You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retinopathy of Prematurity (ROP) pertama kali ditemukan oleh Terry

pada tahun 1942 sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu penyakit/gangguan

perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang lahir prematur. ROP

merupakan penyebab kebutaan tertinggi pada anak-anak di Amerika Serikat dan

salah satu penyebab utama kebutaan anak di seluruh dunia, hal ini dilaporkan

pada tahun 1980, dimana sebanyak 7000 anak di Amerika Serikat dinyatakan buta

akibat ROP.

Pada tahun 1941 sampai 1953 terjadi peningkatan kejadian ROP di seluruh

dunia, lebih dari 12.000 bayi menderita ROP. Pada tahun 1951, dua ahli Inggris

menyatakan kemungkinan adanya hubungan antara penyakit ini dengann terapi

suplemental oksigen. Pemberian oksigen tambahan pada bayi prematur

merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan memberatnya ROP, tetapi

bukan merupakan faktor utama terjadinya ROP. Pembatasan pemberian oksigen

tambahan pada bayi prematur tidak secara langsung akan menurunkan kejadian

ROP, malah akan meningkatkan komplikasi sistemik lain akibat kondisi

kekurangan oksigen (hipoksia).

1
B. Tujuan Penulisan

Referat ini ditulis bertujuan untuk memahami definisi, etiologi,

patogenesis, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding,

penatalaksanaan dan prognosis dari retinopati of prematurity.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan

multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan

berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm

di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini

pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel

berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane bruch, koroid, dan

sklera.1

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah2,3 :

1. Membran limitans interna

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang

berjalan menuju nervus optikus

3
3. Lapisan sel ganglion

4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel

ganglion dengan sel amkrin dan bipolar

5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel

bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8. Membran limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

10. Epithelium pigmen retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 2,3 mm pada kutub

posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula yang merupakan

daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil),

yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral

diskus optikus, terdapat fovea, yang merupakan suatu cekungan yang memberikan

pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Foveola adalah bagian tengah

4
fovea dimana sel fotoreseptornya adalah sel kerucut dan merupakan bagian retina

yang paling tipis.1,2

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria dan cabang-

cabang arteri sentralis retina. Khoriokapilaris memperdarahi sepertiga luar retina,

termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan

epitel pigmen retina sedangkan cabang-cabang arteri sentralis retina

memperdarahi dua pertiga sebelah dalam retina.


Khoriokapilaris
arteri sentralis retina

Gambar vaskularisasi retina

- Perkembangan Vaskularisasi Retina

16 minggu ; Pembuluh retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai


perpanjangan dari sel spindel mesenkimal.

32 minggu : retina tervaskularisasi menyeluruh sampai ke ora serrata

40-42 minggu :bagian temporal yang lebih besar telah tervaskularisasi seluruhnya

5
Gambar embriologi vaskularisasi retina

B. Definisi Retinopathy of prematurity

Retinopathy of prematurity (ROP) adalah suatu keadaan retinopati

proliferatif dimana terjadi perkembangan abnormal pada pembuluh darah retina

pada bayi prematur. ROP seringkali mengalami regresi atau membaik tetapi dapat

menyebabkan terjadinya gangguan visual berat atau kebutaan. Retinopati

prematuritas secara signifikan dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bagi

penderitanya. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden

ROP semakin meningkat. Hal ini masih menjadi suatu masalah meskipun dengan

adanya kemajuan teknologi yang mencolok pada bidang neonatologi.4,5

6
C. Etiologi

Retina merupakan jaringan yang unik. Pembuluh darah retina mulai

terbentuk pada 3 bulan setelah konsepsi dan menjadi lengkap pada waktu

kelahiran normal. Jika bayi lahir sebelum waktunya, hal ini dapat mengganggu

perkembangan mata. Pertumbuhan pembuluh darah mungkin saja terhenti atau

tumbuh abnormal misalnya rapuh dan bocor, yang dapat menimbulkan perdarahan

pada mata. Jaringan parut dapat terbentuk dan menarik retina terlepas dari

permukaan dalam mata. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan hilangnya

penglihatan. Dahulu, pemberian oksigen secara rutin pada bayi prematur

menstimulasi pertumbuhan pembuluh abnormal. Dewasa ini, risiko terjadinya

ROP adalah tergantung derajat prematuritasnya. Semua bayi kurang dari 30

minggu masa gestasi atau dengan berat badan lahir kurang dari 3 pon perlu

pemeriksaan lebih lanjut.4,5,6

Faktor risiko terjadinya ROP antara lain adalah sebagai berikut :

1. Bayi lahir < 32 minggu masa gestasi

2. Penyakit jantung

3. Asupan oksigen yang tinggi

4. Berat badan lahir < 1500 gram

5. Penyakit lain yang menyertai

6. Anemia

7. Kadar karbon dioksida yang tinggi

8. Apnea

7
9. Bradikardia

10. Transfusi darah

11. Perdarahan intraventrikuler

12. Maternal, pada masa prenatal: kebiasaan merokok, diabetes, preeklamsia

D. Patofisiologi

Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan

Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan

bahwa berat badan lahir rendah, usia gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta

yang berat ( misalnya respiratory distress syndrome {RDS}, displasia

bronkopulmoner {BPD}, sepsis) merupakan faktor-faktor yang terkait. Bayi yang

lebih kecil, lebih tidak sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh lebih

tinggi untuk menderita penyakit serius. 5

Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16

minggu. Pembuluh retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari

sel spindel mesenkimal. Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai

sebagian besar aliran darah, terjadilah proliferasi endotelial dan pembentukan

kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler baru ini akan membentuk pembuluh retina yang

matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada usia gestasi 6 minggu)

mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal dari retina akan

tervaskularisasi secara menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32

minggu.1,4

8
Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah

tervaskularisasi seluruhnya pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm). Kelahiran

bayi prematur mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina

normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel spindel

mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap

junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang normal,

mencetuskan terjadinya respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh Kretzer

dan Hittner.

Secara pathogenesis ROP terdiri dari 2 tahap yaitu tahap vasooblitasi

(degenerasi vaskular) dan tahap neovascular proliferasi. Pada tahap vasoobliterasi

maka pembuluh darah mengalami iskemik. Hal ini terjadi karena disaat keadaan

transisi mendadak dari intrauterine ( yang memiliki tekanan oksigen lebih rendah,

sekitar 30 -35 mmhg) ke ekstrauterina (tekanan oksigen yang lebih tinggi, sekitar

50-80 mmhg) menyebabkan oksigenasi retina berlebih atau yang serimh dikenal

hiperoksigenasi. Keadaan jaringan retina yang masih belum matang

memprovokasi kematian sel endotel dan menyebabkan pemusnahan pembuluh

retina, karena bayi yang lahir prematur rentan terhadap cedera oksigenasi.

Pada bayi normal kaya akan mitokondria sebaliknya pada keadaaan

prematuritas jumlah mitokondrianya sedikit. Hal ini menyebabkan kerja dari

metabolisme oksidatif mitokondria kewalahan pada saat kondisi hiperoksigenasi.

Kemudian untuk mengurangi kaadar oksigen yang berlebih kompleks III oksidatif

fosforilasi mengambil peranan dalam pengurangan oksigen,namun hal yang

terjadi menyebabkan pembentukan ROS. Selain itu retina mengandung banyak

9
fotosensitizes molekuler yang menghasilkan radikal bebas saat perangsangan dan

zat besi pada saraf BBL lebih banyak untuk menkatalisis reaksi oksidasi yang

menyebabkan antioksidan menurun. Ketika stres oksidatif terjadi COX

menghasilkan banyak prostaglandin (PGD2 dan PGE2) diperkuat oleh Ros

sebagai umpan balik positif yang menyebabkan produksi eNOS dan NO

meningkat dan menyebabkan peningkatan lebih lanjut aliran darah dan oksigen

(imature retina). Selanjutnya ROS bereaksi dengan NO untuk menghasilkan

reactive nitrogen species (RNS) termasuk peroksinitrit, NO, dan trioksida

dinitrogen yang menyebabkan stres nitrit kemudian menyebabkan degenerasi

mikrovaskular retina. Sel-sel endotel retina sangat rentan terhadap cedera akibat

peroksidasi sedangkan sel otot polos dan astrocytes pervaskular relatif tahan.

Retina sangat rentan terhadap lipid peroxidation (yang terdiri dari lipid

dengan peningkatan kadar PUFA seperti DHA, asam cis arachidonate (AA) dan

kolin fosfogliserida. AA dihasilkan dari fosfolipase A2 (PLA2). Akumulasi

peroksidase mendukung produksi thromboxane (TXA2), yang merupakan

vasokontriksi kuat serta agen sitotoksik di microvassels.Isoprostane diproduksi

oleh peroksidase Aa dan dilepaskan oleh fosfolipase. Lipid lain yang dihasilkan

selama peroksidasi adalah mediator proimflamasi yaitu asam lysophosphatidic

(LPA) dan platelet activase factor (PAF) melalui lysophospholipase (kolin

fosfogliserida adalah prekursor dari PAF).LPA dan PAF penguat TXA2 sebagai

vasoobliterasi retina.

Pada tahap kedua yaitu neovascular proliferasi dimana pembuluh darah

retina mengalami pertumbuhan yang abnormal yang merupakan respon dari

10
pemenuhan kebutuhan oksigen yang kurang. Dalam upaya mengembalikan

tingkat oksigen dan nutrisi yang cukup untuk retina maka pembuluh darah

mengalami pertumbuhan yang abnormal (neovaskularisasi yg berlebih, tidak

teratur, dan salah arah menuju vitreous dimana fisiologisnya tampa pembuluh

darah, hal ini menyebabkan penghalangan cahaya masuk). Dalam keadaan

oksigen yang kurang makan peran penting dari IGF 1, Hif 1 dan VEGF berperan

penting. Pada keadaaan normoxic Hif 1 dihidrolisis oleh hidroksidase prolyl

(EGLNS) namun keadaan O2 rendah EGLNS tidak berperan hal ini menyebabkan

VEGF meningkat yang terakumulasi dalam nukleus. Dalam keadaan ini juga

menyebabkan mitokondria menghasilkan sucanate kemudian mengaktifkan

GPR91 yang menginduksi pelepasan VEGF dan Ang 2 yang menyebabkan

pertumbuhan pembuluh darah abnormal18.

E. Klasifikasi

Pada tahun 1984, 23 Oftalmologis dari 11 negara membentuk International

Classification of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini

membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada retina (1,2, dan 3), penyebaran

penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan tingkat keparahan penyakit

dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi prematur, harus mencakup hal-

hal berikut ini :

o Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu

o Berat badan lahir kurang dari 1500 gram, khususnya kurang dari 1250

gram

11
o Faktor resiko lainnya yang mungkin (misalnya terapi oksigen, hipoksemia,

hipercarbia, dan penyakit penyerta lainnya)

Retinopathy of prematurity dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi, luas,

derajat dan disertai “plus” disease

Berdasarkan lokasinya, ROP dibagi menjadi 3 zona yang berpusat pada

optik disk, antara lain3,4,7 :

1. Zona I

Dibatasi oleh lingkaran imajiner yang memiliki radius 2x jarak optik disk

ke makula.

2. Zona II

Meluas dari pinggir zona I ke titik tangensial sampai nasal ora serata dan

area temporal.

3. Zona III

Merupakan daerah sisa temporal anterior yang berbentuk sabit ke zona II.

Berdasarkan luasnya, ROP diklasifikasikan menurut arah putaran jam.

12
Berdasarkan derajatnya, ROP diklasifikasikan menjadi6,7 :

 Derajat 1 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang ringan. Pada

stadium ini biasanya membaik sendiri dan bayi akan mempunyai

penglihatan yang normal.

 Derajat 2 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang sedang.

Pada stadium ini biasanya akan membaik sendiri dan bayi akan

mempunyai penglihatan yang normal.

 Derajat 3 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang berat.

Pembuluh darah abnormal tersebut akan tumbuh ke arah sentral dan tidak

mengikuti pola pertumbuhan yang normal di permukaan retina. Pada

stadium ini ada bayi yang akhirnya membaik dan tidak memerlukan terapi

serta mempunyai penglihatan yang normal. Pada bayi dengan stadium III

dan “plus disease (dimana pembuluh retina menjadi membesar dan

berkelok-kelok, yang mengindikasikan perubahan penyakit kearah yang

lebih buruk), terapi diperlukan terutama untuk mencegah terjadi pelepasan

retina.

 Derajat 4 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang berat

ditambah robekan lapisan retina sebagian yang berawal pada ridge. Retina

tertarik ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular, tarikan

disebabkan oleh perdarahan. Derajat 4 ini terbagi 2, yaitu 4A dan 4B.

 Derajat 4A : tidak mengenai fovea

 Derajat 4B : mengenai fovea

13
 Derajat 5 : robekan retina total berbentuk seperti corong (funnel). Bayi

akan mengalami kebutaan.

 Derajat 5A : corong terbuka

 Derajat 5B : corong tertutup

Plus disease

“Plus disease” merupakan vena yang berdilatasi dan arteri yang berkelok-

kelok pada fundus posterior. “Plus disease” dapat muncul pada stadium

manapun. Menunjukkan tingkat yang signifikan dari dilatasi vaskular dan

tortuosity yang ada di pembuluh darah retina belakang. Hal ini

menggambarkan adanya peningkatan aliran darah yang melewati retina.

Apabila terdapat tanda-tanda penyakit plus ini, ditandai dengan tanda

‘plus’ pada stadium penyakit.

Treshold disease

Didefinisikan sebagai area penyakit dalam jangkauan 5 arah jarum jam

berturut-turut atau 8 arah jarum jam yang tidak berturutan. Adanya

kelainan ini merupakan indikasi dilakukannya terapi.

F. Prosedur Pemeriksaan

Semua bayi prematur dengan berat badan lahir dibawah dari 1500 gram

dan masa gestasi dibawah 32 minggu memiliki resiko untuk menderita ROP,

maka dibuat semacam screening protocol sesuai dengan usia gestasi8,9,10.

14
 Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani

pemeriksaan mata pertama pada usia gestasi 27-28 minggu

 Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu, harus menjalani

pemeriksaan mata pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu

 Bayi yang lahir pada usia gestasi ≥ 29 minggu, pemeriksaan mata pertama

dilakukan sebelum bayi tersebut dipulangkan

Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan

menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan

dilatasi fundus dan depresi skleral. Instrumen yang digunakan adalah spekulum

Sauer (untuk menjaga mata tetap dalam keadaan terbuka), depresor skleral Flynn

(untuk merotasi dan mendepresi mata), dan lensa 28 dioptri (untuk

mengidentifikasi zona dengan lebih akurat). Bagian pertama dari pemeriksaan

adalah pemeriksaan eksternal, identifikasi rubeosis retina, bila ada. Tahap

selanjutnya adalah pemeriksaan pada kutub posterior, untuk mengidentifikasi

adanya penyakit plus. Mata dirotasikan untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya

penyakit zona 1. Apabila pembuluh nasal tidak terletak pada nasal ora serrata,

temuan ini dinyatakan masih berada pada zona 2. Apabila pembuluh nasal telah

mencapai nasal ora serrata, maka mata berada pada zona 3.

G. Diagnosis Banding

Berikut ini adalah diagnosis banding dari ROP 11,12:

1. Incontinentia pigmenti

15
Merupakan kelainan X-linked dominan yang bisa menstimulasi ROP.

Penyakit ini letal pada bayi laki-laki, hanya terdapat pada bayi perempuan.

Pada bulan pertama, bayi memiliki pembuluh darah retina yang berkelok-

kelok dengan tidak adanya perfusi pembuluh darah retina perifer.

Anomali okular lainnya seperti strabismus, katarak, myopia, nistagmus,

blue sclera. selain terjadi anomali okular, sistem nervus sentral terganggu

misalnya kejang, spastik paralisis dan retardasi mental.

2. Familial exudatif vitreoretinopathy (FEVR)

Merupakan kelainan autosomal dominan fundus. Pasien dengan FEVR

lahir normal tanpa kesulitan pernapasan atau asupan oksigen.

3. White pupillary reflek

Berkaitan dengan derajat 5 ROP yang mana member gambaran leukokoria

seperti katarak kongenital, vitreus primer hiperplastik persisten,

retinoblastoma, toxokariasis okular, uveitis intermediate, penyakit coat,

perdarahan vitreus.

H. Penatalaksanaan

Terapi Medis

Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening

oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini, belum ada

standar terapi medis yang baku untuk ROP. Penelitian terus dilakukan untuk

memeriksa potensi penggunaan obat antineovaskularisasi intravitreal, seperti

bevacizumab (Avastin).13 Obat-obatan ini sudah pernah berhasil digunakan pada

16
pasien dengan penyakit neovaskularisasi bentuk yang lain, seperti retinopati

diabetik. Terapi-terapi lainnya yang pernah dicoba dapat berupa mempertahankan

level insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids

(PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang berkembang, seperti

diusulkan oleh Chen and Smith.

Meskipun terapi oksigen telah dinyatakan sebagai faktor penyebab utama

ROP, banyak ahli percaya bahwa memaksimalkan saturasi oksigen pada penderita

ROP dapat merangsang regresi dari penyakit ini. Namun, sebuah studi multisenter

yang dikenal sebagai STOP-ROP (Supplemental Therapeutic Oxygen for

Prethreshold Retinopathy Of Prematurity), menemukan bahwa tidak ada

perubahan yang signifikan yang terjadi dengan mempertahankan saturasi oksigen

diatas 95%. Namun, saturasi oksigen yang lebih tinggi juga tidak memperparah

penyakit itu sendiri.14

Terapi Bedah

a. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)

Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan (threshold disease), terapi

ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk menghancurkan

area retina yang avaskular. Terapi ini biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-

40 minggu, apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari satu

tindakan.

b. Krioterapi

17
Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini

dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress

prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator

setelah prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah

perdarahan intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan

bradikardia. Pada studi prospektif random ditemukan bahwa dengan krioterapi

menghasilkan reduksi retinal detachment hingga 50% dibandingkan dengan

mata yang tidak diterapi dengan krioterapi.

c. Terapi Bedah Laser

Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena

dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga

menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser

tampaknya menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi

dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data

mengenai ketajaman visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih

menguntungkan dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa

terapi laser lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi.

Namun, krioterapi masih merupakan terapi pilihan apabila penglihatan retina

terbatas oleh opasitas medianya.

d. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP)

Studi ET-ROP menunjukkan bahwa dengan penanganan dini (early

treatment) dapat mengurangi prognosis yang buruk pada usia kehidupan 9

18
bulan dan 2 tahun. Berdasarkan studi ini, para oftalmologis membagi ROP

menjadi dua bagian besar, yaitu :

Tipe 1 (membutuhkan terapi)

1. Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

2. Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus

Tipe 2 (membutuhkan observasi)

1. Mata dengan zona 1, stadium 1 atau 2 tanpa penyakit plus

2. Mata dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

19
Dasar pemeriksaan untuk menindaklanjuti pasien dengan retinopati

prematuritas (ROP) adalah dari hasil pemeriksaan awal. Semakin immatur

vaskularisasi retina atau semakin serius kondisi penyakitnya, semakin pendek

masa interval follow-up lanjutan yang harus dijalani oleh pasien tersebut sehingga

perkembangan sekecil apapun mengenai progresi penyakit dapat segera diketahui.

Setelah intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan

setiap 1-2 minggu untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien

yang dimonitor ini harus menjalani pemeriksaan sampai vaskularisasi retina

matur. Banyak pasien yang kehilangan penglihatannya akibat monitor yang tidak

20
tepat waktu dan tidak sesuai. Pada pasien yang tidak ditatalaksana, ablasio retina

biasanya terjadi pada usia postmenstrual 38-42 minggu.16,17

Selain itu, 20% dari bayi-bayi prematur menderita strabismus dan kelainan

refraksi, karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6

bulan hingga bayi berusia 3 tahun. Sebanyak 10% bayi-bayi prematur juga dapat

menderita glaukoma dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus

dilakukan setiap tahun.

I. Prevensi

Pencegahan yang paling bermakna adalah pencegahan kelahiran bayi

prematur. Pencegahan ini dapat dialkukan dengan cara melakukan perawatan

antenatal yang baik. Semakin matur bayi yang lahir, semakin kecil kemungkinan

bayi tersebut menderita ROP. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian

21
kortikosteroid dalam masa antenatal memiliki efek protektif terhadap tingkat

keparahan ROP. Selain itu, penelitian lain juga menyatakan bahwa terapi

suplemental oksigen dengan target saturasi 83-93% dapat menurunkan insidensi

ROP yang mencapai threshold. 15

J. Komplikasi

Komplikasi jangka panjang dari ROP antara lain adalah miopia,

ambliopia, strabismus, nistagmus, katarak, ruptur retina, dan ablasio retina. Pada

penelitian yang dilakukan Vanderveen dkk, strabismus pada penyakit ini dapat

membaik pada usia 9 bulan.

K. Prognosis

Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya.

Pada pasien yang tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki

prognosis yang baik dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior

atau stadium III, IV, dan V. Faktor yang penting adalah deteksi awal dan

penangganan yang tepat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashour, Mounir. 2008. Retinopathy of Prematurity. Emedicine. November 3,

2008. http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis

2. Campbell K. Intensive oxygen therapy as possible cause for retrolental

fibroplasia. A clinical approach. Med J Austr. 1951;2:48-50. Cited june 5,

2010. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis

3. Csak K, Szabo V, Szabo A, et al. Pathogenesis and genetic basis for

retinopathy of prematurity. Front Biosci. Jan 1 2006;11:908-20. [Medline].

4. Fielder AR, Shaw DE, Robinson J, et al. Natural history of retinopathy of

prematurity : a prospective study. Eye. 1992;6(Pt 3):233-42. [Medline].

5. Flynn ET, Flynn TJ, Chang S. Pediatric Retinal Examination of Disease.

In:Pediatric Ophtalmology A Clinical Guide. New York. Thieme Medical

Publishers. 2000;264-5.

6. Ghozi, M, 1997, Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

7. Ilyas, S, 1998, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, Jakarta.

8. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology : A Systemic Approach. Fifth Edition. New

York : Elsevier Science Limited; 2003

9. Kansky JJ. Retinopathy of Prematurity in Clinical Ophtalmology A

Systematic Approach. 3rd Edition. 1994;374-6.

23
10. Kretzer FL, Hittner HM. Retinopathy of prematurity: clinical implications of

retinal development. Arch Dis Child. Oct 1988;63 (10 Spec No):1151-67.

[Medline].

11. McNamara A J, Connolly P. Retinopathy of Prematurity in Vitreoretinal

Disease the essential. New York. Thieme Medical Publishers. 1999;177-90.

12. Mustidjab. Screening and Management of Retinopathy of Prematurity.

Vol.42.No.04 Oktober-Desember. Department of Ophtalmology Airlangga

University School of Medicine. 2006;270-6.

13. Najm N. About Kids Health Premature Babbies Retinopathy of Prematurity.

http//www.AboutKidsHealth.html

14. National Institute of Eye. 2011. Fact about Retinopathy of Prematurity.

(Online). www.nei.nih.gov/health/rop/rop.asp

15. National Institute of Eye. 2011. Retinopathy of Prematurity [NEI Health

Information]. (Online). www.nei.nih.gov/health/rop/rop.asp

16. Radjamin, R. K, dkk, 1993, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press,

Surabaya.

17. http://neoreviews.aappublications.org/cgi/content/full/neoreviews;2/7/e174/F

18. Sapieha, Przemyslow, 2010. Retinopathy of prematurity. USA : Departement

of Opthalmology Harvard Medical school.

24

You might also like