You are on page 1of 22

Jumlah artikel Guideline for

cument Title Publisher Quartil Predatory Discontinue History Berbayar/


per tahun Author *)
stainability
witzerland)
Received: 25 July
2023; Accepted: 27
MDPI Q1 safe Continue ± 11.491 Clear Membe
Agust 2023 (±1
r Quality of bulan)
r in the
s Plateau
Water (Switzerland)

Received: 23 May
2023; Accepted: 15
er Harvesting and MDPI Q1 safe Continue ± 3.008 Clear Membe
June 2023 (±1
of Rural bulan)
Dry Chaco

ivilEng
Received: 2 April
2023;
ng as Sustainable Accepted: 30 May
MDPI Q3 Safe Continue ± 39 Clear Membe
ith Drinking Water 2023;
Flooding: A Case Published: 9 June
titutions in Lahore, 2023 (±1 bulan)

pj clean water
Received 26
delling seasonal Nature September 2022;
Q1 Safe Continue ± 62 Clear 483 dol
n in harvested Research Accepted 23 March
ty: a case study in 2023 (±7 bulan)
ya
urnal of cleaner
uction Received 15 August
2017;
Received in revised
Elsevier Ltd Q1 Safe Continue ± 3,246 Clear Hybri
form 4 April 2018;
ency and reliability Accepted 11 June
sting systems in 2018 (±10 bulan)
ate change.
Contoh Pemilihan Jurnal dan Pembuatan Outline

GFA *)
1. https://www.elsevier.com/journals/journal-of-outdoor-recreation-and-tourism/2213-0780/guide-for-authors
2. https://www.mdpi.com/journal/water/instructions
3. https://www.mdpi.com/journal/civileng/instructions
4. https://www.nature.com/npjcleanwater/for-authors-and-referees/about/open-access
5. https://www.elsevier.com/wps/find/journaldescription.cws_home/747682?generatepdf=true
6. https://www.mdpi.com/journal/sustainability/instructions
Nama Jurnal yang dituju : Sustainability (Switzerland)
Contoh artikel : Evaluation of Water Quality of Collected Rainwater in the Northeastern Loess
Plateau
Jumlah target kata sesuai GFA : minimum 4000 words
Contoh 2: Outline penulisan dan publikasi jurnal

Nama : RISMA ANISA SYFANI


NPM : 2206138513
Mata Kuliah : PKIL
Tema : RAIN WATER HARVESTING/SPAH
Nama Jurnal yang dituju : water (Switzerland)

RENCANA WAKTU PENELITIAN ( hanya contoh-disesuikan dengan timeline masing2)

WAKTU TARGET PENCAPAIAN

MINGGU 1 Proses Mencari Jurnal: Menentukan Jurnal yang dituju

MINGGU 2 Review Proses Mencari Jurnal

MINGGU 3 Menulis 300 kata

MINGGU 4 Menulis 1000 kata

MINGGU 5 Menulis 400 kata

MINGGU 6 Menulis 400 kata

MINGGU 7 Menulis 200 kata

MINGGU 8 Menulis 1000 kata

MINGGU 9 Menulis 350 kata

MINGGU 10 Menulis 150 kata

MINGGU 11 Membuat Abstrak (max 200 kata)

Melengkapi dan memperbaiki abstrak dan daftar pustaka,


MINGGU 12
Memperbaiki format draft artikel sesuai dengan GFA

MINGGU 13 Masuk tahap penerjemahan dan proofread artikel

MINGGU 14 Masuk tahap penerjemahan dan proofread artikel

MINGGU 15 Cek Akhir


MINGGU 16 Submit Uas

Nama Jurnal yang dituju : water (Switzerland)


Contoh artikel : Modeling Rainwater Harvesting and Storage Dynamics of Rural
Impoundments in Dry Chaco Rangelands
Jumlah target kata sesuai GFA : minimum 4000 words
Lampiran 3: Progres Mingguan
Nama : Risma Anisa Syfani
NPM : 2206138513
Mata Kuliah : PKIL
Tema : Rainwater Harvesting / SPAH
Nama Jurnal yang dituju : Environmental Research

Rencana Waktu Penelitian


Waktu Target Pencapaian ((disesuikan dengan timeline masing-masing)
1st week Proses Mencari Jurnal: Menentukan Jurnal yang dituju

2nd week Review Proses Mencari Jurnal


3rd week Review Proses Mencari Jurnal
4 th week Menulis Intro 300 kata
5 th week Menulis 500 kata
6 th week Menulis 500 kata
7 th week Menulis 500 kata
8 th week Menulis 500 kata
9 th week Menulis 500 kata
10 th week Menulis 1000 kata
11 th week Menulis 2000 kata
12 th week Melengkapi dan memperbaiki abstrak dan daftar pustaka, Memperbaiki format draft artikel sesuai dengan GFA
13 th week Masuk tahap penerjemahan dan proofread artikel
14 th week Masuk tahap penerjemahan dan proofread artikel
15 th week Cek Akhir serta memperbaiki review hasil dari teman sejawat
16th week Mengumpulkan UAS
Lampiran 4: Full artikel Weekly Progres:

Pengentasan Stunting dengan Integrasi Sistem Pemanenan Air hujan di Daerah Pesisir Jakarta Utara

Abstract
Stunting tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di daerah perkotaan. Faktor penyebab tingginya prevalensi stunting di wilayah ini adalah terbatasnya
ketersediaan air bersih dan makanan kaya nutrisi. Selain itu, kecamatan ini berisiko mengalami krisis air bersih di kemudian hari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
efektivitas integrasi panen air hujan (RWH) dan urban farming untuk mengatasi stunting, akses air bersih, dan pasokan pangan di Kecamatan Kalibaru, Jakarta Utara. Metode yang
digunakan adalah eksperimen sosial melalui tiga proses: pendidikan masyarakat, instalasi RWH, dan pengembangan sistem pertanian perkotaan. Untuk setiap proses,
pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan dan survei terhadap 39 responden. Pengetahuan masyarakat diukur sebelum dan sesudah proses melalui kuesioner, dan
hasil integrasi RWH dan sistem pertanian perkotaan dijelaskan. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang manfaat integrasi RWH dan pertanian
perkotaan. RWH telah membantu meringankan masalah ketersediaan air bersih secara efektif dan ekonomis. Sementara itu, pertanian perkotaan telah memberi masyarakat akses
yang lebih baik ke makanan kaya nutrisi, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi masalah stunting.

Keywords: Rainwater Harvesting ,Stunting, Urban Farming.

1. Introduction
Indonesia berada di peringkat lima dunia memiliki angka kematian tertinggi akibat konsumsi air yang tidak aman (1) dan berdasarkan laporan World Resources Institute,
2015, Indonesia memilliki risiko tinggi (40-80%) mengalami krisis air bersih pada tahun 2040. Penggunaan air berkelanjutan diarahkan untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan (TPB) ke-6, maka dari itu diperlukan perencanaan penyediaan air minum yang terintegrasi ke depan karena masih banyak masyarakat yang mengalami kekurangan
air secara kualitas dan kuantitas (2). Kondisi ini lebih banyak terjadi di permukiman yang berbatasan dengan laut yang umumnya memiliki lingkungan dengan kepadatan tinggi,
berhimpitan, jalan tanpa perkerasan, dan sistem drainase buruk sehingga mempengaruhi akses air bersih (3). Padahal air yang aman menjadi kebutuhan dasar dan penting untuk
aktivitas manusia serta memiliki manfaat untuk lingkungan, kesehatan, dan meningkatkan pembangunan ekonomi hingga produksi pangan (4). Dalam pembangunan yang inklusif
dan implementasi tujuan pembangunan berkelanjutan hasilnya menyoroti bahwa tujuan sosial terkait akses air membutuhkan perhatian lebih khususnya pada perekonomian
rumah tangga untuk keberlanjutan pelayanan air (5)). Keadaan perekonomian khususnya rumah tangga di pesisir mengalami keterbatasan karena dipengaruhi faktor terbatasnya
mata pencaharian, sebagai akibat modal finansial yang rendah, pendidikan yang rendah, dan keterampilan yang terbatas (6). Evaluasi mengenai layanan suplai air rumah tangga
di negara berkembang harus mempertimbangkan volume kebutuhan setiap rumah tangga, kualitas air, aksesibiltas seperti jarak dan waktu serta kendala, dan biaya layanan air
(7).
Panen Air Hujan (RWH) dinilai dapat menjadi solusi untuk mengatasi kelangkaan air di wilayah pesisir. Akter dan Ahmed (8) mempelajari potensi RWH di komunitas
perkotaan Agrabad Chittagong, Bangladesh. Studi mereka mengungkapkan bahwa RWH memungkinkan air hujan untuk meningkatkan air bersih sebesar 20 liter / orang / hari
sepanjang tahun. Sebuah studi serupa oleh Campisano et al. (9) menunjukkan bahwa penerapan RWH memiliki penghematan air tahunan yang tinggi sebesar 30% -50%. Jika
masyarakat menggunakan Panen Air Hujan (RWH) secara luas, maka akan memiliki beberapa manfaat, seperti: mengatasi kekeringan, mengurangi erosi tanah, mengurangi risiko
banjir, meningkatkan pasokan air tanah, dan alternatif pasokan air yang ekonomis (10)
Pemenuhan air bersih dengan panen air hujan sudah dilakukan di berbagai negara misalnya di Meksiko, Vietnam, Bangladesh, dan Jakarta. Di Meksiko, memanen air
hujan di perkotaan pada kondisi kualitas udara yang tidak baik, namun dilakukan dengan sistem yang tepat akan menghasilkan kualitas air yang sangat baik (11). Perlu juga
memperhatikan jenis atap yang akan digunakan sebagai daerah tangkapan, terutama pada kandungan Pb dan Zn yang terkandung pada air hujan yang ditampung (12).
Penerimaan akan penyediaan air bersih dengan pemanenan air hujan di Jakarta yang bersumber dari air hujan membutuhkan sosialisasi (13). Sementara itu, di Vietnam (14),
melakukan sosialisasi air hujan hingga ke institusi pendidikan. Panen air hujan memiliki dampak positif terhadap kebutuhan air di perkotaan (15). Semakin tinggi tingkat urbanisasi,
maka akan meningkatkan kapasitas pemanenan air hujan karena semakin banyak daerah tangkapan dari atap bangunan (16). Tetapi yang terjadi di lingkungan permukiman
dengan kepadatan tinggi seperti di Jakarta sulit untuk mencari lahan untuk penempatan instalasi. Padahal (17) mengatakan bahwa dalam pembangunan instalasi memiliki kriteria
lahan yang cukup. Selain lokasi, bahan bangunan yang digunakan sebagai atap pada penempatan instalasi juga perlu diperhatikan, karena air hujan mungkin saja tercemar karena
bahan dari atap yang digunakan sebagai daerah tangkapan dan tercemar oleh bakteri Coliform (12). Dengan demikian, diperlukan perawatan rutin untuk menghilangkan debu-
debu dan kotoran di daerah tangkapan. Tidak hanya sebagai sumber air bersih, panen air hujan telah menjadi pertimbangan sebagai solusi untuk mengurangi masalah banjir dan
genangan di perkotaan (18).
Permasalahan Stunting di Indonesia merupakan permasalahan yang telah menjadi perhatian nasional. Target penurunan stunting pada tahun 2024 sebesar 14%,
sedangkan di tahun 2022 masih diangka 24%. Permasalahan stunting tidak hanya terjadi di Indonesia, namun secara global juga didapati angka yang cukup memprihatinkan , di
Asia Tenggara pada tahun 2020 yang dilaksanakan oleh Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) Negara dengan angka prevalensi tertinggi adalah Timor Leste
dengan angka stunting sebesar 48,8% kemudian diikuti oleh Indonesia dengan angka prevalensi mencapai 31,8%. Sedangkan negara dengan prevalensi terendah yaitu Singapura
dengan tingkat prevalensi hanya 2,8%. Jika merujuk pada kondisi lokasi penelitian yaitu wilayah Kampung Nelayan, Kelurahan Kalibaru Jakarta Utara Permasalahan krisis air bersih
terjadi karena ketersediaan sumber air yang terbatas, seperti di Jakarta Utara yang menglami intrusi air laut dan cakupan pelayanan air perpipaan yang belum merata. Di
Kampung Nelayan Kalibaru, masyarakat memanfatkan sumber air tanah, air perpipaan, dan air hujan (19). Pada daerah pemukiman kelurahan kalibaru Jakarta Utara, memiliki
keterbatasan lahan akibat padatnya pemukiman penduduk, maka penerapan teknologi Urban Farming dinilai mampu mendukung terwujudnya kemandirian akses sayur-mayur,
buah-buahan, dan pangan protein. Penerapan teknologi tersebut juga memiliki manfaat lainnya, seperti menciptakan usaha (20,21) , meningkatkan pola gaya hidup sehat
masyarakat (22), meningkatkan kohesi sosial ( (23–26) , menciptakan jasa ekosistem kota (27), serta mengurangi dampak negatif jejak ekologis dari rantai pemasaran/distribusi
bahan pangan (28–30) . Namun, penerapan teknologi Urban Farming di Kampung Nelayan, Kelurahan Kalibaru juga harus didukung dengan penerapan teknologi alternatif
penghasil sumber air bersih. Hal ini dikarenakan sulitnya akses air bersih di wilayah peisisir Jakarta Utara akibat permasalahan instrusi air laut serta besarnya harga air pemipaan
jika dibandingkan dengan besar pendapatan penduduk per bulan (31). Adapun alternatif air yang digunakan oleh warga saat ini untuk memenuhi kebutuhan air harian belum
memenuhi standar baku mutu berbau dan berasa asin akibat tingginya tingkat salinitas (31,32) .
Kondisi ilkim wilayah Jakarta Utara yang memiliki tingkat intensitas curah hujan yang cukup tinggi, yaitu 200 mm/bulan selama 8 bulan/tahun,penerapan teknologi Sistem
Pemanen Air Hujan (SPAH) dapat dijadikan alternatif penghasil air bersih secara ekonomis dan berkelanjutan. Penerapan teknologi Urban Farming yang terintegrasi dengan
teknologi SPAH untuk mengahasilkan sumber pangan sehat secara mandiri dan berkelanjutan. Penerapan tersebut juga didukung dengan kegiatan edukasi mengenai pangan sehat
dan bergizi.
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan (33), terdapat organisasi masjid dan koperasi di Kelurahan Kalibaru, termasuk Masjid Nur Arrahman di RW 13 dan Koperasi Nelayan di RW 01, yang
aktif melakukan kegiatan sosial budaya termasuk gotong royong untuk mengelola ruang-ruang publik di sekitarnya. Hal tersebut dapat mendorong pelaksanaan-pelaksanaan program untuk
penyelesaian permasalahan yang dialami masyarakat setempat yang dalam hal ini adalah penerapan SPAH dan Urban Farming.
Berdasarkan pemetaan sosial budaya yang dilakukan oleh , terdapat organisasi masyarakat aktif yang hadir di Kecamatan Kalibaru yang melakukan kegiatan seperti
gotong royong untuk merawat dan mengelola ruang-ruang publik di sekitarnya. Kehadiran komunitas tersebut dapat mendorong dan mempertahankan penerapan RWH dan
praktik urban farming untuk memberi manfaat bagi warga setempat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas integrasi panen air hujan (RWH) dan urban farming
untuk mengatasi masalah stunting, akses air bersih, dan penyediaan pangan kaya nutrisi di Kecamatan Kalibaru, Jakarta Utara (33)
Secara umum, penelitian mengenai pemanenan air hujan secara teknis sudah dibahas sebelumnya. Karakteristik lingkungan dan sosial ekonomi setiap wilayah akan
berbeda, seperti perbedaan antara perkotaan dan pesisir. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan meningkatkan aksesibilitas air bersih di permukiman pesisir sehingga penelitian
ini berkontribusi menjadi salah satu alternatif penyediaan air bersih di pesisir yang terjangkau serta dapat menurunkan nilai stunting pada kampung nelayan, kelurahan kalibaru
provinsi jakarta utara. Manfaar besar jugga dirasakan terutama oleh masyarakat sekitar dimana dengan adanya pemanenan air hujan dengan pengintegrasian dapat menurunkan
nilai stunting dan dapat mengurangi economic cost yan dirasakan masyarakat sekitar diamana mengurangi biaya pembelian air bersih. Bagi pemerintah dapat bermanfaat
diperoleh gambaran terkini kondisi keseimbangan aspek ekologis, aspek sosial dan ekonomi masyarakat di pesisir Jakarta untuk kebijakan penyediaan air.

2. Metode Penelitian

2.1 Area Studi

Penelitian ini dilakukan di dalam kawasan perumahan di sekitar Masjid Nur Arrahman di RW (Rukun Warga, kategorisasi nasional untuk dusun) 13, Kecamatan Kalibaru, Jakarta Utara.
Gambar 1. Kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk mewakili kondisi di banyak wilayah pesisir yang berpotensi mengalami kelangkaan air serta lokasi pusat tingginya nilai stunting.

2.2 Metodologi
Metodologi berikut diikuti untuk melakukan penelitian:

a. Mempersiapkan survei awal


b. Melakukan Forum Group Discussion (FGD) dan wawancara dengan perwakilan masyarakat dan pemerintah daerah
c. Melakukan sosialisasi, edukasi dan workshop serta penyebaran kuesioner yang telah dikembangkan terkait survei awal dan FGD
d. Memproses data dan analisis

Penelitian didahului dengan mengidentifikasi permasalahan berdasarkan kondisi nyata di sekitar lokasi penelitian melalui survei dan observasi langsung. Analisis masalah kemudian
diarahkan untuk merancang tindakan berupa spesifikasi, keterlibatan peneliti, dan indikator keberhasilan. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) kemudian dilakukan untuk warga RW
13, Kecamatan Kalibaru, sebagai bagian dari pelaksanaan sesi edukasi RWH dan urban farming yang dilaksanakan pada 8 dan 10 Oktober 2023.

Gambar 1. Tabel Kehadiran FGD

No Jabatan Number of People


.
1 Perwakilan Walikota Jakarta Utara 1
2 Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta 1
3 Departemen Lingkungan Hidup DKI Jakarta 1
4 Camat Cilincing 1
5 Kepala Kelurahan Kalibaru 1
6 Ketua RW 13 1
7 Perwakilan Ketua RT 3 2
8 Ketua KOCAK (Komunitas Cerdaskan Anak) 1
9 Perwakilan Komunitas 2

Populasi dalam penelitian ini melibatkan 7000 warga yang tinggal di RW 13 Kelurahan Kalibaru, Jakarta Utara. Sampel penelitian sebanyak 39 responden menggunakan
teknik accidental sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan kuesioner digunakan sebagai instrumen penelitian. Kuesioner dibagikan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan masyarakat terkait manfaat RWH dan urban farming untuk mengurangi stunting di daerah tersebut.

Selama sesi pendidikan, peserta dibagi menjadi dua kelompok kecil untuk mengambil bagian dalam lokakarya dan pendidikan berdasarkan minat mereka. Peserta
diberikan kuesioner, yaitu pre-test dan post-test, untuk mengukur pemahaman mereka sebelum dan sesudah sesi.

Gambar 3: Tabel Kuesioner Pre-Test dan Post-Test


No. Pre-Test
1 Nama
2 Umur
3 Pendidikan terbaru
4 Pekerjaan
5 Penghasilan rata-rata
6 Status Tempat Tinggal
7 Jumlah Penghuni Rumah
8 Sumber Air bersih yang digunakan
9 Rentang yang harus dibayar untuk memenuhi kebutuhan air
10 Pemahaman mengenai pemanenan air hujan
11 Memahami manfaat pemanenan air hujan
12 Bagaimana pemanenan air hujan diterapkan
13 Pemenuhan gizi seimbang untuk asupan harian
14 Pemahaman mengenai stunting
15 Pemahaman mengenai edible garden dengan hidroponik

22 responden menyelesaikan pre-test, dan 32 responden menyelesaikan post-test. Dari total tersebut, 14 responden menyelesaikan kedua tes tersebut.
3. Result and Discussion

a. Profil Umum Responden


Berdasarkan data kuesioner yang telah diperoleh, diketahui bahwa masyarakat setempat memiliki jenis pekerjaan yang bervariasi, diantaranya adalah pedagang, buruh,
guru, guru paud, IRT, wiraswasta, dan pemulung besi. Mayoritas jenis pekerjaan responden adalah IRT (61%). Sedangkan jenis pekerjaan yang paling sedikit adalah pemulung
besi (2%). Rincian jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rincian Persentase Jenis Pekerjaan Responden


Persentase penghasilan yang dimiliki oleh responden mayoritas ada pada rentang Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 (41%) dan yang paling sedikit adalah sebanyak 28%, yakni
sebesar Rp. 500.000. Rincian persentase pendapatan responden dapat dilihat pada Gambar 2.

PENDAPATAN PER bULAN


< Rp
>Rp
1.000. 500.0
000 00
31% 28%

Rp 500.000-
1.000.000
41%

Gambar 2. Rincian Persentase Pendapatan Responden per Bulan

b. Sumber Air Bersih Masyarakat


Sumber air yang digunakan masyarakat terdiri atas air sumur dan air yang disupply oleh Perusahaan Air Minum (PAM). Survey dan observasi yang dilakukan menunjukan bahwa
masyarakat di lokasi penelitian pada umumnya menggunakan air bersih yang bersumber dari air PAM, yakni sebanyak 72% yang dibeli di kios air yang tersedia. Selain itu, masyarakat juga
menggunakan sumber air bersih dari air tanah (air sumur: 28%) (Gambar 3).
Gambar 3. Sumber Air Bersih Masyarakat
Penggunaan sumber air dari PAM dilakukan dengan cara pembelian dari kios air yang dibeli setiap harinya untuk kemudian digunakan untuk keperluan rumah tangga. Kios
air yang terdapat di lokasi penelitian setiap harinya diisi oleh PAM secara rutin sebanyak dua kali sehari (Gambar 4). Adapun biaya yang dihabiskan responden per bulan untuk
keperluan air bersih paling mayoritas adalah sebesar Rp. 100.000 – Rp. 300.000 (50% dari responden) dan yang paling sedikit adalah melebihi Rp. 1.000.000 dan Rp. 300.000 –
Rp. 500.000 (masing-masing 3,1%). Detail pengeluaran responden untuk membeli air bersih dari kios air dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4. Sumber Air PAM (Kios Air) Masyarakat
biaya harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan air per bu-
lan

Rp. 500.000-
Rp.1.000.000
9% >Rp.1.000.000
3%
Rp. 300-
Rp.500.000
3%

< Rp. 100.000


34%

Rp. 100.000-
Rp.300.000
50%

Gambar 5. Biaya Pembelian Air Bersih Responden per Bulan

Penggunaan air PAM oleh masyarakat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penelitian (19) menyebutkan bahwa jenis kegiatan untuk pemanfaatan air bersih
di Kelurahan Kalibaru diantaranya adalah untuk kegiatan mandi dan kakus, minum dan memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, membersihkan perabotan (alat
pancing), wudhu, mencuci kendaraan, dan menyiram tanaman. Tingginya penggunaan air PAM di wilayah penelitian dikarenakan oleh tingginya tekanan terhadap kondisi air tanah
yang menyebabkan air tanah tidak memungkinkan untuk digunakan. Tekanan tersebut diakibatkan oleh tingginya penggunaan lahan untuk pemukiman dan industri, serta
ancaman terhadap intrusi air laut. Kelangkaan-kelangkaan air ini menjadi faktor pendorong pentingnya penerapan teknologi Sistem Pemanenan Air Hujan (SPAH) di lokasi
penelitian.

c. Kejadian Stunting Masyarakat


Stunting merupakan suatu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan pemenuhan zat gizi yang kurang pada masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang
bersifat kronis. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting sulit disadari sehingga menjadi salah satu fokus pada
target perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025. Stunting atau perawakan pendek adalah suatu keadaan tinggi badan seseorang yang tidak sesuai dengan umur. Seseorang
dikatakan stunting bila skor Z-indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U)-nya dibawah -2 SD (34) Stunting adalah masalah gizi utama
yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Selain itu, stunting dapat berpengaruh pada anak balita pada jangka panjang yaitu mengganggu
kesehatan, pendidikan serta produktifitasnya di kemudian hari. Anak balita stunting cenderung akan sulit mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal baik
secara fisik maupun psikomotorik.
Permasalahan stunting adalah salah satu permasalahan yang dialami oleh anak-anak di wilayah penelitian. Berdasarkan pengambilan data menggunakan kuesioner, jumlah
responden yang memiliki anak dengan keadaan stunting adalah sebanyak 19% dapat dilihat pada Gambar 6.

kondisi berat badan balita

Stunting
19%

Normal
81%

Gambar 6. Kondisi Berat Badan Balita di RW 13


Stunting dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kebiasaan makan dan ketersediaan air bersih. Kebiasaan makan yang dapat mempengaruhi stunting
antara lain makanan bergizi yang dikonsumsi ibu hamil dan balita untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang. (35) Selain itu, stunting berdampak pada perkembangan kognitif,
motorik, dan verbal anak menjadi tidak optimal. Di masa depan, anak stunting memiliki risiko obesitas dan penyakit lain yang lebih tinggi. Selain itu, kapasitas dan prestasi belajar
anak serta produktivitas dan kapasitas kerja juga belum optimal. Dampak buruk stunting juga mempengaruhi kesehatan reproduksi. Mereka memulai hidup mereka dalam kondisi
yang kurang menguntungkan, seperti menghadapi kesulitan belajar di sekolah, berpenghasilan rendah sebagai orang dewasa, dan menghadapi hambatan untuk berpartisipasi
dalam masyaraka. Dampak buruk stunting bisa berlangsung seumur hidup, bahkan menimpa generasi penerus (36) (37). Oleh karena itu, masalah stunting di lokasi penelitian
mungkin sebagian disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap makanan sehat, terutama sayuran, karena keterbatasan lahan di lokasi padat penduduk dan kelangkaan air bersih.
Berdasarkan hasil kuesioner, masih ada penduduk yang hanya kadang-kadang dan bahkan jarang (masing-masing 28%) memiliki gizi seimbang dalam makanan sehari-hari.
Persentasenya dapat dilihat pada Gambar 7. Hal ini didukung oleh fakta bahwa masih banyak responden yang jarang mengkonsumsi sayuran setiap hari (41%) yang dapat dilihat
pada Stunting dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kebiasaan makan dan ketersediaan air bersih. Kebiasaan makan yang dapat mempengaruhi stunting
antara lain makanan bergizi yang dikonsumsi ibu hamil dan balita untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang (35)
Selain itu, stunting berdampak pada perkembangan kognitif, motorik, dan verbal anak menjadi tidak optimal. Di masa depan, anak stunting memiliki risiko obesitas dan
penyakit lain yang lebih tinggi. Selain itu, kapasitas dan prestasi belajar anak serta produktivitas dan kapasitas kerja juga belum optimal. Dampak buruk stunting juga
mempengaruhi kesehatan reproduksi. Mereka memulai hidup mereka dalam kondisi yang kurang menguntungkan, seperti menghadapi kesulitan belajar di sekolah, berpenghasilan
rendah sebagai orang dewasa, dan menghadapi hambatan untuk berpartisipasi dalam masyarakat . Dampak buruk stunting bisa berlangsung seumur hidup, bahkan menimpa
generasi penerus (36) (37). Oleh karena itu, masalah stunting di lokasi penelitian mungkin sebagian disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap makanan sehat, terutama sayuran,
karena keterbatasan lahan di lokasi padat penduduk dan kelangkaan air bersih. Berdasarkan hasil kuesioner, masih ada penduduk yang hanya kadang-kadang dan bahkan jarang
(masing-masing 28%) memiliki gizi seimbang dalam makanan sehari-hari. Persentasenya dapat dilihat pada Gambar 7. Hal ini didukung oleh fakta bahwa masih banyak
responden yang jarang mengkonsumsi sayuran setiap hari (41%) yang dapat dilihat pada Gambar 8.
.

ketersediaan makanan sehari-hari memenuhi gizi


seimbang

Seadanya
28%

Ya, 4 Se-
hat 5
Sempurna
44%

Jarang
28%

Gambar 7. Persentase Pemenuhan Gizi Seimbang


seberapa sering mengonsumsi sayur sehari-hari

Jarang 41%

Sering,
Hampir se-
tiap hari
memakan
sayur
59%

Gambar 8. Persentase Konsumsi Sayur per Hari Masyarakat

d. Integrasi Instalasi Pemanenan Air Hujan (PAH) dan Urban Farming


Pemanenan air hujan merupakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan air bersih di permukiman pesisir di lokasi penelitian. Instalasi RWH dirancang untuk menangkap air
hujan di permukaan dan menyalurkannya untuk kemudian disimpan dan digunakan untuk berbagai keperluan. RWH dapat digunakan untuk menghemat air tanah dan sebagai
sumber air domestik alternatif. (38) Ada dua jenis utama dalam sistem pemanenan air hujan: sistem aliran total dan sistem pengalih. Total flow system atau sistem filter
pertama, yaitu pemanenan air hujan yang menangkap limpasan atap dan langsung menyimpannya dalam tangki penampungan. Air disaring untuk menghilangkan partikel sebelum
dimasukkan ke dalam tangki dan kelebihan air akan mengalir ke sistem drainase jika ada kelebihan air. Sistem ini efektif dalam menyimpan dan menyimpan air dalam jumlah
besar. Pemanenan air hujan dengan sistem diverter berlangsung dengan memisahkan sebagian air limpasan dari atap ke dalam sistem drainase dan bagian lainnya ke dalam
tangki. Sistem ini efektif diterapkan pada lokasi yang sering mengalami hujan deras. Pada dasarnya, PAH adalah kegiatan mengumpulkan air hujan dan menyimpannya di waduk
dengan tujuan memanfaatkan air tersebut untuk berbagai keperluan, seperti menjaga kelestarian air tanah (sumur resapan) dan sebagai alternatif sumber air bersih (water
reservoir). (39). (40) RWH domestik mengacu pada air hujan yang digunakan untuk keperluan rumah tangga, menyiram kebun, dan pertanian skala kecil di masing-masing dari
43 rumah tangga. RWH digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air hujan dari atap selama hujan dan disimpan untuk digunakan sebagai pengganti air keran untuk
aplikasi yang tidak dapat diminum atau diminum. Pemanenan air hujan dapat menjadi alternatif yang diterapkan di kota-kota untuk mengatasi masalah pasokan air dan energi
yang mahal. Praktik RWH mampu meningkatkan efisiensi penghematan air tahunan. Penelitian yang dilakukan di berbagai kota di Brasil menunjukkan bahwa potensi efisiensi
penghematan air tahunan PAH telah meningkat dari 12% menjadi 79%. Di Yordania, RWH dapat menghemat sekitar 14,5 juta m3 air per tahun untuk rumah tangga dan di Cina,
penghematan air dari penggunaan PAH menunjukkan efisiensi 2% hingga 20% di daerah kering (18)
Penentuan lokasi RWH dan urban farming dilakukan berdasarkan pertimbangan seperti luas lahan yang cukup untuk instalasi, area yang dapat dijadikan resapan air, dan
lokasi yang berfungsi sebagai ruang publik untuk pemanfaatan optimal, kemudahan perawatan, dan pemantauan oleh warga masyarakat (19). (33) menguraikan peran sentral
organisasi masyarakat di Kecamatan Kalibaru, seperti pemuda Karang Taruna dan organisasi perempuan PKK bekerja sama dengan Kantor Kecamatan, untuk menumbuhkan
kesejahteraan masyarakat dan memediasi dukungan dari entitas eksternal (yayasan swasta, CSR, partai politik, lembaga pendidikan) untuk mengatasi masalah ekonomi, sosial,
dan lingkungan di daerah tersebut.
Studi oleh (33) tentang ruang-ruang budaya di Kecamatan Kalibaru juga telah memperhitungkan sejumlah masjid dan mushola yang berfungsi sebagai ruang budaya inti
untuk berbagai kegiatan sosial dan keagamaan termasuk ceramah pendidikan publik dan gotong royong untuk membersihkan dan merawat tempat umum. Secara khusus, masjid
Nur Arrahman di RW 13 memiliki organisasi yang aktif dan lama dipimpin oleh para pemimpin lokalnya. Lokasi pemasangan RWH dan urban farming diputuskan di RW 13,
tepatnya di halaman masjid Nur Arrahman, agar dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Kapasitas tampungan air hujan adalah 650 l yang terdiri dari 3 tangki
dalam sistem paralel. Instalasi urban farming terdiri dari dua unit hidroponik penyiraman sendiri. Instalasi di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Integrasi Instalasi Sistem Pemanenan Air Hujan (SPAH) dan Urban Farming

Implementasi SPAH dan Urban Farming mencakup kegiatan pembangunan, edukasi dan sosialisasi (Gambar 10), workshop (Gambar 11), dan Focus Group Discussion
(FGD) (Gambar 12) terkait SPAH sebagai alternatif air bersih dan urban farming sebagai pemenuhan pangan untuk mengatasai permasalahan stunting di lokasi penelitian.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap teknologi yang dibangun di wilayah penelitian. Target peserta mencakup warga masyarakat
sekitar lokasi pemasangan instalasi, pemerintah setempat, dan guru PAUD. Jumlah peserta yang hadir berkisar antara 30 – 40 peserta.

Gambar 11. Pelaksanaan Edukasi terkait Air Bersih Alternatif dan Pemenuhan Gizi Seimbang
Gambar 12. Pelaksanaan Workshop SPAH dan Urban Farming

Gambar 13. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)

Penilaian terhadap penerimaan masyarakat dilakukan melalui pemberian kuesioner pretest dan postest untuk menilai persepsi masyarakat sebelum dan sesudah
dilaksanakan edukasi dan workshop. Peningkatan pengetahuan masyarakat terkait alternatif air bersih air hujan dan urban farming berdasarkan hasil kuesioner, terjadi
peningkatan (Gambar 14 dan Gambar 15).
Pre-test pengetahuan tentang pemanenan Post-test pengetahuan tentang pe-
Ragu-Ragu
manenan air hujan
air hujan

9%

Ya
38%
Tidak
63%
YA
91%

Gambar 14. Persentase Pretest dan Postest Pengetahuan Masyarakat terkait SPAH

pre-test pengetahuan tentang


Urban farming Ragu-ragu
post-test pengetahuan tentang
Ragu-ragu Urban farming

9%
Tidak Ya
41% 56%
3%

Ya
91%

Gambar 15. Persentase Pretest dan Postttest Pengetahuan Masyarakat terkait Urban Farming
e. Discussion
Dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan di wilayah terdekat Jakarta Utara, penelitian ini berbeda dalam jenis pekerjaan penerima manfaat langsungnya.
Dalam penelitian (41) dan (19) mayoritas penerima manfaat dari instalasi RWH adalah nelayan. Dengan demikian, akan ada perbedaan dalam jumlah air yang dibutuhkan dan
kebiasaan konsumsi mengenai air bersih. Kebutuhan air bersih terbesar dalam penelitian ini adalah untuk kebutuhan rumah tangga. Meskipun jumlah air bersih yang dibutuhkan
lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, sumber alternatif air bersih seperti dari air hujan masih diperlukan karena tidak ada akses air perpipaan kota di lokasi
penelitian.
Lokasi instalasi dalam penelitian ini adalah fasilitas umum yaitu masjid yang masih menggunakan air tanah sebagai sumber air untuk kegiatan wudhu. Kondisi air yang
penulis amati secara langsung adalah warna dan rasanya. Air tanahnya berwarna kecoklatan dan asin secukupnya, karena lokasi masjid sangat dekat dengan laut. Ada jumlah air
kota yang terbatas yang dapat digunakan penduduk setempat setiap hari melalui kios air yang diisi oleh truk air. Dengan segala keterbatasan tersebut, air bersih tetap menjadi
kebutuhan utama sehari-hari warga dan secara tidak langsung dapat menurunkan prevalensi stunting melalui kebiasaan mencuci tangan (42)
Pemilihan metode urban farming menggunakan sistem hidroponik dikarenakan kondisi lingkungan yang panas dan keterbatasan lahan. Pemilihan sumber air sebagai irigasi
untuk sistem ini perlu dipertimbangkan, karena penggunaan air tanah asin akan mempengaruhi bobot segar tanaman pangan (18). Dengan demikian, sumber air untuk irigasi
hidroponik diambil dari instalasi RWH yang juga terintegrasi dengan sistem hidroponik itu sendiri. Jenis tanaman pangan yang dipilih adalah tanaman dengan musim tanam
pendek, seperti sawi, bok choy, dan selada. Tanaman yang ditanam tidak beragam karena keanekaragaman pangan yang rendah tidak signifikan terkait dengan stunting (43)
Penerimaan masyarakat terhadap instalasi RWH dan urban farming sangat baik, terlihat dari antusiasme masyarakat saat sesi edukasi dan workshop praktik dilaksanakan.
Penempatan instalasi di masjid sengaja dilakukan untuk menghindari kepemilikan pribadi atas instalasi dan meningkatkan fungsi tempat ibadah sebagai ruang budaya di RW 13,
yang telah menunjukkan kohesi komunitas yang kuat (44) Pengelolaan urban farming dilakukan oleh perwakilan masyarakat yang juga pengurus masjid Nur Arrahman. Dengan
demikian, distribusi hasil panen urban farming dapat diprioritaskan bagi keluarga yang membutuhkan, terutama kepada keluarga yang berisiko stunting.
4. Kesimpulan
Penelitian ini mengidentifikasi masalah kritis yang dihadapi warga di Kecamatan Kalibaru, Jakarta Utara, khususnya stunting sebagai masalah serius yang dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak. Masalah stunting erat kaitannya dengan ketersediaan air bersih dan akses pangan kaya nutrisi. Melalui integrasi instalasi pemanenan air
hujan dan urban farming, penelitian ini mengusulkan solusi untuk mengatasi masalah stunting di lokasi penelitian. Penerapan RWH akan mampu menyediakan sumber air bersih
yang ekonomis dan berkelanjutan, mengurangi tekanan pada penggunaan air tanah, dan memberikan akses air bersih yang lebih baik bagi masyarakat. Pertanian perkotaan akan
mendorong potensi lokal untuk peningkatan akses terhadap makanan bergizi dan sehat. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan masyarakat lokal dan
warga mengenai RWH dan urban farming setelah melalui serangkaian sesi edukasi, workshop praktikum, dan focus group discussion. Ini adalah langkah positif menuju
pemanfaatan RWH dan sistem pertanian perkotaan yang lebih baik. Namun, penelitian ini mengakui bahwa tantangan ada dan perbaikan lebih lanjut diperlukan untuk menerapkan
sistem secara lebih luas dan efektif. Kerja sama antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan warga setempat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan proyek ini dan
memaksimalkan manfaatnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah integrasi RWH dan urban farming memiliki potensi besar dalam mengatasi masalah stunting di Kecamatan
Kalibaru, Jakarta Utara. Upaya dan dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak diperlukan untuk menyukseskan solusi ini dan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di
daerah. Pada penelitian selanjutnya juga dapat dikembangkan dengan menyediakan teknologi dalam sistem pemanenan air hujan sehingga dapat dikonsumsi langsung oleh
masyarakat sekitar dan juga dapat dikembangkan terkait teknologi untuk mengubah air laut menjadi air minum dengan memperhatikan hasil pengujian air, teknologi tersebut dapat
dikembangkan karena melihat di daerah penelitian terdapat banyak permasalahan yang disebabkan oleh kurangnya air bersih.

5. Ucapan Terimakasih
Mengucapkan terima kasih kepada seluruh responden dan pemerintah Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara yang telah menerima kami dengan hangat,
bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan mahasiswa
tim pengabdian masyarakat Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia yang telah terlibat serta membantu dalam pelaksaan penelitian ini.

6. References
1. CUMINGS JN. Biochemical aspects. Vol. 55, Proceedings of the Royal Society of Medicine. 1962. 1023–1024 p.
2. Alemu ZA, Dioha MO. Modelling scenarios for sustainable water supply and demand in Addis Ababa city, Ethiopia. Environmental Systems Research. 2020 Dec;9(1).
3. Putri HM, Nurlaili D, Besar B, Sosial R, Kelautan E, Perikanan D, et al. TATA KELOLA PEMUKIMAN NELAYAN DI WILAYAH PERKOTAAN PESISIR UTARA JAKARTA Fisherman
Settlement Management in Urban Region of Northern-Coast of Jakarta.
4. Jain R. Providing safe drinking water: A challenge for humanity. Vol. 14, Clean Technologies and Environmental Policy. Springer Verlag; 2012. p. 1–4.
5. Towards Sustainable Urban Water Services in Developing Countries: Tariffs Based on Willingness-to-Pay Studies.
6. Baum G, Kusumanti I, Breckwoldt A, Ferse SCA, Glaser M, Dwiyitno, et al. Under pressure: Investigating marine resource-based livelihoods in Jakarta Bay and the Thousand
Islands. Mar Pollut Bull. 2016 Sep 30;110(2):778–89.
7. Markantonis V, Dondeynaz C, Latinopoulos D, Bithas K, Trichakis I, M’Po YNT, et al. Values and preferences for domestic water use: A study from the transboundary River Basin of
Mékrou (West Africa). Water (Switzerland). 2018 Sep 12;10(9).
8. Akter A, Ahmed S. Potentiality of rainwater harvesting for an urban community in Bangladesh. J Hydrol (Amst). 2015;528(September 2015):84–93.
9. Campisano A, D’Amico G, Modica C. Water saving and cost analysis of large-scale implementation of domestic rain water harvesting in minor Mediterranean islands. Water
(Switzerland). 2017;9(12).
10. Muktiningsih SD, Putri DMARMS. Study of the potential use of rainwater as clean water with simple media gravity filters: A review. IOP Conf Ser Earth Environ Sci. 2021;733(1).
11. Gispert MÍ, Hernández MAA, Climent EL, Flores MFT. Rainwater harvesting as a drinkingwater option for Mexico City. Sustainability (Switzerland). 2018;10(11):1–13.
12. Rahman MA, Hashem MA, Sheikh MHR, Fazle Bari ASM. Quality assessment of harvested rainwater and seasonal variations in the southwest coastal area, Bangladesh. Environ
Earth Sci [Internet]. 2021;80(8):1–12. Available from: https://doi.org/10.1007/s12665-021-09622-6
13. Hargianintya A, Hasibuan H, Moersidik S. People Acceptance of Rainwater Harvesting In Fisheries Settlement Coastal Area, North Jakarta. 2020;(June).
14. Thuy BT, Dao AD, Han M, Nguyen DC, Nguyen VA, Park H, et al. Rainwater for drinking in Vietnam: Barriers and strategies. Journal of Water Supply: Research and Technology -
AQUA. 2019;68(7):585–94.
15. Crosson C, Tong D, Zhang Y, Zhong Q. Rainwater as a renewable resource to achieve net zero urban water in water stressed cities. Resour Conserv Recycl. 2021 Jan 1;164.
16. Shanableh A, Al-Ruzouq R, Yilmaz AG, Siddique M, Merabtene T, Imteaz MA. Effects of land cover change on urban floods and rainwater harvesting: A case study in Sharjah, UAE.
Water (Switzerland). 2018 May 13;10(5).
17. Huang Z, Nya EL, Rahman MA, Mwamila TB, Cao V, Gwenzi W, et al. Integrated water resource management: Rethinking the contribution of rainwater harvesting. Sustainability
(Switzerland). 2021 Aug 1;13(15).
18. Meshram SG, Ilderomi AR, Sepehri M, Jahanbakhshi F, Kiani-Harchegani M, Ghahramani A, et al. Impact of roof rain water harvesting of runoff capture and household
consumption. Environmental Science and Pollution Research. 2021;28(36):49529–40.
19. Huwaina A, Hasibuan HS, Fatimah E. Pemanenan Air Hujan untuk Meningkatkan Aksesibilitas Air di Permukiman Pesisir, Kasus Jakarta, Indonesia. Jurnal Wilayah dan Lingkungan.
2022;10(2):182–98.
20. Aubry C, Ramamonjisoa J, Dabat MH, Rakotoarisoa J, Rakotondraibe J, Rabeharisoa L. Urban agriculture and land use in cities: An approach with the multi-functionality and
sustainability concepts in the case of Antananarivo (Madagascar). Land use policy [Internet]. 2012;29(2):429–39. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.landusepol.2011.08.009
21. Indraprahasta GS, Agustina I. T A T A L O K A Urban Agriculture Activity and Its Potentials to Eradicate Urban Poverty in Jakarta. Agustus. 2012;14(August 2012):186–200.
22. Mourão I, Moreira MC, Almeida TC, Brito LM. Perceived changes in well-being and happiness with gardening in urban organic allotments in Portugal. International Journal of
Sustainable Development and World Ecology [Internet]. 2019;26(1):79–89. Available from: https://doi.org/10.1080/13504509.2018.1469550
23. Chan J, DuBois B, Tidball KG. Refuges of local resilience: Community gardens in post-Sandy New York City. Urban For Urban Green [Internet]. 2015;14(3):625–35. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ufug.2015.06.005
24. Dimitri C, Oberholtzer L, Pressman A. Urban agriculture: connecting producers with consumers. British Food Journal. 2016;118(3):603–17.
25. Sletto B, Tabory S, Strickler K. Sustainable urban water management and integrated development in informal settlements: The contested politics of co-production in Santo
Domingo, Dominican Republic. Global Environmental Change [Internet]. 2019;54(November 2018):195–202. Available from: https://doi.org/10.1016/j.gloenvcha.2018.12.004
26. Säumel I, Reddy SE, Wachtel T. Edible city solutions-one step further to foster social resilience through enhanced socio-cultural ecosystem services in cities. Sustainability
(Switzerland). 2019;11(4).
27. Post DE. THE ROLE OF ATOMIC COLLISIONS IN FUSION D. E. Post Plasma Physi is Laboratory, Princeton University Pri.iceian, Ifev Jersey 08544. AGU Publications. 2018;
28. Helwig NE, Hong S, Hsiao-wecksler ET. No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title.
29. Helwig NE, Hong S, Hsiao-wecksler ET. No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析 Title.
30. Specht K, Siebert R, Hartmann I, Freisinger UB, Sawicka M, Werner A, et al. Urban agriculture of the future: An overview of sustainability aspects of food production in and on
buildings. Agric Human Values. 2014;31(1):33–51.
31. Hargianintya A, Hasibuan H, Moersidik S. People Acceptance of Rainwater Harvesting In Fisheries Settlement Coastal Area, North Jakarta. 2020;(January).
32. Asseggaf A, Hendarmawan H, Hutasoit LM, Hutabarat J. Salinitas Airtanah Akifer Tertekan Kedalaman 0 – 20 M Daerah Kalideres – Cengkareng, Jakarta Barat. RISET Geologi dan
Pertambangan. 2017;27(1):15.
33. Habib MH, Hasibuan HS, Kurniawan KR. Cultural Space as Sustainability Indicator for Development Planning (Case Study in Jakarta Coastal Area). Sustainability (Switzerland).
2023;15(17).
34. Lahir BB. Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja the Correlation Between the Birth Bodyweight of Newborn Infant and Stunting Among Under Five Years Old Children in Arjasa
Community. 2020;31:1–10.
35. Wulandari Leksono A, Kartika Prameswary D, Sekar Pembajeng G, Felix J, Shafa Ainan Dini M, Rahmadina N, et al. Risiko Penyebab Kejadian Stunting pada Anak. Jurnal
Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas. 2021;1(2):34–8.
36. Pitoyo AJ, Saputri A, Agustina RE, Handayani T. Analysis of Determinan of Stunting Prevalence among Stunted Toddlers in Indonesia. Populasi. 2022;30(1):36.
37. United Nations-World Health Organization. UNICEF-WHO-The World Bank: Joint child malnutrition estimates - Levels and trends. Report. 2019;p.1-15.
38. Susilo GE, Prayogo TB. Rainwater Harvesting As an Alternative Source of Domestic Water in Lampung Province - Indonesia. Tataloka. 2019;21(2):305.
39. Sardjito, Santoso EB, Handayeni KDME, Farikha N. Quality improvement strategy of slum settlement in Kingking sub district, Tuban Regency. IOP Conf Ser Earth Environ Sci.
2018;202(1).
40. Susilo G. Rainwater Harvesting as Alternative Source for Wudlu Water in Indonesia. Civil and Environmental Science. 2018;001(02):062–9.
41. Hargianintya A. Sistem Pemanen Air Hujan Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Rumah Tangga Di Kawasan Permukian Nelayan (Studi Pesisir Desa Nelayan, Muara Angke, Kelurahan
Pluit, Jakarta Utara). 2019;
42. Kwami CS, Godfrey S, Gavilan H, Lakhanpaul M, Parikh P. Water, sanitation, and hygiene: Linkages with stunting in rural Ethiopia. Int J Environ Res Public Health. 2019;16(20).
43. Gassara G, Lin Q, Deng J, Zhang Y, Wei J, Chen J. Dietary Diversity, Household Food Insecurity and Stunting among Children Aged 12 to 59 Months in N’Djamena—Chad.
Nutrients. 2023;15(3):1–14.
44. Habib MH, Hasibuan HS, Kurniawan KR. Cultural Space as Sustainability Indicator for Development Planning (Case Study in Jakarta Coastal Area). Sustainability (Switzerland).
2023;15(17).

You might also like