You are on page 1of 15

Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA) ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)

Volume 7, Nomor 1 (2023): 302-316

ANALISIS PERMINTAAN JAHE SELAMA PANDEMI COVID-19 DI KOTA


PAYAKUMBUH (STUDI KASUS : PASAR IBUH PAYAKUMBUH)

ANALYSIS OF GINGER DEMAND DURING THE COVID-19 PANDEMIC IN


PAYAKUMBUH CITY (CASE STUDY: PAYAKUMBUH IBUH MARKET)

Laila Wahyuni1*, Mega Amelia Putri2 , Darnetti3


1*
(Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh)
(Email: wahyunilaila5@gmail.com)
2
(Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh)
(Email: lia.politani@gmail.com)
3
(Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh)
(Email: darnetti07@gmail.com)
*
Penulis korespondensi: wahyunilaila5@gmail.com

ABSTRACT
Ginger is a horticultural plant type of biopharmaceutical (medicinal plant) ginger has many
benefits, not only for seasoning dishes but also can be used as herbal medicines. During the
pandemic, the demand for ginger has increased because it is believed to be able to increase the
body’s immunity during the pandemic. The purpose of the study was to analyze the differences
in demand, prices and consumer incomes during the pandemic and the factors that influenced
the demand for ginger during the Covid-19 pandemic in the Ibuh Payakumbuh Market. The data
analysis method uses descriptive quantitative analysis tools paired sample t-test and multiple
linear regression.The results of the multiple linear regression test of ginger demand during the
pandemic in the Ibuh Payakumbuh market were partially influenced by several factors, namely
price, income, age, education, number of family members, and substitute products but
motivation did not have a real influence. Meanwhile, simultaneously all the variables used had
a significant real influence on the demand for ginger during the pandemic in the Ibuh
Payakumbuh Market. During the pandemic, the economy experienced instability, marked by the
amount of demand for ginger which increased by 38%, along with the increase in ginger prices
by 141.6% from the usual day and consumer income from 100 people, 63 of which decreased.
After a paired sample t-test, the results showed that consumer income, prices and income during
the pandemic showed significant differences from before the Covid-19 pandemic.
Keywords: covid-19, demand, price, income

ABSTRAK
Jahe merupakan tanaman hortikultura jenis biofarmaka (tanaman obat) jahe memiliki banyak
manfaat, tidak hanya untuk bumbu masakan tapi juga dapat dijadikan obat-obatan herbal.
Selama pandemi permintaan jahe mengalami peningkatan karena dipercaya mampu
meningkatkan imunitas tubuh dikala masa pandemi. Tujuan penelitian yakni 1) Menganalisis
perbedaan permintaan, harga dan pendapatan konsumen selama pandemi 2) Menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jahe selama pandemi covid-19 di pasar Ibuh Kota
Payakumbuh. Jenis penelitian berupa deskriptif kuantitatif dengan sumber data berasal dari data
primer melalui wawancara, kuesioner, dan observasi sedangkan data sekunder diperoleh dari

https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2023.007.01.27
Mega Amelia Putri – Analisis Permintaan Jahe ................................................................................ 303

study pustaka dari buku, jurnal, artikel ilmiah, dan data terdokumentasi dari Badan Pusat
Statistik (BPS). Metode analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif. Alat analisis paired
sample t-test dan regresi linier berganda. Selama pandemi perekonomian mengalami
ketidakstabilan, ditandai oleh jumlah permintaan jahe yang mengalami peningkatan sebesar
38%, seiring dengan meningkatnya harga jahe sebesar 141,6% dari hari biasanya serta
pendapatan konsumen mengalami penurunan rata-rata sebesar 14%. Setelah dilakukan uji
paired sample t-tes hasil menunjukan bahwa pendapatan, harga dan pendapatan konsumen
selama pandemi menunjukan adanya perbedaan signifikan dari sebelum pandemi Covid-19.
Hasil uji regresi linier berganda permintaan jahe selama pandemi di pasar Ibuh Kota
Payakumbuh secara parsial dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu harga, pendapatan,
pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan produk pengganti namun umur dan motivasi tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap permintaan jahe selama pandemi Covid-19 di pasar Ibuh
Kota Payakumbuh. Sedangkan secara simultan seluruh variabel yang digunakan memiliki
pengaruh nyata signifikan terhadap permintaan jahe selama pandemi di pasar Ibuh Kota
Payakumbuh.
Kata kunci: covid-19, permintaan, harga, pendapatan

PENDAHULUAN

Virus corona (Covid-19) adalah wabah penyakit yang terdeteksi berasal dari Wuhan, China.
WHO (World Health Organization) menyatakan penyakit tersebut sebagai pandemi yang
menyerang secara global di berbagai negara termasuk Indonesia. Kasus pertama COVID-19
yang dikonfirmasi oleh pemerintah Indonesia baru diumumkan per tanggal 2 Maret 2020 dengan
jumlah terkonfirmasi sebanyak 2 orang kemudian data perkembangan sebaran Covid-19 secara
kumulatif di Indonesia terhitung dari 02 Maret 2020 tersebut sampai 28 Januari 2022 ada
sebanyak 4.319.175 kasus terkonfirmasi, dengan lonjakan kasus tertinggi selama waktu tersebut
terjadi pada pertengahan bulan Juli 2021 yang mencapai 54.517 kasus (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2022). Banyaknya kasus terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia juga
dipengaruhi oleh data kasus terkonfirmasi dari berbagai wilayah di Indonesia salah satunya
provinsi Sumatera Barat.
Data kasus terkonfirmasi Covid-19 di Sumatera Barat secara kumulatif terhitung dari bulan
Maret 2020 sampai 28 Januari 2022 sebanyak 89.927 kasus dengan lonjakan tertinggi terjadi
pada awal Agustus 2021 yaitu sebanyak 1.006 kasus. Menurut Dzulfikar, Jahroh dan Ali (2021)
akibat tingginya penyebaran Covid-19 di Indonesia, masyarakat sudah mulai beralih pada gaya
hidup sehat seperti memilih untuk mengkonsumsi makanan dan minuman sehat dengan
memanfaatkan bahan obat-obatan dari tanaman herbal, salah satu jenis tanaman obat yang
banyak dicari adalah komoditi jahe. Komoditi jahe merupakan salah satu tanaman herbal yang
dapat dijadikan sebagai obat alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh pada masa pandemi Covid-19.
Menurut penelitian (Aryanta, 2019) jahe memiliki kandungan minyak atsiri yang banyak
digunakan sebagai bahan obat-obatan, kandungan minyak atsiri pada jenis Jahe Sunti (jahe
merah) adalah 2,58 - 2,72%, Jahe gajah 0,82 - 1,68% , dan jahe emprit dengan kandungan 1,5 –
3,3% minyak atsiri. Zat aktif yang terkandung dalam minyak atsiri antara lain seperti shogaol,
gingerol, zingeron, dan zat-zat antioksidan alami lainnya yang memiliki khasiat untuk mencegah
dan mengobati berbagai penyakit seperti batuk, masuk angin, sakit kepala, pegal, rematik, mual,
importen, alzheimer kanker hingga penyakit jantung. Menurut hasil studi oleh (Magzoub, 2020)

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


304 JEPA, 7 (1), 2023: 302-316

menyebutkan bahwa jahe terbukti dapat meningkatkan imunitas tubuh, meningkatkan level IgM
serta mengurangi sirkulasi dari sitokin sitokin proinflamasi. Olahan jahe dalam pengobatan
tradisional bisa dimanfaatkan dalam bentuk ramuan maupun minyak jahe (Candrawati,
Sukraandini, Lestari dan Citrawati, 2021). Banyaknya manfaat yang terkandung dalam jahe
menyebabkan komoditi ini banyak diminati pada masa pandemi.
Permintaan jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19 mengalami perubahan di beberapa
penelitian sebelumnya dilokasi yang berbeda. Pentingnya tanaman herbal selama pandemi
tersebut memberikan daya tarik peneliti untuk menganalisis perbedaan jumlah permintaan jahe,
harga jahe dan pendapatan konsumen sebelum dan selama pandemi Covid-19 dan faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi permintaan jahe pada masa pandemi Covid-19 di Pasar Ibuh Kota
Payakumbuh, dengan judul “Analisis Permintaan Jahe Selama Pandemi Covid-19 di Kota
Payakumbuh (Studi Kasus : Pasar Ibuh Payakumbuh)”.
Berdasarkan teori yang sudah diuraikan maka hipotesis penelitian pada penelitian ini
adalah:
1. Hipotesis untuk rumusan masalah no 1
H0 : Tidak adanya pengaruh variabel harga, pendapatan, umur, pendidikan, jumlah anggota
keluarga, produk pengganti, dan motivasi terhadap permintaan jahe pada masa
pandemi Covid-19 di Pasar Ibuh Kota Payakumbuh.
H1 : Adanya pengaruh variabel harga, pendapatan, umur, pendidikan, jumlah anggota
keluarga, produk pengganti, dan motivasi terhadap permintaan jahe pada masa
pandemi Covid-19 di Pasar Ibuh Kota Payakumbuh.
2. Hipotesis untuk rumusan masalah no 2
H0 : Tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap jumlah permintaan, harga, dan
pendapatan konsumen jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19 di Pasar Ibuh Kota
Payakumbuh.
H1 : Terdapat perbedaan signifikan terhadap jumlah permintaan harga, dan pendapatan
konsumen jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19 di Pasar Ibuh Kota
Payakumbuh.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan model deskriptif kuantitatif dengan melakukan survei


untuk pengambilan data primer. Sumber data primer didapatkan melalui penyebaran kuesioner,
wawancara, dokumentasi, dan observasi secara langsung dengan objek penelitian untuk
memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan. Kemudian data sekunder diperoleh melalui
studi pustaka dari buku, jurnal, artikel ilmiah, dan data terdokumentasi dari Badan Pusat Statistik
(BPS) yang berkaitan dengan topik penelitian. Penentuan lokasi di pasar Ibuh Kota Payakumbuh
dilakukan secara purposive (sengaja) karena merupakan pasar tradisional terbesar di Kota
Payakumbuh. Jumlah sampel sebanyak 100 orang diperoleh dari jumlah umur produktif
penduduk Kota Payakumbuh yang diperkecil dengan rumus slovin dengan tingkat kesalahan
sebesar 10%. Teknik analisis data untuk melihat adanya perbandingan jumlah permintaan,
harga, dan pendapatan konsumen terhadap komoditi jahe menggunakan uji t berpasangan
(paired sample t-test). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jahe selama pandemi
dapat diperoleh melalui teknik nalisis regresi linier berganda menggunakan software SPSS versi
20.

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


Mega Amelia Putri – Analisis Permintaan Jahe ................................................................................ 305

Definisi dan Batasan Operasional


1. Permintaan jahe sebelum pandemi Covid-19 adalah jumlah komoditi jahe yang diminta
konsumen sebelum masa pandemi Covid-19, yaitu pada range tahun 2017-2018
(Kg/bulan).
2. Permintaan jahe selama pandemi Covid-19 adalah Jumlah komoditi jahe yang diminta
konsumen selama masa pandemi Covid-19 terjadi pada range tahun 2020 – Sekarang
(Kg/bulan).
3. Perbedaan jumlah permintaan jahe adalah seberapa tinggi perbedaan jumlah jahe yang
dibeli oleh konsumen sebelum pandemi pada tahun 2017-2018 dan masa pandemi terhitung
dari akhir tahun 2019-Maret 2022 (Kg/bulan).
4. Perbedaan harga jahe adalah seberapa besar perbedaan harga jahe yang diterima konsumen
sebelum pandemi pada tahun 2017-2018 dan saat pandemi terhitung dari akhir tahun 2019-
Maret 2022 (Rp/Kg).
5. Perbedaan pendapatan konsumen adalah seberapa besar perbedaan rata-rata penghasilan
yang diterima konsumen sebelum pandemi pada tahun 2017-2018 dan saat pandemi
terhitung dari akhir tahun 2019-Maret 2022 (Rp/bulan).
6. Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh konsumen umur produktif yang pernah
membeli jahe di Pasar Ibuh Kota Payakumbuh sebelum dan selama pandemi Covid-19.
7. Penelitian dilakukan secara langsung ke konsumen melalui kuesioner yang telah disusun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden
Mayoritas konsumen jahe di pasar Ibuh Kota Payakumbuh berumur 44-53 tahun yaitu
sebesar 39% dari total sampel. Didominasi oleh konsumen dengan pendidikan formal terakhir
yaitu tingkat SLTA sebesar 61%. Jumlah anggota keluarga dalam rumah konsumen jahe di pasar
Ibuh berkisar antara 1 sampai 8 orang namun mayoritas dari 100 sampel yang digunakan
memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 3-4 orang dengan persentase 38%.

Hasil Analisis Data


1. Uji t Berpasangan
Uji t berpasangan (Paired Sample t-Test) digunakan untuk menganalisis data yang sama
namun dengan kondisi yang berbeda, pada penelitian ini uji t berpasangan dilakukan pada
variabel dependen yakni permintaan jahe sebelum dengan selama pandemi dan juga pada
variabel independen yaitu perbedaan harga jahe sebelum pandemi dengan selama pandemi,
kemudian perbedaan pendapatan konsumen sebelum dengan selama pandemi. Untuk
mengetahui adanya perbedaan signifikan dari kedua pengujian tersebut maka dilakukan uji t
berpasangan.
1. Perbedaan jumlah permintaan jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19
Tabel 1. Perbedaan permintaan jahe berdasarkan jumlah pembelian
Uraian Sebelum Selama
Total jumlah permintaan (Kg/bulan) 170,25 235
Jumlah konsumen (orang) 100 100
Rata-rata permintaan (Kg/bulan/keluarga) 1,7025 2,35
Sumber : Olahan data primer, 2022

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


306 JEPA, 7 (1), 2023: 302-316

Berdasarkan hasil olah data pada tabel 1 dapat dijelaskan bahwa total jumlah permintaan
jahe antara sebelum dan selama pandemi mengalami peningkatan sekitar 38%, dengan rata-rata
total jumlah permintaan jahe sebelum pandemi sebesar 1,7 kg/bulan/keluarga sedangkan rata-
rata jumlah permintaan selama pandemi naik menjadi 2,35 kg/bulan/keluarga. Peningkatan
jumlah permintaan jahe selama masa pandemi dipercaya mampu meningkatkan imunitas tubuh
karena mengandung antioksidan yang cukup tinggi (Nurlila dan Fua, 2020). Untuk melihat
adanya signifikansi perbedaan tersebut maka dilakukan uji t berpasangan dengan hasil sebagai
berikut.
Tabel 2. Hasil paired sample t-test jumlah permintaan jahe sebelum dan selama pandemi
Covid-19
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Std. Interval of the Sig.
Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Y1 - -,64750 ,76632 ,07663 -,79955 -,49545 -8,450 99 ,000
1 Y2
Sumber : data diolah dari lampiran 5, 2022

Berdasarkan hasil uji statistik pada tabel 2 jumlah permintaan jahe terbukti memiliki
perbedaan nyata antara sebelum (Y1) dengan selama pandemi (Y2) di pasar Ibuh Kota
Payakumbuh. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai signifikansi kecil dari a = 0,5 (0,000<0,05)
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
signifikan terhadap jumlah permintaan jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19 di pasar
Ibuh Kota Payakumbuh.
Hasil yang sama juga didapat oleh penelitian sebelumnya (Arsifa, 2021 dan Nasution,
2021) yang menyatakan adanya perbedaan signifikan permintaan jahe dari sebelum dengan saat
terjadi pandemi. (Siregar et al., 2020) juga menyebutkan pada hasil penelitiannya, bahwasanya
selama masa pandemi masyarakat Sumatera Utara sebagian besar lebih memilih obat-obatan
herbal/tradisional seperti rimpang jahe untuk menjaga kesehatan tubuh dibandingkan dengan
metode pengobatan lain.

2. Perbedaan harga jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19


Tabel 3. Perbedaan harga jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19
Uraian Sebelum Selama
Total harga (Rp) 1.169.000 2.910.000
Jumlah konsumen (orang) 100 100
Rata-rata harga (Rp/Kg) 11.690 29.100
Sumber : Olahan data primer, 2022

Dari Tabel 3 tersebut dapat dilihat adanya perbedaan harga rata-rata jahe dari sebelum
pandemi ke masa pandemi dimana harga rata-rata sebelum Covid-19 sekitar Rp11.690/kg
sedangkan selama masa pandemi harga jahe mengalami kenaikan hingga Rp29.100/kg.
Peningkatan harga jahe ini disebabkan karena meningkatnya peminat rimpang jahe selama

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


Mega Amelia Putri – Analisis Permintaan Jahe ................................................................................ 307

pandemi dengan alasan kesehatan. Dengan demikian untuk mengetahui adanya perbedaan harga
jahe sebelum dengan selama pandemi secara signifikan, maka paired sample t-test perlu
dilakukan, seperti berikut.
Tabel 4. Hasil Paired sample t-test untuk mengukur perbedaan harga jahe sebelum dan selama
pandemi Covid-19
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Sig.
Std. Std. Interval of the (2-
Deviatio Error Difference tailed
Mean n Mean Lower Upper T df )
Pair Harga - 7637,129 763,713 - - - 9 ,000
1 sebelu 17245,0 18760,3 15729,6 22,58 9
m 0 7 2
Harga
selama
Sumber : data diolah dari lampiran 6, 2022
Berdasarkan tabel 4 harga jahe sebelum dan selama pandemi terbukti memiliki perbedaan
yang nyata. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai signifikansi >0,05 (0,000) maka dapat
disimpulkan H0 ditolak H1 diterima sehingga dapat diartikan bahwasanya terdapat perbedaan
signifikan terhadap harga jahe sebelum pandemi dengan saat terjadi pandemi di pasar Ibuh Kota
Payakumbuh.
Menurut (Dinas Komunikasi dan Informatika, 2022) Plt. Kepala Bidang Hortikultura Dinas
Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, pada masa Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM), harga komoditi hortikultura mengalami fluktuasi. Fluktuasi
harga disebabkan karena adanya hambatan proses distribusi dari produsen ke konsumen.
Penyebab lain naiknya harga komoditi hortikultura juga disebabkan karena daya simpan yang
terbatas. Berbeda dengan jenis komoditas pangan yang memiliki daya simpan yang relatif lebih
lama.

3. Perbedaan harga jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19


Tabel 5. Perbedaan pendapatan konsumen jahe sebelum dan selama pandemi Covid-19
Uraian Sebelum Selama
Total pendapatan 100 responden (Rp) 301.700.000 259.400.000
Jumlah konsumen (orang) 100 100
Rata-rata pendapatan (Rp/bulan/orang) 3.017.000 2.594.000
Sumber : Olahan data primer, 2022
Berdasarkan hasil olah data pada tabel 5 maka didapatkan perbedaan rata-rata pendapatan
konsumen jahe saat sebelum pandemi sekitar Rp 3.017.000/ bulan sedangkan selama pandemi
pendapatan konsumen jahe mengalami penurunan hingga Rp 2.594.000/bulan.
Penurunan pendapatan selama pandemi tentu memberikan pengaruh terhadap pola
konsumsi dan daya beli masyarakat, pendapatan dan permintaan memiliki pengaruh positif
dimana saat pendapatan naik maka permintaan konsumen terhadap suatu barang akan turut
meningkat (Saliem et al., 2020). Namun hasil temuan dilapangan sebanyak 63% konsumen

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


308 JEPA, 7 (1), 2023: 302-316

mengalami penurunan pendapatan namun permintaan jahe meningkat selama pandemi Covid-
19.

Tabel 6. Hasil uji paired sample t-test pendapatan konsumen jahe sebelum dan selama pandemi
Covid-19
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Std. Interval of the Sig.
Std. Error Difference (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Pend1– 733037
423000 73303,78 277549,39 568450,60 5,771 99 ,000
1 Pend2 ,81
Sumber : data diolah dari 7, 2022
Berdasarkan hasil uji statistik paired sample t-test pada tabel 7 terdapat perbedaan
pendapatan konsumen dari sebelum pandemi dengan saat pandemi terjadi di pasar Ibuh Kota
Payakumbuh. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat nilai signifikansi memiliki nilai sebesar
0,000 dimana nilai tersebut <0,05 sehingga H 0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat
disimpulkan bahwasanya pendapatan konsumen jahe di pasar Ibuh Kota Payakumbuh sebelum
pandemi dengan selama pandemi memiliki perbedaan yang signifikan.

1. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik merupakan syarat yang harus terpenuhi untuk melihat layak atau tidaknya
suatu model regresi yang akan digunakan untuk memprediksi permintaan jahe selama pandemi
Covid-19 berdasarkan variabel bebas yang digunakan. Pengujia asumsi klasik meliputi uji
normalitas, multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas pada model regresi dengan nilai sebagai
berikut :
1) Uji Normalitas
Terdapat 3 cara untuk menentukan data suatu model berdistrbusi normal yang pertama,
dapat dilihat dari data yang tersebar mengikuti garis diagonal pada grafik Normal P-P Plot,
kedua output histogram data yang berbentuk menyerupai lonceng sempurna, dan ketiga melalui
uji Kolmogorov-Smirnov.

Gambar 1. Uji normalitas model dengan grafik Normal P-P Plot

Berdasarkan hasil uji normalitas pada grafik Normal P-P Plot residual tersebar mengikuti
arah garis diagonal dan pada output histogram data terbentuk seperti lonceng dengan bentuk

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


Mega Amelia Putri – Analisis Permintaan Jahe ................................................................................ 309

nyaris sempurna maka hal ini menggambarkan bahwasanya data dari 100 responden konsumen
jahe selama pandemi di pasar Ibuh Kota Payakumbuh berdistribusi secara normal.
Uji normalitas secara angka dapat di uji melalui uji Kolmogorov-Smirnov. Dalam
pengujian K-S ini dilihat melalui nilai signifikansi yang tertera pada tabel One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test apabila pada tabel tersebut nilai sig. >0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa model tidak melanggar asumsi normalitas. Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-
Smirnov pada penelitian ini tertera pada tabel 7 berikut :
Tabel 7. Hasil uji asumsi normalitas
Uji Signifikan
Kolmogorov-Smirnov 0,922
Sumber : data diolah dari lampiran 8, 2022
Berdasarkan tabel 7 hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov memiliki
nilai signifikansi sebesar 0,922 dimana nilai tersebut lebih besar dari a = 0,05, maka dapat
disimpulkan tidak terjadi pelanggaran asumsi normalitas, atau data yang digunakan dari 100
orang responden terdistribusi secara normal. Berdasarkan hasil pengujian model dengan grafik
Normal P-P Plot dan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test maka dapat disimpulkan data
yang di dapat memenuhi syarat uji asumsi normalitas.

2) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi (hubungan) erat antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinieritas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan VIF, melalui uji statistik menggunakan
software SPSS 20.

Tabel 8. Uji multikolinieritas


Variabel Independen Tolerance VIF
Harga saat pandemi ,931 1,074
Pendapatan konsumen ,897 1,115
Umur ,931 1,074
Pendidikan ,894 1,118
Jumlah anggota keluarga ,916 1,092
Produk pengganti ,656 1,524
Motivasi ,700 1,429
Sumber : data diolah dari lampiran 9, 2022
Gejala multikolinieritas tidak terjadi apabila nilai Tolerance >0,1 dan nilai VIF <10. Maka
berdasarkan dari hasil uji multikolinieritas pada tabel 8 diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya nilai Tolerance dan nilai VIF masing-masing variabel tidak melanggar ketentuan
yang ada. Sehingga dari model tersebut tidak terjadi gejala multikolinieritas.

3) Uji Heteroskedastisitas
Penggunaan uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah suatu model terjadi
ketidaksamaan varian antara pengamatan satu dengan pengamatan lainnya. intinya sebelum
melakukan analisis regresi linier suatu model pada setiap variabel bebas ke variabel terikatnya
harus memiliki varian yang sama. Berikut hasil uji heteroskedastisitas pada penelitian yang telah
dilakukan.

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


310 JEPA, 7 (1), 2023: 302-316

Gambar 2. Scatterplot uji heteroskedastisitas


Gambar 2 Scatterplot menunjukan titik-titik menyebar secara acak baik diatas maupun
dibawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu maka secara grafik tidak
terjadi gejala heteroskedastisitas pada model penelitian.

2. Regresi Linier Berganda


Tabel 10. Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jahe selama pandemi
covid-19
Variabel Koefisien Regresi t-hitung Signifikan
(Constant) 3,619 4,075 0,000
Harga Saat Pandemi 0,000 -7,209 0,000
Pendapatan Konsumen 0,579 4,781 0,000
Umur -0,256 -1,912 0,059
Pendidikan -0,571 -4,734 0,000
Jumlah anggota keluarga 0,752 5,542 0,000
Produk Pengganti 1,041 3,487 0,001
Motivasi -0,283 -0,805 0,423
Adjusted R Square = 0,548
F-hitung = 18,161 0,000
F-tabel = 2,108
T-tabel = 1,986
Sumber : Olahan data primer, 2022
3. Uji Kesesuaian Model
1) Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan model
variabel independen dalam mengukur/menerangkan variabel dependen. Hasil uji koefisien
determinasi menggunakan software SPSS 20 dapat dilihat pada tabel 11 berikut.

Tabel 11. Uji koefisien determinasi


Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson
a
1 ,762 ,580 ,548 1,19659 1,717
Sumber : data diolah dari lampiran 11, 2022

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


Mega Amelia Putri – Analisis Permintaan Jahe ................................................................................ 311

Berdasarkan hasil uji regresi linier statistik, koefisien determinasi Adjusted Rsquare (R2)
memiliki nilai 0,548 yang artinya sebesar 54,8% variasi variabel permintaan jahe pada masa
pandemi (Y) dapat dipengaruhi oleh variabel harga jahe selama pandemi (X1), pendapatan
konsumen (X2), umur (X3), pendidikan terakhir (X4), jumah anggota keluarga (X5), produk
pengganti (D1), dan motivasi membeli jahe (D2). Sedangkan sisanya sebesar 45,2% dipengaruhi
oleh variabel lain diluar penelitian ini seperti selera konsumen.

2) Uji f (Simultan)
Uji f digunakan untuk melihat apakah variabel independen secara simultan (bersama-sama)
mempengaruhi variabel dependen. Hasil uji secara simultan (uji f) dapat dilihat pada tabel 12
berikut.
Tabel 12. Hasil uji secara simultan (uji f)
ANOVAa
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression 182,023 7 26,003 18,161 ,000b
Residual 131,727 92 1,432
Total 313,750 99
Sumber : data diolah dari lampiran 12, 2022
Hasil analisis uji secara simultan (uji F) berdasarkan pada tabel 12 tersebut dapat diketahui
bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) dengan nilai F-hitung sebesar 18,161 dimana
lebih besar dari F-tabel (2,108) maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat diartikan
bahwasanya variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian berupa harga jahe,
pendapatan konsumen, umur, pendidikan terakhir, jumlah anggota keluarga, produk pengganti
dan juga motivasi pembelian jahe secara bersama-sama memiliki pengaruh nyata terhadap
permintaan jahe selama masa pandemi Covid-19 di Pasar Ibuh Kota Payakumbuh.

3) Uji t (Parsial)
Secara parsial (uji t) variabel yang mempengaruhi permintaan jahe selama masa pandemi
Covid-19 di Pasar Ibuh Kota Payakumbuh meliputi sebagai berikut:
1. Pengaruh Harga (X1) terhadap Permintaan jahe selama pandemi Covid-19 (Y)
Berdasarkan hasil uji statistik variabel harga memiliki nilai koefisien regresi bertanda
positif (0,000) artinya jika harga meningkat 1 maka permintaan jahe akan meningkat sebesar
0,000 dengan variabel lain konstan. Secara uji parsial, hasil analisis pada tingkat kepercayaan
95% nilai signifikansi X1 harga adalah (0,000) <0,05 dengan jumlah t-hitung (-7,209) lebih besar
dari jumlah t-tabel (1,986), maka dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak H1 diterima
artinya variabel harga memberikan pengaruh nyata terhadap permintaan jahe di daerah
penelitian. Menurut teori permintaan, apabila harga suatu barang naik, maka jumlah permintaan
suatu barang akan berkurang, dan sebaliknya apabila harga suatu barang turun, maka jumlah
permintaan suatu barang bertambah (Goenadhi, et. al 2017).
Peningkatan harga jahe selama pandemi juga turut dipengaruhi oleh kelangkaan jahe
dipasar, kelangkaan tersebut disebabkan karena permintaan jahe meningkat drastis selama
pandemi, sementara penawaran atau pasokan jahe terbatas sehingga harga jahe menjadi naik.
(Saliem et al., 2020) berpendapat bahwa harga komoditas pertanian di tingkat konsumen
sebagian besar cenderung mengalami kenaikan dikarenakan terhambatnya pasokan di pasaran
sebagai akibat adanya gangguan distribusi yang merupakan dampak dari kebijakan PSBB pada

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


312 JEPA, 7 (1), 2023: 302-316

masa pandemi Covid-19. Dengan demikian harga memegang peranan penting dalam
menentukan besarnya permintaan.
Selama pandemi, meningkatnya harga jahe tidak menyurutkan konsumen untuk tetap
membeli jahe. Menurut (Hadiwardoyo, 2020) di saat krisis perekonomian kekhawatiran
terhadap penyebaran Covid-19 tidak begitu berdampak pada hasil kebun di beberapa hasil tani
justru mengalami peningkatan permintaan. Secara teori harga dan permintaan memiliki
perbandingan terbalik atau negatif (-), namun pada hasil penelitian yang telah dilakukan tidak
sesuai dengan teori permintaan yang ada. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Nasution,
2021) yang menunjukan adanya peningkatan harga jahe selama pandemi, meskipun terjadi
lonjakan harga, jumlah permintaan jahe justru mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan
selama pandemi Covid-19 jahe tidak hanya digunakan untuk kebutuhan memasak, jahe juga
dibutuhkan sebagai bahan rempah dan obat-obatan tradisional dan menjadi salah satu komoditas
biofarmaka yang permintaannya cukup tinggi (Rismiyati, Nurjanah, dan Mustika, 2021). Jadi
selama pandemi mau tidak mau jahe akan tetap dibeli konsumen meskipun dengan berbagai
tingkat harga.

2. Pengaruh pendapatan konsumen (X 2) terhadap permintaan jahe selama pandemi Covid-19


(Y)
Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan variabel pendapatan memiliki nilai
koefisien regresi positif sebesar (0,579) terhadap permintaan jahe artinya apabila pendapatan
konsumen meningkat sebesar 1, maka permintaan konsumen terhadap jahe akan meningkat
sebesar 0,579 dengan asumsi variabel lain konstan. Secara uji parsial (uji t) variabel pendapatan
konsumen memiliki nilai sig. 0,000 (<0,05) dan t-hitung sebesar 4,781 lebih besar dari t-tabel
(1,986) sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak H1 diterima artinya pendapatan konsumen
memiliki pengaruh yang nyata terhadap permintaan jahe selama pandemi.
Selama pandemi Covid-19 kondisi perekonomian mengalami ketidakstabilan dimana
banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat penghentian sementara berbagai aktivitas
ekonomi. Aktivitas tersebut seperti kegiatan industri, jasa bagian kuliner contohnya restoran dan
rumah makan, serta jasa pariwisata dan hotel yang berdampak pada penurunan pendapatan
rumah tangga (Saliem et al., 2020). Hasil penelitian menunjukkan dimana sebesar 63%
responden mengalami penurunan pendapatan selama masa pandemi. Seharusnya jika dalam
kondisi perekonomian normal apabila pendapatan masyarakat turun maka permintaan
konsumen terhadap suatu barang akan menurun. Namun selama pandemi permintaan konsumen
terhadap jahe meningkat hingga 38% dari sebelum terjadi pandemi.
Dampak dari krisis ekonomi selama pandemi menyebabkan perubahan perilaku masyarakat
yaitu dengan menyandingakan atau bahkan beralih dari pengobatan modern ke jenis pengobatan
tradisional dengan memanfaatkan tanaman obat. Berkurangnya pendapatan masyarakat selama
pandemi tidak berpengaruh banyak terhadap permintaan jahe yang dihasilkan. Hal ini terjadi
karena adanya kekhawatiran akan terjadi keterbatasan jahe yang tersedia di pasar karena
tingginya jumlah permintaan konsumen. Meskipun pendapatan menurun konsumen tetap akan
membeli jahe selama masa pandemi karena tidak hanya untuk memasak tapi jahe juga digunakan
untuk obat-obatan herbal yang dipercaya mampu meningkatkan imunitas tubuh.

3. Pengaruh Umur konsumen (X3) terhadap Permintaan jahe selama pandemi Covid-19 (Y)
Berdasarkan pengujian statistik, koefisien regresi variabel umur memiliki tanda negatif (-)
terhadap permintaan jahe selama pandemi Covid-19 dengan nilai -0,256 dapat diartikan apabila
umur meningkat 1 maka permintaan jahe menurun sebesar 0,256 dengan asumsi variabel yang
lain konstan. Secara uji parsial (uji t) variabel umur memiliki nilai sig. 0,059 (>0,05) dengan

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


Mega Amelia Putri – Analisis Permintaan Jahe ................................................................................ 313

nilai t-hitung sebesar -1,912 dimana lebih kecil dari nilai t-tabel yaitu 1,986, dengan demikian
dapat disimpulkan H0 diterima H1 ditolak artinya umur tidak memiliki pengaruh nyata terhadap
permintaan jahe selama pandemi Covid-19 di pasar Ibuh Kota Payakumbuh.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Arsifa (2021) umur merupakan variabel
yang tidak memiliki pengaruh nyata terhadap permintaan jahe di daerah penelitiannya. Hasil
penelitian berbanding terbalik dengan hasil penelitian Lestari, et.al (2021) dimana umur
merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan sayur wortel di daerah penelitiannya.
Konsumen jahe selama pandemi di pasar Ibuh didominasi oleh konsumen dengan usia produktif
dengan mayoritas berusia sekitar 44-53 tahun dengan usia tersebut mereka dapat berpikir secara
matang kebutuhan mana yang harus dipenuhi selama masa pandemi salah satunya ramuan-
ramuan herbal untuk dijadikan obat alami selama pandemi.

4. Pengaruh Pendidikan terakhir (X4) terhadap Permintaan jahe selama pandemi Covid-19 (Y)
Berdasarkan hasil uji statistik, koefisien regresi variabel pendidikan memiliki tanda negatif
(-) sebesar -0,571 terhadap permintaan jahe selama pandemi dapat diartikan jika pendidikan
dinaikkan sebesar 1 maka permintaan jahe selama pandemi mengalami penurunan sebesar 0,571
dengan asumsi variabel yang lain konstan. Secara uji parsial (uji t) variabel pendidikan memiliki
nilai sig. 0,000 (<0,05) dengan nilai t-hitung sebesar -4,734 dimana lebih besar dari jumlah t-
tabel (1,986) dengan demikian dapat disimpulkan H0 ditolak H1 diterima yang artinya
pendidikan terakhir konsumen memiliki pengaruh nyata terhadap permintaan jahe selama
pandemi Covid-19 di pasar Ibuh Kota Payakumbuh.
Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung akan memiliki pola pikir luas dan bersifat
jangka panjang (Julianto dan Utari, 2019), seperti saat pandemi orang dengan pendidikan tinggi
akan lebih selektif dan sangat memperhatikan kesehatan dengan begitu pilihan untuk
menggunakan obat-obatan herbal menjadi salah satu dari upaya menjaga kesehatan tubuh,
namun tidak menutup kemungkinan juga seseorang dengan pendidikan rendah juga memiliki
pola pikir yang sama. Megakartikaningtyas (2019) juga memiliki pendapat yang sama bahwa
pentingnya pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi contohnya pada saat pandemi
hal yang menjadi isu penunjang kesehatan menjadi lebih mudah untuk didapatkan sehingga akan
lebih meningkatkan kualitas hidup.

5. Pengaruh jumlah anggota keluarga (X5) terhadap Permintaan jahe selama pandemi Covid-19
(Y)
Berdasarkan hasil uji statistik, secara parsial variabel X 5 (jumlah anggota keluarga)
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) dengan nilai t-hitung sebesar 5,542 dimana
memiliki nilai lebih besar dari t-tabel (1,986). Sehingga H0 ditolak dan H1 diterima maka dapat
disimpulkan jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh nyata terhadap jumlah permintaan
jahe selama pandemi di pasar Ibuh Kota Payakumbuh. Nilai koefisien determinasi pada variabel
jumlah anggota keluarga (X5) memiliki tanda (+) dengan nilai 0,752 sehingga dapat diartikan
apabila pendidikan dinaikan sebesar 1 maka permintaan jahe selama pandemi mengalami
peningkatan sebesar 0,752 dengan asumsi variabel lain konstan.
Hasil penelitian ini sejalan penelitian (Sipahutar, 2020) menyatakan bahwa jumlah
tanggungan keluarga memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah pembelian cabe. Jumlah
anggota keluarga berperan penting dalam menentukan jumlah kebutuhan dalam keluarga.
Semakin banyak jumlah anggota keluarga dalam satu rumah maka semakin besar juga jumlah
kebutuhan dan pembelian akan suatu barang (Hasyati, 2019). Sehingga keluarga dengan jumlah
anggota yang banyak akan diikuti dengan banyaknya jumlah kebutuhan yang harus terpenuhi
dan semakin berat beban rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


314 JEPA, 7 (1), 2023: 302-316

6. Pengaruh Produk Pengganti (D1) terhadap Permintaan jahe selama pandemi Covid-19 (Y)
Berdasarkan hasil uji statistik, secara uji parsial variabel dummy produk pengganti
memiliki nilai sig. 0,001 (<0,05) dengan nilai t-hitung sebesar 3,487 lebih besar dibandingkan
nilai t-tabel (1,986) maka H0 ditolak H1 diterima sehingga dapat diartikan produk pengganti
memiliki pengaruh nyata terhadap permintaan jahe selama pandemi Covid-19 di pasar Ibuh Kota
Payakumbuh. Koefisien regresi pada variabel produk pengganti memiliki tanda positif (+)
dengan nilai 1,041 dimana nilai D1 = 1 sebesar 2,578 dan nilai D1 = 0 sebesar 1,041 sehingga
dapat diartikan bahwa D1 pilihan konsumen untuk memilih produk pengganti selain jahe lebih
tinggi dibandingkan hanya memilih jahe saja sebagai bahan bahan masakan dan oabat herbal
selama pandemi Covid-19.
Apabila ditemukan barang substitusi dari suatu barang, maka dengan tidak merubah barang
tersebut, ada kemungkinan bahwa permintaan barang tersebut akan berubah (Goenadhi, et. al
2017). Hal ini sejalan dengan pendapat Sudarmanto, et.al (2021) apabila suatu barang memiliki
banyak barang pengganti maka permintaan akan barang tersebut cenderung akan bersifat elastis,
begitu juga dengan permintaan jahe, konsumen akan memilih barang lain seperti kunyit,
lengkuas, serai, dan kencur sebagai bahan pengganti obat-obatan herbal. Jumlah permintaan jahe
akan akan tinggi jika harga barang pengganti jahe tersebut lebih tinggi begitu juga sebaliknya.
Hasil penelitian yang telah dilakukan, sebesar 60% responden memilih untuk membeli
barang pengganti jahe apabila selama pandemi jahe mengalami keterbatasan stok serta harga
jahe yang melonjak naik maka konsumen akan mencari produk lain yang memiliki fungsi yang
hampir mirip dengan jahe untuk kesehatan. Sedangkan sebanyak 40% lagi memilih untuk tetap
membeli jahe meskipun harga barang lain jauh lebih murah dan banyak tersedia pasar. Beberapa
responden berpendapat bahwa mereka lebih terbiasa menggunakan jahe untuk menjaga
kesehatan selama pandemi dibandingkan dengan produk herbal lain yang ada.

7. Pengaruh Motivasi membeli (D1) terhadap Permintaan jahe selama pandemi Covid-19 (Y)
Berdasarkan hasil statistik uji secara parsial variabel motivasi pembelian diperoleh hasil
yang tidak berpengaruh nyata dimana nilai sig. 0,423 (>0,05) maka dapat disimpulkan H 0
diterima H1 ditolak. Jadi motivasi konsumen membeli jahe selama masa pandemi Covid-19 tidak
berpengaruh nyata terhadap permintaan jahe di pasar Ibuh Kota Payakumbuh. Meskipun
penelitian koefisien determinasi pada variabel motivasi pembelian jahe di pasar ibuh memiliki
tanda (-) dengan nilai -0,283 dimana nilai D2 = 1 sebesar 3,336 dengan nilai D2 = 0 sebesar 0,283
sehingga dapat diartikan D2 (1) motivasi konsumen membeli jahe dengan alasan kesehatan lebih
tinggi dibandingkan dengan D2 (0) diluar alasan kesehatan.
Menurut Siregar, Hadiguna, Kamil, Nazir, dan Nofialdi (2020) mengkonsumsi jahe baik
yang bentuk segar ataupun sudah menjadi bentuk olahan siap konsumsi dipercaya mampu
meningkatkan daya tahan tubuh dan dapat memperbaiki sistem imun. Hal yang sama juga turut
mempengaruhi pola pikir konsumen jahe di pasar Ibuh, sebagian besar alasan konsumen jahe
melakukan pembelian jahe selama pandemi selain untuk memenuhi kebutuhan pangan seperti
bahan masakan tapi juga dengan alasan menjaga stamina tubuh dan mengobati berbagai
penyakit seperti batuk, masuk angin sampai pereda rasa nyeri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Hasil penelitian menggunakan Paired Sample t-Test menunjukan bahwasannya terdapat
perbedaan permintaan jahe, harga jahe dan pendapatan konsumen antara sebelum dengan

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


Mega Amelia Putri – Analisis Permintaan Jahe ................................................................................ 315

selama pandemi Covid-19 di Pasar Ibuh Kota Payakumbuh. Total peningkatan jumlah
permintaan jahe selama pandemi mencapai 38% dari sebum terjadi pandemi. Selama
pandemi variabel permintaan, harga, dan juga pendapatan konsumen mengalami perbedaan
signifikan yang disebabkan karena adanya perubahan kondisi hidup dan kondisi
perekonomian masyarakat di daerah penelitian selama pandemi.
2. Secara parsial variabel harga, pendapatan konsumen, pendidikan, jumlah anggota keluarga,
dan produk pengganti memiliki pengaruh nyata terhadap permintaan jahe selama pandemi
sedangkan variabel umur dan variabel motivasi tidak memiliki pengaruh nyata terhadap
permintaan jahe selama pandemi Covid-19 di pasar Ibuh Kota Payakumbuh. secara
simultan seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu harga, pendapatan
konsumen, umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, produk pengganti dan motivasi
memiliki pengaruh nyata terhadap permintaan jahe selama pandemi Covid-19 di pasar Ibuh
Kota Payakumbuh. Hasil perhitungan Adjusted Koefisien Determinasi (R 2) memiliki nilai
sebesar 54,8% maka dapat diartikan bahwasanya variasi variabel bebas yang digunakan
dalam penelitian sebesar 54,8% dapat mempengaruhi variabel terikat, sedangkan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian.
Saran
Kepada konsumen, sebaiknya lebih bijak dalam berbelanja jangan sampai berlebihan dalam
membeli barang sehingga menyebabkan kelangkaan. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan
mampu mengembangkan lagi penelitian ini dan menambahkan faktor lain untuk memperbesar
persentase R2.
DAFTAR PUSTAKA

Arsifa, S. (2021). Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Permintaan Jahe Merah Di Kota
Medan (Studi Kasus : Pasar Tradisional Marelan Dan Pasar Tradisional Titi Papan).
Aryanta, I. W. (2019). Manfaat Jahe Untuk Kesehatan. Widya Kesehatan, 1(2), 39–43.
https://doi.org/10.32795/widyakesehatan.v1i2.463
Candrawati, S. A. K., Sukraandini, N. K., Yuni Lestasi, N. K., & Citrawati, N. K. (2021). Usada
Taru Premana (Jahe merah) dan Akupresur Tingkatkan Immunitas di Masa Pandemi
Covid-19. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 10(2), 477.
https://doi.org/10.36565/jab.v10i2.430
Dermoredjo, S. K., Saputra, Y. H., & Azahari, D. H. (2020). Dampak pandemi covid-19
terhadap perdagangan dalam negeri komoditas pertanian. Dampak Pandemi Covid-19:
Perspektif Adaptasi Dan Resilensi Ekonomi Pertanian, 15, 127–148.
Dinas Komunikasi dan Informatika. (2022). https://kominfo.jatimprov.go.id/read/umum/ppkm-
sebabkan-terjadinya-fluktuasi-harga-pada-komoditi-hortikultura- diakses pada tanggal
04 Januari 2022
Dzulfikar, A., Jahroh, S., & Ali, M. (2021). Strategi Peningkatan Kepuasan Konsumen Jahe
Gajah Sang Jawara Di Masa Pandemi Covid-19 Dengan Pendekatan Importance
Performance Analysis. 7(3), 681–693.
Goenadhi, L. dan N. (2017). Pengantar Ekonomi Mikro. Scripta Cendekia.
Hadiwardoyo, W. (2020). Kerugian Ekonomi Nasional Akibat Pandemi Covid-19. Baskara:
Journal of Business and Entrepreneurship, 2(2), 83–92.
https://doi.org/10.24853/baskara.2.2.83-92

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


316 JEPA, 7 (1), 2023: 302-316

Hasyati, R. (2019). Pengaruh Pendapatan dan Jumlah Tanggungan Keluarga Terhadap Pola
Konsumsi Masyarakat Kota Binjai.
Julianto, D., Utari, P. A., Sawahan, J., Simpang, N., & Barat, P. S. (2019). Data dan Sumber
Data. 2(2), 122–131.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Pemantauan Covid-19 Indonesia.
https://pusatkrisis.kemkes.go.id/covid-19-id/ diakses pada tanggal 30 Januari 2022.
Lestari, P. E. dan C. (2021). Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Permintaan Sayur Wortel di
Pasar Tradisional (Manonda) di Kota Palu. 9(Agustus), 877–884.
Magzoub, M. (2020). Life Style Guideline of Ginger (Zingiber officinale) as Prophylaxis and
Treatment for Coronaviruses (SARS-CoV-2) Infection (COVID-19). Saudi Journal of
Biomedical Research, 5(6), 125–127.
https://saudijournals.com/media/articles/SJBR_56_125-127_c_aumRAPE.pdf
Mankiw, N. G. ed. al. P. E. M. (2013). Teori Ekonomi Makro. Salemba Empat.
Megakartikaningtyas, E. (2019). Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Kunyit pada
Masyarakat di Desa Beran Kabupaten Ngawi saat Covid-19. 1, 105–112.
Nasution, P. . (2021). Analisis komparasi permintaan jahe merah sebelum dan selama pandemi
covid-19 di pasar horas.
Nurlila, R. U., & La Fua, J. (2020). Jahe Peningkat Sistem Imun Tubuh di Era Pandemi Covid-
19 di Kelurahan Kadia Kota Kendari. Jurnal Mandala Pengabdian Masyarakat, 1(2), 54–
61. https://doi.org/10.35311/jmpm.v1i2.12
Rismiyati, A., Nurjanah, R. dan, & Mustika, C. (2021). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ekspor Jahe Indonesia. Jurnal Ekonomi Aktual, 1(2), 99–108.
https://doi.org/10.53867/jea.v1i2.22
Saliem, H. P., Agustian, A., & Perdana, R. P. (2020). Dinamika Harga, Permintaan, dan Upaya
Pemenuhan Pangan Pokok pada Era Pandemi Covid-19. Dampak Pandemi Covid-19:
Perspektif Adaptasi Dan Resiliensi Sosia Ekonomi Pertanian, 361–379.
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/18-BBRC-2020-III-3-1-HPS.pdf
Sipahutar, R. (2020). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Konsumen Cabai Merah
Keriting (Capsicum annum L .) (Studi Kasus : Pasar Horas Kota Pematangsiantar ).
Siregar, R., Hadiguna, R., Kamil, I., Nazir, N. dan, & Nofialdi. (2020). Permintaan Dan
Penawaran Tanaman Obat Tradisional Di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Tumbuhan
Obat Indonesia, 13(1), 50–60. https://doi.org/10.22435/jtoi.v13i1.2037
Sudarmanto, E; Syaiful, M; Fazira, N. dan H. M. (2021). Teori Ekonomi Mikro Dan Makro.
Yayasan Kita Menulis.

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)

You might also like