You are on page 1of 13

1

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO

BANDUNG

Laporan Kasus : Tata laksana retinopathy of prematurity dengan dan


tanpa plus disease
Penyaji : Lucy Nofrida Siburian
Pembimbing : Primawita Oktarina, dr., SpM, M.Kes

Telah diperiksa dan disetujui oleh

Pembimbing Unit Pediatrik-oftalmologi & Strabismus

Primawita Oktarina, dr., SpM, M.Kes

Senin, 6 Februari 2017

07.00
2

Abstract
Introduction
Retinopathy of prematurity (ROP) is a vasoproliferative retinal disorder unique to premature
infants. Recent technological advances in neonatology have increased the survival rate of
very low birth weight infants, which has led to a correspondingly increased incidence of
ROP. This, in turn, has provided a major challenge to all physicians treating the premature
infant and has created renewed interest in the pathogenesis, prevention, and treatment of
ROP
Objective
To report the management of a patient with different condition of ROP in both eyes
Case report
A one month and thirteen days year-old baby girl referred from Sumber waras hospital,
Cirebon to Cicendo eye hospital on January 5,2017 for ROP screening. History of delivery:
the third child, 29 weeks gestational age by spontaneous delivery, birth weight 1300 gram.
She got oxygen supplementation in Neonatal Intensive Care Unit for 27 days. Her weight on
January 5, 2017 was 1700 gram. Ophthalmological examination of both eyes showed visual
acuity blinking reflex (+), anterior segment were within normal limit. Posterior segment of
both eyes showed avascular retina at temporal ora serrata, no ridge nor neovascularization
in right eye (RE), but ridge and neovascularization also plus disease was found in left eye
(LE). She was diagnosed with ROP stage 2 zone II in RE and ROP stage 3 zone II with plus
disease in LE. She got treatment of laser therapy in both eyes by vitreoretinal unit.
Conclusion
ROP is a challenging case that needs to detect and treat as soon as the baby’s vital organ
system was handled in order to save the patient’s sight.

I. Pendahuluan
Retinopathy of prematurity (ROP) merupakan kelainan pertumbuhan retina
yang unik dan terjadi hanya pada bayi prematur, dapat menyebabkan vascular
shunting, neovaskularisasi, bahkan ablasio retina traksi dan kebutaan. Perkembangan
teknologi yang pesat dalam bidang neonatologi meningkatkan angka harapan hidup
bayi prematur dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) disertai peningkatan
angka kejadian ROP. Hal ini menjadi tantangan bagi tenaga medis untuk mampu
melakukan tata laksana bayi prematur secara holistik serta memberikan lahan
penelitian yang terus berlangsung dalam hal patogenesis, pencegahan serta tata
laksana terbaik ROP.1-5
Laporan kasus ini akan membahas seorang bayi prematur usia gestasi 29
minggu diagnosis ROP dengan dan tanpa plus disease yang dilakukan tindakan laser,
dengan tujuan mengingatkan kembali dokter mata untuk mengenal sejak dini tanda
3

ROP sehingga dapat ditangani sedini mungkin guna menyelamatkan penglihatan


pasien ROP.

II. Laporan Kasus


Bayi S, lahir tanggal 20 November 2016 (usia kronologis 1 bulan 13 hari)
dirujuk dari RS Sumber Waras, Cirebon dibawa oleh kedua orang tuanya tanggal 5
Januari 2017 ke poliklinik Paviliun RS Mata Cicendo, dengan tujuan skrining ROP
ODS. Pasien lahir secara spontan ditolong bidan dari ibu P3A0 gravida 29 minggu
dengan berat badan lahir 1300 gram. Riwayat perawatan di Neonatal Intensive Care
Unit (NICU) RS Sumber Waras dengan suplementasi oksigen selama 27 hari.
Riwayat ibu sakit selama kehamilan disangkal. Ante natal care rutin dilakukan di
bidan. Riwayat keluarga dengan kelahiran prematur disangkal. Riwayat imunisasi
tidak diketahui. Berat badan tanggal 5 Januari 2017 adalah 1700 gram.
Pemeriksaan fisik tanggal 5 Januari 2017 menunjukkan keadaan umum kesan
sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan oftalmologis
menunjukkan visus mata kanan dan kiri (VODS) blink reflex (+), segmen anterior
kedua mata dalam batas normal. Segmen posterior mata kanan (OD) tampak
avaskular retina di area temporal ora serrata, ridge tanpa neovaskularisasi maupun
tortuosity. Segmen posterior mata kiri (OS) tampak avaskular retina di area ora
serrata, tampak ridge dengan neovaskularisasi sepanjang ridge, serta tampak dilatasi
dan tortuosity pembuluh darah retina mulai dari area polus posterior (Gambar 2.1).
Pasien didiagnosis dengan ROP stage 2 zona II OD tanpa plus disease dan
ROP stage 3 zona II OS dengan plus disease pada bayi usia gestasi (GA) 35-36
minggu. Pasien dikonsulkan ke unit vitreoretina untuk tindakan laser indirect
ophthalmoscopy (LIO) ODS dalam narkose umum. Keluarga pasien ingin mengurus
asuransi kesehatan terlebih dahulu. Pasien datang kontrol kembali dan menjalani
pemeriksaan darah lengkap, rontgen thoraks serta konsul dokter anak dan anestesi
untuk persiapan LIO tanggal 12 Januari 2017.
4

OD OS

OS OS

Gambar 2.1 Skematik segmen posterior ODS dengan funduskopi indirek. ODS tampak
zona avaskular retina daerah temporal ora serrata. OD tampak ridge tanpa
neovaskularisasi. OS tampak ridge dengan neovaskularisasi sepanjang ridge dengan
pembuluh darah tortous
Sumber : Cicendo

Pasien menjalani LIO dan digital retina imaging ODS dalam narkose umum
tanggal 17 Januari 2017 (Gambar 2.2). Total laser LIO OD adalah 2457 pulse, power
180 milliwatt, pulse duration 180 millisecond, sedangkan total laser OS adalah 2431
pulse, power 150 milliwatt, pulse duration 50 millisecond. Pasien diberi obat
antibiotik cefixime drop 1 cc 2 kali sehari, ibuprofen drop 1 cc 3 kali sehari (oleh
dokter anak), tobramycin-dexamethasone tetes mata 1 tetes ODS 4 kali sehari. Pasien
diperbolehkan rawat jalan 1 hari setelah LIO dan disarankan kontrol 1 minggu
kemudian.
Pasien dibawa kontrol oleh kedua orang tuanya tanggal 23 Januari 2017 ke
poliklinik paviliun. Saat kontrol tidak ada keluhan, pemeriksaan fisik dalam batas
normal, berat badan 2200 gram. Pemeriksaan oftalmologis menunjukkan VODS blink
reflex (+), pemeriksaan segmen anterior ODS dalam batas normal. Pemeriksaan
segmen posterior OD tampak avaskular retina di area temporal ora serrata, tidak
tampak ridge, neovaskularisasi maupun tortuosity. Segmen posterior OS tampak
avaskular retina di area temporal ora serrata dan sedikit tortuosity pembuluh darah
retina; tidak tampak ridge maupun neovaskularisasi. Skar laser pada kedua mata
sudah mulai terbentuk (Gambar 2.3).
5

Gambar 2.2 Digital retina imaging ODS tanggal 17 Januari 2017


Sumber : Cicendo

Pasien didiagnosis dengan ROP stage 2 zona II OD tanpa plus disease dan
ROP stage 3 zona II OS dengan plus disease (post LIO) pada bayi usia post-
menstrual age 38-39 minggu. Pasien disarankan kontrol 1 minggu yang akan datang.
Obat-obatan dihentikan. Prognosis pasien ini yaitu quo ad vitam dubia ad bonam
sedangkan ad functionam adalah dubia.
6

Gambar 2.3 Skematik segmen posterior ODS 23 Januari 2017 (1 minggu postlaser)
Sumber : Cicendo

III. Pembahasan
Retinopathy of prematurity (ROP) merupakan kelainan pertumbuhan retina
pada bayi prematur yang dapat menyebabkan terlepasnya retina dan kebutaan.
Kejadian dan derajat kelainan ROP lebih tinggi pada bayi premature dengan berat
lahir yang lebih rendah dan usia gestasi yang lebih dini. Kematangan pembuluh darah
retina lebih berkorelasi dengan usia postkonsepsi (Post menstrual age/PMA)
dibandingkan dengan usia postnatal. Perkembangan pembuluh darah retina berasal
dari jaringan mesenkim dimulai saat usia gestasi 16 minggu, yaitu ketika pembuluh
darah retina dan sel saraf retina (fotoreseptor) bersama-sama terbentuk mulai dari
nervus optikus, secara bertahap dan sentrifugal mencapai perifer retina, yaitu nasal
ora serrata saat usia gestasi 37 minggu lalu temporal ora serrata saat usia gestasi 40
minggu.1-4,6
Pertumbuhan retina pada bayi lahir aterm akan mencapai perifer retina, namun
pada bayi lahir prematur, sebelum pembuluh darah mencapai perifer retina,
pertumbuhan normal pembuluh darah retina akan terhenti sehingga daerah perifer
retina tidak mendapat suplai oksigen dan nutrisi yang cukup. Peneliti mengatakan
bahwa daerah perifer retina tersebut mengirimkan sinyal ke daerah retina lainnya
untuk memberikan suplai nutrisi dan oksigen sehingga terbentuk neovaskularisasi
abnormal bersifat rapuh dan mudah berdarah. Hal ini merupakan hasil dari interaksi
yang kompleks antara VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dengan IGF-1
7

(Insulin Growth Factor-1). Neovaskularisasi tersebut dapat menimbulkan skar pada


retina. Skar dapat mengkerut dan pada akhirnya menyebabkan ablasio retina
traksional (tractional retinal detachment).6,7

(A) (B)

(C) (D)

(E)
Gambar 3.1 Stage RoP. A : stage 1, B : stage 2, C : stage 3, D : stage 4A,
E : Plus disease
Diambil dari : AAO1
8

Jumlah jam

Mata kanan Mata kiri

Gambar 3.2 Skematik retina mata kanan dan kiri, menggambarkan zona dan perluasan
RoP
Diambil dari : AAO1

Klasifikasi ROP berdasarkan International Classification of Retinopathy of


Prematurity (ICROP) berdasarkan stage, zona, perluasan serta ada/tidak plus disease
adalah sebagai berikut : stage 0 berupa ketiadaan ROP atau hanya menggambarkan
imaturitas retina, stage 1 ditandai oleh garis demarkasi/pembatas antara area retina
tervaskularisasi dengan area avaskular, stage 2 adanya ridge (garis demarkasi yang
meninggi) dengan/tanpa proliferasi fibrovaskular intraretina, stage 3 adanya ridge
dengan proliferasi fibrovaskular ekstraretina dan dapat dikategorikan ringan, sedang
atau berat, stage 4 terdapat ablasio retina subtotal, dibagi atas stage 4A bila belum
mengenai fovea dan stage 4B bila sudah mengenai fovea, serta stage 5 bila terjadi
ablasio retina total. Plus disease ditandai oleh pembesaran vena dan tortousity arteri
di daerah polus posterior retina dan menggambarkan keadaan ROP yang berat
(Gambar 3.1). Zona I bila pertumbuhan retina hanya berada di polus posterior atau
lingkaran radius 600 (dua kali jarak antara diskus optik dengan makula), zona II
dimulai dari tepi zona I ke nasal ora serrata dan mengelilingi area sekitar temporal
ekuator, serta zona III pada daerah selebihnya di anterior zona II (berbentuk bulan
sabit). Perluasan ROP sesuai jumlah jam area avaskular retina yang diobservasi pada
tiap mata pasien. (Gambar 3.2).1-2
9

Pasien dalam laporan kasus ini merupakan bayi prematur usia GA 29 minggu
dan PMA 35-36 minggu. Pertumbuhan retina ODS pasien ini masih sesuai dengan
usia perkembangan retina normal yaitu di zona II (nasal ora serrata) namun pada OS
ditemukan kondisi ROP stage 3 (neovaskularisasi sepanjang ridge) sebagai hasil
interaksi antara VEGF dan IGF-1 serta ditemukan plus disease akibat vascular
shunting melalui neovaskularisasi yang terjadi.
Banyak penelitian dari multisenter yang digunakan sebagai acuan indikasi tata
laksana ROP dengan maksud mengurangi sekuele atau komplikasi visual akibat ROP.
Staging ROP secara klasik tidak bersifat progresif, bahkan ROP stage 3 sering
berakhir dalam keadaan neovaskularisasi yang datar.1-4
Tata laksana ROP terkini yaitu sesuai dengan hasil penelitian ETROP (Early
Treatment for ROP). ETROP mengklasifikasikan ROP ke dalam dua tipe yaitu tipe 1
dan tipe 2 untuk menggambarkan prognosis baik pada bayi yang ditatalaksana
sebelum timbul threshold disease. Threshold disease menurut penelitian CRYO-ROP
(Cryotherapy for ROP) menggambarkan kondisi ROP stage 3 pada zona I atau II
dengan plus disease pada 5 jam berturut-turut atau pada total 8 jam. ETROP tipe 1
meliputi zona I stage berapa saja dengan plus disease, atau zona I stage 3 tanpa plus
disease, atau zona II stage 2 atau 3 dengan plus disease. ETROP tipe 2 meliputi zona
I stage 1 atau 2 tanpa plus disease atau zona II stage 3 tanpa plus disease. Mata kanan
pasien dalam laporan kasus ini termasuk dalam ETROP tipe 2 dan mata kiri termasuk
dalam ETROP tipe 1. Tidak ditemukan threshold disease pada pasien ini.1-2
ETROP sangat menyarankan tindakan laser pada ROP tipe 1. Penelitian
ETROP menemukan hasil bahwa tatalaksana laser sedini mungkin pada pasien RoP
risiko tinggi atau diklasifikasikan dalam ETROP tipe 1 akan memberikan hasil lebih
baik dalam hal struktur retina dan tajam penglihatan dibandingkan tatalaksana
konvensional. ETROP tipe 2 harus diobservasi rutin dengan cermat untuk mengetahui
progresivitas menjadi tipe 1. Pasien dalam laporan kasus ini dilakukan tindakan laser
pada kedua mata. Mata kiri dilakukan laser karena sudah termasuk dalam ETROP
tipe 1 sedangkan mata kanan dilakukan dilaser dengan harapan tidak progresif
10

menjadi tipe 1 mengingat usia pasien masih imatur dan pertimbangan jarak RS
Cicendo-domisili pasien yang jauh berpotensi sebagai penyulit jadwal observasi rutin
OS. Observasi rutin yang dimaksud yaitu pemeriksaan retina pasien menggunakan
binocular indirect ophthalmoscopy (BIO) dan digital retinal imaging setiap 1 minggu
pada pasien ini. Kedua pemeriksaan ini sudah terbukti aman untuk dilakukan secara
rutin pada bayi-bayi prematur.1-4,8
Penelitian lain berupa BEAT-ROP (Bevacizumab Eliminates the Angiogenic
Threat of ROP) menyatakan terapi dengan anti-VEGF bevacizumab intravitreal
memberikan hasil yang lebih baik secara struktur retina dan tingkat rekurensi ROP
yang lebih lama pada ROP zona I dibandingkan dengan tindakan laser, namun follow-
up jangka panjang mengenai kejadian ablasio retina belum ada dilaporkan dan efek
samping sistemik anti-VEGF masih merupakan perdebatan. Penelitian terbaru
menyatakan bahwa hingga saat ini, belum ada intervensi paling aman yang didukung
oleh penelitian klinis untuk mencegah terjadinya ROP derajat berat.1-4,9
Sekuele atau komplikasi ROP terbanyak, baik setelah diterapi maupun ROP
regressed spontan yaitu miopia gravior dan dapat menimbulkan ambliopia serta
strabismus. Surveilans WINROP digunakan untuk menilai progresivitas ETROP tipe
1 yaitu berdasarkan pertambahan berat badan, kadar IGF-1 serta staging ROP (weight
gain, IGF-1 level dan neonatal ROP).10-12
Pertambahan berat badan dalam waktu enam minggu awal kehidupan serta
kadar IGF-1 pasien dalam laporan kasus ini tidak diketahui, namun status ROP kedua
mata adalah zona II sedangkan plus disease serta grade 3 hanya ada pada OS dan
kondisi ROP tersebut tidak menjadi progresif saat sebelum dilakukan tindakan laser.
Prognosis quo ad vitam pasien adalah dubia ad bonam mengingat usia pasien
yang masih imatur (35-36 minggu) dan berat badan pasien yang masih kurang
sehingga sistem imunitas dan perkembangan organ vital lain yang belum berkembang
sempurna dan rentan terkena infeksi. Prognosis quo ad fungsionam adalah dubia
karena tindakan laser yang dilakukan akan membuat destruksi permanen pada area
retina serta sekuele yang timbul akibat ROP berupa miop gravior hingga strabismus
11

yang dapat mengurangi fungsi visual dan tidak terdapatnya binokular serta stereopsis
pasien ini di kemudian hari.

IV. Simpulan
ROP merupakan kelainan pertumbuhan retina yang unik dan hanya terjadi
pada bayi prematur. Angka kejadian ROP semakin tinggi seiring perkembangan
teknologi bidang neonatologi dalam meningkatkan angka harapan hidup bayi
prematur. Belum terdapat penelitian terkini yang dapat mencegah kejadian ROP,
sedangkan komplikasi terberat ROP adalah kebutaan. Deteksi dini. tata laksana sesuai
indikasi serta observasi berkala tanda-tanda ROP dengan menggunakan binocular
indirect ophthalmology dan/atau digital camera imaging setelah kondisi sistemik bayi
stabil harus dilakukan guna menyelamatkan penglihatan pasien.
12

Daftar Pustaka

1. AAO. American academy of ophthalmology. Basic and clinical science course.


Pediatric ophthalmology and strabismus. Section 6, chapter 25. San Fransisco :
American academy of ophthalmology. 2014-2015. Hal. 321-9

2. AAO. American academy of ophthalmology. Basic and clinical science course.


Retina and vitreous. Section 12, chapter 7. San Fransisco : American academy of
ophthalmology. 2014-2015. Hal. 157-70

3. Ober RR, Palmer EA, Drack AV, Wright KW. Handbook of pediatric retinal
disease : Retinopathy of prematurity. Chapter 10. Springer Science Business
Media, Inc. 2006. Hal. 284-338

4. Palmer EA, Phelps DL, Spencer R, Gerard A. Retina : Retinopathy of


prematurity. Ryan SJ. Volume I. Section 5, chapter 80. Edisi 5. China : Elsivier;
2013. Hal. 1447-74

5. Fielder A, Blencowe H, O'Connor A, Gilbert C. Impact of retinopathy of


prematurity on ocular structures and visual functions. Arch. Dis. Child. Fetal
Neonatal Ed. Medline. March 1, 2015; 100 (2); F179-84

6. Hartnett ME. The Retina and Its Disorder : Retinopathy of prematurity. Moran
Eye Center, University of Utah, Salt Lake City, UT, USA. 2010. Hal. 790-9

7. Breier G, Albrecht U, Sterrer S, Risau W. Expression of vascular endothelial


growth factor during embryonic angiogenesis and endothelial cell differentiation
Development. 114, 521-532. The Company of Biologists Limited 1992

8. Wade KC, Pistilli M, Baumritter A, Karp K, Gong A, Kemper AR,et al. Safety
of retinopathy of prematurity examination and imaging in premature infants. e-
Retinopathy of Prematurity Study Cooperative GroupJ Pediatr. 2015
Nov;167(5):994-1000.e2. doi: 10.1016/j.jpeds.2015.07.050. Epub 2015 Aug 2

9. Fang JL, Sorita A, Carey WA, Colby CE, Murad MH, Alahdab F. Interventions
To Prevent Retinopathy of Prematurity: A Meta-analysis. Pediatrics Medline
April 1, 2016; 137 (4)

10. Wallace DK, Womack B. Poor postnatal weight gain: A risk factor for severe
retinopathy of prematurity. JAAPOS December 2000. Volume 4, Issue 6,
Pages 343–347. #7040, UNC Department of Ophthalmology, Chapel Hill, NC
27599-7040
13

11. WINROP identifies severe retinopathy of prematurity at an early stage in a


nation-based cohort of extremely preterm infants. Lundgren P, Sjöström ES,
Domellöf E, Stoltz E, Källen K, Holmström G, et al. Research article. PLoS
ONE 8(9): e73256. doi:10.1371/journal.pone.0073256. 2013.

12. Ak NK, Niyaz L, Ariturk N. Prediction of severe retinopathy of prematurity


using the screening algorithm winrop in preterm infants. J AAPOS 2016;20:486-
489

You might also like