagi
WNA overstay, harus memiliki ketentuan hukum yang jelas, yang
mengatur secara terperinci terhadap kebijakan ini. Adanya dasar
hukum yang jelas serta prosedur yang diatur didalamnya,
memberikan kejelasan pasti pada kebijakan yang diberlakukan
ini.
2. Adanya perlindungan HAM
Pentingnya perlindungan pada HAM pada pelanggar keimigrasian
yang dikenakan penindakan keimigrasian harus diwujudkan.
Segala kebijakan penindakan keimigrasian yang akan diterapkan
harus memastikan dipenuhinya hak-hak asasi manusia, termasuk
hak untuk tidak diberikan tindakan keimigrasian dengan alasan
yang tidak jelas. Selain itu jonteks hak asasi manusia yang harus
diwujudkan dalam penerapan kebijakan penindakan keimigrasian
tak terlepas pada dipenuhi hak-hak kemanusiaan termasuk bebas
dari ancaman yang membahayakan diri.
3. Peininjauan kebijakan

8
Perlu adanya peninjauan kebijakan yang akan diterapkan pada
kebijakan penindakan keimigrasian ini juga harus melihat dari
perspektif efektivitas dan dampak yang dihasilkan. Disamping itu
juga harus memiliki tujuan dalam menjaga keamanan nasional
dari pelanggaran keimigrasian. Selain itu, juga perlu adanya
evaluasi pada kebijakan yang telah diterapkan ini, evaluasi ini
mencakup sejauh mana kebijakan penindakan keimigrasian ini
berhasil mencapai tujuannya.
4. Transparansi dan komunikasi
Pada penerapan kebijakan penindakan keimigrasian yang akan
diterapkan di Indonesia, harus memiliki nilai transparansi dan
komunikasi. Nilai transparansi dan komunikasi ini, berfokus pada
sejauh mana kebijakan penindakan keimigrasian ini
dikomunikasikan dan dibagikan informasinya secara efektif
kepada publik, termasuk pada warga negara asing yang harus
mengetahui kebijakan yang berlaku ini. Adanya nilai transparansi
dalam komunikasi dapat mengurangi ketidakpastian informasi
pada masyarakat.
B. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Batas Izin Tinggal
Orang Asing Di Indonesia
Pada dasarnya, Penegakan hukum terhadap pelanggaran batas izin
tinggal orang asing berkaitan dengan Teori Hak Asasi Manusia (Human
Rights Theory) Dalam konteks Analisis Pengawasan dan Penindakan
Keimigrasian Bagi Orang Asing yang Melebihi Batas Waktu Izin Tinggal di
Indonesia, sangat penting untuk memahami perlindungan hak-hak individu
dalam pelaksanaan penindakan imigrasi. Teori ini menekankan signifikansi
perlakuan yang sesuai terhadap semua individu, termasuk warga asing yang
berada di Indonesia, sesuai melalui prinsip dasar hak asasi manusia yang
diakui secara internasional, hal ini berujung pada Teori Kemanfaatan yang
mana dalam konteks ini dapat diinterpretasikan sebagai pencapaian
kebahagiaan. Dengan demikian, penilaian mengenai kebaikan atau keadilan
suatu hukum bergantung dengan bagaimana cara hukum tersebut mampu
memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Sehingga, setiap
proses perancangan produk hukum, seperti peraturan perundang-
undangan, harus selalu mempertimbangkan tujuan hukum, yang adalah
untuk memberikan sebanyak mungkin kebahagiaan kepada masyarakat.
Sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 1999, hak asasi manusia merujuk pada
9
serangkaian hak yang melekat pada esensi dan eksistensi manusia sebagai
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dan hal tersebut wajib dihormati, dijunjung
tinggi, serta dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan semua individu,
dengan tujuan menjaga kehormatan dan melindungi martabat manusia.
(Reksodiputro, 1994)
Penegakan hukum terhadap pelanggaran batas izin tinggal orang
asing di Indonesia merupakan aspek krusial dalam menjaga kedaulatan
negara dan menegakkan aturan hukum. Landasan hukum yang utama untuk
penegakan ini adalah Undang-Undang Keimigrasian No. 6 Tahun 2011,
yang memberikan landasan bagi identifikasi, penanganan administratif, dan
pemberian sanksi terhadap orang asing yang melanggar ketentuan izin
tinggal. Proses penegakan hukum harus didesain dengan prosedur yang
transparan dan adil, memperhatikan hak asasi manusia, dan memberikan
ruang diskresi bagi pejabat imigrasi dalam menilai setiap kasus secara
mendalam.
Dalam konteks ini, Pejabat imigrasi memainkan peran sentral dalam
penegakan hukum ini, dan oleh karena itu, mereka perlu dilengkapi dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Penggunaan sistem informasi
keimigrasian yang terintegrasi menjadi kunci dalam identifikasi dan
pemantauan orang asing, mempercepat proses penegakan hukum, dan
memastikan keberlanjutan ketertiban. Kerjasama terkoordinasi antara
berbagai instansi, seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian, dan
Badan Intelijen Negara, perlu ditingkatkan untuk mengoptimalkan efektivitas
pengawasan.
Sehingga dalam hal ini, penetapan sanksi harus proporsional dengan
tingkat pelanggaran, menggabungkan elemen administratif seperti denda
dengan tindakan hukum yang lebih berat sesuai dengan kebutuhan.
Perlindungan hak asasi manusia harus menjadi fokus utama dalam seluruh
proses penegakan hukum ini. Edukasi kepada orang asing dan komunikasi
yang efektif dari pemerintah dapat membantu mencegah pelanggaran
dengan meningkatkan pemahaman terkait aturan dan konsekuensinya.
Disamping itu, monitoring dan evaluasi terus-menerus dari sistem
penegakan hukum perlu dilakukan untuk memastikan bahwa proses tersebut
berjalan efektif dan adil. Dalam menghadapi mobilitas global, kerja sama
internasional dalam pertukaran informasi dan koordinasi penegakan hukum
menjadi penting. Dengan menjalankan penegakan hukum terhadap

10
pelanggaran batas izin tinggal secara holistik dan efisien, Indonesia dapat
menjaga ketertiban dan keamanan nasional sambil memastikan bahwa
kebijakan imigrasi nasional tetap terjaga dan dapat diimplementasikan
secara konsisten.
Dalam hal ini, Dalam menghadapi pelanggaran batas izin tinggal
orang asing di Indonesia, penegakan hukum menjadi bagian inti dalam
menjaga ketertiban dan keamanan nasional. Penegakan Hukum Terhadap
Pelanggaran Batas Izin Tinggal Orang Asing Di Indonesia yang membahas
"Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Batas Izin Tinggal Orang Asing
Di Indonesia," menjelaskan pentingnya peran sistem peradilan pidana
terpadu, khususnya dalam memastikan keberlanjutan penegakan hukum
yang adil dan bersih. Untuk mewujudkan peradilan yang bersih, langkah-
langkah perlu diambil terutama dari kalangan hakim, yang merupakan
elemen kunci dalam sistem peradilan pidana terpadu. Kebersihan peradilan
tidak hanya mencakup aspek ketidakberpihakan dan keadilan, tetapi juga
mengharuskan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses
peradilan. Hakim sebagai penentu putusan memiliki tanggung jawab besar
dalam menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
peradilan. Sebagai sub sistem dari Integrated Criminal Justice System,
hakim harus bekerja secara kolaboratif dengan pihak-pihak terkait, termasuk
penegak hukum, jaksa, dan pihak imigrasi. Koordinasi yang baik
antarinstansi ini menjadi krusial untuk menanggulangi pelanggaran batas
izin tinggal orang asing dengan efektif. Sistem peradilan pidana terpadu
menciptakan sinergi antar lembaga, memastikan bahwa informasi dan data
terkait kasus imigrasi dapat dengan cepat dan efisien diakses oleh semua
pihak yang terlibat. Hal ini sejalan dengan kebijakan imigrasi yang ditetapkan
oleh pemerintah memiliki peran penting dalam penindakan keimigrasian.
Kebijakan ini mencakup persyaratan dan kriteria yang harus dipenuhi oleh
individu yang ingin masuk atau tinggal di negara tersebut. Penindakan
keimigrasian yang tegas bertujuan untuk menegakkan kebijakan imigrasi
dan mencegah pelanggaran terhadap ketentuan tersebut (S, 2022).
Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan
suatu kelompok dalam mencapai tujuannya.
Dengan adanya efektivitas hukum dapat dilihat dari dampak positif
yang dihasilkan oleh hukum, di mana hukum berhasil mencapai tujuan dalam
membimbing atau mengubah perilaku manusia sehingga mereka patuh
terhadap hukum. Ketika membahas efektivitas hukum, tidak hanya berfokus
11
pada unsur paksaan eksternal, tetapi juga pada proses pengadilan.
Ancaman paksaan adalah unsur yang penting agar suatu peraturan dapat
dianggap sebagai hukum. Oleh karena itu, unsur paksaan ini memiliki
keterkaitan yang erat dengan sejauhmana suatu ketentuan atau peraturan
hukum keimigrasian dapat dianggap efektif atau tidak. (Soekanto, 1980)
Pentingnya transparansi dalam proses peradilan menjadi pondasi untuk
membangun kepercayaan masyarakat, karna jelas pada dasarnya Kegiatan
menyelaraskan nilai-nilai yang diuraikan dalam prinsip-prinsip yang kuat dan
tindakan yang sesuai adalah bagian dari proses akhir dalam menjalankan
nilai-nilai tersebut. Tujuannya adalah untuk menciptakan, menjaga, dan
mempertahankan kedamaian dalam kehidupan sosial. Teori Penegakan
Hukum menurut Lawrence M. Friedman menitikberatkan pada efisiensi
dalam operasional sistem hukum, yang mencakup personel hukum,
infrastruktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum yang
berhubungan dengan perilaku. Ini berarti bahwa, Hakim harus dapat
menjelaskan dengan jelas setiap putusan yang diambil, mengikuti ketentuan
hukum yang berlaku, dan menjamin bahwa hak-hak asasi manusia dari
orang asing yang terlibat tetap dihormati.
Dalam konteks ini, pembahasan juga dapat melibatkan bagaimana
teknologi informasi dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi dan
aksesibilitas informasi terkait proses peradilan imigrasi. Selain itu,
pendekatan pencegahan pelanggaran batas izin tinggal perlu diperkuat
melalui edukasi, kampanye publik, dan pemberian informasi yang jelas
mengenai konsekuensi pelanggaran. Hal ini dapat meminimalisir jumlah
pelanggaran yang terjadi dan pada akhirnya meringankan beban peradilan.
Sehingga, Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Batas Izin Tinggal
Orang Asing Di Indonesia ini tidak hanya melihat pentingnya dari segi
penegakan hukum terhadap pelanggaran batas izin tinggal orang asing saja,
tetapi juga menggarisbawahi peran hakim dan sistem peradilan pidana
terpadu dalam memastikan keberlanjutan penegakan hukum yang adil,
transparan, dan bersih di Indonesia.
Adapun Regulasi untuk mencegah pelanggaran batas waktu izin
tinggal oleh orang asing di Indonesia harus mengikuti prinsip-prinsip hukum
berikut:
a. Tindakan melewati batas waktu izin tinggal yang telah diberikan,
termasuk dalam kategori pelanggaran hukum administratif. Oleh

12
karena itu, penegakan hukumnya dilakukan di luar ranah sistem
peradilan pidana, tetapi melalui keputusan pejabat imigrasi.
b. Kriteria dan pertimbangan guna mengimplementasikan tindakan
keimigrasian diatur dengan ketat untuk menjaga keadilan, kepastian
hukum, dan kesetaraan di mata hukum. Walaupun begitu, sebagai
keputusan administratif, terdapat ruang diskresi bagi pejabat imigrasi
untuk menilai langsung setiap kasus pelanggaran batas waktu izin
tinggal berdasarkan alasan yang mendasarinya.
c. Mekanisme keberatan terhadap keputusan administratif dibentuk
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum administrasi negara yang
berlaku.
d. Bentuk tindakan keimigrasian diperluas dengan mencakup
pengenaan denda sebagai bentuk sanksi atas pelanggaran batas
waktu izin tinggal. Denda tersebut, setelah disetujui, menjadi
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus disetor ke
Rekening Kas Negara.
e. Tinadakan upaya pencegahan pada pelanggaran batas waktu izin
tinggal dilakukan melalui sistem informasi keimigrasian saat
pengajuan visa dan izin tinggal, serta memberikan peringatan ketika
orang asing berada di Indonesia.
Semua peraturan keimigrasian pada umumnya masuk dalam lingkup
hukum administrasi. Oleh sebab itu, pengenaan sanksi pidana dalam
Undang-Undang Keimigrasian dapat dianggap sebagai bagian dari Hukum
Administratif. Disamping itu, sanksi pidana dalam Undang-Undang
Keimigrasian cenderung lebih berat jika dibandingkan dengan sanksi pidana
dalam hukum administratif secara umum. Hal ini disebabkan oleh berbagai
pertimbangan, seperti hubungannya dengan kedaulatan negara, keamanan
nasional, pencapaian kesejahteraan masyarakat, hubungan internasional,
peran dalam melawan kejahatan terorganisir, serta tuntutan universal
tentang hak asasi manusia.
Mendasar pada pernyataan dalam pertimbangan sebelumnya,
sanksi pidana dalam Undang-Undang Keimigrasian menjadi sesuatu yang
spesifik dibandingkan dengan peraturan hukum administratif lainnya.
Undang-Undang Keimigrasian No. 9 Tahun 1992 mengatur kewajiban setiap
orang asing di Indonesia, termasuk memberikan keterangan identitas,
melaporkan perubahan status sipil dan kewarganegaraan, serta tunduk pada
pengawasan melalui pengumpulan data, pendaftaran, pemantauan
13
kegiatan, dan penyusunan daftar orang asing yang tidak diinginkan.
Pengawasan terhadap orang asing yang dilakukan melalui
pengumpulan dan pengolahan data, pendaftaran, pemantauan kegiatan,
dan penyusunan daftar orang asing yang tidak diinginkan. Koordinasi antar
instansi, seperti Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Pertahanan Keamanan, Departemen Tenaga Kerja, Kejaksaan
Agung, Badan Intelijen Negara, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,
dilakukan untuk memastikan pengawasan yang terkoordinasi di tingkat
nasional, provinsi, dan daerah. Menteri Kehakiman, khususnya Pejabat
Imigrasi, bertanggung jawab atas pengawasan orang asing, dengan
penegakan hukum administratif dan melalui proses peradilan sesuai dengan
Undang-Undang Keimigrasian yang berlaku.
Dalam hal ini, penegakan hukum mencakup implementasi ketentuan
hukum oleh pihak yang berwenang sesuai dengan peraturan yang ada.
Penegakan hukum keimigrasian melibatkan tindakan administratif dan
proses peradilan. Petugas penegak hukum keimigrasian, yang ditetapkan
oleh Undang-Undang, adalah Pejabat Imigrasi yang juga berperan sebagai
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian (PPNS Imigrasi). Proses
penegakan hukum keimigrasian dimulai dari pengawasan terhadap lalu
lintas orang yang masuk dan keluar wilayah Republik Indonesia serta
pengawasan terhadap orang asing di dalam negeri. Pasal 18 Undang-
Undang Keimigrasian No. 9 Tahun 1992 secara khusus mengatur tiga aspek
pengawasan terhadap orang asing, yaitu masuk dan keluar dari wilayah
Indonesia, keberadaan di wilayah Indonesia, dan kegiatan di wilayah
Indonesia. Instrumen penegakan hukum dalam pengawasan lalu lintas
orang antar negara melibatkan beberapa tindakan, seperti penolakan masuk
bagi orang yang terkena penangkalan, termasuk WNI yang terkena
penangkalan. Selain itu, penolakan berangkat keluar negeri juga diterapkan
untuk individu yang terkena pencegahan, baik itu warga Indonesia maupun
orang asing.
Proses pemeriksaan oleh keimigrasian dilakukan jika pada
pemeriksaan kedatangan atau keberangkatan ditemukan indikasi
pelanggaran hukum keimigrasian, seperti visa palsu, izin keimigrasian yang
sudah tidak berlaku, atau pemalsuan paspor. Tahap-tahap ini menjadi awal
dari upaya penegakan hukum keimigrasian ketika Pejabat Imigrasi
melakukan pemeriksaan di TPI. Dalam konteks pengawasan terhadap orang

14
asing, setiap Kantor Imigrasi melaksanakan kegiatan Pemantauan terhadap
Orang Asing di wilayah kerjanya, termasuk pengawasan keberadaan dan
kegiatan mereka.

4. KESIMPULAN
1. Diperlukan upaya lebih lanjut guna memberikan kepastian
hukum yang optimal dalam penegakan hukum keimigrasian,
terutama terkait penanganan pelanggaran batas waktu izin
tinggal. Tindakan ini harus melibatkan pihak-pihak lain yang
memiliki peran sebagai pemangku kepentingan, termasuk: a.
Meningkatkan sistem penegakan hukum keimigrasian perlu
sejalan oleh pembaruan hukum acara penegakan hukum
keimigrasian, baik untuk pelanggaran pidana maupun
administratif. Prosedur penegakan hukum administratif harus
mengikuti prinsip-prinsip umum good governance untuk
memastikan keadilan dan mengurangi kemungkinan
penyimpangan oleh aparatur penegak hukum keimigrasian. b.
Melibatkan penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana
keimigrasian untuk memberikan dukungan kepada penyidik
PNS Imigrasi. Penanganan pelanggaran hukum keimigrasian
seperti overstay sebaiknya tidak dikriminalisasi, karena sebatas
pelanggaran administratif. Penyelesaian administratif dapat
diatur secara jelas, dan penyidik PNS Imigrasi dapat menangani
hal tersebut. Namun, untuk tindakan kriminal seperti pemalsuan
dokumen dan memberikan keterangan palsu, perlu melibatkan
penyidik Polri dalam proses penyidikan.
2. Dalam melakukan upaya penegakan hukum keimigrasian perlu
diselaraskan dengan perkembangan pada hukum internasional
dan kepentingan nasional di masa depan. Langkah-langkah
yang dapat diambil mencakup: a. Pemanfaatan Teknologi
Informasi untuk meningkatkan sarana dan prasarana
keimigrasian, memperkuat, dan meningkatkan integrasi sistem
informasi keimigrasian. Tujuan utamanya adalah untuk
menyediakan sistem peringatan dengan data terbaru dan akurat
untuk membantu preventif dan represif dalam melakukan upaya
penegakan hukum di bidang keimigrasian. b. Peningkatan

15
sumber daya manusia personel imigrasi melalui pendidikan dan
pelatihan, dengan fokus pada pemahaman yang lebih humanis,
berdasarkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM), serta
penerapan Good Governance dan Clean Governance. Hal ini
bertujuan untuk memastikan bahwa personel imigrasi memiliki
pemahaman yang lebih mendalam terkait aspek-aspek
kemanusiaan dalam menjalankan tugasnya. Peningkatan
kesejahteraan juga perlu diperhatikan sebagai bentuk
dukungan terhadap ketegasan dalam pemberian reward dan
punishment.
3. Dalam penerapan kebijakan penindakan keimigrasian harus
terutama dalam hal pelanggaran waktu izin tinggal di Indonesia
harus memperhatikan bebarapa konteks, tujuan serta dampak
yang ditimbulkan dari pengimplementasian kebijakan ini.
Ketentuan hukum serta prosedur, adanya perlindungan HAM,
peninjauan kebijakan, serta transparansi dan komunikasi
merupakan point penting yang harus diperhatikan dalam
pengimplementasian kebijakan ini.

5. HASIL
Dalam hal ini Adapun evaluasi dari pengawasan dan penindakan
keimigrasian bagi orang asing terhadap penegakan hukum di Indonesia
adalah pertama, diperlukan upaya lebih lanjut untuk menjamin kepastian
hukum dalam penegakan hukum keimigrasian, terutama dalam menangani
pelanggaran batas waktu izin tinggal. Langkah-langkah ini seharusnya
dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki peran sebagai pemangku
kepentingan, yang melibatkan: a. Pembaruan pada penegakan hukum di
bidang keimigrasian harus sejalan dan selaras dengan pembaharuan hukum
acara penegakan hukum keimigrasian, baik untuk pelanggaran pidana
maupun administratif. Selain itu, proses penegakan hukum administratif
harus sesuai prinsip-prinsip umum good governance, sehingga prosedur
hukum yang didasarkan pada mekanisme kontrol dan jaminan keadilan
dapat mengurangi risiko penyimpangan yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum keimigrasian. b. Penyidik Polri dalam melakukan penyelidikan tindak
pidana keimigrasian harus dilibatkan yang berfungsi untuk mendukung
penyidik PNS Imigrasi Dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pada kasus

16
pelanggaran hukum keimigrasian, seperti overstay, tidak perlu dianggap
sebagai tindak pidana, karena pelanggaran ini termasuk kedalam
pelanggaran administratif. Penyelesaiannya harus diatur secara jelas dan
dilakukan secara administratif, sehingga peran penyidik PNS Imigrasi sudah
mencukupi. Disamping itu, untuk tindakan pemalsuan dokumen,
memberikan keterangan palsu, dan tindakan kriminal lainnya, penyidik Polri
juga perlu terlibat dalam penyelidikan.
Kedua, dalam melakukan upaya penegakan hukum keimigrasian
perlu melakukan penyesuaian terhadap perkembangan di bidang hukum
internasional serta kepentingan nasional di masa depan melalui langkah-
langkah berikut: a. Tingkatkan sarana dan prasarana dalam bidang
keimigrasian dengan memanfaatkan Teknologi Informasi untuk memperkuat
sistem informasi keimigrasian yang terintegrasi pada sistem lain agar
menjadi lebih efektif dan efisien. Tujuannya adalah agar sistem peringatan
dapat memberikan data yang akurat dan terkini, sehingga dapat
mengantisipasi penegakan hukum keimigrasian secara preventif maupun
represif. b. Tingkatkan kualitas dari sumber daya manusia personel imigrasi
melalui pendidikan dan pelatihan agar mereka memiliki pemahaman yang
lebih humanis yang berbasis pada nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM) dan
penerapan Good Governance serta Clean Governance. Peningkatan
kesejahteraan juga perlu sejalan dengan ketegasan dalam memberikan
hukuman dan reward.
Ketiga, untuk memastikan penegakan hukum keimigrasian yang
optimal, diperlukan langkah-langkah lebih lanjut dalam memberikan
kepastian hukum, terutama terkait penanganan pelanggaran batas waktu
izin tinggal orang asing di Indonesia. Upaya ini seharusnya melibatkan
pihak-pihak pemangku kepentingan dengan memperhatikan dua aspek
utama. Pertama, pembaharuan sistem penegakan hukum keimigrasian perlu
diiringi oleh pembaruan sistem hukum acara dalam penegakan hukum
keimigrasian, termasuk pelanggaran pidana maupun administratif. Dalam
melakukan kegiatan penegakan hukum, harus sesuai dengan prosedur
penegakan hukum administratif harus mengacu pada prinsip-prinsip good
governance untuk memastikan keadilan dan mengurangi kemungkinan
penyimpangan oleh aparatur penegak hukum keimigrasian. Melibatkan
penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana keimigrasian menjadi penting
untuk mendukung penyidik PNS Imigrasi. Penting juga untuk membedakan
penanganan administratif dan kriminal, dengan pelanggaran administratif
17
seperti overstay dapat diatasi secara administratif, sedangkan tindakan
kriminal memerlukan keterlibatan penyidik Polri. Kedua, penegakan hukum
pada bidang keimigrasian perlu disesuaikan dengan perkembangan hukum
internasional dan kepentingan nasional di masa depan. Peningkatan sarana
dan prasarana keimigrasian melalui pemanfaatan Teknologi Informasi akan
memperkuat sistem informasi keimigrasian yang terintegrasi dengan sistem
lain. Ini bertujuan agar sistem peringatan dapat memberikan data yang
akurat dan terkini dalam menjalankan penegakan hukum keimigrasian
secara preventif dan represif. Peningkatan sumber daya manusia personel
imigrasi melalui pendidikan dan pelatihan juga menjadi kunci, memastikan
bahwa mereka memiliki pemahaman yang lebih manusiawi, berlandaskan
pada nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM), serta penerapan Good
Governance dan Clean Governance. Peningkatan kesejahteraan personel
imigrasi juga perlu diperhatikan sebagai bentuk dukungan terhadap
ketegasan dalam pemberian reward dan punishment. Dengan
mengimplementasikan langkah-langkah ini, diharapkan penegakan hukum
keimigrasian dapat lebih efektif dan sesuai dengan tuntutan hukum dan
keadilan.

18
Daftar Pustaka
A. Buku
Arifiani, I. &. (2021). EFEKTIFITAS PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI TERHADAP
WARGA NEGARA ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN VISA DI BALI.
Jurnal Komunikasi Hukum, 5.
S, S. (2022). Penerapan peraturan presiden republik indonesia nomor 21 tahun 2016
tentang bebas visa kunjungan ke indonesia terhadap 169 negara. Journal Locus
Penelitian dan Pengabdian, 8.
Soekanto, S. (1980). Sosiologi Hukum dalam Masyarakat. CV. Rajawali, 23.
Reksodiputro, M. (1994). Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, Jakarta, 85.
M. Imam Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan
Nasional, Jakarta: UI Press, 2004.
Koemiatmanto Soetorawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia,
Jakarta: Gra
Yenny Meilyana Dan Dina Paramitha Hefni Putri. "PERAN KANTOR IMIGRASI KELAS
IA SAMARINDA DALAM PENGAWASAN DAN PENINDAKAN ORANG ASING
BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011", LEGALITAS, 2021
Pramella Yunidar Pasaribu, Bobby Briando. "Pelayanan Publik Keimigrasian Berbasis
HAM Sebagai Perwujudan Tata Nilai “PASTI” Kemenkumham", Jurnal HAM, 2019

B.Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1992 tentang Keimigrasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara
Pencegahan dan Penangkalan.
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan
Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin
Masuk dan Izin Keimigrasian.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat
Perjalanan RI. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04-PW.9.02
Tahun 1995 tentang Pendaftaran Orang Asing.
Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-PW.09.02 tahun
1995 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengajuan Keberatan Orang Asing
dan Tindakan Keimigrasian.

19
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M-02-
IZ.01.10 Tahun 1995 tentang Visa Singgah, Visa Kujungan, Visa Tinggal
Terbatas, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian.
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 29 Tahun 2021 tentang
Visa dan Izin Tinggal
UU No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian

20

You might also like