Professional Documents
Culture Documents
(20) : 33 - 45
ABSTRACT
I. PENDAHULUAN
Kegiatan penambangan batubara selain memberikan dampak positif bagi
peningkatan pendapatan, juga berdampak negatif terhadap penurunan kualitas
lingkungan fisik, kimiawi, biologi dan sosial untuk sementara waktu atau berkelanjutan.
Potensi batubara di Kabupaten Tapin tercatat lebih dari 45.000 ha yang
tersebar di 4 kecamatan yaitu : Binuang, Tapin Selatan, Bungur dan Lok Paikat. Saat
ini lahan batubara yang sudah dieksploitasi seluas 1.071,71 ha oleh berbagai
perusahaan pertambangan, koperasi dan penambang penambang tanpa ijin. Lahan-
lahan tersebut sebagian besar cenderung dibiarkan terbuka tanpa ada upaya
reklamasi sehingga berimplikasi pada terjadinya degradasi lahan yang cenderung
berpengaruh kepada rusaknya keseimbangan ekosistem dan sosial ekonomi
masyarakat lokal dan regional di Kabupaten Tapin.
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September 2005 – Juni 2006 di wilayah
Kabupaten Tapin dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) aktivitas penambangan
batubara di wilayah ini berlangsung sangat intensif, namun meninggalkan lahan kritis
bekas tambang; dan (2) adanya kemauan baik pemerintah setempat yang akan
melakukan reklamasi lahan bekas tambang batubara, namun persoalannya terletak
pada rendahnya tingkat pengetahuan dan teknologi dalam melaksanakan upaya ini
termasuk dalam menyusun perencanaan yang terpadu dan berkelanjutan.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan pendekaran survei,
wawancara dan studi pustaka. Teknik survei dilakukan melalui pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap elemen data yang diperlukan seperti: (a)
Luasan lahan bekas tambang yang akan direvegetasi menggunakan pengukuran GPS
dan dianalisis dengan program Arcview GIS 3.3 (Budiyanto, E., 2002); (b) Kesesuaian
lahan menurut Pedoman Survei Tanah (Departemen Pertanian, 1994) (c) Sifat fisik dan
kimia tanah menurut Pedoman Survei Tanah (Departemen Pertanian, 1994); (d) Jenis-
jenis vegetasi penyusun menurut analisis vegetasi (Indrawan dan Soerianegara, 1976);
(e) Pendugaan erosi menurut metode USLE (Sarif,S., 1983); (f) Cadangan karbon dan
kebutuhan oksigen menggunakan angka normatif (Dahlan, 1992 dan Widianto et.al.,
2003)
Teknik wawancara dilakukan dengan responden guna memperoleh data
pendapatan penduduk, persepsi tentang pertambangan batubara dan pembangunan
hutan, kebutuhan dasar, pemilihan jenis, upah kerja, produksi (pertanian, kehutanan
dan batubara. Jumlah responden sebagai sampel dalam penelitian ini sebesar 10 %
dari populasi di lokasi penelitian yang dibedakan atas reponden pekerja tambang dan
reponden non-pekerja tambang dengan komposisi sebagaimana berikut: Desa Pantai
Cabe sebanyak 18 orang (Satuan Wilayah Pengeloaan I), Desa Rantau Bujur,
Sidomukti dan Binuang sebanyak 52 orang (Satuan Wilayah Pengeloaan II), Desa
Tarungin sebanyak 16 orang (Satuan Wilayah Pengeloaan III), Desa Bitahan Baru
sebanyak 12 orang (Satuan Wilayah Pengeloaan IV), dan Desa Pulau Pinang
sebanyak 18 orang (Satuan Wilayah Pengeloaan V).
Pengumpulan data melalui studi pustaka bersumber dari buku, monografi dan
informasi yang terkait berupa data luas (lahan tambang, lahan bekas tambang, hutan
dan pertanian), produksi (kehutanan dan pertanian), iklim, dan penduduk (jumlah,
tenaga kerja, pengangguran, daya tampung sektor pertambangan, penambang rakyat,
pendapatan).
Analisis sistem dinamik dilakukan untuk menyusun perencanaan pembangunan
hutan pada lahan bekas tambang batubara. Hal ini dilakukan mengingat sub sistem
kehutanan dipandang sebagai bagian dari sistem pembangunan wilayah yang
mempunyai interaksi dengan berbagai sub sistem lainnya. Mekanisme yang dilakukan
dalam analisis sistem dinamik adalah identifikasi sub sistem, perumusan masalah,
perumusan tujuan pembangunan hutan, dan perumusan model pembangunan hutan
(Simon, 1994 ).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
hutan nantinya. Hasil yang diperoleh dari analisis laboratorium dan pengamatan di
lapangan mengenai beberapa sifat fisik dan kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Penilaian Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Tanah di Lokasi Penelitian
Tabel 3. Luas Fungsi Kawasan Lahan Bekas Tambang Batubara di Kab. Tapin yang
akan direvegetasi (ha)
Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) Jumlah
No Fungsi Kawasan
I II III IV V (ha)
1. Kawasan Hutan 25,59 102,38 89,5 141,26 0 358,73
a. Lereng sangat curam 0 0 0 6,5 0 6,5
b. Sempadan sungai 0 0 0 8,5 0 8,5
c. Hutan Produksi 0 0 0 75,26 0 75,26
e. Hutan Lindung 0 0 0 51 0 51
f. Hutan Rakyat 25,59 102,38 89,5 0 0 227,47
3 Kawasan Pertanian 44,2 317,00 348,32 0 3,46 702,97
a. Lahan Kering 0 30 29 0 0 59
b. Perkebunan Karet 25 91,52 169,32 0 3,46 302,6
c. Perkebunan Pisang 0 130,33 100,25 0 0 267,58
d. Kebun Campuran 11,8 50,34 31 0 0 93,14
e. Sempadan Sungai 7,4 14,81 18,75 0 0 43,41
Jumlah 69,79 419,38 437,82 141,26 3,46 1.071,71
merasakan manfaat lingkungan seperti udara yang segar, tata air yang baik, habitat
binatang dan hasil hutan non kayu lainnya.
(b) Management Regime Pada Sempadan Sungai
Sempadan sungai merupakan areal yang berada di sepanjang kanan dan kiri
sungai. Sub DAS Tapin dan sub Das Binuang merupakan sungai utama yang melewati
areal lahan bekas tambang batubara dengan lebar < 30 m, sehingga areal sempadan
sungai adalah selebar 50 m kanan kiri sepanjang sungai tersebut dengan luas 51,91
ha.
Menurut Simon (1994) pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang
mempunyai keadaan yang khas seperti sempadan sungai maka pola pengelolaannya
menerapkan MR V yang digunakan pada kawasan dengan tujuan konservasi tanah
dan air (mengurangi erosi, meminimalkan terjadinya sedimentasi sungai) dan produksi
hasil hutan terutama non kayu, sehingga pada kawasan ini tidak dibenarkan pihak
manapun untuk menebang (zona steril), kecuali mengambil bagian tanaman (buah, biji,
umbi, getah, rebung). Pemilihan jenis yang direkomendasikan pada kawasan ini
adalah bambu, kemiri, gaharu, nangka dan cempedak.
(c) Management Regime Pada Kawasan Hutan
Kawasan hutan yang telah dikonversi menjadi areal pertambangan batubara
seluas 75,26 ha (eks HTI PT Dwima Intiga) dan 227,47 ha (Hutan Rakyat). Hampir
seluruh kawasan hutan yang telah ditambang menyisakan kondisi lingkungan yang
mengawatirkan tanpa ada upaya nyata dalam perbaikan lingkungan, sehingga untuk
memulihkan kembali fungsinya sebagai hutan perlu dilakukan pengelolaan yang tepat
sesuai dengan kondisi fisik dan sosek masyarakat.
Hasil penelitian merekomendasikan ragam pengelolaan MR-I pada kawasan
hutan produksi dan hutan rakyat, karena daerahnya berada dalam stratum A dan B,
topografi datar/landai dan kondisi tanah tidak subur (tidak sesuai sementara untuk jenis
tertentu) dengan tujuan menghasilkan produksi hasil hutan (kayu dan jasa lingkungan)
dan pertanian (pangan). Pemilihan jenis pada kawasan ini adalah gaharu, sungkai,
kemiri, sengon, kenanga, padi lahan kering dan kacang tanah.
4) Rekayasa Sosial
Rekayasa sosial yang dirancang perlu memperhatikan beberapa permasalahan
sosial ekonomi sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu. Berdasarkan hal
tersebut maka diusulkan suatu kegiatan rekayasa sosial sebagai berikut :
Bappeda
Kab. Tapin
Dishut Kab.
Tapin
Diskop Kab.
Disperbun Tapin
Kab. Tapin
Lembaga
Pelaksana LSM/PT
PHLBTB
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1) Permasalahan yang dihadapi sistem pembangunan wilayah sebagai akibat
kegiatan penambangan batubara adalah (a) terjadinya degradasi lahan pada
kawasan lindung dan kawasan produksi seluas 1.071 ha; dan (b) Potensi
terjadinya kecemburuan sosial karena tidak meratanya distribusi pendapatan dan
kesempatan kerja di sektor pertambangan batubara
2) Strategi perencanaan pembangunan hutan pada lahan bekas tambang batubara
adalah sebagai berikut :
a. Rencana pembangunan hutan pada lahan bekas tambang batubara
ditempatkan pada 5 Satuan Wilayah Pengelolaan (SWP) yaitu SWP I seluas
69,79 ha, SWP II seluas 420,38 ha, SWP III seluas 436,82 ha, SWP IV seluas
141,26 ha dan SWP V seluas 3,46 ha
b. Sebelum dilakukan kegiatan revegetasi maka dilaksanakan pemantapan
kawasan yang akan direvegetasi dan rehabilitasi lahan sebelum penanaman
berupa penataan lahan, konservasi sipil teknis, pengembalian top soil,
penutupan lubang bekas tambang dan amandemen tanah