Professional Documents
Culture Documents
2509 Article Text 6591 2 10 20220629
2509 Article Text 6591 2 10 20220629
di Kecamatan Baraka
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Abstract: Digitalization is one of the Indonesian government’s efforts to
Vol. 7, Nomor 1, Juni 2022 equalize access to education and reduce the problem of the digital divide
in the context of education. This article aims to explore the extent to
ISSN-p: 2460-8300
which digitalization policies help teachers in elementary schools in Baraka
ISSN-e: 2528-4339
sub-district, Enrekang district, South Sulawesi to improve access and
quality of education and overcome their digital lag. The method used in
Naskah diterima: 03 Maret 2022 this research was qualitative with a case study approach. The respondents
Naskah disetujui: 22 April 2022 of this study were 13 teachers from 4 elementary schools, 1 principal,
Terbit: 30 Juni 2022 and 1 primary school supervisor. Data were collected through in-depth
interviews and documentation. The results of this study indicate that
there are two aspects of the education digitalization policy that directly
affect the respondents. The first is the digitalization of education policy
communications. In this aspect, teachers experience accelerated access
to information about policies and educational information in general.
Teachers better understand national education policies and are able to
follow direct directions from the center government through available
information channels. In the second aspect, namely the digitalization of
the teaching and learning process, teachers have not utilized the provided
digital facilities provided to maximize the learning process despite their
awareness that the government provides these facilities.
pemberian atau pemakaian sistem digital (BPPBI, stage). Selain itu, media efektif yang dapat
2016). Proses digitalisasi terjadi seiring dengan digunakan mencakup internet atau melalui
semakin pesatnya perkembangan teknologi. sarana digital (Adima, 2021). Dari perspektif ini,
Revolusi Industri 4.0 dan pengembangan kebijakan digitalisasi pendidikan dengan
Masyarakat 5.0 menunjukkan bahwa semua komunikasi kebijakan digital merupakan sesuatu
aspek kehidupan, tak terkecuali pendidikan, ikut yang penting untuk dilakukan.
mengalami arus digitalisasi (Suryadi, Darmawan, Komunikasi kebijakan pendidikan dengan
Rahadian, Wahyudin, & Riyana, 2022). Dalam sarana digital seperti ini memiliki kelebihan dan
konteks pendidikan, digitalisasi dimaknai sebagai kekurangan. Kelebihannya adalah akan menjadi
upaya mengubah berbagai aspek dan proses lebih efektif dan dapat terjadi komunikasi dua
pendidikan ke dalam berbagai jenis bentuk digital arah. Dari sisi lain, hal ini justru bisa memperluas
untuk mencapai tujuan pendidikan (Saputra, ketimpangan jika masih ada segmen tertentu
Kholil, Selegi, Setia, Sinaga, & Farisi, 2021). dari para guru yang belum memiliki akses kepada
Menurut Hasan, Harahap, & Inanna (2021) informasi-informasi kebijakan yang disajikan
aspek yang perlu diperhatikan untuk mencapai secara daring. Jika ini terjadi, ketimpangan akan
tujuan pendidikan mencakup aspek pengelolaan semakin meluas. Hal inilah yang dikhawatirkan
serta kegiatan belajar mengajar. Oleh karena oleh para teoretikus tentang kesenjangan digital
itu, penelitian ini berupaya mengidentifikasi yang menganut pendekatan difusi. Menurut
kebijakan digitalisasi pendidikan pada kedua mereka, kesenjangan digital akan semakin
aspek tersebut. memperburuk ketimpangan yang sudah ada di
Pada aspek pertama, salah satu bentuk masyarakat (Fuady, 2019). Meskipun demikian,
digitalisasi pendidikan yang dilakukan oleh kebijakan yang inklusif dianggap dapat menjadi
Kemendikbudristek adalah digitalisasi komunikasi solusi bagi masalah kesenjangan digital ini
kebijakan pendidikan. Kemendikbudristek secara (Usman, 2021).
aktif menyampaikan kebijakannya melalui media Selain pada aspek komunikasi pendidikan,
komunikasi dalam jaringan sehingga lebih efektif salah satu bagian penting dari kebijakan
dan efisien dari segi waktu (Hermawansyah, digitalisasi pendidikan adalah pada aspek kegi-
2021). Menurut Suryana (2021), selama ini salah atan pendidikan. Pada aspek ini, Kemendikbud-
satu masalah pendidikan di Indonesia adalah ristek meluncurkan beberapa inovasi untuk
komunikasi kebijakan yang dinilai tidak efektif. mendukung proses digitalisasi. Salah satu yang
Jalur komunikasi kebijakan yang tidak efektif terpenting adalah pembuatan Rumah Belajar.
berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dan Rumah Belajar adalah portal pembelajaran yang
dengan demikian merupakan faktor yang dapat menyediakan bahan belajar serta fasilitas
melanggengkan ketimpangan. Bahkan dise- komunikasi yang mendukung interaksi antar-
butkan bahwa komunikasi efektif adalah salah komunitas. Rumah Belajar hadir sebagai bentuk
satu pilar penting untuk mendukung pem- inovasi pembelajaran yang dapat dimanfaatkan
bangunan berkelanjutan (Ott, Wang, & Bortree, oleh siswa dan guru berbagai jenjang pendidikan
2016). (Kemendikbud, 2011).
Komunikasi kebijakan pendidikan menjadi Kebijakan digitalisasi ini berlaku secara
bagian penting dalam digitalisasi pendidikan. nasional, tak terkecuali di Kecamatan Baraka,
Dalam komunikasi kebijakan pendidikan terdapat Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan.
beberapa tahap yang harus diperhatikan yakni, Wilayah Baraka tergolong dalam area terpencil
tahap persiapan (preparatory stage), tahap yang berjarak lebih dari 350 km dari pusat ibu
meniru (play stage), dan tahap tindakan (game kota Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
Data yang telah terkumpul kemudian mendapatkan informasi tersebut dari rekan
dianalisis secara induktif agar memperoleh sejawat dan mencari tahu sendiri. Rekan
gambaran umum dari berbagai temuan yang sejawat yang memberikan informasi itu sangat
khusus. Dalam prosesnya, tiga komponen mungkin mendapatkan informasi yang sama dari
analisis berupa reduksi data, sajian data, dan situs resmi Kemendikbudristek.
penarikan kesimpulan/verifikasi dilakukan secara Dalam wawancara yang dilakukan kepada
berulang hingga ditemukan gambaran yang utuh pengawas sekolah Kecamatan Baraka, secara
atas pola yang dituju (Miles & Huberman 1994). umum para guru dan kepala sekolah sudah
Setiap data yang diperoleh, dibandingkan cukup mahir dalam mencari informasi. Mereka
dengan kelompok atau unitnya agar tampak tidak memiliki kesulitan dalam aspek komunikasi
keterkaitannya dengan rumusan masalah dan kebijakan pendidikan digital. Pengawas sekolah
tujuan penelitian. Proses anal isi s data juga menyebutkan bahwa para guru sudah
menggunakan model analisis interaktif. Dalam terbiasa mengikuti arahan langsung dari LPMP
hal ini, kesesuaian jawaban diuji di antara (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) Provinsi
berbagai responden dengan membandingkan maupun sosialisasi dari pihak Kemendikbudristek
jawaban mereka hingga ditemukan pola yang melalui media Zoom (Da, Pengawas sekolah).
sama dan sesuai dengan fokus masalah Dalam komunikasi digital, guru di Kecamatan
penelitian. Baraka tidak jauh berbeda dari guru di berbagai
negara, bahkan di negara berkembang yang
HASIL DAN PEMBAHASAN mengalami akselerasi adaptasi digital di masa
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, pandemi (Joia & Lorenzo, 2021; Piotrowski,
fokus masalah penelitian adalah mengidentifikasi 2021). Meskipun demikian, percepatan adaptasi
aspek kebijakan digitalisasi pendidikan dan digital tersebut tentu dipengaruhi oleh kesiapan
menganalisis sejauh mana kebijakan-kebijakan digital (digital readiness). Dalam kaitannya
itu bisa membantu para guru dalam mening- dengan pendidikan, menurut Pew Research
katkan akses pendidikan serta mengatasi Center, kesiapan digital di nilai dari 1)
kesenjangan digital. Penelitian ini menemukan kepercayaan diri dalam menggunakan komputer;
adanya dua aspek digitalisasi pendidikan yang 2) menerapkan teknologi baru; 3) penggunaan
dirasakan oleh para guru, yakni digitalisasi perangkat digital untuk pembelajaran; 4)
informasi kebijakan pendidikan dan digitalisasi kemampuan untuk menentukan validitas
pembelajaran. Penyajian hasil dan pembahasan informasi daring; dan 5) keakraban dengan
akan dibagi sesuai dengan kedua aspek ini. teknikalitas dan istilah teknologi pendidikan
kontemporer (Horrigan, 2016). Kesiapan digital
Digitalisasi Informasi Kebijakan ini akan sangat penting untuk kesuksesan
Pendidikan seseorang dalam mengembangkan dirinya pada
Aspek digitalisasi pendidikan yang secara konteks digitalisasi pendidikan (Händel,
signifikan dirasakan manfaatnya oleh para Stephan, Gläser-Zikuda, Kopp, Bedenlier, &
responden adalah digitalisasi komunikasi Ziegler, 2020).
pendidikan. Secara umum, guru-guru yang Kesiapan digital para guru di Kecamatan
menjadi narasumber penelitian ini memanfaatkan Baraka berjal an ba ik, meski pun masih
kanal informasi daring yang disediakan oleh membutuhkan peningkatan. Semua narasumber
Kemendikbudristek. Mayoritas dari mereka men- mengatakan memiliki perangkat komputer atau
dapatkan informasi langsung dari situs resmi gawai lainnya seperti smart phone dan laptop
serta kanal Youtube resmi. Sebagian lagi yang digunakan dalam aktivitas belajar-
dan berisi konten bahan belajar yang bisa yang sangat jarang dipakai. Masyarakat Baraka
dimanfaatkan pendidik dan peserta didik” mengandalkan penuturan dari lisan ke lisan, atau
ungkap dua orang responden guru (Iw & MM). melalui penyuluhan untuk mengetahui kebijakan
Responden lain menyatakan, “fasilitas ini memiliki pemerintah (Esti, 2012). Pada aspek ini para
berbagai media pembelajaran dan menyediakan guru dapat memanfaatkan kesiapan digital serta
soal lengkap dengan pembahasannya” (Ha, kemampuan literasi digital yang mereka miliki.
Guru). Namun, dalam respon mereka terkait Para guru dapat lebih memahami kebijakan
Rumah Belajar, tampak bahwa guru-guru yang pendidikan nasional dan bisa mengikuti arahan
menjadi narasumber menyadari bahwa langsung dari pusat melalui kanal informasi yang
bagaimanapun, fasilitas ini tidak akan bisa tersedia.
dimanfaatkan secara maksimal tanpa literasi dan Namun demikian, keberhasilan aspek kedua
kesiapan digital yang memungkinkan; “Fasilitas dari kebijakan digitalisasi pendidikan yakni
Rumah Belajar sangat bermanfaat, tetapi tidak digitalisasi pembelajaran dengan memanfaatkan
dapat diakses oleh sekolah yang tidak memiliki fasilitas digital belum seperti aspek pertama.
jaringan internet yang memadai” (RR, Kepala Hal ini tampak dari respon para guru yang
Sekolah). menjadi narasumber mengenai pemanfaatan
Sentimen responden mengenai fasilitas fasilitas digitalisasi pendidikan yang diberikan
Rumah Belajar sudah baik, tetapi tidak bisa oleh pemerintah. Para responden hanya dapat
dimanfaatkan secara luas karena faktor jaringan memanfaatkan fasilitas mendasar seperti akses
internet yang masih menjadi masalah klasik internet, komputer, dan proyektor. Fasilitas
dalam digitalisasi proses pendidikan di Indonesia. digitalisasi pendidikan yang mereka manfaatkan
Terlepas dari jumlah pengguna internet yang adalah internet, komputer, dan proyektor Liquid
terus bertambah, kecepatan akses internet di Crystal Display (LCD) muncul berkali-kali dalam
Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia, jawaban para narasumber. Padahal, papan tulis
bahkan di Asia Tenggara (Khidhir, 2019). dan proyektor LCD masih satu rumpun dalam
Sementara itu, dalam internal Indonesia masih pembelajaran berpusat pada guru (teacher
terdapat ketimpangan besar terkait kualitas centered learning). Beberapa riset menunjukkan
layanan internet. Dalam kajian pembangunan, bahwa banyak fungsi papan tulis yang tidak
ketimpangan akses pada layanan digital, bisa digantikan oleh LCD, dan penggunaan
utamanya internet disebut sebagai digital papan tulis yang baik justru bisa mengopti-
divide. Di Indonesia indeks digital divide masih malkan hasil belajar siswa (Sutiarso, 2020).
signifikan antara pusat dan daerah (Ariyanti, Siswa dapat lebih termotivasi untuk belajar jika
2016). guru menggunakan media proyektor LCD
Kecamatan Baraka, Kabupaten Enrekang (Sinaga, 2020). Namun, karena sebelumnya
termasuk daerah yang berada di wilayah dengan mereka jarang melihat proyektor LCD, rasa
jaringan internet yang belum baik. Hal ini terkait penasaran dan motivasi mereka kemungkinan
erat dengan topografi yang bergunung-gunung akan berkurang begitu siswa terbiasa melihat
sehingga masih banyak sekali lokasi yang tidak proyektor.
terjangkau oleh internet di Enrekang (Buwarda Para responden tidak ada satupun yang
et al., 2020). Meskipun demikian, hal ini sudah menyatakan telah dapat memanfaatkan fasilitas
merupakan peningkatan yang cukup signifikan. yang lebih spesifik seperti akun Canva gratis,
Dalam laporan penelitian tentang survei atau bahkan fasilitas Rumah Belajar yang mereka
penggunaan media di Baraka, disebutkan bahwa telah ketahui kegunaannya. Baik kepala sekolah
koran maupun internet merupakan jenis media maupun pengawas sekolah membenarkan hal
ini dalam keterangan mereka selama proses digitalisasi pendidikan di abad ke-21. Hambatan
wawancara. Pengawas sekolah dan kepala pertama mencakup tantangan teknologi yang
sekolah menyatakan bahwa mereka belum dihadapi di level keluarga, termasuk kurangnya
menemukan adanya guru yang benar-benar perangkat dan internet broadband yang andal.
memanfaatkan fasilitas yang sifatnya lebih Hambatan kedua terkait dengan belum
substantif khususnya dalam mendukung tersedianya pelatihan dan dukungan yang
pembelajaran jarak jauh (Da, Pengawas Sekolah; dibutuhkan oleh guru dalam mengimplemen-
RR, Kepala Sekolah). Penggunaan proyektor LCD tasikan perangkat digital dan teknologi
maupun pencarian informasi di internet belum pembelajaran. Hambatan ketiga adalah
dapat dikategorikan sebagai bentuk pem- pergeseran pedagogis dari pengajaran dan
belajaran konektivis yang menjadi ci ri pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi
pembelajaran di era digital (Duke, Harper, & berpusat pada siswa. Hambatan keempat
Johnston, 2013). Rumah Belajar, di sisi lain, adalah pelatihan bagi orang tua dan keluarga
dapat disebut sebagai bentuk teknologi untuk mengenal teknologi dan perangkat digital
pendidikan yang memakai prinsip konektivisme yang digunakan anak-anak mereka.
sebab kesamaan prinsipnya dengan massive Para guru yang menjadi responden termasuk
open online courses (MOOCs) (Goldie, 2016). yang mengalami hambatan-hambatan di atas
Apabila dikaitkan dengan prinsip kesiapan sehingga sulit untuk menggunakan fasilitas
digital (digital readiness) serta literasi digital, pendidikan digital yang ditawarkan pemerintah,
kesiapan digital para guru SD di Kecamatan meskipun mereka telah mengetahuinya.
Baraka yang menjadi responden riset ini baru Hambatan yang dimaksud terutama terkait
sampai pada kecapakan penggunaan komputer kurang baiknya kualitas internet, seperti dalam
dan internet. Di dalam lembar literasi digital yang keterangan salah seorang kepala sekolah dasar
mereka isi, sebanyak 57.1% menyatakan bahwa yang telah disebutkan. Hambatan lain adalah
mereka memiliki kemampuan dalam bidang TIK kurangnya kreativitas dan kemahiran teknis
untuk mengoperasikan komputer, 21,4% untuk bisa memanfaatkan perangkat lunak
menyatakan sangat mahir, 2 orang ragu-ragu, ataupun situs e-learning seperti Rumah Belajar
dan 1 orang menyatakan tidak mahir. Sementara atau Canva, meskipun mereka telah menguasai
terkait penggunaan internet, sebanyak 42,9% cara-cara dasar pemanfaatan komputer dan
guru mengaku mahir dalam bidang ini. Di sisi internet seperti mencari informasi dan membuat
lain, 57,1% responden mengaku ragu-ragu slide presentasi.
memiliki kemampuan berpikir kreatif. Begitu pula Responden menyadari bahwa kebijakan
dalam partisipasi digital, 64,3% responden ragu- digitalisasi pendidikan dirumuskan oleh
ragu jika memiliki kemampuan tersebut. Jika pemerintah dalam rangka menguraikan problem
diletakkan dalam kriteria kesiapan digital dari ketimpangan pendidikan. Namun, mereka memiliki
Horrigan (2016), responden belum cukup siap persepsi yang berbeda terkait efektivitas
pada aspek nomor 5, yakni keakraban dengan kebijakan ini. Sebagian besar guru menyatakan
istilah, termasuk teknikalitas, dan teknologi bahwa kebijakan digitalisasi mampu untuk
pendidikan kontemporer. mengurai ketimpangan. Seperti pernyataan
Problem yang dihadapi oleh guru-guru SD seorang guru, “kebijakan digitalisasi bisa meng-
di Kecamatan Baraka dalam konteks digitalisasi urangi ketimpangan nasional karena dengan
pendidikan termasuk problem yang umum apabila digitalisasi anak-anak yang tinggal di pelosok
ditilik dari perspektif global. Menurut Marakovits sekalipun dapat mengetahui informasi dengan
(2021), ada empat problem utama dalam upaya cepat” (Mw, Guru). Dua orang guru juga menya-
takan hal serupa, mereka mengatakan bahwa jawaban seorang responden, “Upaya digitalisasi
kebijakan digitalisasi membuat guru dan siswa justru menambah ketimpangan pendidikan
bisa dengan mudah memperoleh informasi nasional karena tidak semua lapisan masyarakat
terbaru (Rh & Ht, Guru). Seorang guru yang tertentu dapat mengaksesnya serta letak
lain menambahkan bahwa kebijakan digitalisasi geografis sekolah yang tidak terjangkau jaringan
pendidikan sangat membantu untuk memperluas internet” (Ya, Guru). Pendapat responden
materi (Id, Guru). tersebut sejalan dengan pernyataan kepala
Meskipun demikian, terdapat seorang guru sekol ah, yang menyatakan, “kebi jakan
yang menguraikan prasyarat suksesnya digitalisasi tidak mengurangi ketimpangan, justru
kebijakan digitalisasi pendidikan ini. Dalam berpotensi meningkatkan ketimpangan karena
wawancara ia menyatakan, “Upaya digitalisasi pembelajaran sekarang harus berbasis teknologi”
dapat mengurangi ketimpangan pendidikan (RR, Kepala Sekolah). Persepsi responden ini
nasional dengan adanya fitur yang tersedia pada mengonfirmasi bahwa aspek digitalisasi yang
portal pendidikan yang dapat memudahkan paling dirasakan manfaatnya adalah digitalisasi
proses belajar mengajar (PBM). Namun, menurut komunikasi kebijakan dan akses informasi.
seorang guru (Ri, Guru) hal ini mungkin belum Sebaliknya, para responden tersebut belum
bisa dirasakan oleh rekan guru beserta peserta mampu memanfaatkan layanan-layanan digital
didik pada wilayah pelosok yang belum bisa dalam aspek digitalisasi pembelajaran.
mengakses internet. Menurutnya, internet Ketidakmampuan ini bahkan dikhawatirkan justru
menja di prasyarat utam a keberha silan memperburuk masalah ketimpangan pendidikan.
digitalisasi kependidikan. Seperti yang dijelaskan
oleh Arta (2021), dengan internet segala SIMPULAN DAN SARAN
sesuatu dapat dijangkau serta diakses secara Simpulan
langsung dan mudah. Tanpa internet yang Aspek digitalisasi pendidikan Kemendikbud yang
memadai, pembelajaran daring bagi siswa dan dirasakan oleh para guru di Kecamatan Baraka
guru sekolah di pedalaman seperti Kabupaten adalah digitalisasi komunikasi kebijakan
Enrekang menjadi sulit dilakukan (Hasmiwarni & pendidikan dan digitalisasi pembelajaran berupa
Elihami, 2021). Rumah Belajar dan Canva. Meskipun demikian,
Dari jawaban-jawaban ini nampak bahwa pada aspek digitalisasi komunikasi kebijakan
para guru yang mengafirmasi efek digitalisasi pendidikan, para guru merasa mengalami
pendidikan untuk mengurai ketimpangan akselerasi akses pada kebijakan-kebijakan
berbicara dalam konteks perolehan informasi. pendidikan. Para guru dapat lebih memahami
Hal ini menunjukkan bahwa mereka sangat kebijakan pendidikan nasional dan bisa mengikuti
terbantu dengan aspek-aspek digitalisasi arahan langsung dari pemerintah pusat melalui
komunikasi kebijakan. Namun, responden yang kanal informasi yang tersedia. Pada aspek
menganggap bahwa digitalisasi belum bisa digitalisasi pembelajaran, para guru belum
mengurai ketimpangan berbicara dalam konteks menunjukkan kesiapan digital memadai. Mereka
pemanfaatan fasilitas digital oleh guru dalam belum memanfaatkan berbagai perangkat lunak
mengajar. Selain itu, masalah belum meratanya yang diberikan untuk memaksimalkan pem-
infrastruktur pendukung juga dianggap menjadi belajaran, seperti Rumah Belajar dan Canva,
persoalan tersendiri. Tidak meratanya akses meskipun mereka telah mengetahui tentang
internet membuat kebijakan digitalisasi justru fasilitas-fasilitas tersebut.
menambah persoalan ketimpangan. Seperti
PUSTAKA ACUAN
Adima, M.Z.F. (2021). Sosisalisasi kebijakan pendidikan. MUNTAZAM: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 2(2), 42-53.
Ariyanti, S. (2016). Studi pengukuran digital divide di Indonesia. Buletin Pos dan Telekomunikasi,
11(4), 281–92.
Arta, I.G.A.J. (2021). Digitalisasi pendidikan: Dilematisasi dan dehumanisasi dalam pembelajaran
daring perspektif filsafat Paulo Friere. Pp. 96–107 in Prosiding Seminar Nasional IAHN-TP
Palangka Raya.
Azzizah, Y. (2015). Socio-economic factors on Indonesia education disparity. International
Education Studies, 8(12), 218–29.
BPPBI. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nilai.
Buwarda, S., Rasyid, K.H., & Hidayat, M. (2020). Fuzzy logic method as determining of internet
network VSAT performance in black spot region at District of Enrekang.” P. 12087 in IOP
Conference Series: Materials Science and Engineering. Vol. 875. IOP Publishing.
Creswell, J.W. & Cheryl, N.P. (2016). Qualitative inquiry and research design: choosing among
five approaches. Sage publications.
Duke, B., Harper, G., & Johnston, M. (2013). Connectivism as a digital age learning theory. The
International HETL Review, (Special Issue), 4–13.
Esti, A.D. (2012). Warga Bicara Media: Sepuluh Cerita Cerita. Jakarta: CIPG.
Fitri, R. & Kustanti, E.R. (2020). Hubungan antara efikasi diri akademik dengan penyesuaian diri
akademik pada mahasiswa rantau dari Indonesia Bagian Timur di Semarang. Jurnal
Empati, 7(2),491–501.
Fuady, A.H. (2019). Teknologi digital dan ketimpangan ekonomi di Indonesia. Masyarakat
Indonesia, 44(1), 75–88.
Goldie, J.G.S. (2016). Connectivism: A knowledge learning theory for the digital age?. Medical
Teacher, 38(10), 1064–1069.
Händel, M., Stephan, M., Gläser-Zikuda, M., Kopp, B., Bedenlier, S., & Ziegler, A (2020) Digital
readiness and its effects on higher education students’ socio-emotional perceptions in
the context of the COVID-19 pandemic, Journal of Research on Technology in Education,
54(2), 267-280. DOI: 10.1080/15391523.2020.1846147
Hasan, M., Harahap, T.K. & Inanna. (2021). Landasan Pendidikan. Penerbit Tahta Media Group.
Hasmiwarni & Elihami. (2021). The perception of primary school teachers of online learning
during the covid-19 pandemic: a case study UPT SPNF SKB Enrekang, Indonesia. Jurnal
Suratman, B., Soesatyo, Y, & Soejoto, A. (2014). Analisis faktor yang memengaruhi ketimpangan
pendidikan. Jurnal Ilmu Pendidikan, 20(2), 176-182.
Suryadi, A, Darmawan, D., Rahadian, D., Wahyudin, D., & Riyana, C. (2022). Pengembangan
aplikasi sistem database Virtual Community Digital Learning Nusantara (VCDLN)
menggunakan model waterfall dan pemrograman terstruktur. Jurnal PETIK, 8(1), 48-56.
Suryana, C. (2021. Komunikasi kebijakan pendidikan. Surabaya: Jakad Media Publishing.
Sutiarso, S. (2020). Optimalisasi penggunaan papan tulis dalam meningkatkan hasil belajar
siswa. Seminar Nasional Pendidikan FKIP Unila 2020, Tema: Pembelajaran Abad 21:
Mencapai Kompetensi Pendidikan Generasi Emas 2045, 1–5.
Usman, S. (2021). Inklusi sosial di era digital (social inclusion in the digital age). Academic
Essay: Diigtal Society. 16 January 2021. https://pssat.ugm.ac.id/inklusi-sosial-di-era-
digital-social-inclusion-in-the-digital-age/.
Yanti, M.T., Kuntarto, E., & Kurniawan, A.R. (2020). Pemanfaatan portal rumah belajar
Kemendikbud sebagai model pembelajaran daring di sekolah dasar. Adi Widya: Jurnal
Pendidikan Dasar, 5(1), 61–68.