You are on page 1of 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Kebakaran merupakan suatu bencana yang sering terjadi hingga saat ini. Di dalam Undang

Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah setiap tenaga kerja berhak mendapat

perlindungan atas keselamatamnya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan

meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional. Menurut Standar Nasional Indonesia nomor 03-

3985-2000, kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur

kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap,

uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya (SNI, 2000). Menurut

National Fire Protection Association, kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dimana dalam suatu

waktu bertemu tiga buah unsur, yakni bahan yang mudah terbakar, oksigen yang terdapat didalam

udara, dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan

kematian manusia NFPA,2010

Pada dasarnya kebakaran adalah proses kimia yaitu reaksi antara bahan bakar (fuel) dengan

oksigen dari udara atas bantuan sumber panas (heat). Ketiga unsur api tersebut dikenal sebagai

segitiga api (fire triangle). Oleh karena itu, bencana kebakaran selalu melibatkan bahan mudah

terbakar dalam jumlah yang besar baik yang berbentuk padat seperti kayu, kertas atau kain maupun

bahan cair seperti bahan bakar dan bahan kimia.

Permasalahan kecelakaan terbesar dalam dunia industri salah satunya adalah masalah

kebakaran. Kerugian yang dialami apabila terjadi kebakaran di suatu industri sangat besar karena

menyangkut nilai aset yang tinggi, proses produksi dan peluang kerja. Akibat terjadinya bencana

kebakaran menyebabkan kerugian bagi beberapa pihak, antara lain perusahaan, para pekerja,

pemerintah ataupun masyarakat. Untuk itu upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran sudah

KRISHNA F – PT CS KREASI 1
seharusnya menjadi program dalam suatu kebijakan manajemen perusahaan serta dukungan banyak

pihak menunjukan betapa perlunya kewaspadaan pencegahan terhadap kebakaran perlu lebih di

tingkatkan.

Salah satu penyebab terjadinya kebakaran dan tingginya dampak kerugian akibat kebakaran

adalah dikarenakan tidak terpenuhinya mengenai sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran

secara memadai. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya pemenuhan sistem pencegahan dan

penanggulangan bahaya kebakaran sesuai peraturan dan standar yang berlaku agar mampu dalam hal

pencegahan kejadian kebakaran, mengurangi frekuensi kejadian kebakaran, serta meminimalisasi

dampak kerugian akibat kebakaran.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008, sistem proteksi

kebakaran pada gedung bangunan dan lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan,

kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan

baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, maupun cara-cara pengelolaan

dalam rangka melindungi bangunan dan penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar,

penggunaan listrik bertegangan tinggi, serta ditemukan tidak adanya penandaan khusus untuk

jalur mobil pemadam kebakaran. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun

2008, bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan

derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan

gas yang ditimbulkan (Permen PU, 2008).

Menurut Standar Nasional Indonesia nomor 03-3985-2000, kebakaran adalah suatu

fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia

dengan oksigen yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida,

karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya (SNI, 2000).

KRISHNA F – PT CS KREASI 2
1.2. Tujuan Pemeriksaan.

Memastikan perencanaan, pemasangan, pengunaan, pemeriksaan dan pengujian sarana proteksi


kebakaran dengan standar yang telah ditentukan/sesuai dengan dasar hukum yang berlaku.

1.3. Waktu dan Tempat Pemeriksaaan.

Waktu Pemeriksaan : Hari/Tanggal : Selasa – Kamis, 9 – 11 Maret 2020.


Jam : 09.00 – 14.00 WIB.
Tempat Pemeriksaan : PT. Bukit Muria Jaya

1.4. Dasar Hukum.


1. Undang- undang No.01 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
2. Undang- undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Undang-undang No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
4. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 tentang SMK3.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 04 Tahun 1980 tentang Syarat – Syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 02 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran
Automatik.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 04 Tahun 1987 tentang P2K3 dan Tata Cara Penunjukan
AK3.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 02 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur
Petir.
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 31 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Per.02/MEN/1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir.
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No 33 Tahun 2015 tentang Perubahan Per. 12/MEN/2015.
11. Permen PU No 26 Tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungannya.
12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No 186 Tahun 1999 tentang Penanggulangan Kebakaran
di Tempat Kerja.
13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No 187 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
KRISHNA F – PT CS KREASI 3
Berbahaya di Tempat Kerja.
14. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Penanggulangan Kebakaran.
15. SNI 03 – 1745 – 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sisten Pipa Tegak dan
Selang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.
16. SNI 03 – 1735 – 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan
untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.
17. SNI 03 – 3989 - 2000, Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatis.
18. SNI 03 – 6571 – 2001, tentang Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung.
19. NFPA 101 : Life Safety Code, 2000.
20. NFPA 10 : Standard for Fortable Fire Extinguisher, 2018.
21. NFPA 14: Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 2010.
22. NFPA 24 : Standard for Installation of Private Fire Service Mains and Their Appurtenances,
2019.
23. NFPA 22 : Standard for Water Tanks for Private Fire Protection, 2018.

KRISHNA F – PT CS KREASI 4
COMPANY PROFILE

1. PT. BUKIT MURIA JAYA

Bukit Muria adalah nama sebuah gunung terkenal di Jawa Tengah. Memilih Bukit Muria Jaya
(BMJ) sebagai nama perusahaan kami mengungkapkan keinginan kami bahwa sebagai gunung
memegang posisi terhormat dalam sejarah Jawa dan Indonesia, PT BMJ harus dengan segala cara
agar menjadi partisipan yang dihormati di industri pembuatan kertas. PT BMJ berdiri pada tahun
1989 yang mengkhususkan diri dalam produksi berkualitas tinggi seperti kertas rokok, kertas tiket
pesawat, kertas tahan panas dan sebagainya. Tahun 1997, PT BMJ memperluas bisnis sebagai
produsen kemasan dengan menghadirkan divisi rotogravures dan offset printing process. Demi
menghasilkan produk berkualitas tinggi, pemilihan bahan baku menjadi sangat penting. Penerapan
perencanaan produksi yang tepat dan teknik manajemen terorganisir dengan prosedur kontrak rinci
memungkinkan BMJ untuk memastikan tanggal pengiriman dan kualitas produk.
PT BMJ senantiasa mengedepankan kualitas produk dan layanan berkualitas tinggi untuk
memenuhi tuntutan pelanggan dari dalam maupun luar negeri dan memenuhi standar yang dituntut
oleh industri dan memberikan nilai tambah bagi pelanggan melalui peningkatan produktifitas dan
kualitas tinggi, sesuai dengan visi PT BMJ untuk menentukan standar dan menjadi salah satu
pemasok utama dalam memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan besar berskala global diseluruh
penjuru dunia. Selalu berkembang adalah filosofi PT BMJ untuk meraih kesuksesan yang tentunya
harus di dukung oleh orang-orang yang bermutu di setiap level jabatan. PT BMJ terus mencari dan
mengajak orang yang dinamis, mempunyai minat dan dedikasi dibidang industri untuk bergabung
dengan keluarga besar PT BMJ.
PT Bukit Muria Jaya merupakan salah satu industri yang bergerak dibidang pembuatan kertas.
Mengkhususkan diri dalam produksi kertas berkualitas tinggi seperti kertas rokok, kertas tiket
pesawat, kertas tahan panas dan sebagainya. PT Bukit Muria jaya menghasilkan produk-produk yang
berkualitas unggulan kepada konsumen. Melalui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang dilaksanakan dengan konsisten dan berkesinambungan, meminimalisir
kejadian yang tidak diinginkan, mencegah timbulnya kerugian, serta meningkatkan produktifitas
kerja perusahaan. PT. Bukit Muria Jaya adalah produsen terkemuka kertas rokok berkualitas tinggi
dan pengemasan. PT. Bukit Muria Jaya berkomitmen untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi
dengan menerapkan komitmen total kami terhadap kualitas. Tujuan kami adalah untuk terus menjadi
pemain yang memilikireputasi baik dan menjadi pemasok pilihan di pasar. Peningkatan berkelanjutan
lebih dari sekedar filosofi di BMJ. Itu diupayakan setiap hari, tepat di seluruh perusahaan dan dalam

KRISHNA F – PT CS KREASI 5
setiap proses produksi, dan kami percaya bahwa faktor kunci dalam mencapai tingkat keunggulan
apa pun adalah manusia. PT. Bukit Muria Jaya terus mencari dan mengundang orang-orang yang
cerdas, dinamis, berbakat, dan berdedikasi dalam industri ini untuk bergabung dan tumbuh bersama
keluarga BMJ kami yang maju.

Logo PT Bukit Muria Jaya


Sumber: tobaccoreporter.com

2. FIRE RISK ASSESSMENT & MAPPING AREA PT.BUKIT MURIA JAYA

Broke
FPS
Paper
WS/Eng
WH

Rotogravure
Office

Gudang Batu
Paper

Boiler/Genzet

FS
Bara

Chemical
& Pallet
WH

Offset WWTP
Kantin
Barak

RMS
Masjid
RWT

Assembly point
(Garden behind
BMJ canteen)

Keterangan

a. Potensi Bahaya Kebakaran Tinggi ( Merah )


• Gedung Rotogravure
• Gedung Genset / Boiler
• Gedung Chemical & Pallet WH
b. Potensi Bahaya Kebakaran Sedang (Kuning )
• Gedung Offset
• Gedung Paper
• Gudang Batu Bara
c. Potensi Bahaya Kebakaran Ringan ( Hijau )

KRISHNA F – PT CS KREASI 6
• Gedung Office
• Gedung Barak
• Waste Water Tretment Plan (WWTP)
• Recycle Water Treatment (RWT)
• Finish Product Storage (FPS)
• Raw Material Storage (RMS)
• Broke

3. MAPPING PROTEKSI AKTIF AREA ROTOGRAVURE

Peta Area Rotogravure Penempatan Proteksi Aktif dan Proteksi Pasif

3. FIRE RISK ASSESSMENT & MAPPING AREA.

Lantai 1

1. R. Genset : Potensi Bahaya Kebakaran Tinggi ( Merah ).

2. R. Engineering & Ruang Server :Potensi Bahaya Kebakaran Sedang (Kuning ).

Jumlah APAR CO2 : 148 tabung APAR


Jumlah APAR Dry Chemical Powder : 35 tabung APAR
Jumlah APAR Foam : 38 tabung APAR
Jumlah Hydrant Pillar : 7 hydrant pillar
Jumlah Hydrant Box : 13 hydrant box
Pintu Exit : 5 pintu
Assembly Point : 1 titik

KRISHNA F – PT CS KREASI 7
4. DASAR HUKUM & STANDAR K3 BIDANG PENANGGULANGAN
KEBAKARAN.

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.


b. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangnan Bencana.
c. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
d. PP No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen K3.
e. Kepmenaker No.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
f. Fire Hydrant : SNI 03 – 1745 – 2000 Tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem
Pipa Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.
g. Fire Alarm : Permen PU No 26 Tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Protejsi Kebakaran
pada Bangunan Gedung dan Lingkungan dan SNI 03 – 3985 – 2000 tentang Tata Cara
Perencanaan, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.
h. Alat Pemadam Api Ringan : Permenaker No 04 Tahun 1980 tentang Syarat – Syarat Pemasangan
dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan dan NFPA 10 Standard for Portable Fire
Extinguishers.

KRISHNA F – PT CS KREASI 8
BAB II
HASIL ANALISA
2.1 SARANA PROTEKSI KEBAKARAN
Pencegahan terjadinya kebakaran dapat dilakukan dengan memasang system keamanan.
System keamanan yang dimaksud alat alat proteksi yang dipasang guna untuk mencegah terjadinya
kebakaran atau meminimalkan kerugian yang dapat terjadi dari suatu insiden kebakaran. Oleh karena
itu sistem keamanan pada gedung harus diperhatikan dalam mendirikan suatu bangunan gedung
untuk mencegah atau menanggulangi terjadinya kondisi kritis pada bangunan, seperti halnya terjadi
kebakaran pada suatu bangunan gedung tersebut.
Jenis-Jenis sistem keamanan gedung yang digunakan untuk menanggulangi terjadinya
kebakaran pada bangunan gedung.

2.1.1 SARANA PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF.

2.1.1.1 Unit Tabung Pemadam Kebakaran/Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Unit tabung pemadam kebakaran / APAR (Alat Pemadam Api Ringan) adalah alat yang
ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mulai terjadi kebakaran
(Permenaker No 04 Tahun 1980). Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada umumnya berbentuk
tabung yang diisikan dengan bahan pemadam api yang bertekanan tinggi. Tabung pemadam
kebakaran di letakkan pada tempat yang mudah terlihat dan mudah dicapai.

Gambar Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Persyaratan Alat Pemadam Api Ringan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Tabung harus dalam keadaan baik
b. Etiket atau label mudah dibaca dengan jelas dan dapat dimengerti

KRISHNA F – PT CS KREASI 9
c. Sebelum digunakan, segel harus dalam keadaan baik (tidak rusak).
d. Selang harus tahan terhadap tekanan tinggi.
e. Bahan baku pemadam dalam keadaan baik.
f. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang disyaratkan.
g. Penggunaannya belum kadalwarsa.
h. Warna tabung harus mudah dilihat.

➢ Standar Kebutuhan APAR Berdasarkan Luas Ruangan / Area.


Untuk menghitung jumlah kebutuhan Tabung Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang akan kita
aplikasikan pada area dengan luas area tertentu, kita bisa mengikuti acuan dari National Fire
Protection Association (NFPA), NFPA 10 : Standard for Portable Fire Extinguishers. Dalam
standarisasi tersebut, menjelaskan bagaimana mengestimasi kebutuhan Fire Extinguisher, dan
posisi/peletakan tabung APAR, serta pemeliharaannya.

Disamping itu, pemerintah kita juga telah menetapkan suatu aturan sejenis. Suatu aturan yang
lebih dominan untuk menstandarisasikan, guna mencegah dan mengantisipasi gejala terjadinya
kebakaran yang lebih besar di Indonesia yaitu Peraturan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No 04 Tahun 1980, tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

Tabung Alat Pemadam Api Ringan, sebaiknya diletakkan di tiap-tiap area yang disekitarnya
terdapat barang-barang yang bernilai dan yang memang pada area tersebut juga berpotensi kebakaran.
Jadi apa salahnya jika setiap area di lingkungan kerja, disediakan Tabung Alat Pemadam Api Ringan,
sebagai proteksi dini dari bahaya kebakaran. Tetapi walaupun begitu, sesuai peraturan dari Dinas
Pemadam Kebakaran, peletakan tiap-tiap tabung Alat Pemadam Api Ringan (APAR), disesuaikan
pada luasan area ataupun ruangan yang akan dicover.

1. Perkantoran / Koridor / Aula Misalnya seperti untuk setiap luas ruang 200 m2, harus disediakan
1 unit tabung Alat Pemadam Api Ringan; Tabung Pemadam Kebakaran; APAR type ABC Dry
Chemical Powder atau Multipurpose Dry Chemical Powder, berkapasitas 6 Kg. Dengan jarak per-
tiap unit, interval 20 meter. Ini berlaku untuk ruangan terbuka/ruangan terusan, misalnya seperti
koridor atau aula.
2. Ruangan berpartisi / Ruang Kantor / Kamar Tidur Untuk ruangan berpartisi, seperti ruangan
kantor, kamar tidur atau semacamnya, direkomendasikan untuk menyediakan 1 unit tabung Alat
Pemadam Api Ringan; Tabung Pemadam Kebakaran; APAR type ABC Dry Chemical Powder
atau Multipurpose Dry Chemical Powder, berkapasitas 3 Kg.

KRISHNA F – PT CS KREASI 10
3. Ruang Elektrikal / Genset / Panel Listrik Selanjutnya beralih ke ruangan/area Mekanikal &
Elektrical. Untuk area berskala kecil, cukup menyediakan 1 unit tabung Alat Pemadam Api
Ringan; Tabung Pemadam Kebakaran; APAR type ABC Dry Chemical Powder atau Multipurpose
Dry Chemical Powder, berkapasitas 4 Kg dan 1 unit tabung Alat Pemadam Api Ringan; Tabung
Pemadam Kebakaran; APAR type Carbon Dioxide CO2, berkapasitas 6,8 Kg.
4. Industri / Area Produksi / Gardu Listrik Ruangan seperti ini, sangat berpotensi besar untuk
terjadinya kebakaran. Jika dilihat dari sisi pengoperasiannya, aktifitas arus listrik dan panas yang
terus menerus, sangat berpotensi besar untuk terjadinya kebakaran. Mengantisipasi hal tersebut,
memang sudah seharusnya untuk menyedi- akan sarana pencegahan dini dari bahaya kebakaran.
Kami rekomendasikan untuk menggunakan setidaknya 1 unit Fire Extinguisher type ABC Dry
Chemical Powder berkapasitas 9 Kg, 1 unit Fire Extinguisher Trolley Wheeled type ABC Dry
Chemical Powder berkapasitas 50 Kg, dan 1 unit Fire Extinguisher Trolley Wheeled type Carbon
Dioxide (CO2) berkapasitas 9 Kg.

➢ Syarat – Syarat Pemasangan APAR

Perletakan APAR yang dirancang sebagai pertolongan pertama pada awal terjadinya kebakaran.
Perancangan penempatan APAR ini mengacu pada Permenaker 04/MEN/1980 yaitu tentang Syarat-
syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan yaitu:

a. Mudah dilihat dengan jelas, mudah dicapai, dan diambil serta dilengkapi tanda pemasangan.
b. Tinggi pemberian tanda pemasangan adalah 125 cm dari dasar lantai.
c. Penempatan APAR yang satu dengan yang lainnya tidak boleh melebihi 15 meter, kecuali
ditetapkan lain oleh pegawai pengawasan atau ahli keselamatan kerja
d. Semua tabung sebaiknya berwarna merah.
e. Tabung APAR tidak berlubang-lubang atau cacat karat.
f. Setiap APAR harus dipasang atau ditempatkan menggantung pada dinding dengan penguatan
sengkang ata dengan konstruksi penguat lainnya atau ditempatkan dalam lemari atau peti (box)
yang tidak dikunci.
g. Lemari atau peti (box) dapat dikunci dengan syarat bagian depannya harus diberi kaca aman
(safety glass) dengan tebal minimum 2mm.
h. Sengkang atau kontruksi penguat lainnya tidak boleh dikunci atau digembok atau diikat mati.
i. Ukuran Panjang dan lebar bingkai kaca aman (safety glass) harus disesuaikan dengan besarnya
alat pemadam api ringan yang ada dalam lemari atau peti (box) sehingga mudah dikeluarkan.

KRISHNA F – PT CS KREASI 11
j. Pemasangan APAR harus sedemikian rupa sehingga bagian paling atas (puncahknya) berada pada
ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai kecuali jenis CO2 dan tepung kering (dry chemical) dapat
ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara dasar alat pemadam api ringan tidak kurang
15 cm dari permukaan lantai.
k. Suhu ruangan pemasangan APAR tidak boleh melebihi 49oC dan dibawah 44oC (kecuali apabila
APAR tersebut khusus untuk suhu diluar batas tersebut).
l. APAR pada tempat terbuka harus dilindungi dengan tutup pengaman.

➢ Golongan Kebakaran dan Pemilihan Jenis APAR

Kebakaran dapat digolongkan sesuai dengan Permenaker No 04 Tahun 1980 yaitu :


a. Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A)
b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B)
c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C)
d. Kebakaran logam (Golongan D)
Adapun jenis APAR terdiri dari sesuai dengan Permenaker No 04 Tahun 1980 yaitu :
a. Jenis cairan (air)
b. Jenis busa
c. Jenis tepung kering
d. Jenis gas
➢ Perhitungan Kebutuhan Jumlah APAR
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi No.: PER 04/MEN/1980, ketentuan
ketentuan pemasangan APAR satu dengan yang lainnya tidak boleh melebihi 15 meter (dengan kata
lain jarak antar APAR 15 meter). Sehingga didapatkan cara menghitung jumlah APAR.

Jumlah kebutuhan APAR untuk masing-masing lantai dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :

Kebutuhan (Jumlah) APAR = Luas Ruangan / Luas Bangunan yang dilindungi

Contoh :
Misalkan Sebuah Ruangan dengan Panjang 27 meter, lebar 15 meter dan tinggi ruangan 4 meter.
Jadi ruangan tersebut memiliki dimensi 27 m x 15 m x 4 m,
dengan tata letak sesuai kebutuhan, maka kebutuhan Aparnya adalah sebagai berikut :

KRISHNA F – PT CS KREASI 12
Kebutuhan (Jumlah) APAR = Luas Ruangan/Luas Bangunan yang dilindungi

= ( 27x15 )/{(∏/4)x𝑫𝟐 )}= 405/( (3,14/4)x( 𝟏𝟓)𝟐 )

= 405/( 0,785x 225)

= 405 m2/176,3 m2 = 2,3 = 2 Buah

Jadi dari perhitungan diatas diperoleh hasil kebutuhan Alat Pemadam Api Ringan pada ruangan
tersebut adalah 2 buah APAR .

Gedung Rotogravure memiliki luas 13.114 m2, maka kebutuhan jumlah APAR :

Kebutuhan jumlah APAR = Luas Ruangan/Luas Bangunan yang dilindungi

= 13.114 m2/ {(π∕4)xD2}

= 13.114 m2/ {(3,14∕4)x152}

= 13.114 m2/ (0,785x225)

= 13.114 m2 / 176,625

= 74,24 = 75 tabung APAR

Dengan luas bangunan 13.114 m2 maka kebutuhan APAR utuk gedung Rotogravure ini yaitu 74
Tabung APAR type Dry Chemical Powder, foam dan gas Carbon Dioksida.

Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian HSE yang ada di gedung Rotogravure sebanyak 221
Tabung APAR.Dimana keadaan ini sesuai di lapangan antara lain :

1. Jumlah APAR CO2 : 148 tabung APAR


2. Jumlah APAR Dry Chemical Powder : 35 tabung APAR
3. Jumlah APAR Foam : 38 tabung APAR.

Maka Kebutuhan (Jumlah) APAR di Gedung Rotogravure ini sudah memenuhi Standar sesuai
dengan Permenaker No 04 Tahun 1980.

Tata letak Apar di setiap lantai dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

KRISHNA F – PT CS KREASI 13
KRISHNA F – PT CS KREASI 14
Gambar APAR di PT. Bukit Muria Jaya

2.1.1.2 Fire Hydrant (Hidrant Pemadam Kebakaran)

Fire hydrant merupakan alat pemadam kebakaran, dimana pada hydrant terdapat selang
hydrant yang panjangnya minimal 30 meter dengan tekanan air sejauh 5 meter. Komponen hydrant
kebakaran terdiri dari : sumber air, pompa-pompa kebakaran, selang kebakaran, penyambung, dan
perlengkapan lainnya.

Untuk perhitungan jumlah dan kebutuhan air pada hydrant dapat pula dinyatakan dengan rumus :

a. Jumlah Hydrant.

Hydrant Bangunan mempunyai standar luas bangunan yang dilindungi sesuai Permen PU No 26
Tahun 2008 :
1. Risiko Ringan : 1 unit / 1.000 m2
2. Risiko Sedang : 1 unit / 800m2
3. Risiko Berat : 1 unit / 600 m2
Dimana :

Jumlah Hydrant = Luas Ruangan / Luas Bangunan yang dilindungi

Contoh :
Panjang Bangunan = 20 m
Lebar Bangunan = 20 m
Tinggi Bangunan = 14 m

1. Luas lantai 1 = P x L
= 20 m x 20 m
= 400 m2
2. Luas lantai 2 = P x L
= 20 m x 20 m
= 400 m2
3. Luas lantai 3 = P x L
= 20 m x 20 m
= 400 m2
Maka Luas total bangunan = 3 ( P x L )
= 3 ( 20 m x 20 m )
= 1200 m2

Kebutuhan hydrant bangunan


Diketahui :
Luas bangunan = 1200 m2 gedung memiliki risiko sedang kebakaran

KRISHNA F – PT CS KREASI 15
Dimana Hydrant bangunan = 1 unit / 800 m2
= 1200 m2 / 800 m2
= 1,5 = 2 Unit.
Maka dengan Gedung Rotogravure yang memiliki luas 13.114 m 2, mempunyai kebutuhan
jumlah hydrant :
Jumlah Hydrant = Luas Ruangan / Luas Bangunan yang dilindungi
= 13.114 m2 / 600 m2
= 21,8 titik hydrant = 22 titik hydrant

Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian HSE yang ada di gedung Rotogravure sebanyak 20
Titik hydrant .Dimana keadaan ini sesuai di lapangan antara lain :
1. Jumlah Hydrant Pillar : 7 hydrant pillar
2. Jumlah Hydrant Box : 13 hydrant box
Maka Kebutuhan (Jumlah) Hydrant di Gedung Rotogravure ini belum memenuhi Standar sesuai
dengan Permen PU No 26 Tahun 2008.

b. Kebutuhan Air Hydrant Bangunan Gedung

Diketahui :

• Volume reservoir yang sudah ada : 200m3

• Kapasitas electric fire pump 500 Gpm

• Waktu pasokan air untuk potensi bahaya kebakaran berat 90 menit

• 1 Gpm = 3,785 liter/menit

Maka,

Kebutuhan Air Untuk Hydrant = Waktu pasokan air x Kapasitas electric fire pump x (liter/menit)

= 90 menit x 500 Gpm x 3,785 liter/menit

= 170.325 liter = 170 m3

Maka Kebutuhan (Jumlah) Air untuk Hydrant di Gedung Rotogravure ini telah memenuhi Standar
sesuai dengan Permen PU No 26 Tahun 2008

KRISHNA F – PT CS KREASI 16
c. Radius Jangkauan Hydrant

Diketahui :
• 1 hydrant bekerja dengan kapasitas pompa : 250 Gpm = 0,0189 m3/s, dengan A1 = 0,00946
m2 (Menurut NFPA 14)
• Diameter = 2,5 inchi, A2 = 0,003 m2
• Sudut elevasi = 45o
• Gravitasi = 9,8 m/s
Q = 1 x 250 Gpm = 250 Gpm = 0,0189 m3/s
V1 = Q / A1
= 0,0189 m3/s / 0,00946 m2
= 2 m/s
V0 = (A1xV1) / A2
= (0,00946 m2x 2 m/s) / 0,003 m2
= 6,3 m/s
H = (V0²sinɵ) / 2g
= 6,32 x (sin45)2 / 2 x 9,8
= (39,69 x 0,5) / 19,6
= 19,845 / 19,6
= 1,01 m
X = 2V0²sinɵcosɵ / g
= (2 x 6,32 x sin 45 x cos 45) / 9,8
= (2 x 39,69 x 0,707 x 0,707) / 9,8
= 39,67 / 9,8
= 4,04 m
Maka sesuai Panjang selang 30 meter, maka jangkauan hydrant adalah 30 meter + 4,04 meter = 34,04
meter

KRISHNA F – PT CS KREASI 17
Gambar Hydrant PT. Bukit Muria Jaya

2.1.1.3 Sprinkler

Sprinkler adalah suatu alat semacam nozzle (penyemprot) yang dapat memancarkan air
secara pengabutan (Fog) dan bekerja secara otomatis. Sprinkler juga merupakan system keamanan
kebakaran yang digunakan di gedung untuk memberikan peringatan dini pada penghuni atau
pengujung gedung tersebut saat terjadi kebakaran, meskipun tidak digunakan terus menerus namun
alat ini berfungsi sebagai pemberi tanda agar agar barisan pemadam kebakaran dapat segera
menanggulangi kebakaran yang terjadi.
Perletakan sprinkler biasanya di pasang pada plafon ruangan, di pasang juga pada ruangan-
ruangan yang isinya mahal, sprinkler juga bekerja jika ruangan mencapai suhu panas tertentu, dengan
thermostat sprinkler akan membuka dan menyemprotkan air. Untuk
perhitungan jumlah dan kebutuhan air pada sprinkler dapat dinyatakan dengan rumus :
a. Syarat Perencanaan Sprinkler
Untuk memasang sprinkler pada sebuah ruangan harus memperhatikan dua aspek ini yaitu
S = Perencanaan penempatan kepala sprinkler pada pipa cabang.
D = Jarak antara deretan kepala sprinkler.

Dimana nilai S dan D ditentukan oleh Potensi bahaya kebakaran itu sendiri, yaitu :
▪ Untuk bahaya kebakaran Ringan, jaraknya maksimum 4,6 meter.
▪ Untuk bahaya kebakaran Sedang, jaraknya maksimum 4,0 meter.

KRISHNA F – PT CS KREASI 18
▪ Untuk bahaya kebakaran Berat, jaraknya maksimum 3,7 meter.
Dalam merencanakan pemasangan sprinkler harus memenuhi/memperhatikan beberapa persyaratan-
persyaratan diantaranya :
1. Arah pancaran menghadap ke bawah, karena kepala sprinkler diletakkan pada atap ruangan.
2. Kepekaan terhadap suhu, warna cairan dalam tabung gelas berwarna jingga pada suhu 53 C.
3. Sprinkler yang dipakai/digunakan berukuran 1/2 dengan kapasitas (Q) = 8 liter/menit.
4. Kepadatan pancaran = 2,25 mm/menit.
5. Jarak maksimum antar titik springkler adalah 4,6 meter.
6. Jarak maksimum sprinkler dari dinding tembok adalah 1,5 meter s/d 1,7 meter.
7. Daerah yang dilindungi, adalah semua ruangan kecuali kamar mandi, panel listrik, toilet, dan
tangga yang diperkirakan tidak mempunyai potensi terjadinya kebakaran.
8. Sprinkler over lap 1/4 bagian.

b. Perhitungan :
Diketahui :
1. Luas lantai yang direncanakan adalah 13.114 m2
2. Satu buah sprinkler mampu mencakup area sebesar 4,6 m x 4,6 m.
3. Direncanakan antara satu sprinkler dengan sprinkler yang lainnya terjadi over lapping sebesar
¼ area jangkauan, sehingga tidak ada titik yang tidak terkena pancaran air.
Maka ,
Jadi luas lantai total adalah 13.114 m2
Jumlah springkler = Luas ruangan / area jangkauan

Area jangkauan = {(4,6 meter – (1/4 x 4,6 meter)}2


= {4,6 m – (1/4 x 4,6 meter)}2
= (4,6 m – 1,15 m)2
= (3,45 meter)2
= 11,90 m2
Maka
Jumlah sprinkler = 13.114 m2 / 11,90 m2
= 1.102 titik springkler
Berdasarkan hasil wawancara dengan HSE Gedung ini tidak memiliki springkler karena :
a. Gedung ini hanya terdiri dari 1 lantai.

KRISHNA F – PT CS KREASI 19
b. Gedung ini memiliki personel aktif / karyawan yang bekerja selama 24 jam (3 shift) sehingga
kebutuhan pemadaman api dapat dilakukan oleh personel aktif / karyawan terlatih.
c. Penyediaan APAR sudah melebihi dari kebutuhan.
d. Penyediaan fire supprision system terdapat di beberapa mesin guna mencegah kebakaran
terjadi khususnya di area mesin.

2.1.1.4 Detektor

Detektor adalah system pendeteksi kebakaran yang lebih awal, dimana bila terjadi gejala-
gejala yang memungkinkan terjadi kebakaran pada gedung, system seperti halnya adanya asap, awal
nyala api alat ini yang dapat member tanda di mana terdapat kejadian tersebut. Sistem detector
terdapat beberapa jenis, antara lain :
1. Detektor Manual
Dimana alat ini merupakan alat deteksi yang pasif dan sukar disebut sebagai detektor, karena
yang bertindak sebagai detector adalah manusia. Alat ini merupakan kotak tertutup, berisi saklar tarik
atau tuas handel untuk membunyikan alarm, oleh karena itu alat ini disebut juga sebagai pull.
2. Detektor Panas
Karena kesederhanaannya alat ini sehingga detector ini bekerja lambat member respon pada
kebakaran. Dimana alat ini sebelum mengirim alarm harus memerlukan panas dengan suhu panas
yang cukup. Pada saat alarm dikirimkan sering kali api sudah dalam kondisi sukar dikontrol lagi
karena proses pemanasan yang membutuhkan waktu cukup lama.
Adapun persyaratan pada detektor panas dalam pemasangannya adalah sebagai berikut :
a. Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan langit-langit gedung.
b. Pada suatu kelompok sistem ini tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah.
c. Untuk setiap luas lantai 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3 meter.
d. Jarak anatara detector tidak lebih dari 7 meter untuk ruang aktif dan tidak lebih dari 10 meter
untuk ruang sirkulasi.
e. Jarak detektor dengan dinding minimum 30 cm.
f. Pada ketinggian berbeda, dipasang satu buah detektor untuk setiap 92 m2 luas lantai.
g. Di puncak lekukan atap ruangan tersembunyi, dipasang sebuah detektor untuk setiap jarak
memanjang.
3. Detektor Asap (Smoke Detector)
Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang
apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, alat ini khusus untuk pemakaian

KRISHNA F – PT CS KREASI 20
dalam gedung. Dimana dalam pemasangan detektor asap (smoke detector) harus memperhatikan
persyaratan sebagai berikut :
a. Untuk setiap luas lantai 92 m2 .

b. Jarak antara detektor maksimum 12 meter pada ruangan aktif dan 18 meter untuk ruangan
sirkulasi.
c. Jarak detektor dengan dinding minimum 6 meter untuk ruang aktif dan 12 meter untuk ruang
sirkulasi.
d. Setiap kelompok sistem dibatasi maksimum 20 buah detektor untuk melindungi ruangan seluas
2.000 m2.
4. Detektor Ion
Alat ini berfungsi pada saat api membesar secara bertahap, pada awalnya, bila suatu benda
terbakar alat ini akan mengeluarkan ion-ion terlebih dahulu, kemudian terlihat asap dan baru terlihat
nyala api. Karena yang dideteksi oleh alat ini adalah ion (asap dan api belum terlihat) maka alat ini
lebih sensitif, lebih peka di bandingkan dengan deteksi asap maupun deteksi api.
5. Detektor Nyala Api/ Flame Detector
Alat ini merupakan detector khusus. Dimana pada kasus kebakaran bahan-bahan tertentu
seperti bensin atau bahan bakar lainnya, nyala api terlihat dahulu sebelum asap, bahkan sering kali
asap yang terjadi sangat sedikit. Pada kasus inilah digunakan detektor nyala api. Detektor yang
bekerja dengan prinsip merespon radiasi infrared dan atau sinar ultraviolet yang merupakan
karakteristik dan nyala api.
Adapun persyaratan dalam pemasangan detektor nyala api adalah sebagai berikut :
a. Setiap kelompok dibatasi maksimum 20 buah detektor.
b. Detektor yang dipasang di ruang luar harus terbuat dari bahan yang tahan karat, tahan terhadap
pengaruh angin, dan juga tahan terhadap getaran.
c. Untuk daerah yang sering mengalami sambaran petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga
tidak menimbulkan tanda bahaya palsu.
6. Alarm Kebakaran
a. Mempunyai bunyi atau irama yang khas hingga mudah dikenal sebagai alarm kebakaran.
b. Bunyi alarm mempunyai frekuensi kerja antara 500 – 1000 Hz dengan tingkat kekerasan suara
minimal 65 dB (A)
c. Untuk ruang dengan tingkat kebisingan normal yang tinggi, tingkat kekerasan suara minimal
5 dB (A) lebih tinggi dari kebisingan normal.
d. Irama alarm suara alarm mempunyai sifat yang tidak menimbulkan kepanikan.

KRISHNA F – PT CS KREASI 21
e. Alarm visual harus dipasang pada ruang khusus, seperti tempat perawatan orang tuli /
sejenisnya.
f. Panel control harus bisa menunjukkan asal lokasi kebakaran.
g. Panel control harus mampu membantu kerja detector dan alarm kebakaran serta komponennya
secara keseluruhan.
h. Memiliki 2 catu daya sumber energi listrik yaitu listrik PLN atau pembangkit tenaga listrik
darurat dan batere.
i. Mempunyai tegangan batere yang diijinkan 12 volt dan maksimum 48 volt.
j. Dan syarat lainnya sesuai dengan SNI 03 – 3985 – 2000

Gambar Alarm PT. Bukit Muria Jaya

2.1.1.5 PEMBAHASAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN AKTIF

Tabel 1 Tingkat Penilaian Kebakaran

Nilai Kesesuaian
Baik (>81% - 100% ) Sesuai persyaratan
Terpasang namun ada instalasi sebagian kecil
Cukup (61% - 80%)
yang tidak sesuai persyaratan
Kurang (<60%) Tidak sesuai sama sekali
Sumber: Puslitbang Pemukiman Tahun 2005

Sistem proteksi kebakaran aktif di Gedung Rotogravure PT. Bukit Muria Jaya terdiri dari alarm,
sprinkler, APAR dan hidran. Semua elemen tersebut diidentifikasi dengan pemeriksaan langsung dan
system wawancara.

Tabel 2 Tingkat Kesesuaian Sistem


Proteksi Kebakaran Aktif di Gedung Rotogravure PT. Bukit Muria Jaya

No. Komponen Presentase


1. APAR 100%
2. Hydrant 91%
3. Sprinkler 50%

KRISHNA F – PT CS KREASI 22
4. Alarm 90%
Tingkat 82,75%
Kesesuaian Nilai Baik.

1) Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sudah sesuai 100% dengan Permenaker No 04 Tahun
1980 tentang syarat syarat pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan karena
standar harus memiliki 74 APAR di gedung Rotogravure sedangkan actual sudah memiliki
221 APAR di Gedung rotogravure.

2) Hydrant memiliki tingkat kesesuaian 91% karena hasil perhitungan berdasarkan Permen PU
No 26 Tahun 2008 dengan Gedung Rotogravure memiliki risiko berat kebakaran maka jumlah
hydrant yang dibutuhkan dengan luas area sebesar 13.114 m2 sesuai standar adalah sebanyak
22 hydrant, sedangkan actualnya saat ini baru memili 20 titiik hydrant. Hal ini tidak
menjadi masalah yang cukup besar karena untuk kebutuhan air pada bak penampungan air
hydrant (reservoir air hydrant) sudah mencukupi kapasitas untuk risiko kebakaran berat/tinggi
dengan maksimum waktu pasokan 90 menit yaitu 170 m3 dan acutualnya mempunyai 200 m3.

3) Springkler system memiliki tingkat kesesuaian 50% karena walaupun Gedung ini tidak
memiliki system springkler, Gedung ini memiliki pemadaman api otomatis pada sumber
bahaya (mesin) atau disebut fire suppressant sysem. Hal ini menjadi point tambahan untuk
Gedung, karena proses pemadaman api sudah dapat dilakukan secara langsung mulai dari
pertumbuhan api (tidak menunggu api besar baru springkler terbaca). Selain itu, Gedung ini
memiliki pekerja yang aktif selama 24 jam (3 shift) sehingga proses pemadaman dapat
dilakukan lebih cepat karena terdapat personel aktif yang berada di gedung tersebut.

4) Alarm kebakaran tingkat kesesuaiannya dibandingkan dengan standar SNI 003-3985-2000.


Berdasarkan data actual yang diberikan, menunjukkan tingkat kesesuaian alarm adalah
90%. Hal ini karena semua syarat alarm kebakaran hamper terpenuhi hanya ada satu yang
belum terlaksana yaitu pengukuran kebisingan pada suara alarm system. Sehingga ini yang
menjadi penilaian kesesuain menjadi 90%

2.1.2 SARANA PROTEKSI KEBAKARAN PASIF

Sistem proteksi kebakaran pasir adalah material pendukung yang bersifat menghambat proses
kebakaran. Mengapa dikatakan pasif yaitu karena alat ini selalu hidup dan tidak perlu diaktifkan

KRISHNA F – PT CS KREASI 23
untuk melakukan perannya sebagai alat proteksi. Material ini disertakan sebagai bagian dari tatanan
bagian bangunan, contohnya sebagai tambahan dinding, lantai dan pintu yang tahan api. Dalam
banyak kasus, proteksi pasif akan membakar ruangannya sendiri tanpa menyebar ke area lainnya.
Keunggulan lain dari system proteksi kebakaran pasif adalah melindungi penghuni Gedung untuk
melakukan evakuasi dengan selama. Hal ini dikarenakan kebakaran tertahan dalam satu ruangan
dalam waktu yang lama. Alat proteksi ini juga melindungi bangunan dari kehancuran atau kerusakan
akibat kebakaran. Sehingga dapat menekan kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran baik kerugian
materi maupun korban jiwa.
➢ Sarana Evakuasi
Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh
penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan
aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. Komponen dari sarana
evakuasi terdiri dari :
1. Tangga Kebakaran (Fire Escape)
Tangga kebakaran adalah suatu tempat yang menghubungkan ruangan bawah dengan ruangan
diatasnya yang juga berfungsi sebagai tempat melarikan diri dari gangguan bahaya kebakaran
(Dwi Tanggoro, 2000:43). Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk
penyelamatan bila terjadi kebakaran. Tangga kebakaran dilindungi oleh saf
tahan api dan termasuk didalamnya lantai dan atap atau ujung atas struktur
penutup. Tangga darurat dibuat untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau
luka-luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat kebakaran (Ketentuan
Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000).

Tinjauan Perlengkapan Tangga Darurat


NO Pelengkapan Jumlah
1. Pintu darurat Lebar 90 cm, tinggi 210 cm dan tebal 5 cm
Di samping kanan dan kiri tangga darurat
2. Pegangan tangga
dengan ketinggian rata-rata 90 cm
3. Pengeras suara Ada di setiap tangga darurat
Memakai sebuah lampu neon 20 w tiap
4. Lampu penerangan
lantai
5. shaft smoke exhaust Ada di setiap tangga darurat

Pintu darurat dan tangga darurat harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah dicapai
dan dapat mengeluarkan seluruh penghuni dalam waktu tertentu sesuai dengan risiko kebakaran.
Untuk risiko ringan pintu dapat mengeluarkan dalam waktu 3 menit, untuk risiko sedang pintu

KRISHNA F – PT CS KREASI 24
dapat mengeluarkan dalam waktu 2,5 menit dan untuk risiko berat pintu dapat mengeluarkan
dalam waktu 2 menit. Pintu darurat harus mempunyai tanda atau sinyal penerangan yang
bertuliskan KELUAR di atasnya dan menghadap ke koridor (Departemen Pekerjaan Umum,
1987: 11-14). Dalam pemasangan jalan keluar atau jalan penyelamatan (emergency exit) berupa
tangga kebakaran (fire escape) harus memperhatikan syarat-syarat,
yaitu :
a. Tangga terbuat dari konstruksi beton atau baja yang mempunyai ketahanan
kebakaran selama 2 jam.
b. Tangga dipisahkan dari ruangan-ruangan lain dengan dinding beton yang
tebalnya minimum 15 cm atau tebal tembok 30 cm yang mempunyai
ketahanan kebakaran selama 2 jam.
c. Bahan-bahan finishing, seperti lantai dari bahan yang tidak mudah terbakar
dan tidak licin, susuran tangan terbuat dari besi.
d. Lebar tangga minimum 120 cm (untuk lalu lintas 2 orang ).
e. Harus dapat dilewati minimal oleh 2 orang bersama-sama atau lebar bersih
tangga minimal 120 cm.
f. Untuk anak tangga, lebar minimum injakan tangga 27,9 cm, tinggi
minimum 10,5 cm, tinggi maksimum 17,8 cm dan jumlah 2R + G ≤ 70cm.
g. Harus mudah dilihat dan dicapai (dilengkapi dengan penunjuk arah). Jarak
maksimum dari sentral kegiatan 30 m atau antar tangga 60 m.
Noted : Gedung Rotogravure pada PT.Bukit Muria Jaya hanya memiliki 1 lantai dan tidak
memiliki tangga darurat.

2. Pintu Kebakaran (Fire Doors)


Pintu darurat adalah pintu khusus tahan api yang didesain untuk jalur evakuasi saat terjadi
kebakaran di sebuah bangunan.

KRISHNA F – PT CS KREASI 25
Untuk menentukan jumlah dan lebar pintu kebakaran tiap zona dapat ditentukan dengan perhitungan
di bawah ini:
a. Perhitungan luas bangunan (A) tiap lantai atau zona
Kita bisa mengetahui luas bangunan (A) dari gambar rencana (contoh: A = 632 m2)
b. Perhitungan jumlah orang (N)
Pada tabel komponen penentuan lebar pintu keluar dibawah ini kita bisa menetapkan beban
okupansi bangunan (contoh: Jenis bangunan komersil dengan beban okupensi 5,6 untuk lantai
lain)
Setelah itu kita dapat menentukan jumlah orang (N) dengan perhitungan:
N = Luas Bangunan (A)/Beban Okupansi
= 632/5,6 = 112,85 orang
= 113 orang
c. Perhitungan kebutuhan eksit pada tiap lantai.
Setelah mengetahui jumlah orang tiap lantai atau zona, selanjutnya menghitung kebutuhan eksit
pada tiap lantai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Contoh :
Waktu escape (T) untuk bahaya kebakaran ringan = 3 menit
Lebar Tempat Keluar (U): N/(40 x T) = 113/(40 x 3) = 0,95 = 1 m
Jumlah eksit (E): (U/4) + 1 = (1/4) + 1 = 1,25 =1 unit.
Jadi jumlah pintu kebakaran yang dibutuhkan setiap 632 m 2 adalah 1 unit dengan lebar 1
m.
Setiap tempat kerja harus tersedia jalan selain pintu masuk-keluar utama untuk menyelamatkan
diri apabila terjadi kebakaran. Pintu tersebut harus membuka keluar dan tidak diperkenankan
untuk dikunci. Petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas dalam keadaan gelap.
Syarat Ketentuan Teknis Pintu Darurat

1. Laju Alir : 40 orang/menit.


2. Durasi Evakuasi :
o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Ringan : 2 menit.
o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Sedang : 2.5 menit.
o Hunian Resiko Bahaya Kebakaran Berat : 3 menit.
3. Lebar Pintu Minimal : 21 inch

KRISHNA F – PT CS KREASI 26
Contoh Perhitungan:

Berapakah jumlah unit pintu darurat untuk mengevakuasi orang sebanyak 350 orang dalam
waktu 2.5 menit?
Jawaban :
U = N / (40xT)
=350 / (40x 2.5 menit)
= 3.5
= 4 unit pintu darurat

Hal ini menjadi hal yang sama untuk perhitungan pintu darurat di Gedung Rotogravure PT.
Bukit Muria Jaya, dengan diketahui :
Jumlah karyawan / shift (N): 66 orang
Dengan risiko kebakaran sedang sehingga durasi waktu (T) : 2 menit
Maka,
N / (40 x T)
Unit pintu darurat =
= 86 / (40 x 2)
= 86 / 80
= 1,075
= 2 unit pintu darurat
Aktual saat ini, gedung Rotogravure mempunyai total unit pintu darurat sebanyak 5 unit.
Maka Kebutuhan (Jumlah) Unit Pintu Darurat di Gedung Rotogravure ini telah memenuhi
Standar sesuai dengan Permen PU No 26 Tahun 2008 dan Instruksi Menteri No 11 Tahun 1997.

Gambar Pintu Darurat PT. Bukit Muria Jaya

KRISHNA F – PT CS KREASI 27
3. Jalur Sirkulasi/Penyelamatan
Jalur sirkulasi pada bangunan dapat berupa koridor. Koridor ini melayani jalan keluar dari 2
atau lebih unit hunian tunggal ke eksit di lantai tersebut atau bagian yang disediakan sebagai eksit
dari suatu bagian dari setiap tingkat menuju jalan keluar.
Persyaratan jalur sirkulasi harus memenuhi persyaratan :
a) Setiap eksit harus terlindung dari kebakaran.
b) Suatu eksit harus tidak terhalang pada titik atau tempat hamburan dan mempunyai tinggi bebas
tidak kurang dari 2 m dan lebarnya tidak boleh kurang dari 1 m.
c) Jumlah akses sedikitnya 2 jalan keluar dan langsung menuju jalan atau ruang terbuka.
d) Jarak tempuh keluar ke tempat yang aman.
e) Harus dilengkapi tanda penunjuk arah keluar Pemberian petunjuk arah keluar bertujuan untuk
memberikan petunjuk atau rambu yang cukup jelas untuk menuju jalan keluar (exit) dan alur
pencapaian menuju exit.
Dalam menunjang proses evakuasi, tanda-tanda yang cocok atau cara
lain untuk dapat mengenali, sampai pada tingkat yang diperlukan harus
memenuhi syarat :
• Penunjuk arah keluar harus dipasang pada bangunan.
• Penunjuk arah keluar harus terpasang pada ruang koridor, diatas pintu, tangga kebakaran dan
tempat lain yang direncanakan untuk evakuasi.
• Pada setiap ruangan yang digunakan lebih dari 10 orang, harus dipasang
denah evakuasi pada tempat yang mudah dilihat.
• Penunjuk arah keluar harus menggunakan 2 sumber daya listrik berbeda.
• Penunjuk arah keluar harus mempunyai kuat penerangan minimal 50 lux dan berwarna hijau
dengan warna tulisan adalah putih (tinggi huruf 10 cm dan tebal huruf 1 cm)
• Penempatan penunjuk arah keluar harus mudah terlihat jelas dan terang
dari jarak 20 m.
• Jarak antara penunjuk arah keluar minimal 15 m & maksimal 20 m dan,
tinggi penunjuk arah keluar 2 m dari lantai.
PT.Bukit Muria Jaya sudah memiliki kesesuaian jalur sirkulasi / penyelamatan sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Penyediaan peta evakuasi pun sudah disimpan pada setiap pintu keluar.
Penyediaan tanda exit sudah ada pada setiap koridor, pintu untuk memudahkan proses evakuasi
jika terjadi keadan darurat. Selain itu, penyediaan sumber daya listrik pun sudah mempunyai
genset khusus untuk peralatan darurat diantaranya untuk lampu darurat, tanda exit, hydrant, alarm
dan proteksi lainnya yang mempunyai tenaga listrik.

KRISHNA F – PT CS KREASI 28
4. Perlengkapan Sarana Emergency Exit
Bangunan skala besar harus memiliki kelengkapansarana emergency exit, meliputi:
✓ Sumber Daya Listrik Darurat
Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus menyala selama penghuni
membutuhkan sarana jalan keluar. Lampu yang dioperasikan dengan baterei atau lampu jenis
lain seperti lampu-lampu jinjing atau lentera tidak boleh dipakai untuk pencahayaan primair
pada sarana menuju jalan keluar.
✓ Lampu Darurat (Emergency Luminaire) Sebuah
lampu yang di rancang untuk digunakan pada sistem pencahayaan darurat. Pencahayaan buatan
yang dioperasikan sebagai pencahayaan darurat dipasang pada tempat-tempat tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan untuk menjaga pencahayaan sampai ke tingkat minimum
yang ditentukan Lantai dan permukaan untuk berjalan pada tempat
yang aman, sarana menuju tempat yang aman dan sarana menuju jalan umum, tingkat intensitas
cahayanya minimal 50 Lux di ukur pada lantai.
a. Ketentuan Teknis

KRISHNA F – PT CS KREASI 29
Setiap lampu darurat harus :
- Bekerja secara otomatis.
- Mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.
- Jika mempunyai sistem terpusat, catu daya cadangan dan kontrol otomatisnya
harus dilindungi dari kerusakan karena api dengan konstruksi penutup yang mempunyai
Tingkat Ketahanan Api (TKA).
- Lampu darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku
b. Lokasi Pemasangan
Lampu darurat dipasang pada :
- Tangga-tangga darurat.
- Gang/ jalur evakuasi.
- Koridor
- Lift
- Jalan lorong menuju tempat aman, dan jalur menuju jalan umum.
- Sepanjang jalan ke arah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak
langsung dari titik masuk gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter.
- Pada seluruh daerah jika tidak ada jalan yang jelas kearah koridor, lobi dan jalan keluar.
c. Rumus jumlah lampu
N = (E x A)/(Φ lampu x LLF x CU)
Dimana :
N = Jumlah lampu pada suatu ruang.
E = Kuat terang yang dibutuhkan suatu fungsi ruang(lux)… tabel.
A = Luas ruang.
Φ = Kuat cahaya suatu jenis lampu(lumen) …tabel
LLF = Ligh Lost Factor, factor daya yang bekuang akibat kualitas alat ;
0,7 - 0,8
CU = Coefficient of Utilization ; daya terang lampu, tegantung warna
bidang pembatas ruang, 50 – 60 % (sumber : modul utilitas7
System kendali asap)
Semua kebakaran pasti memproduksi asap yang jika tidak dikendalikan
akan menyebar keseluruh bangunan atau bagian bangunan, yang berpotensi
mengancam jiwa serta merusak harta benda.

KRISHNA F – PT CS KREASI 30
5. PEMBAHASAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PASIF
Sistem proteksi kebakaran pasif tingkat kesesuaianya dibandingkan dengan PERMEN PU
No. 26/PRT/M/2008. Berdasakan hasil observasi sistem proteksi kebakaran pasif di termasuk
kategori Cukup (94 % ), artinya proteksi terpasang tetapi ada sebagian besar yang belum
sesuai dengan standar yang berlaku.

Sarana Penyelamatan Jiwa


Sarana penyelamatan jiwa di gedung Rotogravure di PT.Bukit Muria Jaya terdiri dari sarana
jalan keluar, tanda petunjuk keluar , pintu darurat, penerangan darurat, dan tempat berkumpul.
Tabel 3 Tingkat Kesesuaian Sarana
Penyelamatan Jiwa di Gedung Rotogravure PT Bukit Muria Jaya

No. Komponen Presentase


1 Sarana Jalan Keluar 100%
2 Pintu Darurat 100%
3 Tanda Petunjuk Keluar 80%
4 Penerangan Darurat 90%
5 Tempat Berkumpul 100%
94%
Tingkat Kesesuaian
Baik

a. Sarana jalan keluar tingkat kesesuaiannya dibandingkan dengan standar NFPA 101 dan SNI 03-
1746-2000. Gedung Rotogravure PT Bukit Muria Jaya memiliki 5 sarana jalan keluar yang
letaknya tidak terhalangi oleh benda apapun dan semuanya langsung menuju ke titik berkumpul
di halaman. Sedangkan standar hasil perhitungan untuk Gedung tersebut hanya membutuhkan 2
jalan keluar. Sehingga tingkat kesesuaian sebesar 100%.

b. Namun, pintu darurat dari masing-masing lebarnya 1,7 meter dan panjang 2,10 meter . Hal ini
menunjukkan rata-rata lebar minimal jalan keluar kurang dari 2 meter. Hasil pengamatan
menyatakan tingkat kesesuaian sebesar 100% sesuai terpasang dengan baik.

c. Tanda petunjuk keluar di gedung Rotogravure PT. Bukit Muria Jaya sebagian besar sudah
sesuai dengan standar NFPA 101 dan SNI 03-1746-2000. Sama halnya , dengan sarana jalan
keluar, tingkat kesesuaiannya sebesar 80% artinya elemen terpasang tetapi masih ada yang perlu
diperbaiki yaitu tanda harus terlihat jelas di saat terjadi keadaan darurat kapan saja. Sebaiknya

KRISHNA F – PT CS KREASI 31
tanda keluar (panah evakuasi lantai) dibuat terang saat gelap, mengingat gedung ini memiliki
pekerjaan pada malam hari (24 jam).

d. Penerangan darurat menurut SNI, harus terang minimum 50 lux. Sedangkan penerangan lampu
darurat sudah tersedia dan terpasang, sedangkan pengukuran pencahayaan belum dilakukan.
Sehingga tingkat kesesuaian sebesar 90%.

e. Titik berkumpul dalam tingkat kesesuaiannya dibandingkan dengan standar NFPA 101 tentang
life safety code. Hasil pengecekan di lapangan didapatkan bahwa di gedung Rotogravure di
PT.Bukit Muria Jaya terdapat 2 tempat lokasi titik berkumpul.

2.1.3 Manajemen Tanggap Darurat

Manajemen tanggap darurat di PT. Bukit Muria Jaya terdiri dari organisasi tanggap darurat,
prosedur tanggap darurat, dan pelatihan. Semua elemen diidentifikasi dengan wawancara.
Manajemen tanggap darurat dalam tingkat kesesuaiannya dibandingkan dengan SNI 03-1746-2000,
NFPA 101 dan KEPMEN PU No. 10/KPTS/2000. Berdasarkan data sekunder dan hasil wawancara
didapatkan tingkat kesesuaian manajemen tanggap darurat sebesar 80% dengan kategori cukup.
Dimana PT. Bukit Muria Jaya sudah membentuk tim organisasi atau manajemen tanggap darurat
dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Tim tersebut memiliki tugas
dan kewajiban yaitu menentukan dan menanggulangi keadaan darurat perusahaan seperti kebakaran,
melaksanakan latihan tanggap darurat yang melibatkan seluruh karyawan secara berkala dan
melaksanakan pertemuan rutin/non rutin kinerja tim tanggap darurat. Tim ini diketuai langsung oleh
Manager (dapat dilihat di struktur tanggap darurat). Hasil wawancara menyebutkan bahwa seluruh
karyawan PT. Bukit Muria Jaya diberikan pelatihan tanggap darurat setahun sekali.

KRISHNA F – PT CS KREASI 32
1. UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN
A. STRUKTUR ORGANISASI TANGGAP DARURAT KEBAKARAN

KRISHNA F – PT CS KREASI 33
KRISHNA F – PT CS KREASI 34
KRISHNA F – PT CS KREASI 35
KRISHNA F – PT CS KREASI 36
B.TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERSONIL

1. Koordinator
Bertanggung jawab langsung kepada ketua P2K3 Perusahaan bahwa personil ERT yang
ditunjuk selalu diperbarui dan memiliki kemampuan sebagai satuan tugas ERT.
Tugas :
- Mengkoordinir seluruh satuan tugas ERT, sehingga mampu menanggulangi keadaan
darurat yang terjadi sesuai tugas masing masing.
- Mengumpulkan data untuk keperluan investigas dan rekomendasi tindakan
pencegahan.
- Membuat laporan kronologi kejadian dan tindakan yang diambil kepada ketua P2K3.
2. Wakil Koordinator
Bertanggung jawab langsung kepada koordinator ERT bahwa personil ERT yang
ditunjuk selalu diperbaharui dan memiliki kemampuan sebagai satuan tugas ERT.
KRISHNA F – PT CS KREASI 37
Tugas :
- Membantu tugas dan tanggung jawab coordinator ERT
- Secara otomatis menggantikan coordinator ERT bila tidak hadir / berhalangan.
3. Wakil Koordinator
Bertanggung jawab langsung kepada coordinator ERT untuk proses evakuasi ke tempat
yang lebih aman.
Tugas :
- Melacak / meyakinkan jalur evakuasi aman dilalui.
- Memberikan peringatan / informasi tentang keadaan emergency kepada seluruh
karyawan di area masing masing.
- Apabila ada perintah dari coordinator ERT untuk melakukan evakuasi, segera
memimpin karyawan ke titik berkumpul yang aman (assembly point) secara teratur
dan cepat pada saat evakuasi serta dipastikan tidak ada yang tertinggal.
- Menyelamatkan dokumen penting dan membantu kelancara evakuasi korban.
- Mengecek jumlah orang yang berkumpul di area evakuasi untuk disesuaikan dengan
jumlah karyawan semula.
- Mengecek ulang masing masing line / area dan tempat kejadian untuk memastikan
evakuasi telah dilakukan (tidak ada yang tertinggal).
- Melaporkan kepada coordinator ERT aktivitas evakuasi karyawan yang telah
dilakukan.
4. Regu Inspeksi
Bertanggung jawab kepada koordinatoe ERT untuk melakukan inspeksi / pengecekan
terhadap fasilitas utilty / proses produksi perusahaan.
Tugas :
- Mematikan pengendali aliran listrik dan sumber sumber energi lainnya.
- Melindungi barang barang yang mudah terbakar untuk melokalisir kebakaran.
- Pengecekan kerusakan fasilitas / peralatan setelah penanggulangan kejadian selesai
untuk persiapan recovery proses produksi dan melaporkan kerusakan yang terjadi
kepada coordinator ERT.
5. Regu Pemadam Kebakaran
Bertanggung jawab langsung kepada Koordinator ERT untuk melakukan
penanggulangan dan melokalisir keadaan darurat yang disebabkan
kebakaran/Peledakan.

KRISHNA F – PT CS KREASI 38
Tugas :
- Memadamkan dengan segera kebakaran yang terjadi
- Berkoordinasi dengan posko security untuk meminta bantuan yang lebih besar ke
Damkar Karawang bila keadaan tidak tertangani
- Melaporkan tindakan dan hasilnya kepada koordinator ERT
6. Regu P3K
Bertanggung jawab kepada koordinator ERT untuk memberikan P3K kepada korban
sampai datang tenaga medis yang lebih kompeten.
Tugas :
- Memberikan pertolongan pertama dengan segera kepada korban untuk mencegah
tingkat keparahan lebih lanjut
- Memindahkan korban dengan segera ke tempat yang lebih aman
- Mencari dan mendata semua korban yang terjadi
- Berkoordinasi dengan petugas HSE/Paramedis klinik untuk merujuk korban yang
perlu perawatan lebih lanjut ke rumah sakit terdekat
- Melaporkan kegiatan yang telah dilakukan kepada Koord ERT
7. Regu Pengaman
Bertanggung jawab kepada koordinator ERT untuk mengamankan proses evakuasi
dan lokasi kejadian.
Tugas :
- Menjaga agar orang-orang yang tidak berkepentingan tidak masuk ke lokasi kejadian
- Mengamankan lokasi penampungan korban
- Mengamankan lokasi penempatan sementara dokumen dan barang berharga
- Mengatur kelancaran ambulance dan mobil unit pemadam kebakaran yang datang
memberikan bantuan pertolongan
- Membantu kelancaran evakuasi korban

C. PROSEDUR TANGGAP DARURAT


Perhatikan langkah-langkah Prosedur Evakuasi Keadaan Darurat Kebakaran yang akan
diarahkan oleh safety department seperti berikut ini:
• Tetap tenang dan jangan panik.
• Segera menuju tangga darurat yang terdekat dengan berjalan biasa dengan cepat
namun tidak berlari.

KRISHNA F – PT CS KREASI 39
• Lepaskan sepatu hak tinggi karena menyulitkan dalam langkah kaki.
• Janganlah membawa barang yang lebih besar dari tas kantor/tas tangan.
• Beritahu orang lain / tamu yang masih berada didalam ruangan lain untuk segera
melakukan evakuasi.
• Bila pandangan tertutup asap, berjalanlah dengan merayap pada tembok atau
pegangan pada tangga, atur pernafasan pendek-pendek.
• jangan berbalik arah karena akan bertabrakan dengan orang-orang dibelakang anda
dan menghambat evakuasi.
• Segeralah menuju titik kumpul yang ada di tempat tersebut untuk menunggu instruksi
berikutnya.
Kita tidak pernah menginginkan musibah kebakaran terjadi, namun paling tidak jika kita
memahami Prosedur Evakuasi Keadaan Darurat Kebakaran maka kita akan bisa mengambil
langkah-langkah dan keputusan yang tepat sesuai prosedur jika suatu saat terjadi kebakaran
di lingkungan yang kita tinggali.

D. SISTEM KOMUNIKASI KEADAAN DARURAT

KRISHNA F – PT CS KREASI 40
2.1.4 PEMBENTUKAN UNIT PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Pasal 3

Pembentukan unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat


(1) dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja dan atau klasifikasi tingkat potensi
bahaya kebakaran.
Pasal 4
(1) Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
terdiri:
A. Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan;
B. Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan sedang I;
C. Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan sedang II;
D. Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan sedang III dan;
E. Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran berat.
(2) Jenis tempat kerja menurut klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sebagaimana
dimaksud ayat (1) seperti tercantum dalam Lampiran I Keputusan Menteri ini.
(3) Jenis tempat kerja yang belum termasuk dalam klasifikasi tingkat risiko bahaya
kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan tersendiri oleh menteri
atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 5
Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 terdiri dari;
a. Petugas peran kebakaran;
b. Regu penanggulangan kebakaran;
c. Koordinator unit penanggulangan kabakaran;
d. Ahli K3 spesialis penaggu langan kebakaran sebagai penaggungjawab teknis.
Pasal 6

(1) Petugas peran kebakaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a, se kurangnya 2
(dua) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 25 (dua puluh lima) orang.
(2) Regu penanggulangan kebakaran dan ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dan huruf d, ditetapkan untuk tempat
kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I yang mempekerjakan
tenaga kerja 300 (tiga ratus) orang, atau lebih, atau setiap tempat kerja tingkat risiko
bahaya kebakaran sedang II, sedang III dan berat.

KRISHNA F – PT CS KREASI 41
(3) Koordinator unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud pasal 5 huruf c,
ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran ringan dan sedang I,
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap jumlah tenaga kerja 100 (seratus)
orang;
b. Untuk tempat kerja tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II dan sedang III dan
berat, sekurang-kurangnya 1 (satu) orang untuk setiap unit kerja.

• Jumlah Karyawan di PT. Bukit Muria Jaya adalah 1300 karyawan.

Dimana untuk pembentukan unit penanggulangan kebakaran di Amaris Hotel Setiabudhi


ini, mengacu ke KEP.186/MEN/1999,tanggal 29 September 1999 pasal 3 sampai Pasal 6.
PT. Bukit Muria Jaya termasuk kedalam klasifikasi bahaya kebakaran sedang II karena
pabrik tekstil.

KRISHNA F – PT CS KREASI 42
Maka kebutuhan Unit Penanggulangan Kebakaran yaitu berdasarkan Pasal 6 ayat 1 sampai
ayat 3.
1. Petugas peran kebakaran/tingkat D adalah ( 2/25) =
= (1300/25) x 2
= 52 x 2
= 104 orang petugas peran kebakaran kelas D
2. Regu penanggulangan kebakaran/tingkat C adalah 1 / 300 karyawan dengan minimal 1
regu = 5 Orang.
= (1300 / 300) x 5 orang/regu
= 4,3 x 5 orang/regu
= 21,6 = 22 orang regu penanggulangan kebakaran kelas C
3. Koordinator unit penanggulangan kabakaran/tingkat B = 1 / unit kerja
= memiliki 14 unit kerja, maka minimal ,mempunyai
KRISHNA F – PT CS KREASI 43
= 14 orang coordinator kebakaran kelas B
4. Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai penaggungjawab teknis/tingkat A
adalah 1 / 300 karyawan, sehingga:
= 1300 / 300
= 4,3 = 4 orang Ahli K3 spesialis kebakaran
Maka dengan kondisi saat ini, PT Bukit Muria Jaya memiliki :
1. Kelas A : 1 orang
2. Kelas B : 1 orang
3. Kelas C : belum ada
4. Kelas D : 41 orang
Maka Kebutuhan (Jumlah) Unit Penanggulangan Kebakaran di PT. Bukit Muria Jaya ini
belum memenuhi Standar sesuai dengan Kepmenaker No 186 Tahun 1999 dengan
kekurangan sebagai berikut :
Kelas A : 3 orang
Kelas B : 13 orang
Kelas C : 22 orang
Kelas D : 63 orang

KRISHNA F – PT CS KREASI 44
2.1.5 ANALISA KEBAKARAN DENGAN SISTEM ALOHA DAN MARPLOT

Dengan asumsi bahan kimia yang terbakar bernama “Isopropyl Alcohol” dengan kapasitas
25 liter.

KRISHNA F – PT CS KREASI 45
KRISHNA F – PT CS KREASI 46
DAMPAK KEBAKARAN TERHADAP LINGKUNGAN INTERNAL &
EKSTERNAL

Perusahan Karyawan Keluarga Lingkungan


Menurunnya Menurunnya motivasi Merugikan finansial Gangguan terhadap
produktivitas dan kerja karena trauma keluarga asap kebakaran
penghasilan
Kerugian asset Pendapatan karyawan Menjadi beban Kepanikan karena
menjadi turun psikologi keluarga leadakan dan api
Pengiriman produk Kerugian finansial
terhadap konsumen masyarakat sekitar
menurun
Menyita waktu Rasa trauma
manajemen dalam lingkungan perusahaan
proses investigasi
Nama baik perusahaan Akses umum terganggu
menurun

KRISHNA F – PT CS KREASI 47
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil Analisa dari data pendukung, wawanacara dan kunjungan lapangan,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

• Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sudah sesuai 100% dengan Permenaker No 04
Tahun 1980 tentang syarat syarat pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan karena standar harus memiliki 74 APAR di gedung Rotogravure sedangkan
actual sudah memiliki 221 APAR di Gedung rotogravure.

• Hydrant memiliki tingkat kesesuaian 91% karena hasil perhitungan berdasarkan


Permen PU No 26 Tahun 2008 dengan Gedung Rotogravure memiliki risiko berat
kebakaran maka jumlah hydrant yang dibutuhkan dengan luas area sebesar 13.114 m2
sesuai standar adalah sebanyak 22 hydrant, sedangkan actualnya saat ini baru
memili 20 titiik hydrant. Hal ini tidak menjadi masalah yang cukup besar karena
untuk kebutuhan air pada bak penampungan air hydrant (reservoir air hydrant) sudah
mencukupi kapasitas untuk risiko kebakaran berat/tinggi dengan maksimum waktu
pasokan 90 menit yaitu 170 m3 dan acutualnya mempunyai 200 m3.

• Springkler system memiliki tingkat kesesuaian 50% karena walaupun Gedung ini
tidak memiliki system springkler, Gedung ini memiliki pemadaman api otomatis pada
sumber bahaya (mesin) atau disebut fire suppressant sysem. Hal ini menjadi point
tambahan untuk Gedung, karena proses pemadaman api sudah dapat dilakukan secara
langsung mulai dari pertumbuhan api (tidak menunggu api besar baru springkler
terbaca). Selain itu, Gedung ini memiliki pekerja yang aktif selama 24 jam (3 shift)
sehingga proses pemadaman dapat dilakukan lebih cepat karena terdapat personel
aktif yang berada di gedung tersebut.

• Alarm kebakaran tingkat kesesuaiannya dibandingkan dengan standar SNI 003-3985-


2000. Berdasarkan data actual yang diberikan, menunjukkan tingkat kesesuaian
alarm adalah 90%. Hal ini karena semua syarat alarm kebakaran hamper terpenuhi

KRISHNA F – PT CS KREASI 48
hanya ada satu yang belum terlaksana yaitu pengukuran kebisingan pada suara alarm
system. Sehingga ini yang menjadi penilaian kesesuain menjadi 90%.

• Sarana jalan keluar tingkat kesesuaiannya dibandingkan dengan standar NFPA 101
dan SNI 03-1746-2000. Gedung Rotogravure PT Bukit Muria Jaya memiliki 5 sarana
jalan keluar yang letaknya tidak terhalangi oleh benda apapun dan semuanya langsung
menuju ke titik berkumpul di halaman. Sedangkan standar hasil perhitungan untuk
Gedung tersebut hanya membutuhkan 2 jalan keluar. Sehingga tingkat kesesuaian
sebesar 100%.

• Pintu darurat dari masing-masing lebarnya 1,7 meter dan panjang 2,10 meter . Hal ini
menunjukkan rata-rata lebar minimal jalan keluar tidak kurang dari 2 meter. Hasil
pengamatan menyatakan tingkat kesesuaian sebesar 100% sesuai terpasang dengan
baik.

• Tanda petunjuk keluar di gedung Rotogravure PT. Bukit Muria Jaya sebagian besar
sudah
sesuai dengan standar NFPA 101 dan SNI 03-1746-2000. Sama halnya , dengan
sarana jalan keluar, tingkat kesesuaiannya sebesar 80% artinya elemen terpasang
tetapi masih ada yang perlu diperbaiki yaitu tanda harus terlihat jelas di saat terjadi
keadaan darurat kapan saja. Sebaiknya tanda keluar (panah evakuasi lantai) dibuat
terang saat gelap, mengingat gedung ini memiliki pekerjaan pada malam hari (24 jam).

• Penerangan darurat menurut SNI, harus terang minimum 50 lux. Sedangkan


penerangan lampu darurat sudah tersedia dan terpasang, sedangkan pengukuran
pencahayaan belum dilakukan. Sehingga tingkat kesesuaian sebesar 90%.

• Titik berkumpul dalam tingkat kesesuaiannya dibandingkan dengan standar NFPA


101 tentang life safety code. Hasil pengecekan di lapangan didapatkan bahwa di
gedung Rotogravure di PT.Bukit Muria Jaya terdapat 2 tempat lokasi titik berkumpul.

• Sudah terbentuk Manajemen Keadaan Darurat beserta dengan system komunikasi.


Bentuk stukturnya pun sudah jelas dengan tanggung jawab dan tugasnya masin
masing. Untuk menyampaikan kepada seluruh karyawan selain adanya training,
struktur ERT juga disimpan di masing masing bagian.

• Kebutuhan (Jumlah) Unit Penanggulangan Kebakaran di PT. Bukit Muria Jaya ini

KRISHNA F – PT CS KREASI 49
belum memenuhi Standar sesuai dengan Kepmenaker No 186 Tahun 1999 dengan
kekurangan sebagai berikut :
Kelas A : 3 orang
Kelas B : 13 orang
Kelas C : 22 orang
Kelas D : 63 orang.

• Analisa besarnya kebakaran yang terjadi dengan scenario Isopropyl Alcohol meledak
dan terbakar di Gedung Rotogravure dengan kapasitas 25 liter. Dengan menggunakan
aplikasi ALOHA dan MARPLOT dapat dilihat, kebakaran dan ledakan dapat terjadi
hingga kelingkungan masyarakat sekitar. Sehingga ini sangat merugikan banyak
pihak, diantaranya bagi perusahaan sendiri, karyawan, keluarga karyawan dan
lingkungan.
• Maka saran perbaikan yang dapat dilakukan adalah memenuhi semua yang belum
mengikuti standar , dimana hal ini bertujuan sebagai investasi perusahaan untuk
meminimalkan adanya risiko kebakaran berat.

KRISHNA F – PT CS KREASI 50

You might also like