Professional Documents
Culture Documents
Hardianti Gaus1, Imran Taeran2, Faiza Rumagia3, Irham2 , Djanib A chmad3, Darmiyati Muksin2
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelauatan Konsentrasi Perencanaan Pembangunan Perikanan Program
Pascasajana Universitas Khairun, Ternate, Indonesia.
2
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Khairun,
Ternate, Indonesia
3
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Khairun,
Ternate, Indonesia
*
Email : hardiantigaus8@gmail.com, imran_taeran@ymail.com, faizrumagia22@gmail.com
ABSTRAK
The chart boat lift-net used by fishermen in Saramaake and Akesahu Village consist of one-boat
charts lift-net and two-boat lift-net charts. Local fishermen always operate boat lift-net fishing gear
continuously without knowing the existence of available fish resources and the status of
sustainability status in the waters around Kao Bay. The objectives of this research are to Describe
the conditions and characteristics of the boat boat fishery in Kao Bay, 2) assess the status
sustainability status of the boat lift-net fishing fisheries operatinged in the waters of Kao Bay. The
method used is a survey with observation techniques, interviews and active participation in
fishing operations. Data collection was carried out by conducting interviews with fishermen/chart
owners with the help of a questionnaire. The data was obtained through survey and indepth
interview to the respondent that related to the research objective. Respondents interviewed
consisted of landowners in Saramaake village and Akesahu village, 15 respondents each. Overall
data collection at the research location. Sampling the catch using a measure. The results of the
research show that the fishing gear for one boat in Saramaake Village has a fishing gear size of 18
m, width 1.7 m to size 22 m and width of 2.5 m, and for the size of fishing gear for two boats in
Akesahu Village, the length is 11 m, 1 m wide, up to 14 m, 1.9 m wide. The results of the regression
analysis on the biological model of catch catches show that the CYP model has the largest R-Square
value in Saramaake. The R-Square value of the CYP model reached 8.49% for the R-Square value
on the chart in Akesahu 3.15%. M the multidimensional analysis of the sustainability status of the
boat lift-net fishing fishery in Saramaake Village and Akesahu Village based on existing
conditions, in Saramaake Village the index value was obtained at 56.05%, and for Akesahu Village
the index value was slightly increased, namely 57.22%.
Keywords: Chart boat development Boat lift-net, Sustainability, Rapfish, Saramaake and
Akesahu Kao Bay
2
bannyak telah dilakukan yaitu Naim M, et al wilayah ini. Permasalahan yang muncul
(2022) tentang produktivitas bagan satu akibat kondisi tersebut diantaranya, kondisi
perahu dan bagan dua perahu di perairan lingkungan perairan Teluk Kao menjadi
Halmahera Barat. Dengan ini Sementara kurang baik, hasil tangkapan ikan menjadi
penelitian dari Abdullah, R.M. et al. (2021) beragam ukurannya, dan semakin
tentang berkaitan dengan strategi meningkatnya hasil tangkapan sampingan
pengembangan perikanan pelagis besar yang (bycatch). Berdasarkan uraian sebelumnya
berkelanjutan di Kabupaten Halmahera maka perlu adanya penelitian terkait
Selatan. Kaduk. S et al. (2020) tentang tingkat pengembangan dan pengelolaan perikanan
ramah lingkungan alat tangkap bagan bagan perahu di Teluk Kao, sehingga dapat
perahu yang dimodivikasi menggunakan berkelanjutan. Pengembangan tersebut
lampu celup bawah air (LACUBA) di Teluk diharapkan dapat memperhatikan aspek-
Kapontori Kabupaten Buton. Suryana, A, et al aspek keberlanjutan baik dari aspek
2012) tentang analisis keberlanjutan rapfish sumberdaya alam, aspek lingkungan,
dalam pengelolaan sumber daya, ikan kakap maupun aspek kesejahteraan masyarakat
merah (lutjanus sp.) di perairan Tanjung nelayan yang beraktifitas di perairan Teluk
pandan. Namun demikian, penelitian Kao Provinsi Maluku Utara. Penelitian ini
berkaitan dengan bagan perahu yang bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi
berkelanjutan di Teluk Kao Provinsi Maluku dan karakteristik perikanan bagan perahu di
Utara Kabupaten Halmahera Tinmur dan Teluk Kao, baik dari aspek teknis maupun
Kebupaten Halmahera Barat belum pernah aspek produksi bagan perahu dan menilai
dilakukan termasuk tentang pengembangan status keberlanjuan perikanan bagan perahu
perikanan bagan perahu berkelanjutan yang yang beroperasi di perairan Teluk Kao
dilakukan melalui hasil analisis keberlanjutan Provinsi Maluku Utara.
yang menggunakan pendekatan RAPFISH.
II. METODE PENELITIAN
Kegiatan perikanan bagan di Teluk Kao
saat ini telah diperhadapkan dengan adanya Penelitian ini dilaksanakan di Teluk
kehadiran industri pertambangan yang Kao tepatnya di Desa Saramaake, Kabupaten
cukup besar yang dapat membahayakan Halmahera Timur dan Desa Akesahu
lingkungan, ekosistem dan sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera Barat. Waktu
yang ada di perairan Teluk Kao, sehingga pelaksanaan penelitian pada bulan Maret
berpengaruh pada kegiatan operasi hingg Juni 2023. Lokasi penelitian
penangkapan ikan oleh alat tangkap bagan di sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1.
3
langsung terhadap objek. Data yang nilai komposisi dan produktivita hasil
dikumpulkan terdiri atas data primer dan tangkapan maka dilakukan analisis dengan
data sekunder. Observasi dilakukan untuk menggunakan rumus (Sudirman, 2004)
menentukan responden atau nelayan/pemilik sebagai berikut:
bagan, data teknis alat tangkap bagan
perahu, yang dikumpulkan secara langsung Ht
Kr= x 100 %
di lapangan dan wawancara dilakukan T
terhadap nelayan pemilik bagan atau nelayan
yang telah ditentukan untuk pengisian Keterangan:
kuesioner dan memberikan informasi lainnya Kr = Kelimpahan relative ikan ke-i (%)
yang berkaitan dengan status keberlanjutan Ht= Hasil tangkapan ikan ke-i (ekor)
alat tangkap bagan. Data yang dikumpulkan T = Total hasil tangkapan (ekor)
meliputi:
1. Jumlah dan jenis hasil tangkapan Anaslisi produktivitas ini
2. Kategori bagan perahu menggunakan formula (Saputra et al, 2011)
3. Dimensi perahu hasil modifikasi sebagai berikut:
4. Dimensih alat tangkap
Produktivitas(kg /trip)=
∑ produksi(Kg)
5. Jenis dan kapasitas mesin ∑ trip
6. Jumlah dan kapasitas lampu
7. Jumlah trip perbulan Analisis keberlanjutan perikanan bagan
8. Metode operasih perahu dilakukan dengan pendekatan
9. Biaya oprasonal multidimensional scaling (MDS) yang disebut
10. Produksi bulanan (tahun terahir) RAP-PL yang merupakan pengembangan
11. Hasil tangkapan trip/tahun (kg) dari menggunakan metode RAPFISH yang
Pengambilan data yang dilakukan digunakan untuk menilai status
dengan menggunakan 15 responden dari keberlanjutan perikanan tangkap (Pitcher &
masing-masing lokasi sebagai sampling dari Preikshot, 2001; Kavanagh & Pitcher, 2004;
seluruh alat tangkap bagan perahu yang ada Tesfamichael & Pitcher, 2006; Pitcher et al.,
di lokasih penelitian, karena memiliki 2013). Analisis keberlanjutan dinyatakan
keterbatasan waktu, dana dan tenaga maka dalam indeks keberlanjutan perikanan bagan
sangat sulit untuk melakukan pengambilan perahu. Analisis dilakukan melalui tiga
data secara keseluruhan di lokasi penelitian. tahapan:
Pengambilan sampel hasil tangkapan 1. Penentuan atribut; Adapun atribut-
menggunakan ember. atribut dari setiap aspek yang akan
2.I. Analisis Data digunakan untuk menilai keberlanjutan
perikanan bagan perahu yang diadaptasi
Analisis yang dilakukan secara deskriptif
dari Pitcher & Preikshot (2001) dan
pada unit penangkapan yaitu alat
Pitcher et al. (2013), adalah sebagai
penangkapan meliputi; spesifikasih bagan
berikut :
perahu panjang, lebera dan dalam, adapun
1) Aspek Ekologi
Alat bantu yang digunakan terdiri dari
a. Tingkat pemanfaatan SDI
peruhu dan lampu meliputi; jumlah lampu,
b. Ukuran ikan hasil tangkapan
kapasitas perahu (GT), dan kapasitas mesin
c. Jumlah hasil tangkapan
yang digunakan. Nelayan meliputi; jangka
d. Keragaman ikan
waktu penangkapan, metode pengoperasian,
e. Hasil tangkapan sampingan (by
sistem bagi hasil dan harga penjualan ikan,
catch)
dan karakteristik hasil tangkapan dengan
f. Lokasi daerah penangkapan
mengunakan analisis komposisi hasil
g. Musim tertutup (closed season)
tangkapan, treand produksi hasil tangkapan
h. Kualitas lingkungan
pertahun, trend produktivitas alat tangkakap
2) Aspek Teknologi:
bagan perahu (ton/bulan). Untuk mengetahui
4
a. Selektifitas alat melalui proses pengamatan dan
b. Penanganan hasil tangkapan wawancara di lapangan ataupun data
c. Ukuran bagan sekunder yang tersedia, yang sesuai
d. Penggunaan alat bantu cahaya dengan scientific judgment dari pembuat
e. Dampak negatif terhadap skor, maka setiap atribut diberikan skor
habitat yang mencerminkan keberlanjutan dari
f. Keamanan bagi nelayan aspek perikanan bagan perahu tersebut.
g. Mengancam ikan yang Rentang skor berkisar antara 0 – 3 atau
dilindungi tergantung pada keadaan masing-
3) Aspek Ekonomi: masing atribut yang dimulai dari nilai
a. Modal usaha buruk (0) sampai baik (3). Nilai ”buruk”
b. Biaya operasional penangkapan mencerminkan kondisi yang paling tidak
c. Pendapatan menguntungkan bagi pembangunan
d. Pola pemasaran hasil tangkapan yang berkelanjutan. Sebaliknya nilai
4) Aspek Sosial: ”baik” mencerminkan kondisi yang
a. Tingkat pendidikan nelayan paling menguntungkan bagi
b. Pengalaman kerja keberlanjutan pembangunan. Diantara
c. Pelatihan tenaga kerja dua ekstrim nilai ini terdapat satu atau
d. Ketersediaan wadah kelompok lebih nilai antara, tergantung dari jumlah
nelayan peringkat pada setiap atribut. Jumlah
5) Aspek Kebijakan: peringkat pada setiap atribut akan
a. Subsidi BBM sangat ditentukan oleh tersedia tidaknya
b. Kemudahan investasi literatur yang dapat digunakan untuk
c. Retribusi usaha dan pajak menentukan jumlah peringkat. Kriteria
perikanan pembuatan skor atribut perikanan bagan
d. Pembatasan ukuran kapal perahu yang berkelanjutan diadaptasi
2. Penilaian setiap atribut dalam skala dari Pitcher & Preikshot (2001),
kordinasi ordinansi berdasarkan kriteria Tesfamichael & Pitcher (2006) dan
keberlanjutan setiap aspek, berdasarkan Pitcher et al. (2013) (Tabel 1, 2, 3, 4, 5).
Tabel 1. Kriteria pembuatan skor atribut pengembangan perikanan bagan perahu yang
berkelanjutan di Teluk Kao,
No Atribut Skor Baik Buruk Kriteria penilaian
Aspek Ekologi
1 Tingkat pemanfaatan SDI 0; 1; 2;3 3 0 kelebihan tangkap (0) sedang
(1); maksimum (2); rendah
(3)
2 Ukuran Ikan hasil 0; 1; 2;3 3 0 semakin kecil (0); tetap (1):
tangkapan sedikit lebih kecil (2);
semakin besar (3)
3 Jumlah hasil tangkapan 0; 1; 2;3 3 0 menurun (0) semakin
menurun (1), meningkat (2),
semakin meningkat (3).
4 Keragaman ikan 0; 1; 2;3 3 0 tidak beragam (0); sangat
berkurang (0); berkurang
sedikit (1); tetap (3).
5 Hasil tangkapan 0; 1; 2;3 3 0 sangat banyak > 50%; (0),
samping(by catch) banyak 30-49 % (1); sedang
10 -30% (2); sedikit < 10% (3)
6 Lokasi daerah penangkapa 0; 1; 2;3 3 0 semakin jauh (0); sedikit
5
n lebih jauh (1); tetap (2);
semakin dekat (3)
7 Musim tertutup 3 0 tidak ada (0); ada tapi tidak
(closed season) 0; 1; 2;3 efektif (1); baru berjalan (2);
berjalan dengan baik (3)
8 Kualitas lingkungan 0; 1; 2;3 3 0 sangat rusak (0); baik (1);
sedikit menurun (2); sangat
baik (3).
Aspek Teknologi
1 Selektifitas alat 0; 1; 2;3 3 0 tidak selektif (0); kurang
selektif (1); cukup selektif (2);
sangat selektif (3).
2 Penanganan hasil 0; 1; 2;3 3 0 tidak baik (0); kurang baik
tangkapan (1); cukup baik (2); sangat
baik (3).
3 Ukuran bagan 0; 1; 2 3 0 kecil (0); sedang (1); besar (2)
4 Penggunaan alat bantu 0; 1; 2 3 0 sedikit watt (0); watt
cahaya sedang(1), banyak watt (2)
5 Dampak negatif terhadap 0; 1; 2;3 3 0 berdampak luas (0);
habitat kerusakan kecil (1); merusak
(2); aman (3).
6 Keamanan bagi nelayan 0; 1; 2;3 3 0 kecelakaan fatal (0); cacat
permanen (1); gangguan
kesehatan (2); aman (3).
7 Mengancam ikan yang 0; 1; 2;3 3 0 sering sekali (0); sering (1);
dilindungi kadang kadang (2); tidak
pernah (3)
Aspek Ekonomi
1 Pola pemasaran hasil 0; 1; 2 2 0 konsumen: (0) pedagang (1)
tangkapan perantara; TPI, (0)
2 Pendapatan 0; 1; 2 2 0 rendah (˂ Rp100. 000) (0),
sedang (Rp. 100.000- Rp.
200.000 (1), tinggi (˃ Rp
200.000 (2)
3 Biaya operasional 0; 1; 2 2 0 rendah (˂Rp 150. 000), (0)
penangkapan sedang (Rp. 25.000- Rp.
250.000 (1) tinggi (˃ Rp
350.000) (2)
4 Modal usaha 0; 1; 2 2 0 rendah (˂ Rp. 500.000); (0)
sedang (Rp 500.000-
1.000000). (1) tinggi (˃ Rp.
1.000000), (2)
Aspek Sosial
1 Ketersediaan wadah 0; 1 1 0 tidak ada; (0) ada (1)
kelompok nelayan
2 Pelatihan tenaga kerja 0; 1; 2 2 0 tidak ada; (0) jarang; (1)
sering (2)
3 Pengalaman kerja 0; 1; 2; 3 3 0 tidak berpengalaman; (0) < 2
tahun, (1) 3-5 tahun; > 5 (2)
6
tahun (3)
4 Tingkat pendidikan 0; 1; 2; 3 3 0 tidak tamat SD; (0) tamat SD-
nelayan SMP; (1) tamat SMA; (2)
Diploma-S1 (3)
Aspek Kebijakan
1 Penerapan hukum dan 0; 1 1 0 tidak ada; (0) ada (1)
kebijakan
2 Retribusi usaha dan pajak 0; 1 1 0 tidak ada; (0) ada (1)
perikanan
3 Kemudahan investasi 0; 1; 2 2 0 tidak ada; (0) ada ; (1) ada
tapi dipersulit: (2)
4 Subsidi BBM 0; 1; 2 2 0 tidak ada; (0) jarang; (1)
sering (2)
3. Penyusunan indeks dan status perikanan bagan perahu yang dikaji relatif
keberlanjutan perikanan bagan perahu. terhadap titik acuan yaitu titik baik (good)
Nilai skor dari masing-masing atribut dan titik buruk (bad). Nilai indeks
dianalisis secara multidimensional untuk keberlanjutan setiap aspek dapat dilhat
menentukan satu atau beberapa titik yang pada Tabel 6 2.
mencerminkan posisi keberlanjutan
Tabel 62. Nilai indeks keberlanjutan usaha perikanan tangkap skala kecil
Status Keberlanjutan
Nilai Indeks Kategori
<50 Buruk
50-75 Baik
>75 Sangat baik
Sumber : Budiharsono (2002)
Melalui metode MDS, maka posisi titik indeks keberlanjutan ≥ 50% maka sistem
keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui dikatakan berkelanjutan dan jika nilai indeks
sumbu horizontal dan sumbu vertikal. Proses ≤ 50% berarti tidak berkelanjutan. Ilustrasi
rotasi dilakukan untuk mendapatkan posisi hasil ordinasi nilai indeks berkelanjutan
titik yang dapat divisualisasikan pada sumbu dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai indeks
horizontal dengan nilai indeks keberlanjutan keberlanjutan dapat divisualisasikan dalam
diberi nilai skor 0% (buruk) dan 100% (baik). bentuk diagram layang-layang (kite diagram)
Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai seperti pada Gambar 3.
7
Gambar 3. Ilustrasi indeks keberlanjutan setiap aspek perikanan bagan perahu.
8
Tabel 73. Jenis alat penangkapan ikan di Desa Saramaake dan Desa Akesahu
Jumlah atal tangkap (unit)
No Jenis alat tangkap bagan
Desa Saramaake Desa Akesahu
1 Bagan satu perahu 100 1
2 Bagan dua perahu - 50
3 Bagan rakit - 1
4 Jaring insang 4 30
Jumlah 104 82
3.1. Deskripsi Alat Tangkap Bagan Perahu 1) Perahu bagan
Perahu bagan adalah salah satu sarana
Bagan perahu di Desa Saramaake dan
apung yang digunakan untuk mendukung
Desa Akesahu yang digunakan untuk
menangkap ikan pelagis kecili, dengan kegiatan pengoperasian alat tangkap. Perahu
bantuan cahaya lampu sebagai atraksi yang berfungsi sebagai penyangga bangunan
menggiring ikan yang menjadi target bagan dan tempat semua proses aktivitas
tangkapan kedalam jebakan jaring, bagan penangkapan dilaksanakan, bagan satu
perahu yang memiliki bentuk ukuran yang perahu berbentuk pipih dan lebar dimana
berbeda-beda namun ukuran mesh size jaring bentuk haluan dan buritan yang sama dan
yang sama pada seluruh badan jaring. Jumlah untuk bagan dua perahu adalah posisi kedua
mesh size bagian horizontal lebih sedikit dari perahu bagan dibagian sisi kiri dan sisi
jumlah mesh size pada bagian vertikal. Pada kanan, jenis bahan yang digunakan yaitu lem
bagian atas jaring dilengkapi dengan tali ris dan kayua yang memiliki kualitas bagus.
dan pemberat untuk menjaga kesinambungan
Adapun ukuran bagan satu perahu di Desa
jaring yang diturunkan.
Saramaake dan bagan dua perahu Desa
Akesahu dapat dilihat pada Tabel 8 dam 9.
Tabel. 8. Panjang dan lebar bagan satu perahu
Bagan Satu Perahu ( Saramaake)
No Panjang LOA (m) Lebar B (m) Dalam D (m)
1 18 2,1 2
2 18 2 2
3 18 2 2
4 18 1,7 2
5 18 1,7 2
6 18 2 2
7 18 1,9 2
8 19 2 2,5
9 20 2,2 2
10 20 2,3 2
11 20 2,2 2
12 20 1,9 2
13 20 1,9 2
14 21 2,5 3
15 22 2,3 3
Maxsimu
m 22 2,5 3
Minimum 18 1,7 2
9
Berdasarkan hasil menunjukan bahwa panjang 11 m, lebar 1-1,1 m, dengan jumlah 4
15 unit alat tangkap bagan satu perahu di unit bagan, 12 m, lebar 1,7- 1,8 m, dengan
Desa Saramaake yang memiliki ukuran alat jumlah 8 unit bagan, 13 m, lebar 1,8 m,
tangkap yang terkecil 18 m lebar 1,7 m dan dengan jumlah 2 unit bagan, 14 m, lebar 1,8-
ukuran yang terbesar 22 m dan lebar 2,5 m, 1,9 m, Dengan kedua ukuran alat tangkap
bagan. Sedangkan untuk alat tangkap bagan bagan satu perahu pada Tabel 10 dan ukuran
perahu di Desa Akesahu, Ukuran perahu alat bagan dua perahu pada Tabe 9, jika
tangkap bagan dua perahu yang terkecil dibandingkan dengan ukuran bagan satu
panjang 11 m, lebar 1 m, dan ukuran panjang perahu dan bagan dua perahu yang memiliki
yang lebih besar 14 m, lebar 1,9 m. Ukuran ukuran panjang dan lebar yang lebih besar
dan jumlah unit alat tangkap yang diperoleh yaitu bagan satu berahu.
Tabel.9 . Panjang dan lebar bagan dua perahu
Bagan Dua Perahu ( Akesahu)
Dalam D
Panjang LOA (m) Lebar B (m)
No (m)
1 12 1,8 1
2 11 1,1 1
3 11 1,4 1
4 12 1,7 1
5 12 1,7 1
6 13 1,8 1
7 12 1,9 1
8 12 1,7 1
9 11 1 1
10 12 1,8 1
11 13 1,8 1
12 12 1,2 1
13 14 1,8 1
14 11 1 1
15 12 1,7 1
Maxsimu
m 14 1,9 1
Minimum 11 1 1
2) Rangka bagan penyambung antara perahu, untuk
Rangka bagan satu perahu adalah melakukan kegiatan penangkapan setting dan
bangunan yang merupakan rangkaian kayu hauling, serta meletakan lampu.
dirangkaikan berbentuk rangka di atas 3) Rumah bagan
perahu bagan. Rangka bagan satu perahu Rumah bagan sebagai tempat
yang berukuran panjang 21 m dan lebar 21 penyimpanan peralatan dan instalasi listrik
m. Sedangkan untuk rangka bagan dua maupun untuk penerangan, dan kebutuhan-
perahu berbeda, rangka bagan dua perahu kebutuhan yang di perlukan oleh nelayan
yang dibentang tiga potongan kayu pada selain itu rumah bagan juga dijadikan tempat
tengah-tengah antara kedua perahu di sisi beristirahat bagi nelayan pada saat operasi
kanan dan kiri, yang berukuran panjang 14 penangkapan. Bagan satu perahu memiliki
m, mengikuti ukuran panjang perahu, rumah yang permanen dan berbeda dengan
sedangkan ukuran lebarnya 12 m, untuk bagan dua perahu rumah bagan tidak secara
lebar rangka bagan disesuikan dengan permanen tetapi berupah tenda yang bisa di
keseimbangan ukuran perahu bagan. Fungsi buka pada saat cuaca cerah dan akan di tutup
dari rangka bagan untuk tempat seketika cuaca buruk atau hujan.
10
4) Jaring bagan dua perahu sebanyak 7 buah pemberat
Jaring yang terdapat pada bagan dengan berat 6 sampai 8 kg. Pemberat bagan
perahu di Desa Saramaake dan Desa perahu yang berbeda karena masing-
Akesahu memilki bentuk empat persegi masing ukuran jaring dari kedua jenis alat
panjang, ukuran mesh size yang sama 0,1 inci tangkap.
dan warna jaring yang digunakan oleh 6) Tali-temali
nelayan pada umumnya berwarna hitam. Tali temali yang digunakan pada alat
Namun ukuran panjang dan leber jaring bagan perahu terdiri dari 2 jenis, yaitu: Tali
yang berbeda, ukuran jaring bagan satu penarik jaring adalah tali yang berfungsi
perahu di Desa Saramaaek yang memiliki menurunkan dan menarik jaring keatas
ukuran panjang dan lebar jaring sebesar 21 bagan. Tali jangkar adalah tali yang berfungsi
m, dan kedalam 7 sampai 9 m, sedangkan untuk menahan bagan perahu agar tetap
untuk jaring bagan dua perahu di Desa berada pada posisi daerah penangkapan
Akesahu memiliki ukuran panjang 13 m, yang diingikan oleh nelayan, dan bahan yang
lebar 12, dan kedalam 7,5 m. Bahan jaring digunakan pada setiap jenis tali alat tangkap
yang digunakan bagan satu perahu dan adalah polyethylene.
bagan dua perahu adalah poly propylane.
7) Sumber cahaya
5) Pemberat jaring Cahaya lampu yang digunakan pada
Pemberat jaring yang berfungsi untuk saat operasi penangkapan ikan guna untuk
menenggelamkan bingkai jaring pada memikat ikan-ikan agar berkumpul dalam
kedalaman perairan yang tertentu sesuai bentuk gerombolan pada lingkaran cahaya
dengan daerah pengoperasian alat tangkap, lampu. Alat tangkap bagan perahu di Desa
pemberat terdiri dari pemberat jaring atau Saramaake dan Desa Akesahu yang
pemberat utama dan pemberat bingkai. menggunakan cahaya lampu pada alat
Jumlah pemberat pada bagan satu perahu di tangkap bagan satu dan dua perahu dengan
Desa Saramaake yang di sesuaikan dengan masing-masing kapasitas perbalon (Watt),
ukuran bingkai dan jaring pada setiap alat dan jumlah balon perunit alat tangkap. Dapat
tangkap, pemberat yang digunakan pada dilihat pada Tabel 10 dan 11, Merek mesin
bingkai jaring sebanyak 8 buah dengan berat dan sumber cahaya yang digunakan bagan
masing-masing 8 sampai 11 kg, sedangkan satu perahu dan dua perahu.
untuk bemberat jaring di Desa Akesahu pada
Tabel 10, Sumber cahaya dan merek mesin yang digunakan di Desa Saramaake, bagan
satu perahu
Mesin Listrik Balon Lampu
Kapasitas
N Kapasitas
Merek Kapasitas Mesin Jumlah Balon Lampu/Uni
o Perbalon
Mesin (watt) (unit) t (watt)
(watt)
Ziando
1 m 8.000 84 18 1.512
Ziando
2 m 7.000 200 20 4.000
Ziando
3 m 7.000 200 19 3.800
Ziando
4 m 7.000 170 18 3.060
Ziando
5 m 7.000 150 19 2.850
Ziando
6 m 7.000 100 20 2.000
11
Ziando
Berdasarkan data cahaya lampu yang setiap unit alat tangkap memiliki 70 buah
7 m 7.000 150 20 3.000
digunakan pada alat tangkap bagan satu hingga 2.00 buah. Lampu yang diletakan
Ziando
perahu di Desa Saramaake, sebagian besar pada bagian depan sisi kiri dan kanan bagan,
8 m 8.000 150 25 3.750
menggunakan mesin bermerek Ziandom bagian tengah sisi kiri dan kanan pada
Ziando
dengan banyaknya Watt dari 6.000 sampai bagian yang diikat di bawah rangka, dan
9 m 7.000 200 19 3.800
pada 8.000 Watt, untuk jenis lampu yang bagian tengah. Untuk cahaya lampu bagan
Ziando
digunakan yaitu balon LED 18-30 Watt dua perahu yang di gunakan di Desa
10 m 8.000 70 18 1.260
dengan jumlah balon yang berbeda-beda, Akesahu pada Tabel 11.
Ziando
Tabel.
11 11. Sumber
m cahaya7.000
dan merek mesin120 yang digunakan20 di Desa Akesauhu,
2.400 bagan dua
perahuZiando
12 Mesinm Listrik 8.000 Balon Lampu
150 25 3.750
Kapasitas
N Ziando Kapasitas
Merek Jumlah Balon Kapasitas Lampu/Uni
o13 m Mesin
7.000 108 20 2.160
Mesin (unit) Perbalon (watt) t (watt)
Ziando (watt)
114 Honda
m 3.000
7.000 84 120 2019 1.680
2.280
215 Ziandom
Honda 6.000
4.000 60 83 1830 49.8000
1.080
3 Maxsimum
Ziandom 2.600
8.000 34 200 2430 8.16
49.8000
4 Minimum
Ziandom 2.600
6.000 36 70 2018 7.20
1.260
5 Ziandom 2.600 45 20 9.00
6 Ziandom 2.600 36 18 6.48
7 Ziandom 2.600 80 20 1.600
8 Ziandom 2.600 84 25 2.100
9 Ziandom 2.600 85 20 1.700
10 Ziandom 2.600 95 20 1.900
11 Ziandom 2.600 69 20 1.380
12 Ziandom 2.600 34 20 6.80
13 Ziandom 2.600 60 18 1.080
14 Ziandom 2.600 34 20 6.80
15 Ziandom 2.600 45 20 9.00
Maxsimum 4.000 95 25 2.100
Minimum 2.600 34 18 6.48
Berdasarkan Tabel 11, menunjukan ikan terget tangkapan yang berfototaxis
bahwa cahaya lampu yang digunakan pada positif atau ikan yang memiliki tinggka laku
bagan dua perahu di Desa Akesahu yang terhadap cahaya yang untuk berkumpul di
tidak berbeda jauh dengan penggunaan daerah penangkapan.
cahaya lampu di bagan satu perahu di Desa
3.2. Metode Pengoperasian Bagan Perahu
Saramaake, sebagian besar nelayan
1) Persiapan pengoperasian
menggunakan mesin yang bermerek
Ziandom dengan daya dari 2.600 Watt hingga Sebelum nelayan ke fishing ground,
4000 Watt. Untuk jenis-jenis lampu yang nelayan menyiapkan kebutuhan yang di
digunakan adalah balon LED 18-25 Watt butuhkan pada saat kegiatan melaut.
dengan jumlah balon dari setiap unit alat Adapun bahan-bahan yang disiapkan yaitu:
tangkap yang berbeda-beda, mulai dari 34 BBM (bensin, minyak tanah dan ollih), dan
buah hingga 95 buah. Penempatan lampu perlengkapan lainnya perlu diperhatikan
bagan dua perahu yang di tempatkan pada mesin dan perahu yang digunakan ke fishing
bagian samping kiri dan kanan kedua ground. Setelah seluruh perlengkapan
perahu, bagian tengah, dan sisi kanan dan operasih sudah disiapkan maka perahu siap
kiri, satu lampu untuk lampu kode bagan. ke fishing ground pada pukul 17:00 WIT ada
Lampu yang berfungsi untuk menggiring juga sebagian nelayan ke fishing ground pukur
12
22:00 WIT dengan waktu yang di tempuh ± 1 lampu yang berada di bagian sisi kanan
jam 30 menit, tergantung jarak yang di bagan kemudian nelayan memastikan ikan
tempuh ke masing-masing fishing ground alat atau cumi-cumi suda terkonsentrasi pada
tangkap. Sedangkan untuk nelayan bagan cahaya lampu yang difokuskan maka
dua perahu dari fishing base ke fishing ground nelayan melakukan hauling pada pukul 9
menggunakan alat tangkap secara langsung WIT atau Pukul 4:27 WIT, pengangkatan
pada pukul 16:49 WIT dengan waktu yang d i pemberat satu persatu sampai selesai
tempuh ± 47 menit. kemudian penarikan jaring dilakukan secara
perlahan-lahan sampai pada sudut alat
2) Penurunan jaring bagan
tangkap agar lebih muda pengangkatan hasil
Penurunan jaring dilakukan di Desa
tangkapan. Hasil tangkap diangkat
Saramaake dan Desa Akesahu yang memiliki
menggunakan serok untuk memindahkan
beberapa tahanpan yaitu setelah nelayan tiba
hasil tangkapan ke dalam perahu atau motor
di alat tangkap anak buah bagan 4 orang siap
tempel yang digunakan strasportasi ke alat
dengan tugas masing-masing, dua nelayan
tangkap.
dipenggulung (roler) pengering jaring,
menurunkan jaring dari loler perlahan-lahan 4) Sistem Bagi Hasil
dan kedua nelayan lainnya mengambil ujung
Sistem bagi hasil nelayan bagan perahu
jaring sisi kiri dan kanan kemudian ditarik
di Desa Saramaake dan Desa Akesahu,
perlahan-lahan ke bagian selatan bagan dan
pembagian dilakukan rata-rata hasil
diikatkan ujung jaring sisi kiri dan kanan ke
tangkapan setiap trip penangkapan dibagi 3,
rangka bagan, dilengkapi dengan pemberat
pemilik alat tangkap mendapatkan 2 bagian
yang diikatkan pada bagian-bagian jering
sedangkan nelayan mendapatkan 1 bagian
yang membutuhkan pemberat. Setelah itu
yang nantinya bagian nelayan dibagi dengan
jaring dilekapi pemberat diturunkan dengan
jumlah nelayan dan tenaga penjemur.
tali (roler) perlahan-lahan sampai pada
Adapun bagian pemilik alat tangkap juga
kedalama yang disesuaikan oleh nelayan
disisihkan untuk di berikan kepada juragan
kemudian mesin listrik langsung dinyalakan
laut yang sifatnya tidak wajib dan terkadang
dan lampu tiang bagan keduanya terlebih
pula pemilik alat tangkap memberikan bonus
dahulu dinyalakan lalu dilanjutkan lampu-
kepada para nelayan, pemberian bonus jika
lampu kolom rangka bagan dinyalakan
mendapatkan hasil tangkapan yang banyak
kemudian di diamkan kerang lebih 2 sampai
dan tanda terima kasih atas hasil tangkapan
4 jam disesuaikan dengan ikan target
yang diperoleh, untuk menjaga hubungan
tangkapan. Proses penurunan jaring
baik dengan nelayan.
berlangsung membutuhkan waktu kurang
5) Pemasaran Hasil Tangkapan
lebih 20 menit dan Penurunan jaring untuk
penangkapan ikan teri dilakukan pada pukul Pemasaran hasil tangkapan yang
01:00 WIT, sedangkan untuk penangkapan dilakukan oleh nelayan bagan perahu yaitu
cumi pada pukul 19:00 WIT. ada 2 sistem pemasaran, pemasaran
dilakukan hasil tangkapan yang suda
3) Penarikan jaring bagan
dikeringkan akan dipasarkan langsung
Nelayan sebelum hauling jaring perlu kepada pedagang, dan pemasaran hasil
dilakukan mengurangi atau mematikan tangkapan pada saat didaratkan dipesisir
sebagian cahaya lampu agar ikan atau cumi- yang dibeli langsung oleh masyarakan dan
cumii dapat terkonsentrasi pad cahaya yang tengkulak dengan harga pertakar yang
berada di bagian bawah lampu kurung atau berbeda-beda, untuk ikan teri harga pertakar
catchable area. Pengurangan cahaya pada Rp. 250.000, cumi-cumi dengan harga Rp.
bagian sisi kiri mau pun bagian depan dan 700.000, dan ikan tongkol dengan harga Rp.
belakang, perlakukan dilakukan secara 200.000 dan untuk pemasaran hasil
bertahap agar ikan dan cumi-cumi tidak tangkapan yang sudah dikeringkan, harga
terganggu agar dapat digiring ke cahaya perkilo ikan teri Rp. 30.000 sampai pada Rp.
13
45.000 dan cumi-cumi dengan harga Rp. honda, dan untuk tenaga penggerak mesin
180.000, harga yang berbeda-beda sesuai tipe- dengan kapasitas 15 PK dan 40 PK,
tipe ika
7) Karakteristik Hasil Tangkapan
6) Perahu Penangkapan Ikan (1) Komposis hasil tangkapan
Perahu yang digunakan untuk salah Berdasaran hasil tangkapan yang
satu sarana trasportasi dari fishing baesd ke diperoleh selama penelitian berlangsung, 4
alat tangkap bagan 1 perahu yang suda jenis ikan yang tertangkap dengan alat
berapa pada fishing groun yaitu fiber tangkap bagan diperairan Teluk Kao, dengan
sedangkan untuk bagan 2 perahu jumlah hasil tangkapan sebanyak 158 kg.
menggunakan alat tangkap secara langsung Jumlah hasil tangkapan di Desa Saramaake
ke daerah penangkapan, merek mesin yang sebanyak 77 kg, dan untuk hasil tangkapan
digunakan pada kedua yaitu ziandom dan di Desa Akesahu sebanyak 81 kg. Dapat di
lihat pada Tabel 12 dan Tabel 13.
Tabel 12. Kompasis hasil tangkapan di Desa Saramaake
Jumlah
No Jenis Ikan Nama Latin Komposis %
(Kg)
1 Ikan Teri Stilephorus indicus 52 67,53
Ikan
2 Kembung Rastrelliger brachysoma 4 5,19
3 Ikan Sarden 9 12
4 Cumi Loligo sp 12 16
Nilai rata-rata 77 100
Berdasarkan hasil analisis yang terkonsentrasi di catchable area bagan perahu
diperoleh di Desa Saramaake, komposisi dengan perilaku tersebut menyebabkan
hasil tangkapan yang terbanyak yaitu ikan peluang ikan teri lebih banyak tertangkap
teri sebanyak 52 kg dengan nilai komposisi jika dibandingkan dengan jenis ikan lainnya.
67, 53%, dan cumi-cumi sebanyak 12 kg Menurut Sudirman et al (2011), ikan teri
dengan kamposis 16%, untuk ikan kembung sangat respon terhadap cahaya sehingga
4 kg dengan nilai komposisi 5,19%, ikan terkonsentrasi dibagian permukaan perairan,
sarden sebanyak 9 kg dengan nilai komposisi sedangkan beberapa jenis ikan pelagis
12%, hasil tangkapan ikan teri tertinggi lainnya berada pada kedalaman 20-30 meter.
diperairan sekitaran Desa Saramaake karena Kemudian ketiga jenis ikan lainnya termasuk
ikan teri adalah salah satu ikan target dalam hasil tangkapan sampingan.
tangkapan atau hasil tangkapan utama dan Sedangkan untuk komposisi hasil tangkapan
ikan teri merupakan jenis ikan yang bagan perahu di Desa Akseahu, dapat dilihat
meresponsif terhadap cahaya, sehingga pada Tabel 13.
keterkaitan ikan teri banyaknya
Tabel 13. Komposisi hasil tangkapan di Desa Akesahu
Komposisi hasil tangkapan di Desa tangkapan sebanyak 81 kg, dari 4 jenis hasil
Akesahu, pada Tabel 14, jumlah hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan cumi
14
sebanyak 58 kg dengan nilai komposisi 72%, tingkah laku pada masing-masing jenis ikan.
dan ikan teri sebanyak 11 kg dengan Adapun jenis ikan yang tertarik secara
komposis 14%. untuk hasil tangkapan langsung terhadap sinar atau sering disebut
lainnya yaitu ikan kembung sebanyak 5 kg sebagai ikan berfototaktis positif, yang
dengan komposis 6,17% dan ikan sarden disukai sekitaran area penangkapan yang
sebanyak 7 kg dengan nilai komposisi 9%. terang, dan ada jenis ikan yang tidak
Hasil tangkapan cumi yang tertinggi di menyukai cahaya lampu dan kehadiran ikan
perairan Desa Akesahu dengan alat tangkap pada area penangkapan yang disebabkan
bagan dua perahu dikarena cumi adalah oleh kehadiran mangsanya pada daerah
salah satu hasil tangkapan yang menjadi penangkapan.
target utama nelayan pada saat Adapun hasil tangkapan yang
penangkapan, cumi-cumi merupakan tertangkap dengan alat tangkap bagan
organisme predator yang aktif untuk perahu dipengaruh oleh dua faktor, pertama
menjadikan ikan-ikan kecil sebagai sumber ikan tertangkap pada bagan perahu
makan. penangkapan cumi-cumi disebabkan ikan tertarik pada cahaya
mengandalkan indera penglihatan berupa (fototaksis positif). Kedau adanya rangsangan
rangsangan cahaya agar cumi-cumi ingin mencari makan (predator). Menurut
mendekati alat tangkap (Tirtana et al, 2020). Puspito (2012), intensitas cahaya yang tinggi
Kadir et al. (2020), menyatakan bahwa cumi- lebih cepat merangsang respon untuk
cumi yang datang untuk berburu makanan mendekat diperairan bawah bagan. Selain itu
lebih terfokus pada perairan yang berada di penggunaan kapasitas dan jumlah balon
dalam kerangka jaring dan mendapatkan lampu yang digunakan dalam jumlah yang
ruang yang cukup luas untuk berburu banyak dan waktu pengoperasian bagan
makanan, selain itu, Simbolon et al, (2010). perahu di Desa Saramaake dan Desa
Kelimpahan fitoplankton yang tinggi di Akesahu yang dilaksanakan pegaruhi oleh
suatu perairan terjadi pada saat bulan terang, jenis hasil tangkapan.
untuk itu cumi yang menjadi target utama (2) Produksi bulanan bagan perahu
penangkapan bagan dua perahu di Desa Sumberdaya ikan pelagis kecil
Akesahu yang dilakukan pada saat bulan menentukan ketersediaan stok produksi
terang adapun pengetahuan nelayan turun untuk perikanan tangkap setempat. Terdapat
temurun diperkiraan terjadinya bulan terang faktor internal adalah proses biologi dan
terdapat pada pertangahan bulan dunia. ekologi, sedangkan faktor eksternal dapat
Untuk ikan teri di Desa Akesahu mempunyai diidentifikasi melalui upaya penangkapan
hasil tangkapan sedikit jika dibandingkan dan kondisi oseanografi terhadap produksi
dengan hasil tangkapan ikan teri di Desa ikan (Nelwan et al., 2015). Hasil penenlitian
Saramaake dengan alat tangkap bagan satu menunjukan bahwa produksi hasil
perahu karena ikan teri menjadi target tangkapan bagan perahu di Desa Saramaake
tangkapan utama. Menurut Usman & Brown dan Desa Akesahu pada tahun 2022 yang
(2006), perbedaan hasil tangkapan menurut memiliki nilai produksi perbulanan dapat
spesiesnya disebabkan oleh perbedaan dilihat pada Gambar 4
Produksi bulanan
300000
250000
(kg)
200000
150000
100000 Saramaake
Akesahu
50000
0
Bulan
.
15
Gambar 4. Produksi hasil tangkapan di Desa Saramaake dan Akesahu
16
Tabel 14. Produktivitas pertrip bagan perahu di Desa Saramaake
Produksi
Jumlah Produktivitas
No (1 takar = 40 kg)
trip/bulan (kg/trip)
takar/trip kg/bln
1 20 13 10.400 520
2 25 10 10.000 400
3 25 12 12.000 480
4 27 10 10.800 400
5 25 20 20.000 800
6 25 19 19.000 760
7 25 11 11.000 440
8 25 12 12.000 480
9 26 10 10.400 400
10 20 10 8.000 400
11 25 11 11.000 440
12 28 10 11.200 400
13 25 11 11.000 440
14 25 20 20.000 800
15 27 12 12.960 480
Maxsimu
28 20 20.000 800
m
Minimum 20 10 8.000 400
Rata-rata 25 13 12.651 509
Berdasarkan hasil analisis data terbanyak terdapat pada 19, dan 20 takar
produktivitas alat tangkap bagan perahu di (19.000-20.000 kg) pertrip dengan nilai
Desa Saramaake yang diperoleh nilai produktivitas 790 kg hingga mencapai pada
produktivitas hasil tangkapan terendah 800 kg. Sedangkan untuk hasil tangkapan
sebanyak 10, 11, 12, 13 takar (11.000-12.651 dan nilai produktivitas bagan perahu di Desa
kg/trip) pertrip dengan nilai produktivitas Akesahu dapat dilihat pada Tabel 15. Sebagai
440 kg, hingga mencapai 509 kg, untuk hasil berikut.
tangkapan dan nilai produktivitas yang
Tabel 15. Produktivitas pertrip bagan perahu di Desa Akesahu
Produksi
Jumlah Produktivitas
No (1 takar = 40 kg)
trip/bulan (kg/trip)
takar/trip kg/bln
1 15 4 2.400 160
2 15 9 5.400 360
3 20 11 8.800 440
4 20 10 8.000 400
5 20 14 11.200 560
6 20 13 10.400 520
7 15 11 6.600 440
8 15 12 7.200 480
9 15 11 6.600 440
10 20 10 8.000 400
17
11 15 8 4.800 320
12 15 10 6.000 400
13 17 12 8.160 480
14 18 10 7.200 400
15 16 10 6.400 400
Maxsimum 20 14 11.200 560
Minimum 15 4 2.400 160
Rata-rata 17 10 7.144 413
40
Other Distingishing Features
20
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
Ekologi
40
20
Features
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
20
Atribut
Mengancam ikan yang dilindungi 4,01
Keamanan bagi nelayan 4,5
Dampak negatif terhadap habitat 4,5
Penggunaan alat bantu cahaya 3,1
Ukuran bagan 6,3
Penanganan di bagan 3,0
Selektifitas 3,2
Teknologi
Gambar 8. Sensitifitas atribut dalam dimensi ekologi yang mempengaruhi pengembangan
perikanan bagan perahu yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square
(RMS).
30
20
10
0
-10 0 20 40 60 80 100 120
-20
-30
-40 Boat Lift-Net Saramaake
Boat Lift-Net Akesahu
-50
Ekonomi
Gambar 9. Indeks dan keberlanjutan dimensi ekonomi usaha perikanan bagan perahu.
21
Berdasarkan hasil analisis menunjukan menunjukan bahwa atribut biaya operasional
bahwa nilai indiks keberlanjutan dimensi penangkapan dan pola pemasaran hasil
ekonomi perikanan bagan perahu dengan tangkapan. Kedua atribut ini sebagai atribut
status berkelanjutan (baik), dalam setiap pengungkit atau berpengaruh dalam status
stakeholder ditentukan di dalamnya. Namun keberlanjutan dimensi ekonomi. Adapun
nilai indeks status keberlanjutan kedua lokasi kedua atribut tersebut diharapkan perlu
ini berbeda, kerena atribut yang sangat ditingkatkan sebagai penggerak utama dalam
berpengaruh dalam dimensi ekonomi yaitu peningkatan pendapatan masyarakat dan
atribut modal usaha dan biaya operasih, kemampuan melaksanakan usaha perikanan
nelayan Desa Akesahu menggunakan bagan tangkapa bagan perahu di Desa Saramaake
perahu yang berukuran kecil sehingga dan Akesahu. Dahuri (2001) menyatakan
memiliki biaya operasih yang kecil, bahwa, secara sosial ekonomi, pembangunan
sedangkan di Desa Saramaake yang memiliki berkelanjutan mensyaratkan bahwa manfaat
nilai indeks status keberlanjutan kecil, karena (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan
nelayan menggunakan alat tangkap yang penggunaan suatu wilayah pesisir serta
berukuran besar singga biaya operasi juga sumberdaya alam yang harus diprioritaskan
cukup besar dan pola pemasaran hasil untuk meningkatkan kesejahteraan
tangkapan tidak sesuai. penduduk sekitar kegiatan tersebut, terutama
Atribut yang dapat dijadikan sebagai masyarakat yang ekonomi lemah, guna
faktor pengungkit (faktor sensitif) dalam menjamin kelangsungan pertumbuhan
peningkatan keberlanjutan usaha perikanan ekonomi sendiri dan pengembangan
bagan perahu pada dimensi ekonomi, ekonomi wilayah itu sendiri.
berdasarkan hasil analisis leverage
Pendapatan 7,01
Ekonomi
Gambar 10. Sensitifitas atribut dalam dimensi ekonomi yang mempengaruhi usaha
perikanan bagan perahu yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square
(RMS).
Upaya keberlanjutan perikanan bagan eksploitasi atau pola pemasaran sumberdaya
perahu di Desa Saramaake dan Desa yang ada, apabila pemasaran yang dihasilkan
Akesahu, masih sangan membutuhkan besar akan cenderung terbesar biasannya
kemudahan modal, dan meningkatkan pola yang diperoleh pada produk lokal, tetapi
pemasaran hasil tangkapan terhadap status pasar yang besar akan mendorong eksploitasi
keberlanjutan, adapun pola pemasaran yang besar-besaran, maka dari itu perlu adanya
dilakukan oleh nelayan saat ini masih secara bekerja sama pemerintah daerah dan
mandiri, belum ada keterlibatan dari pihak masyarakat nelayan untuk meningkatkan
pemerintah setempat melakukan kebijakan pola pemasaran daerah besar-besaran
pemasaran, untuk itu pemerintah setempat sehingga akan meningkatkan dan
perlu adanya kebijakan guna memudahkan mempetahankan status keberlanjutan secara
nelayan melalukan pemasaran dan ekologi (Susilo, 2003; Rumagia et al., 2023).
meningkatkan pendapatan ekonomi nelayan pada Atribut dimensi ekonomi
maupun daerah. Kegiatan yang berkaitan mencerminkan bagaimana kegiatan
dengan perekonomian akan mengandalkan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan di
22
Desa Saramaake dan Desa Akesahu operasional penangkapan, pendapatan usaha
berdampak secara ekonomis terhadap perikanan bagan perahu berstatus
keberlanjutan kegiatan tersebut, yang pada berkelanjutan.
akhirnya akan berdampak pada 4) Indeks dan keberlanjutan dimensi sosial
keberlanjutan secara ekologis. Suatu Kegiatan Analisis status keberlanjutan dengan
yang akan menimbulkan kerugian secara menggunakan RAPFISH (MDS) terhadap
ekonomi tentu akan tidak keberlanjutan, empat atribut dimensi sosial diperoleh nilai
sehingga akan merusak potensi sumberdaya indeks keberlanjutan perikanan bagan
dan lingkungan, maka dapat mengancam perahu di Desa Saramaake sebesar 38,2%
status keberlanjutan ekologi. Untuk kedua dengan status tidak berkelanjutan (buruk)
Sementra itu, untuk dua atribut dimensi dan untuk Desa Akesahu memiliki nilai
ekonomi yang lainnya dapat dikatakan status indeks sebesar 24,2%, dengan status tidak
berkelanjutan, jikalao yakni atribut berkelanjutan (skor antara 26-50/ buruk),
kemudahan modal dan pola pemasaran sebagaimana disajikan pada Gambar 11.
dikembangakan maka atribut biaya
40
Other Distingishing
30
20
Features
10
0
-10 0 20 40 60 80 100 120
-20
-30
Boat Lift-Net Saramaake
-40 Boat Lift-Net Akesahu
-50
Sosial
Gambar 11. Indeks dan keberlanjutan dimensi sosial perikanan bagan perahu.
Sosial
Gambar 12. Sensitifitas atrinbut dalam dimensi sosial yang mempengaruhi
pengembangan perikanan bagan perahu yang dinyatakan dalam bentuk nilai
root mean square (RMS).
30
20
Features
10
0
-10 0 20 40 60 80 100 120
-20
Boat Lift-Net Saramaake
-30
Boat Lift-Net Akesahu
-40
Kebijakan
Gambar 13. Indeks dan keberlanjutan dimensi kebijakan perikanan bagan perahu.
Kebijakan
Gambar 14. Sensitifitas atribut dalam dimensi kebijakan yang mempengaruhi perikanan
bagan perahu yang dinyatakan dalam bentuk nilai root mean square (RMS).
Berdasarkan hasil analisis LEVERAGE kedua atribut ini patut diperhatikan dan
terhadap dimensi kebijakan, dua atribut dipertimbangkan yang lebih serius, dan
utama yang memiliki daya ungkit tinggi untuk dua atribut lainnya juga patut
adalah atribut retribusi usaha dan pajak diperhatikan karena menjadi faktor utama
perikanan dengan nilai 21,19 dan atribut dalam pengelolaan dan pengembangan
kemudahan investasi dengan nilai 12,42. Hal perikanan bagan perahu yang berkelanjutan
ini berarti bahwa dalam upaya meningkatkan yaitu atribut penerapan hukum dan
status keberlanjutan pada dimensi kebijakan,
25
kebijakan dengan nilai 8,08 dan atribut pengembangan perikanan tangkap.
subsidi BBM dengan nilai 7,72. Penerapan kebijakan yang baik akan
Retribusi usaha dan pajak perikanan berdampak pada keberlanjutan sistem
perlu diterapkan oleh pemerintah daerah pengembangan dan pengusahaan perikanan t
setempat untuk perikanan bagan perahu di angkap, sehingga kebijakan ini sepatuhya
Desa Saramaake dan Desa Akesahu karena pemerintah daerah
sampai saat ini belum ada penerapan setempat terus memperhatikan kesejahteraan
kebijakan retribusi usaha dan pajak nelayan, termasuk dalam aspek-aspek
perikanan, adapun atribut kemudahan kebijakan perikanan tangkap yang dapat
investesi masih memberikan kontribusih meningkatkan kemampuan usaha nelayan
buruk, karena peran pemerintah masih dalam pengembangan sumberdaya
sangat minim pada kemudahan investasi perikanan bagan perahu, agar tetap
yang dibutuhkan para pelaku usaha sehingga berkelanjutan, untuk itu perlu adannya
perlu adanya kemudahan investasi untuk peraturan dari instansi atau lembaga-
mendorong peningkatan usaha perikanan lembaga yang berkaitan dengan pengelolaan
tangkap terkhususnya pada perikanan bagan dan pemanfaatan dalam kegiatan perikanan
perahu. Dan untuk penerapan hukum dan bagan perahu di Desa Saramaake dan Desa
kebijakan disertai dengan atribut subsidi Akesahu, harus mendapatkan perhatian yang
BBM, pada umumnya terdistribusi subsidi serius, sehingga stakehilder dapat ditegaskan
BBM yang terdistribusi di Kabupaten Kota dalam kepentingan bersama yang lebih
dan tidak tersalurkan di Desa terpencil bermanfaat lagi, untuk pemerintah dan
terkhususnya di Desa Saramaake dan Desa masyarakat, dalam kaidah-kaidah
Akesahu. Menurut Besweni (2009) pengelolaan sumberdaya perikanan dan
menunjukan bahwa penggunaan BBM untuk lingkunangan yang berkelanjutan.
penangkapan ikan menjadi sensitif dimensi 6) Indeks dan keberlanjutan multidimensi
teknologi, karena biaya operasional Analisis RAPFISH (MDS), untuk
pengkapan ikan. Hal ini sesuai dengan multidimensi status keberlanjutan perikanan
kondis lapangan hendaknya mengonsumsi bagan perahu di Desa Saramaake dan Desa
bahan bakar minyak yang banyak pada Akesahu, berdasarkan kondisi di lokasi,
perikanan bagan perahu karena mempunya atribut-atribut yang sensitif berpengaruh
daerah operasi penangkapan relatif jauh. pada nilai indeks keberlanjutan dimensi
maka sangat memerlukan sebuah kebijakan ekologi, teknologi, ekonomi, sosial, dan
pada masalah supsidi BBM tersebut. kebijakan, agar dapat ditingkatkan nilai
Penggunaan BBM yang rendah dengan biaya indeks kedepannya terus meningkat yang
yang terjangkau dan bantuan supsidi BBM lebih baik. Akan tetapi nilai indeks
nelayan terdistribusi secara adil. Maka keberlanjutan dari kelima dimensi yang perlu
pengembangan usaha perikanan bagan diperbaiki, nilai indeks keberlanjutan
perahu yang berkelanjutan di Desa dimensi keseluruhan perlu ditingkatkan
Saramaake dan Desa Akeshu sehingga statusnya cukup berkelanjutan
Penerapan hukum dan kembijakan menjadi berkelanjutan. Adapun nilai indeks
dalam keberlanjutan perikanan bagan perahu multidimensi keberlanjutan perikanan bagan
di Desa Saramaake dan Desa Akesahu dapat perahu di Teluk Kao Desa Saramaake dan
diharapkan untuk mendorong terbentuknya Desa Akesahu dapat di lihat pada Gambar
tata kelola yang baik dalam pemanfaatan dan 15.
26
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
Boat Lift-Net Saramaake
Kemudahan investasi
Pengalaman kerja
Penanganan di bagan
Kualitas lingkungan
Daerah konservasi
Multidimensi
Gambar 16. Peran masing-masing atribut multidimensi yang dinyatakan dalam bentuk
nilai root mean square (RMS) dalam pengembangan perikanan bagan perahu.
Berdasarkan pada hasil analisis 0,95, dengan demikian alat tangkap yang
RAPFISH yang menunjukan bahwa atribut digunakan pada kedua lokasih saat ini selalu
yang dibahas pada penelitian ini dalam memiliki perubahan-perubahan, yang sudah
status keberlanjutan pada kegiatan perikanan dijelaskan 90-95% dapat dilihat pada Tabel
tangkap bagan perahu di kedua lokasih yang 16. Hasil analisis cukup memadai apabila
cukup baik, kondisi ini terlihat dari nilai nilai stress lebih kecil dari 0,25 (25%) dan
stress diperoleh dari hasil analisis data yang nilai R² mendekati nilai 1.0 (Pitcher &
berkisaran antara 12-16%, dengan nilai Preikshot, 2001; Fauzi & Anna, 2002;
2
koefisien determinasi (R ) dari kisaran 0,90- Kavanagh & Pitcher, 2004).
Tabel 16. Hasil analisis RAP-MDS untuk nilai stress dan koefisien determinasi (R²)
Dimensi Keberlanjutan
Parameter Kebijaka Multi-Dimensi/
Ekologi Teknologi Ekonomi Sosial
n Gabungan
30
upayakanpercepatan-pembangunan- Puspito, G. 2012. Pengaruh pemusatan
industriperikanan-nasional. cahaya terhadap evektivitas bagan.
Kwak, S.N. and D.W. Klumpp. 2004. Jurnal Saintek Perikanan. 7 (2): 5-9.
Temporal variation in .pecies Rumagia, F., Mennofatria, B., Kurnia, R. and
compo.ition and abundance of rlJh and Kamal, M. M. (2023). Sustainability
decapods of a tropical seagrabed in development index of reef fisheries in
Cockle Bay, North QUeetlJland, Indonesia: A case study of reef fisheries
AUltralia. Aquattc Botany, 78: lJ9~134. at Ternate Island, North Maluku
Naim, M. 2022. Perbandingan Produktivitas Province. J. Omni-Akuatika, 19 (1): 15–
Bagan Satu Perahu Dan Bagan Dua 26.
Perahu Di Desa Bobaneigo Halmahera Sachoemar, S.1.,T. Yanagi and RS. Aliab.
Barat. Skripsi. Program Studi 2012. Variability of sea surface
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, chlorophyll-a, temperature and fish
Fakultas Perikanan dan Kelautan, catch within Indonesian region
Universitas Khairun Ternate revealed by satellite data. Marine
Nikijuluw, V.P.H. 2001. Populasi dan Sosial Resarch in Indonesia (tulis nama
Ekonomi Masyarakat Pesisir serta jurnal, volume dan nomor terbitan,
Strategi Pemberdayaan Mereka dalam serta halamannya)
Konteks Pengelolaan Sumberdaya Simbolon D, Sondita FA, Amiruddin. 2010.
Pesisir Secara Terpadu. Makalah pada Komposisi Isi Saluran Pencernaan Ikan
Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Teri (Stolephorus spp.)di Perairan
Bogor: Proyek Pesisir, PKSPL, IPB. Barru, Selat Makassar Jurnal Ilmu
Bogor Kelautan. UNDIP. xv (1): 7-16
Noviyanti, R. (2017). Pengembangan Saputra et al (tulis lengkap nama
Kapasitas Nelayan Menuju Perikanan penulisnya). 2011. Produktivitas dan
Tangkap Berkelanjutan, Jurnal Kelayakan Usaha Bagan Perahu di
Perikanan, 117-140 Pelabuhan Perikanan Nusantara
Nurhaeda, Malik, A.A, Suherman. 2019. Kwandang Kabupaten Gorontalo utara.
Pengelolaan Penangkapan Ikan Cakalang Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik
di Selat Makassar. UMPAR Press Penangkapan Ikan. SV. Rineka Cipta.
Nurlindah A, Kurnia M, Nelwan AFP. 2017. Jakarta.
Perbedaan Produksi Bagan Perahu Suryana, A, Wiryawan B, Monintja D.R.,
Berdasarkan Periode Bulan di Perairan Wiyono E.S, 2012. Analisis
Kabupaten Barru. Jurnal Ipteks PSP, 4 : Keberlanjutan Rapfish Dalam
120 -127 Pengelolaan Sumber Daya, Ikan Kakap
Pitcher, T.J., Lam, M.E., Ainsworth, C., Merah (Lutjanus Sp.) Di Perairan
Martindale, A., Nakamura, K., Perry, Tanjungpandan. Jurnal Buletin PSP,
R.I., Ward, T. 2013. Improvements to 20(1) : 45-59.
Rapfish: a rapid evaluation technique Taeran, I., Abdullah, R.M., dan Harahap, Z.A.
for fisheries integrating ecological and 2022. Produktivitas Alat Tangkap
human dimensions. Journal of Fish Pancing Ulur berdasarkan Tipe Umpan
Biology, 83, 865–889 yang Beroperasi di Perairan Halmahera
Pitcher, T.J., Preikshot, D. 2001. RAPFISH: a Barat. Jurnal Agribisnis Perikanan, 2: 613-
Rapid Appraisal Technique to Evaluate 620
the Sustainability Status of Fisheries. Tesfamichael, D., Pitcher, T.J. 2006.
Fisheries Research, 49:255-270. Multidisciplinary evaluation of the
Priyanto. 2010. Buku Saku Analisis Statistika sustainability of Red Sea fisheries using
Data SPSS. Yogyakarta: Mediakom. Rapfish. Fisheries Research, 78:227–235.
10.1016/j.fishres.2006.01.005
31
Tinungki, G.M. 2005. Evaluasi model
produksi dalam menduga hasil
tangkapan maksimum lestari untuk
menunjang kebijakan pengelolaan
perikanan lemuru di Selat Bali.
[Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Tirtana D, Riyanto M, Wisudo SH, Susanto A.
2020. Respons Tingkah Laku Cumi-
Cumi (Uroteuthis duvaucelli, Orbigny
1835) Terhadap Warna Dan Intensitas
Cahaya Yang Berbeda. Saintek
Perikanan: Indonesian Journal of
Fisheries Science and Technology, 16 (2):
90-96.
Usman & Brown A. (2006). Hubungan Hasil
Tangkapan Bagan Apung dengan
Kondisi Lingkungan pada Senja dan
Tengah malam di Perairan Sungai
Pisang Sumatera Barat. Jurnal Perikanan
dan Kelautan, 11 (1): 63 64.
Van Hoof, L. 2015. Fisheries management, the
ecosystem approach, regionalisation
and the elephants in the room. Marine
Policy 60: 20–26.
WCED (Word Commision on Enviroment
and Development). 1987. Our Common
Future. Oxford: Oxford University
Press.
Yusuf S A. 1992. Beberapa Catatan Tentang
Ikan Umpan dan Lingkungannya di
Teluk Ambon Lonowarta: Hal. 45-52.
32