You are on page 1of 12

Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar

di Kecamatan Baraka

Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru


Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka
Digitalization and Education Inequality: A Case Study Towards
Elementary School Teachers in Baraka District
doi: 10.24832/jpnk.v7i1.2509

Anita, Siti Irene Astuti


Universitas Negeri Yogyakarta - Indonesia
E-mail: anita.2020@student.uny.ac.id

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Abstract: Digitalization is one of the Indonesian government’s efforts to
Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022 equalize access to education and reduce the problem of the digital divide
in the context of education. This article aims to explore the extent to
ISSN-p: 2460-8300
which digitalization policies help teachers in elementary schools in Baraka
ISSN-e: 2528-4339
sub-district, Enrekang district, South Sulawesi to improve access and
quality of education and overcome their digital lag. The method used in
Naskah diterima: 03 Maret 2022 this research was qualitative with a case study approach. The respondents
Naskah disetujui: 22 April 2022 of this study were 13 teachers from 4 elementary schools, 1 principal,
Terbit: 30 Juni 2022 and 1 primary school supervisor. Data were collected through in-depth
interviews and documentation. The results of this study indicate that
there are two aspects of the education digitalization policy that directly
affect the respondents. The first is the digitalization of education policy
communications. In this aspect, teachers experience accelerated access
to information about policies and educational information in general.
Teachers better understand national education policies and are able to
follow direct directions from the center government through available
information channels. In the second aspect, namely the digitalization of
the teaching and learning process, teachers have not utilized the provided
digital facilities provided to maximize the learning process despite their
awareness that the government provides these facilities.

Keywords: school digitalization, elementary teacher, digital learning gap,


educational inequality

Abstrak: Digitalisasi pendidikan pada dasarnya merupakan upaya


pemerintah untuk pemerataan akses pendidikan dan mengurangi masalah
kesenjangan digital dalam dunia pendidikan. Artikel ini bertujuan
mengidentifikasi aspek kebijakan digitalisasi pendidikan yang diterapkan
pada sekolah dasar di Kecamatan Baraka dan menganalisis sejauh mana
kebijakan digitalisasi membantu guru sekolah dasar untuk meningkatkan
akses pendidikan serta mengejar ketertinggalan digital. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Responden penelitian ini adalah 13 guru dari 4 sekolah dasar, 1
kepala sekolah, dan 1 pengawas sekolah dasar. Data dikumpulkan melalui
wawancara mendalam terhadap mereka dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat dua aspek kebijakan digitalisasi pendidikan
yang dirasakan secara langsung oleh guru-guru sekolah dasar di

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022 1


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

Kecamatan Baraka. Pertama, digitalisasi komunikasi kebijakan pendidikan dan


kedua, digitalisasi pembelajaran. Pada aspek pertama, para guru mengalami
akselerasi akses pada kebijakan-kebijakan pendidikan. Para guru dapat lebih
memahami kebijakan pendidikan nasional dan bisa mengikuti arahan langsung
dari Pemerintah Pusat melalui kanal informasi yang tersedia. Namun pada aspek
kedua, para guru belum menunjukkan kesiapan digital yang memadai. Mereka
belum memanfaatkan berbagai perangkat lunak yang diberikan untuk
memaksimalkan pembelajaran, seperti Rumah Belajar dan Canva, meskipun
mereka telah mengetahui tentang fasilitas-fasilitas tersebut.

Kata kunci: digitalisasi pendidikan, guru sekolah dasar, kesenjangan digital,


ketimpangan pendidikan

PENDAHULUAN beraki bat l ang sung pa da ketim pangan


Pendidikan pada dasarnya adalah hak semua pendidikan. Dengan lebih luas, Hidayat (2017)
anak bangsa tanpa terkecuali. Namun, berbagai mengurai faktor-faktor yang menimbulkan
data menunjukkan bahwa masih terjadi ketimpangan seperti rendahnya kualitas sarana
ketimpangan pendidikan di Indonesia. Salah satu sekolah, rendahnya kualitas guru, faktor
data yang dapat mengindikasikan ketimpangan infrastruktur, jumlah dan kualitas buku
ini adalah sebaran jumlah buta huruf. Hal itu (referensi), mahalnya biaya pendidikan, serta
karena melek huruf merupakan indikasi kuat adanya pengelompokan sekolah berdasarkan
efektifnya pendidikan formal di suatu tempat standardisasi nasional maupun internasional.
(Simbolon, Yatussa’ada, & Wanto, 2018). Ketimpangan pendidikan nasional juga
Dengan demikian, jumlah buta huruf menun- memiliki korelasi erat dengan kesenjangan
jukkan belum meratanya akses sekaligus mutu digital. Data yang dikumpulkan oleh badan riset
pendidikan. Jumlah buta huruf terbesar di negeri SMERU Indonesia mencatat bahwa hingga 2019,
ini ada pada kawasan timur Indonesia, yaitu lebih dari 50% penduduk perkotaan telah
Provinsi Papua (36,31%), Nusa Tenggara Barat mengakses internet. Angka ini lebih besar
(16,48%), dan Sulawesi Barat (10,33%). dibandingkan dengan pengguna internet di
Sementara provinsi di Indonesia Timur lain juga perdesaan yang hanya sekitar 30%. Muhajir
memiliki persentase buta huruf di atas 5%, yaitu (2020) menyatakan bahwa keadaan pandemi
Nusa Tenggara Timur (10,13%), Gorontalo semakin menunjukkan kesenjangan digital
(5,05%), Sulawesi Tenggara (6,76%) dan Papua ( digital divide) yang makin lebar di masyarakat.
Barat (7,35%) (Fitri & Kustanti, 2020). Kesenjangan tersebut akhirnya menghasilkan
Berbagai riset telah dilakukan untuk ketimpangan pendidikan itu sendiri. Dengan
mengidentifikasi penyebab ketimpangan pembelajaran daring, siswa miskin dan yang
pendidikan di Indonesia. Salah satu variabel tinggal di daerah pedalaman serta terluar sulit
penyebabnya adalah disparitas pengeluaran mengakses pembelajaran karena ketiadaan
pemerintah daerah bersama dengan penge- sarana TIK dan kesulitan mendapatkan sinyal
luaran belanja rumah tangga untuk pendidikan internet.
(Suratman, Soesatyo, & Soejoto, 2014). Variabel Dari permasalahan di atas, salah satu jalan
ini juga dipengaruhi oleh keadaan ekonomi yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi
daerah serta lebih khusus lagi pada kondisi masalah ketimpangan ini adalah dengan
ekonomi setiap keluarga. Seperti diungkapkan menggalakkan kebijakan digitalisasi pendidikan.
oleh Azzizah (2015), disparitas ekonomi ini Secara kebahasaan, digitalisasi berarti proses

2 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

pemberian atau pemakaian sistem digital (BPPBI, stage). Selain itu, media efektif yang dapat
2016). Proses digitalisasi terjadi seiring dengan digunakan mencakup internet atau melalui
semakin pesatnya perkembangan teknologi. sarana digital (Adima, 2021). Dari perspektif ini,
Revolusi Industri 4.0 dan pengembangan kebijakan digitalisasi pendidikan dengan
Masyarakat 5.0 menunjukkan bahwa semua komunikasi kebijakan digital merupakan sesuatu
aspek kehidupan, tak terkecuali pendidikan, ikut yang penting untuk dilakukan.
mengalami arus digitalisasi (Suryadi, Darmawan, Komunikasi kebijakan pendidikan dengan
Rahadian, Wahyudin, & Riyana, 2022). Dalam sarana digital seperti ini memiliki kelebihan dan
konteks pendidikan, digitalisasi dimaknai sebagai kekurangan. Kelebihannya adalah akan menjadi
upaya mengubah berbagai aspek dan proses lebih efektif dan dapat terjadi komunikasi dua
pendidikan ke dalam berbagai jenis bentuk digital arah. Dari sisi lain, hal ini justru bisa memperluas
untuk mencapai tujuan pendidikan (Saputra, ketimpangan jika masih ada segmen tertentu
Kholil, Selegi, Setia, Sinaga, & Farisi, 2021). dari para guru yang belum memiliki akses kepada
Menurut Hasan, Harahap, & Inanna (2021) informasi-informasi kebijakan yang disajikan
aspek yang perlu diperhatikan untuk mencapai secara daring. Jika ini terjadi, ketimpangan akan
tujuan pendidikan mencakup aspek pengelolaan semakin meluas. Hal inilah yang dikhawatirkan
serta kegiatan belajar mengajar. Oleh karena oleh para teoretikus tentang kesenjangan digital
itu, penelitian ini berupaya mengidentifikasi yang menganut pendekatan difusi. Menurut
kebijakan digitalisasi pendidikan pada kedua mereka, kesenjangan digital akan semakin
aspek tersebut. memperburuk ketimpangan yang sudah ada di
Pada aspek pertama, salah satu bentuk masyarakat (Fuady, 2019). Meskipun demikian,
digitalisasi pendidikan yang dilakukan oleh kebijakan yang inklusif dianggap dapat menjadi
Kemendikbudristek adalah digitalisasi komunikasi solusi bagi masalah kesenjangan digital ini
kebijakan pendidikan. Kemendikbudristek secara (Usman, 2021).
aktif menyampaikan kebijakannya melalui media Selain pada aspek komunikasi pendidikan,
komunikasi dalam jaringan sehingga lebih efektif salah satu bagian penting dari kebijakan
dan efisien dari segi waktu (Hermawansyah, digitalisasi pendidikan adalah pada aspek kegi-
2021). Menurut Suryana (2021), selama ini salah atan pendidikan. Pada aspek ini, Kemendikbud-
satu masalah pendidikan di Indonesia adalah ristek meluncurkan beberapa inovasi untuk
komunikasi kebijakan yang dinilai tidak efektif. mendukung proses digitalisasi. Salah satu yang
Jalur komunikasi kebijakan yang tidak efektif terpenting adalah pembuatan Rumah Belajar.
berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dan Rumah Belajar adalah portal pembelajaran yang
dengan demikian merupakan faktor yang dapat menyediakan bahan belajar serta fasilitas
melanggengkan ketimpangan. Bahkan dise- komunikasi yang mendukung interaksi antar-
butkan bahwa komunikasi efektif adalah salah komunitas. Rumah Belajar hadir sebagai bentuk
satu pilar penting untuk mendukung pem- inovasi pembelajaran yang dapat dimanfaatkan
bangunan berkelanjutan (Ott, Wang, & Bortree, oleh siswa dan guru berbagai jenjang pendidikan
2016). (Kemendikbud, 2011).
Komunikasi kebijakan pendidikan menjadi Kebijakan digitalisasi ini berlaku secara
bagian penting dalam digitalisasi pendidikan. nasional, tak terkecuali di Kecamatan Baraka,
Dalam komunikasi kebijakan pendidikan terdapat Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan.
beberapa tahap yang harus diperhatikan yakni, Wilayah Baraka tergolong dalam area terpencil
tahap persiapan (preparatory stage), tahap yang berjarak lebih dari 350 km dari pusat ibu
meniru (play stage), dan tahap tindakan (game kota Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022 3


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

Secara geografis, Kecamatan Baraka, METODE


Kabupaten Enrekang terletak di kaki pegunungan Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
Latimojong, gunung tertinggi di pulau Sulawesi. dengan pendekatan studi kasus. Menurut
Dengan topografi yang bergunung-gunung inilah Creswell dan Poth (2016), pendekatan studi
permalasahan klasik terkait proses digitalisasi kasus merupakan penelitian yang menggali suatu
pendidikan kerap kali hadir di antara komponen fenomena tertentu (kasus) dalam suatu waktu
pendidikan. Berdasarkan penelitian Buwarda, dan kegiatan (program, kegiatan, proses,
Rasyid, dan Hidayat ( 2020) , permasalahan institu si a tau kelompok sosi al) , serta
digitalisasi pendidikan tersebut disebabkan mengumpulkan informasi secara terperinci dan
masih banyak blank spot internet di Enrekang mendalam dengan menggunakan berbagai
yaitu tidak adanya sinyal internet ataupun sinyal prosedur pengumpulan data selama periode
sangat lemah dikarenakan topografi. Akses tertentu. Dalam penelitian ini, program maupun
internet inilah yang menjadi faktor penghambat kegiatan yang dimaksud adalah proses
pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 digitalisasi pendidikan yang dijalankan para guru,
di Enrekang (Hasmiwarni & Elihami, 2021). kepala sekolah, dan pengawas sekolah.
Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten Pengambilan data dilakukan pada bulan
Enrekang 2021 juga menyoroti masalah utama Desember 2021 hingga Januari 2022. Lokasi
dalam pendidikan di kabupaten ini. Permasalahan penelitian studi kasus ini adalah empat SD di
itu terkait erat dengan kurang maksimalnya Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang,
akses penduduk terhadap layanan pendidikan. Sulawesi Selatan. Alasan pemilihan lokasi ini
Hal ini disebabkan antara lain 1) Rendahnya adalah karena wilayah Baraka tergolong dalam
angka partisipasi sekolah, terutama untuk area terpencil yang berjarak lebih dari 350 km
jenjang pendidikan menengah atas; 2) dari pusat Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan,
Rendahnya rata-rata lama sekolah penduduk Makassar. Secara geografis, Kecamatan Baraka
usia 15 tahun ke atas; 3) Menurunnya angka terletak di kaki pegunungan Latimojong, gunung
partisipasi sekolah (APS); 4) Keterbatasan tertinggi di pulau Sulawesi. Dengan topografi
sarana dan prasarana pendidikan dalam yang bergunung-gunung inilah permalasahan
menjangkau seluruh anak usia sekolah, tidak klasik terkait proses digitalisasi pendidikan kerap
tersedianya secara memadai sarana dan kali hadir di antara para guru dan siswa.
prasarana pada jenjang pendidikan yang lebih Informan kunci penelitian ini adalah 13 orang
tinggi; dan 5) Ketidakmampuan anak usia guru pada empat sekolah dasar yaitu SDN 114
sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke Balombong, SDN 122 Pangbuluran, SDN 134
jenjang lebih tinggi (Pemerintah Kabupaten Kalimbua, dan SDN 145 Banca. Sedangkan
Enrekang, 2020). Informan pendukungnya adalah seorang kepala
Berdasarkan permasalahan di atas, fokus sekolah di SDN 114 Balombong, serta pengawas
penelitian ini adalah untuk 1) mengidentifikasi sekolah dasar di Kecamatan Baraka. Hasil
aspek kebijakan digitalisasi pendidikan yang wawancara terhadap mereka menjadi sumber
diterapkan pada sekolah dasar di Kecamatan data primer pada riset ini. Selain mengumpulkan
Baraka, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan sumber primer, sumber data sekunder penelitian
dan 2) menganalisis sejauh mana kebijakan- ini berasal dari dokumentasi, c acatan
kebijakan itu dapat membantu guru dalam wawancara melalui telpon, dan data pendukung
meningkatkan akses pendidikan serta mengejar lainnya seperti angket literasi digital yang
kesenjangan digital. dibagikan pada para guru.

4 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

Data yang telah terkumpul kemudian mendapatkan informasi tersebut dari rekan
dianalisis secara induktif agar memperoleh sejawat dan mencari tahu sendiri. Rekan
gambaran umum dari berbagai temuan yang sejawat yang memberikan informasi itu sangat
khusus. Dalam prosesnya, tiga komponen mungkin mendapatkan informasi yang sama dari
analisis berupa reduksi data, sajian data, dan situs resmi Kemendikbudristek.
penarikan kesimpulan/verifikasi dilakukan secara Dalam wawancara yang dilakukan kepada
berulang hingga ditemukan gambaran yang utuh pengawas sekolah Kecamatan Baraka, secara
atas pola yang dituju (Miles & Huberman 1994). umum para guru dan kepala sekolah sudah
Setiap data yang diperoleh, dibandingkan cukup mahir dalam mencari informasi. Mereka
dengan kelompok atau unitnya agar tampak tidak memiliki kesulitan dalam aspek komunikasi
keterkaitannya dengan rumusan masalah dan kebijakan pendidikan digital. Pengawas sekolah
tujuan penelitian. Proses anal isi s data juga menyebutkan bahwa para guru sudah
menggunakan model analisis interaktif. Dalam terbiasa mengikuti arahan langsung dari LPMP
hal ini, kesesuaian jawaban diuji di antara (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) Provinsi
berbagai responden dengan membandingkan maupun sosialisasi dari pihak Kemendikbudristek
jawaban mereka hingga ditemukan pola yang melalui media Zoom (Da, Pengawas sekolah).
sama dan sesuai dengan fokus masalah Dalam komunikasi digital, guru di Kecamatan
penelitian. Baraka tidak jauh berbeda dari guru di berbagai
negara, bahkan di negara berkembang yang
HASIL DAN PEMBAHASAN mengalami akselerasi adaptasi digital di masa
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pandemi (Joia & Lorenzo, 2021; Piotrowski,
fokus masalah penelitian adalah mengidentifikasi 2021). Meskipun demikian, percepatan adaptasi
aspek kebijakan digitalisasi pendidikan dan digital tersebut tentu dipengaruhi oleh kesiapan
menganalisis sejauh mana kebijakan-kebijakan digital (digital readiness). Dalam kaitannya
itu bisa membantu para guru dalam mening- dengan pendidikan, menurut Pew Research
katkan akses pendidikan serta mengatasi Center, kesiapan digital di nilai dari 1)
kesenjangan digital. Penelitian ini menemukan kepercayaan diri dalam menggunakan komputer;
adanya dua aspek digitalisasi pendidikan yang 2) menerapkan teknologi baru; 3) penggunaan
dirasakan oleh para guru, yakni digitalisasi perangkat digital untuk pembelajaran; 4)
informasi kebijakan pendidikan dan digitalisasi kemampuan untuk menentukan validitas
pembelajaran. Penyajian hasil dan pembahasan informasi daring; dan 5) keakraban dengan
akan dibagi sesuai dengan kedua aspek ini. teknikalitas dan istilah teknologi pendidikan
kontemporer (Horrigan, 2016). Kesiapan digital
Digitalisasi Informasi Kebijakan ini akan sangat penting untuk kesuksesan
Pendidikan seseorang dalam mengembangkan dirinya pada
Aspek digitalisasi pendidikan yang secara konteks digitalisasi pendidikan (Händel,
signifikan dirasakan manfaatnya oleh para Stephan, Gläser-Zikuda, Kopp, Bedenlier, &
responden adalah digitalisasi komunikasi Ziegler, 2020).
pendidikan. Secara umum, guru-guru yang Kesiapan digital para guru di Kecamatan
menjadi narasumber penelitian ini memanfaatkan Baraka berjal an ba ik, meski pun masih
kanal informasi daring yang disediakan oleh membutuhkan peningkatan. Semua narasumber
Kemendikbudristek. Mayoritas dari mereka men- mengatakan memiliki perangkat komputer atau
dapatkan informasi langsung dari situs resmi gawai lainnya seperti smart phone dan laptop
serta kanal Youtube resmi. Sebagian lagi yang digunakan dalam aktivitas belajar-

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022 5


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

mengajar. Dengan demikian, mereka memiliki Asih, & Witanto, 2021).


kepercayaan diri yang cukup dalam menggu- Dari berita-berita dan pengumuman kebi-
nakan komputer. Dari wawancara terungkap jakan pendidikan terbaru melalui saluran-saluran
bahwa mayoritas responden yakni sebanyak 8 digital, para responden memiliki pengetahuan
orang (57,1%) menyatakan bahwa mereka yang baik tentang produk-produk layanan
memiliki kemampuan dalam bidang TIK untuk digitalisasi pendidikan dari pemerintah. Salah
mengoperasikan komputer, 3 orang (21,4%) satu kepala sekolah di Kecamatan Baraka
menyatakan sangat mahir, 2 orang ragu-ragu, mengatakan, “memang dari segi informasi, para
dan 1 orang merasa tidak memiliki kemampuan guru memiliki pengetahuan yang cukup. Bahkan
TIK. Hal ini juga menunjukkan bahwa mereka para guru-guru senior yang tidak memiliki
siap dan antusias untuk menggunakan teknologi keterampilan digital, mengetahui berbagai
terbaru, meskipun masih terbatas pada kebijakan digitalisasi pendidikan. Setidaknya
t eknologi perangkat keras saja. Sedangkan mereka mengetahui tentang kebijakan tersebut,
untuk teknologi perangkat lunak, masih meskipun tidak sepenuhnya memahami hingga
memerlukan peningkatan keterampilan. Hal ini ke aspek-aspek yang detail” (RR, Kepala
akan dieksplorasi lagi pada analisis aspek kedua Sekolah).
digitalisasi pendidikan.
Semua guru yang diwawancarai juga Digitalisasi Pembelajaran
menyatakan bahwa mereka siap dan berusaha Salah satu program digitalisasi pendidikan yang
memanfaatkan perangkat serta keterampilan bertujuan untuk mempercepat digitalisasi
digital untuk kepentingan pembelajaran. pembelajaran adalah “Rumah Belajar”. Dalam rilis
Meskipun demikian, komitmen mereka bergradasi, resminya, disebutkan bahwa Rumah Belajar
ada yang masih ragu bahkan tidak menggunakan adalah portal pembelajaran yang menyediakan
sama sekali. Namun, mayoritas guru memakai bahan belajar serta fasilitas komunikasi yang
perangkat dan keterampi la nnya unt uk mendukung interaksi antarkomunitas. Rumah
kepentingan pembelajaran. Belajar hadir sebagai bentuk inovasi pem-
Terlepas dari gradasi penggunaan perangkat belajaran di era Industri 4.0 yang dapat
digital untuk kepentingan belajar-mengajar, dari dimanfaatkan oleh siswa dan guru Pendidikan
segi komunikasi kebijakan, semua guru mengaku Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD),
sangat terbantu dengan pola komunikasi yang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
diterapkan Kemendikbudristek melalui kanal Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) sederajat
Youtube. Semua guru menyatakan mengetahui (Kemendikbud, 2011). Fasilitas ini telah ada
tentang kanal tersebut dan memanfaatkannya sejak tahun 2011, tetapi suasana pandemi
untuk menambah pemahaman terkait kebijakan global meningkatkan relevansi fasilitas ini (Yanti,
terbaru dari Kemendikbudristek. Mayoritas guru Kuntarto, & Kurniawan, 2020). Kemendikbud-
juga mengaku bahwa mereka pernah mengikuti ristek bahkan kemudian membuat versi mobile
webinar yang diselenggarakan oleh Kemendik- application yang dapat diunduh dan dijalankan
budristek. Kanal Youtube Kemendikbudristek melalui perangkat Android (Julistian, 2019).
telah dibuat sejak tahun 2011, tetapi di bawah Para responden mengaku mengetahui
Menteri Nadiem Makariem, kanal ini semakin aktif. tentang Rumah Belajar, tetapi mereka memiliki
Banyak kebijakan pendidikan, terutama Merdeka persepsi yang beragam. Secara umum, mereka
Belajar yang ditampilkan secara berseri, mengetahui bahwa fasilitas ini dapat membantu
sistematis, dan interaktif melalui kanal ini, selain pembelajaran daring Rumah Belajar, “menurut
itu banyak webinar yang bermanfaat (Setijowati, saya rumah belajar bisa membuat media belajar

6 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

dan berisi konten bahan belajar yang bisa yang sangat jarang dipakai. Masyarakat Baraka
dimanfaatkan pendidik dan peserta didik” mengandalkan penuturan dari lisan ke lisan, atau
ungkap dua orang responden guru (Iw & MM). melalui penyuluhan untuk mengetahui kebijakan
Responden lain menyatakan, “fasilitas ini memiliki pemerintah (Esti, 2012). Pada aspek ini para
berbagai media pembelajaran dan menyediakan guru dapat memanfaatkan kesiapan digital serta
soal lengkap dengan pembahasannya” (Ha, kemampuan literasi digital yang mereka miliki.
Guru). Namun, dalam respon mereka terkait Para guru dapat lebih memahami kebijakan
Rumah Belajar, tampak bahwa guru-guru yang pendidikan nasional dan bisa mengikuti arahan
menjadi narasumber menyadari bahwa langsung dari pusat melalui kanal informasi yang
bagaimanapun, fasilitas ini tidak akan bisa tersedia.
dimanfaatkan secara maksimal tanpa literasi dan Namun demikian, keberhasilan aspek kedua
kesiapan digital yang memungkinkan; “Fasilitas dari kebijakan digitalisasi pendidikan yakni
Rumah Belajar sangat bermanfaat, tetapi tidak digitalisasi pembelajaran dengan memanfaatkan
dapat diakses oleh sekolah yang tidak memiliki fasilitas digital belum seperti aspek pertama.
jaringan internet yang memadai” (RR, Kepala Hal ini tampak dari respon para guru yang
Sekolah). menjadi narasumber mengenai pemanfaatan
Sentimen responden mengenai fasilitas fasilitas digitalisasi pendidikan yang diberikan
Rumah Belajar sudah baik, tetapi tidak bisa oleh pemerintah. Para responden hanya dapat
dimanfaatkan secara luas karena faktor jaringan memanfaatkan fasilitas mendasar seperti akses
internet yang masih menjadi masalah klasik internet, komputer, dan proyektor. Fasilitas
dalam digitalisasi proses pendidikan di Indonesia. digitalisasi pendidikan yang mereka manfaatkan
Terlepas dari jumlah pengguna internet yang adalah internet, komputer, dan proyektor Liquid
terus bertambah, kecepatan akses internet di Crystal Display (LCD) muncul berkali-kali dalam
Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia, jawaban para narasumber. Padahal, papan tulis
bahkan di Asia Tenggara (Khidhir, 2019). dan proyektor LCD masih satu rumpun dalam
Sementara itu, dalam internal Indonesia masih pembelajaran berpusat pada guru (teacher
terdapat ketimpangan besar terkait kualitas centered learning). Beberapa riset menunjukkan
layanan internet. Dalam kajian pembangunan, bahwa banyak fungsi papan tulis yang tidak
ketimpangan akses pada layanan digital, bisa digantikan oleh LCD, dan penggunaan
utamanya internet disebut sebagai digital papan tulis yang baik justru bisa mengopti-
divide. Di Indonesia indeks digital divide masih malkan hasil belajar siswa (Sutiarso, 2020).
signifikan antara pusat dan daerah (Ariyanti, Siswa dapat lebih termotivasi untuk belajar jika
2016). guru menggunakan media proyektor LCD
Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang (Sinaga, 2020). Namun, karena sebelumnya
termasuk daerah yang berada di wilayah dengan mereka jarang melihat proyektor LCD, rasa
jaringan internet yang belum baik. Hal ini terkait penasaran dan motivasi mereka kemungkinan
erat dengan topografi yang bergunung-gunung akan berkurang begitu siswa terbiasa melihat
sehingga masih banyak sekali lokasi yang tidak proyektor.
terjangkau oleh internet di Enrekang (Buwarda Para responden tidak ada satupun yang
et al., 2020). Meskipun demikian, hal ini sudah menyatakan telah dapat memanfaatkan fasilitas
merupakan peningkatan yang cukup signifikan. yang lebih spesifik seperti akun Canva gratis,
Dalam laporan penelitian tentang survei atau bahkan fasilitas Rumah Belajar yang mereka
penggunaan media di Baraka, disebutkan bahwa telah ketahui kegunaannya. Baik kepala sekolah
koran maupun internet merupakan jenis media maupun pengawas sekolah membenarkan hal

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022 7


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

ini dalam keterangan mereka selama proses digitalisasi pendidikan di abad ke-21. Hambatan
wawancara. Pengawas sekolah dan kepala pertama mencakup tantangan teknologi yang
sekolah menyatakan bahwa mereka belum dihadapi di level keluarga, termasuk kurangnya
menemukan adanya guru yang benar-benar perangkat dan internet broadband yang andal.
memanfaatkan fasilitas yang sifatnya lebih Hambatan kedua terkait dengan belum
substantif khususnya dalam mendukung tersedianya pelatihan dan dukungan yang
pembelajaran jarak jauh (Da, Pengawas Sekolah; dibutuhkan oleh guru dalam mengimplemen-
RR, Kepala Sekolah). Penggunaan proyektor LCD tasikan perangkat digital dan teknologi
maupun pencarian informasi di internet belum pembelajaran. Hambatan ketiga adalah
dapat dikategorikan sebagai bentuk pem- pergeseran pedagogis dari pengajaran dan
belajaran konektivis yang menjadi ci ri pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi
pembelajaran di era digital (Duke, Harper, & berpusat pada siswa. Hambatan keempat
Johnston, 2013). Rumah Belajar, di sisi lain, adalah pelatihan bagi orang tua dan keluarga
dapat disebut sebagai bentuk teknologi untuk mengenal teknologi dan perangkat digital
pendidikan yang memakai prinsip konektivisme yang digunakan anak-anak mereka.
sebab kesamaan prinsipnya dengan massive Para guru yang menjadi responden termasuk
open online courses (MOOCs) (Goldie, 2016). yang mengalami hambatan-hambatan di atas
Apabila dikaitkan dengan prinsip kesiapan sehingga sulit untuk menggunakan fasilitas
digital (digital readiness) serta literasi digital, pendidikan digital yang ditawarkan pemerintah,
kesiapan digital para guru SD di Kecamatan meskipun mereka telah mengetahuinya.
Baraka yang menjadi responden riset ini baru Hambatan yang dimaksud terutama terkait
sampai pada kecapakan penggunaan komputer kurang baiknya kualitas internet, seperti dalam
dan internet. Di dalam lembar literasi digital yang keterangan salah seorang kepala sekolah dasar
mereka isi, sebanyak 57.1% menyatakan bahwa yang telah disebutkan. Hambatan lain adalah
mereka memiliki kemampuan dalam bidang TIK kurangnya kreativitas dan kemahiran teknis
untuk mengoperasikan komputer, 21,4% untuk bisa memanfaatkan perangkat lunak
menyatakan sangat mahir, 2 orang ragu-ragu, ataupun situs e-learning seperti Rumah Belajar
dan 1 orang menyatakan tidak mahir. Sementara atau Canva, meskipun mereka telah menguasai
terkait penggunaan internet, sebanyak 42,9% cara-cara dasar pemanfaatan komputer dan
guru mengaku mahir dalam bidang ini. Di sisi internet seperti mencari informasi dan membuat
lain, 57,1% responden mengaku ragu-ragu slide presentasi.
memiliki kemampuan berpikir kreatif. Begitu pula Responden menyadari bahwa kebijakan
dalam partisipasi digital, 64,3% responden ragu- digitalisasi pendidikan dirumuskan oleh
ragu jika memiliki kemampuan tersebut. Jika pemerintah dalam rangka menguraikan problem
diletakkan dalam kriteria kesiapan digital dari ketimpangan pendidikan. Namun, mereka memiliki
Horrigan (2016), responden belum cukup siap persepsi yang berbeda terkait efektivitas
pada aspek nomor 5, yakni keakraban dengan kebijakan ini. Sebagian besar guru menyatakan
istilah, termasuk teknikalitas, dan teknologi bahwa kebijakan digitalisasi mampu untuk
pendidikan kontemporer. mengurai ketimpangan. Seperti pernyataan
Problem yang dihadapi oleh guru-guru SD seorang guru, “kebijakan digitalisasi bisa meng-
di Kecamatan Baraka dalam konteks digitalisasi urangi ketimpangan nasional karena dengan
pendidikan termasuk problem yang umum apabila digitalisasi anak-anak yang tinggal di pelosok
ditilik dari perspektif global. Menurut Marakovits sekalipun dapat mengetahui informasi dengan
(2021), ada empat problem utama dalam upaya cepat” (Mw, Guru). Dua orang guru juga menya-

8 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

takan hal serupa, mereka mengatakan bahwa jawaban seorang responden, “Upaya digitalisasi
kebijakan digitalisasi membuat guru dan siswa justru menambah ketimpangan pendidikan
bisa dengan mudah memperoleh informasi nasional karena tidak semua lapisan masyarakat
terbaru (Rh & Ht, Guru). Seorang guru yang tertentu dapat mengaksesnya serta letak
lain menambahkan bahwa kebijakan digitalisasi geografis sekolah yang tidak terjangkau jaringan
pendidikan sangat membantu untuk memperluas internet” (Ya, Guru). Pendapat responden
materi (Id, Guru). tersebut sejalan dengan pernyataan kepala
Meskipun demikian, terdapat seorang guru sekol ah, yang menyatakan, “kebi jakan
yang menguraikan prasyarat suksesnya digitalisasi tidak mengurangi ketimpangan, justru
kebijakan digitalisasi pendidikan ini. Dalam berpotensi meningkatkan ketimpangan karena
wawancara ia menyatakan, “Upaya digitalisasi pembelajaran sekarang harus berbasis teknologi”
dapat mengurangi ketimpangan pendidikan (RR, Kepala Sekolah). Persepsi responden ini
nasional dengan adanya fitur yang tersedia pada mengonfirmasi bahwa aspek digitalisasi yang
portal pendidikan yang dapat memudahkan paling dirasakan manfaatnya adalah digitalisasi
proses belajar mengajar (PBM). Namun, menurut komunikasi kebijakan dan akses informasi.
seorang guru (Ri, Guru) hal ini mungkin belum Sebaliknya, para responden tersebut belum
bisa dirasakan oleh rekan guru beserta peserta mampu memanfaatkan layanan-layanan digital
didik pada wilayah pelosok yang belum bisa dalam aspek digitalisasi pembelajaran.
mengakses internet. Menurutnya, internet Ketidakmampuan ini bahkan dikhawatirkan justru
menja di prasyarat utam a keberha silan memperburuk masalah ketimpangan pendidikan.
digitalisasi kependidikan. Seperti yang dijelaskan
oleh Arta (2021), dengan internet segala SIMPULAN DAN SARAN
sesuatu dapat dijangkau serta diakses secara Simpulan
langsung dan mudah. Tanpa internet yang Aspek digitalisasi pendidikan Kemendikbud yang
memadai, pembelajaran daring bagi siswa dan dirasakan oleh para guru di Kecamatan Baraka
guru sekolah di pedalaman seperti Kabupaten adalah digitalisasi komunikasi kebijakan
Enrekang menjadi sulit dilakukan (Hasmiwarni & pendidikan dan digitalisasi pembelajaran berupa
Elihami, 2021). Rumah Belajar dan Canva. Meskipun demikian,
Dari jawaban-jawaban ini nampak bahwa pada aspek digitalisasi komunikasi kebijakan
para guru yang mengafirmasi efek digitalisasi pendidikan, para guru merasa mengalami
pendidikan untuk mengurai ketimpangan akselerasi akses pada kebijakan-kebijakan
berbicara dalam konteks perolehan informasi. pendidikan. Para guru dapat lebih memahami
Hal ini menunjukkan bahwa mereka sangat kebijakan pendidikan nasional dan bisa mengikuti
terbantu dengan aspek-aspek digitalisasi arahan langsung dari pemerintah pusat melalui
komunikasi kebijakan. Namun, responden yang kanal informasi yang tersedia. Pada aspek
menganggap bahwa digitalisasi belum bisa digitalisasi pembelajaran, para guru belum
mengurai ketimpangan berbicara dalam konteks menunjukkan kesiapan digital memadai. Mereka
pemanfaatan fasilitas digital oleh guru dalam belum memanfaatkan berbagai perangkat lunak
mengajar. Selain itu, masalah belum meratanya yang diberikan untuk memaksimalkan pem-
infrastruktur pendukung juga dianggap menjadi belajaran, seperti Rumah Belajar dan Canva,
persoalan tersendiri. Tidak meratanya akses meskipun mereka telah mengetahui tentang
internet membuat kebijakan digitalisasi justru fasilitas-fasilitas tersebut.
menambah persoalan ketimpangan. Seperti

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022 9


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

Saran terkini terkait kebijakan pendidikan. Namun


Upaya pemerataan digital hendaknya dilakukan demikian, tidak berarti bahwa mereka benar-
terlebih dahulu sebelum upaya digitalisasi benar telah memanfaatkan semua fasilitas yang
pendidikan. Dari studi kasus ini menunjukkan diberikan. Oleh karena itu, pelatihan yang tepat
bahwa para guru di daerah-daerah tertinggal perlu diberikan agar mereka dapat berpartisipasi
telah berhasil mengejar ketertinggalan mereka aktif dalam upaya digitalisasi pendidikan.
dalam hal akses terhadap informasi-informasi

PUSTAKA ACUAN
Adima, M.Z.F. (2021). Sosisalisasi kebijakan pendidikan. MUNTAZAM: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 2(2), 42-53.
Ariyanti, S. (2016). Studi pengukuran digital divide di Indonesia. Buletin Pos dan Telekomunikasi,
11(4), 281–92.
Arta, I.G.A.J. (2021). Digitalisasi pendidikan: Dilematisasi dan dehumanisasi dalam pembelajaran
daring perspektif filsafat Paulo Friere. Pp. 96–107 in Prosiding Seminar Nasional IAHN-TP
Palangka Raya.
Azzizah, Y. (2015). Socio-economic factors on Indonesia education disparity. International
Education Studies, 8(12), 218–29.
BPPBI. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nilai.
Buwarda, S., Rasyid, K.H., & Hidayat, M. (2020). Fuzzy logic method as determining of internet
network VSAT performance in black spot region at District of Enrekang.” P. 12087 in IOP
Conference Series: Materials Science and Engineering. Vol. 875. IOP Publishing.
Creswell, J.W. & Cheryl, N.P. (2016). Qualitative inquiry and research design: choosing among
five approaches. Sage publications.
Duke, B., Harper, G., & Johnston, M. (2013). Connectivism as a digital age learning theory. The
International HETL Review, (Special Issue), 4–13.
Esti, A.D. (2012). Warga Bicara Media: Sepuluh Cerita Cerita. Jakarta: CIPG.
Fitri, R. & Kustanti, E.R. (2020). Hubungan antara efikasi diri akademik dengan penyesuaian diri
akademik pada mahasiswa rantau dari Indonesia Bagian Timur di Semarang. Jurnal
Empati, 7(2),491–501.
Fuady, A.H. (2019). Teknologi digital dan ketimpangan ekonomi di Indonesia. Masyarakat
Indonesia, 44(1), 75–88.
Goldie, J.G.S. (2016). Connectivism: A knowledge learning theory for the digital age?. Medical
Teacher, 38(10), 1064–1069.
Händel, M., Stephan, M., Gläser-Zikuda, M., Kopp, B., Bedenlier, S., & Ziegler, A (2020) Digital
readiness and its effects on higher education students’ socio-emotional perceptions in
the context of the COVID-19 pandemic, Journal of Research on Technology in Education,
54(2), 267-280. DOI: 10.1080/15391523.2020.1846147
Hasan, M., Harahap, T.K. & Inanna. (2021). Landasan Pendidikan. Penerbit Tahta Media Group.
Hasmiwarni & Elihami. (2021). The perception of primary school teachers of online learning
during the covid-19 pandemic: a case study UPT SPNF SKB Enrekang, Indonesia. Jurnal

10 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

Edukasi Nonformal, 2(1), 38–46.


Hermawansyah. (2021). Manajemen lembaga pendidikan sekolah berbasis digitalisasi di era
Covid-19. Fitrah: Jurnal Studi Pendidikan, 12(1), 27–46.
Hidayat, A. (2017). Kesenjangan sosial terhadap pendidikan sebagai pengaruh era globalisasi.
Justisi Jurnal Ilmu Hukum, 2(1), 15-25.
Horrigan, J.B. (2016). Digital readiness gaps. Pew Research Center.
Joia, L.A. & Lorenzo, M. (2021). Zoom in, zoom out: The impact of the covid-19 Pandemic in the
Classroom. Sustainability, 13(5), 25-31.
Julistian, U. (2019). Fasilitasi E-Learning, Kemendikbud Luncurkan Rumah Belajar. Gatra Online.
16 January 2022. https://www.gatra.com/news-456801-teknologi-fasilitasi-e-learning-
kemendikbud-luncurkan-rumah-belajar.html.
Kemendikbud. (2011). Apa itu portal rumah belajar? Portal Rumah Belajar Kemendikbud. 15
January 2011. https://belajar.kemdikbud.go.id/.
Khidhir, S. (2019). Indonesia is too slow! The ASEAN Post. 16 January 2022, https://
theaseanpost.com/article/indonesia-too-slow.
Marakovits, S.J. (2021). Four barriers to facilitating 21st century competencies through
digitalization. Pp. 106–22 in Handbook of Research on Barriers for Teaching 21st-Century
Competencies and the Impact of Digitalization. IGI Global.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded sourcebook. Sage
Publications.
Muhajir, M.A. (2020). Pembelajaran daring di era covid-19: Kesenjangan digital, sistem kompetisi,
dan model pendidikan yang manusiawi. MIMIKRI: Jurnal Agama dan Kebudayaan, 6(2),
220-234.
Ott, H., Wang, R., & Bortree, B. (2016). Communicating sustainability online: An examination of
corporate, nonprofit, and university websites. Mass Communication and Society, 19(5),
671–87.
Piotrowski, J.T. (2021). My pandemic pedagogy playbook: A glimpse into higher education in the
dutch zoom-room. Journal of Children and Media, 15(1), 142–45.
Saputra, D.N., Kholil, A., Selegi, S.F., Setia, A., Sinaga, K., & Farisi, A. (2021). Landasan
Pendidikan. Media Sains Indonesia.
Pemerintah Kabupaten Enrekang. (2020). Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten Enrekang 2021.
Setijowati, U., Marjuni, Asih, S.S. & Witanto, Y. (2021). Pemberdayaan guru dan orang tua
peserta didik dalam pembelajaran berbasis online. Pp. 224–31 in Standarisasi Pendidikan
Sekolah Dasar Menuju Era Human Society 5.0. Cirebon: FKIP Universitas Muhammadiyah
Cirebon.
Simbolon, I.A.R, Yatussa’ada, F., & Wanto, A. (2018). Penerapan algoritma backpropagation
dalam memprediksi persentase penduduk buta huruf di Indonesia. Jurnal Informatika
Upgris, 4(2), 163-169
Sinaga, I., Chan, F., & Sofwan, M. (2020). Pemanfaatan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi oleh Guru Sekolah Dasar. Edumaspul: Jurnal Pendidikan, 4(1),
271-279. doi.org/10.33487/edumaspul.v4i1.344

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022 11


Anita & Siti Irene Astuti, Digitalisasi dan Ketimpangan Pendidikan: Studi Kasus terhadap Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Baraka

Suratman, B., Soesatyo, Y, & Soejoto, A. (2014). Analisis faktor yang memengaruhi ketimpangan
pendidikan. Jurnal Ilmu Pendidikan, 20(2), 176-182.
Suryadi, A, Darmawan, D., Rahadian, D., Wahyudin, D., & Riyana, C. (2022). Pengembangan
aplikasi sistem database Virtual Community Digital Learning Nusantara (VCDLN)
menggunakan model waterfall dan pemrograman terstruktur. Jurnal PETIK, 8(1), 48-56.
Suryana, C. (2021. Komunikasi kebijakan pendidikan. Surabaya: Jakad Media Publishing.
Sutiarso, S. (2020). Optimalisasi penggunaan papan tulis dalam meningkatkan hasil belajar
siswa. Seminar Nasional Pendidikan FKIP Unila 2020, Tema: Pembelajaran Abad 21:
Mencapai Kompetensi Pendidikan Generasi Emas 2045, 1–5.
Usman, S. (2021). Inklusi sosial di era digital (social inclusion in the digital age). Academic
Essay: Diigtal Society. 16 January 2021. https://pssat.ugm.ac.id/inklusi-sosial-di-era-
digital-social-inclusion-in-the-digital-age/.
Yanti, M.T., Kuntarto, E., & Kurniawan, A.R. (2020). Pemanfaatan portal rumah belajar
Kemendikbud sebagai model pembelajaran daring di sekolah dasar. Adi Widya: Jurnal
Pendidikan Dasar, 5(1), 61–68.

12 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022

You might also like