You are on page 1of 10

JURNAL HUKUM

ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN


KEMITRAAN ANTARA INVESTOR DAN KOPERASI KELAPA
SAWIT

Diajukan oleh:
Monica Angela Kalis

NPM : 130511152
Program Studi : IlmuHukum
Program Kekhususan : HukumEkonomidanBisnis

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA


FAKULTAS HUKUM
2016
ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN KEMITRAAN ANTARA
INVESTOR DAN KOPERASI KELAPA SAWIT
Monica Angela Kalis
Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Email: butler_monica@ymail.com

Abstract
The partnership agreement between investor and cooperative on the rights and obligations of the problems
sometimes occur where an obligation is violated only because it wants its rights to be fulfilled without
considering whether the obligation itself has been executed. Problems also can occur when the contents of a
partnership agreement concerning the rights and obligations are unclear, and this raises the question of
what the rights and obligations of the parties.By using normative research approach which uses law (Statute
Approach) that approach by using legislation and regulations. Found results that;Agreement between
cooperative and investor in the PIR (plantation core people) initially involving TKP3K but, in the end the
problem resolved only between cooperative and investor alone. The problem of FFB (fresh fruit bunches)
problem can be resolved directly between the parties without involving TKP3K with the parties back a new
loan agreement/additional. thus it can be concluded that the completion of the implementation of the
fulfillment of the rights and obligations of investors related to the PIR (plantation core people) completed
with the investors immediately split nucleus that belong to the cooperative without involving TKP3K or
involving TKP3K and patterns of TBS (FFB) resolved with the parties to re-create a new treaty involving
issues TKP3K in terms idenfying up, reaching an agreement between the parties contained in an agreement
that includes the fulfillment of the rights and obligations of the parties previously been a problem.
Keywords: Partnership Agreement, Investors, Cooperative
1. PENDAHULUAN tanpa menjalankan kewajiban.Subyek
hukum tersebutdapat melakukan
Hak dan kewajiban dalam perjanjian pelanggaran dalam bentuk wanprestasi
merupakan suatu prestasi untuk terhadap pihak lain atau melakukan
dilaksanakan oleh manusia pribadi, perbuatan melawan hukum. Wanprestasi
persekutuan ataupun badan hukum dimana tersebut terjadi akibat adanya salah satu
kewajiban tersebut menjadi tanggung jawab pihak yang tidak menjalankan kewajibannya
debitor yaitu melaksanakan prestasi sedang baik karena disengaja ataupun tidak karena
hak menjadi kontra prestasi kreditor ketidakjelasan terhadap aturan mengenai
demikian halnya sebaliknya sehingga hak dan kewajiban masing-masing pihak.
perjanjian adalah bersifat timbal balik. Dengan semakin berkembangnya transaksi
Terkadang suatu kewajiban itu seringlah perdagangan, tidak heran apabila manusia
dilanggar hanya karena menginginkan pribadi, persekutuan ataupun badan hukum
haknya untuk terpenuhi terlebih dahulu ingin cepat mendapatkan sesuatu secara
tanpa mengingat apakah kewajibannya instan atau cepat dengan mengabaikan
sendiri telah dijalankan, padahal apa yang tanggung jawabnya terhadap pihak lain yang
menjadi suatu kewajiban manusia pribadi, seharusnya dilaksanakan atau dijalankan.
persekutuan ataupun badan hukum Indonesia di dalam menghadapi
merupakan suatu hak yang dapat diperoleh perubahan perekonomian global dan
oleh pihak lain. Dalam masyarakat keikutsertaannya dalam berbagai
Indonesia sendiri masih ditemukan subyek kerjasama internasional maka perlu
hukum yang mementingkan haknya saja
diciptakan iklim penanaman modal yang

1
kondusif, promotif, memberikan Modal tersebut salah satunya dibidang
kepastian hukum, keadilan, dan efisien perkebunan, tentu akan melibatkan
dengan tetap mengutamakan rakyat dalam proses kedepannya.
kepentingan ekonomi nasional. Sebagaimana yang ada dalam Peraturan
Sehingga, menutup kemungkinan bagi Menteri Pertanian Republik Indonesia
pihak investor yang dapat Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman
mempermainkan pihak lain dalam Perizinan Usaha Perkebunan bahwa
kerjasamanya atau setidaknya perusahaan perkebunan dapat
meminimalisir. Undang-Undang Dasar bekerjasama dengan masyarakat
RI 1945 pada Pasal 33 ayat (3) disekitar perkebunan melalui perjanjian
dinyatakan bahwa bumi dan air dan kemitraan.
kekayaan yang terkandung didalamnya Indonesia adalah produsen dan
dikuasai oleh negara dan dipergunakan eksportir minyak sawit yang terbesar di
untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh dunia, industri perkebunan dan
rakyat. Maka, dalam penguasaan pengolahan sawit adalah industri kunci bagi
perekonomian Indonesia. Untuk
tersebut rakyat menjadi prioritas utama
menghindari hal buruk yang mungkin saja
baik dalam mendapatkan haknya serta dapat terjadi dalam penanaman modal
kewajiban yang perlu dijalankan agar bidang perkebunan maka di keluarkannlah
kemakmuran rakyat dapat tercapai. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004
Kekuasaan yang dimiliki oleh negara yang kemudian di gantikan dengan Undang-
terhadap bumi dan air serta kekayaan Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
yang terkandung didalamnya dapat perkebunan hingga sekarang masih berlaku.
membuat negaramelakukan segala hal Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun
untuk mengembangkan sumber daya 2014 tentang Perkebunan mengatur berbagai
tersebut, walapun negara berkuasa atas macam hal yang salah satunya ialah
sumber daya yang ada tetapi segala mengenai kewajiban suatu perusahaan
perkebunan yaitu tercantum dalam Pasal 16
kebijakan atasnya untuk kemakmuran
ayat (1) dan (2), dan Pasal 69 (1), hanya saja
rakyat. Penanam modal dalam negeri kewajiban yang terdapat dalam Pasal 16
dapat dilakukan oleh perseorangan yaitu ayat (1) dan (2), dan Pasal 69 (1) tidak
WNI, badan usaha swasta, dan/atau mengenai kewajiban antara investor dengan
negeri yang dapat pula melakukan petani sawit berdasarkan perjanjian
penanaman modal di wilayah Negara kemitraan. Sehingga dibuatlah Peraturan
Republik Indonesia. Selain pemerintah Menteri Pertanian Republik Indonesia
pusat, pemerintah daerah juga memiliki Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman
wewenang terhadap kegiatan penanaman Perizinan Usaha Perkebunan yang memuat
modal yang mana pemerintah daerah mengenai kewajiban dari suatu perusahaan
berwenang untuk menyelenggarakan perkebunan, selain hal tersebut juga diatur
urusan penanaman modal yang menjadi mengenai hubungan perusahaan perkebunan
dalam hal kemitraan dalam Pasal 29, Pasal
kewenangannya kecuali bila hal tersebut 30, dan Pasal 31, hanya saja hubungan
telah menjadi kewenangan pemerintah dalam Peraturan Menteri Pertanian tersebut
pusat. Pemerintah daerah disini ialah pun tidak memuat secara spesifik akan
pemerintah Daerah Provinsi dan kewajiban diantara investor dan petani sawit
pemerintah Daerah Kabupaten atau berdasarkan perjanjian kemitraan. Adanya
Kota. 1 Dengan adanya Penanaman aturan mengenai kewajiban perusahaan

1
Ermanto Fahamsyah, 2015, Hukum Penanaman Modal, LaksBang PRESSIndo Yogyakarta,. hlm. 82.

2
perkebunan bukan berarti sudah tidak terjadi kasus lainnya pada saat pembagian bagi
wanprestasi yang dilakukan oleh perusahaan hasil TBS (Tandan Buah Segar) tidaklah
perkebunan tersebut bahkan sering transparan dalam pola bagi hasilnya
wanprestasi terjadi antara perusahaan sehingga membuat petani kebun terkadang
perkebunan dengan petani sawit. Oleh tidak mendapatkan hak yang menjadi
karenanya Peraturan Menteri Pertanian miliknya. Dikarenakan perjanjian diantara
Republik Indonesia Nomor 98Tahun 2013 investor dan kemitraan/masyarakat sekitar
tentang pedoman perizinan usaha perkebunan dibuat sesuai kesepakatan
perkebunan perlu dilampirkan perjanjian bersama maka, tidak jarang pihak diluar
perusahaan perkebunan dengan kemitraan perjanjian ini tidak mengetahui berbagai hal
yang menjadi satu kesatuan yang tak yang terkait dengan hak dan kewajiban para
terpisahkan dari Peraturan Menteri Pertanian pihak dalam perjanjian dimana bisa
Republik Indonesia Nomor 98 Tahun 2013 berakibat pada timbulnya
tentang pedoman perizinan usaha wanprestasi.Berdasarkan kasus dan
perkebunan. Perjanjian kemitraan ini dibuat permasalahan yang telah diuraikan di atas,
diantara investor dan petani sawit melalui maka penulis tertarik untuk melakukan
koperasi yang menjadi wadah dari petani penelitian normatif mengenai “ANALISIS
sawit karena, tidak jarang perusahaan HAK DAN KEWAJIBAN DALAM
bekerja sama langsung dengan petani sawit PERJANJIAN KEMITRAAN ANTARA
tanpa melalui perantara seperti pihak INVESTOR DAN KOPERASI KELAPA
koperasi. Isi perjanjian kemitraan nantinya SAWIT.”
dimaksudkan akan memuat apa yang
menjadi hak dan kewajiban dari para pihak. 2. METODE
Kecamatan Sepauk, Kabupaten
Sintang, Kalimantan Barat merupakan salah 1. Jenis Penelitian
satu daerah yang saat ini masih terdapat Jenis penelitian ini merupakan jenis
kasus menyangkut investor/perusahaan yang penelitian hukum normatif. Penelitian
melakukan tindakan wanprestasi terhadap hukum normatif merupakan penelitian
kewajibannya antara lain; pada saat yang dilakukan/berfokus pada norma
pembagian kapling petani plasma dalam hukum positif berupa peraturan
pola inti plasma. Kebun inti adalah kebun perundang-undangan. Dalam penelitian
yang dibangun oleh perusahaan perkebunan hukum ini peneliti menggunakan data
dengan kelengkapan fasilitas pengolahan sekunder yang terdiri atas bahan hukum
dan dimiliki oleh perusahaan perkebunan primer, bahan hukum sekunder dan
tersebut dan dipersiapkan menjadi pelaksana bahan hukum tersier.
Perkebunan Inti Rakyat. Kebun plasma 2. Sumber Bahan Hukum
adalah kebun yang dibangun dan Bahan hukum dalam penelitian
dikembangkan oleh perusahaan perkebunan hukum digunakan untuk memecahkan
(Kebun Inti), serta ditanami dengan tanaman isu hukum dan sekaligus memberikan
perkebunan. Kebun plasma ini semenjak persepsi mengenai apa yang
penanamannya dipelihara dan dikelola seyogyanya. 2 Penulisan ini
kebun inti hingga berproduksi. Setelah menggunakan penelitian hukum
tanaman mulai berproduksi, penguasaan dan normatif sehingga memerlukanbahan
pengelolaannya diserahkan kepada petani hukumsekunder sebagai data utama
rakyat (dikonversikan). Petani menjual hasil yang terdiri dari:
kebunnya kepada kebun inti dengan harga a. Bahan hukum primer
pasar dikurangi cicilan/angsuran
pembayaran hutang kepada kebun inti
berupa modal yang dikeluarkan kebun inti
2
membangun kebun plasma tersebut. Dan Peter Mahmud Marzuki, 2015, Penelitian Hukum Edisi
Revisi, Kencana, Jakarta, Hlm. 181

3
Bahan hukum primer dalam Perjanjian Kemitraan antara
merupakan bahan hukum yang Investor dan Koperasi Kelapa Sawit
bersifat autoritatif artinya untuk melihat apakah ada kekosongan
mempunyai otoritas. Bahan hukum hukum positif atau pengaturan norma
primer terdiri dari Perundang- yang kabur dalam suatu hukum positif
Undangan, catatan-catatan resmi yang terkait dengan aturan mengenai
atau risalah dalam pembuatan hak dan kewajiban dalam perjanjian
Perundang-Undangan dan putusan- kemitraan antara investor dan koperasi.
putusan hakim. 3 5. Proses Berpikir
b. Bahan hukum sekunder Proses berpikir atau prosedur
Bahan hukum sekunder bernalar yang digunakan ialah secara
merupakan inti dari pendapat deduktif, yaitu bertolak dari preposisi
hukum yang diperoleh melalui umum yang kebenarannya telah
buku, internet, dokumen, doktrin, diketahui dan berakhir pada kesimpulan
fakta hukum, data dari yang bersifat khusus. Dalam hal ini
instansi/lembaga resmi dan berkaitan dengan perundang-undangan
narasumber mengenai Analisis Hak dan Kewajiban
c. Bahan hukum tersier dalam Perjanjian Kemitraan antara
Bahan hukum tersier ialah Investor dan Koperasi Kelapa Sawit.
penunjang bahan hukum untuk
memperjelas bahan hukum primer 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dan bahan hukum sekunder seperti 1. Koperasi Bondo Sepolo dengan PT.
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Sinar Dinamika Kapuas
Kamus Bahasa Asing.
3. Pengumpulan Data Permasalahan yang terjadi diantara
Pengumpulan bahan hukum Koperasi Bondo Sepolo dengan PT. Sinar
diperoleh dengan melakukan studi Dinamika Kapuas merupakan konflik
kepustakaan. Studi kepustakaan perkebunandengan pokok permasalahan
adanya tuntutan pembagian kebun plasma.
dilakukan untuk mempelajari bahan
Masalahnya ialah ada beberapa orang yang
hukum primer dan bahan hukum belum mendapatkan jatah kebun padahal
sekunder. Dan wawancara dengan diketahui bahwa orang tersebut telah
narasumber dilakukan menggunakan menyerahkan sertifikat miliknya kepada PT.
daftar pertanyaan yang telah disiapkan Sinar Dinamika Kapuas, tuntutan tersebut
terlebih dahulu sebagai pedoman pada prakteknya oleh petani sawit langsung
wawancara yang dilakukan pada obyek ditujukan pada perusahaan padahal, dalam
penelitian. perjanjian yang terikat adalah pihak
4. Analisis Bahan Hukum perusahaan dan koperasi. Kantor Bupati
Penelitian normatif ini Sintang Bagian Hukum Sekretariat Daerah
menggunakan pendekatan perundang- Pemerintahan Daerah Sintang, terkait kasus
undangan (Statute Approach) yaitu ini menyatakan tidak ada keterlibatan
pendekatan dengan menggunakan khususnya bagian hukum dalam hal
legislasi dan regulasi. Pendekatan penyelesaian masalah ini 4 , Begitu juga
perundang-undangan (Statute Approach) dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
bukan saja melihat kepada bentuk Kabupaten Sintang bahwa mereka tidak
peraturan perundang – undangan, mendapatkan salinan perjanjian kerjasama
melainkan juga menelaah materi hingga saat ini, hal inilah yang juga menjadi
muatannya. Penelitian hukum normatif kendala untuk mendapatkan data perjanjian
terhadap Analisis Hak dan Kewajiban
4
Wawancara dengan Bapak Herkolanus Roni, SH, M.Si
3
Ibid. selaku Kepala Bagian Hukum.

4
kerjasama para pihak 5 .Penyelesaian masalah perhitungan pada SHK bersih sebesar 20%.
antara Koperasi Bondo Sepolo dengan PT. Pada perjanjian kerjasama juga terdapat pola
Sinar Dinamika Kapuas didasarkan pada perhitungan sisa hasil kebun (SHK) sesuai
tanggung jawab dari pihak PT. Sinar dengan Nota Kesepahaman para pihak
Dinamika Kapuas untuk memenuhi tanggal 18 januari 2013 yang telah
kewajibannya, dengan didasarkan pada disepakati selama masa cicilan 40% untuk
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor membayar pokok dan bunga pinjaman, 40%
25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal untuk biaya produksi, 20% akan menjadi
Pasal 15 butir b terkait CSR (Coorporate sisa hasil kebun (SHK) dan ketika masa
Social Responsibility) terkait pihak investor kredit telah lunas maka 40% untuk biaya
yang wajib untuk melaksanakan tanggung produksi riil dan 60% sebagai SHK
jawab sosial dalam hal ini terhadap koperasi berdasarkan tahun tanam.
dengan menjalankan kewajibannya
menyerahkan kebun inti yang menjadi hak Pasal 6 ayat (7) mengenai kewajiban
pihak koperasi. PIHAK KEDUA selama tanaman
menghasilkan (TM), pada butir d yang akan
Para pihak dalam penyelesaian menjadi pokok permasalahan dalam
masalah mengenai pelaksanaan pemenuhan perjanjian ini dikarenakan butir d akan
hak dan kewajiban dalam hal pola PIR diatur lebih lanjut pada perjanjian addendum
(perkebunan inti rakyat) memilih yang mana diatur pada Pasal 2 ayat (3)
penyelesaian di antara para pihak dalam inilah yang merupakan perubahan atas Pasal
perjanjian tanpa melibatkan TKP3K lebih 6 ayat (7) butir d dan perubahan ini semata-
jauh. Meskipun tidak mendapatkan draft mata untuk mempercepat masa kredit
perjanjian kemitraan diantara kedua belah pembangunan kebun kelapa sawit milik
pihak, pemenuhan kewajiban pihak investor PIHAK PERTAMA. Perjanjian Kerjasama
tentu berpegang pada Undang-Undang sebelum adanya addendum perjanjian
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tambahan, pola awal dimana warga
Tentang Penanaman Modal Pasal 15 butir b mendapat 20% dari laba kotor, hal ini diatur
terkait CSR (Coorporate Social pada pasal 6 ayat (7) butir d, Dengan adanya
Responsibility) dimana dalam Pasal tersebut addendum maka pola berubah menjadi 15%,
haruslah melaksanakan tanggung jawab hal ini diatur pada Pasal 2 ayat (3)mengenai
sosial khususnya dalam hal ini pada Pembiayaan dan Pola Bagi Hasil .
koperasi agar hak mereka terpenuhi. Dengan
berpegang pada Undang-Undang Republik Addendum perjanjian tambahan
Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang dibuat untuk mempercepat masa kredit
Penanaman Modal, pemenuhan pelaksaan pembangunan kebun kelapa sawit milik
kewajiban dapat terselesaikan dengan segera pihak pertama yaitu koperasi perkebunan
menyerahkan lahan kebun inti yang menjadi abuh kitai. Dengan mendasarkan pada
jatah dari pihak koperasi. Peraturan Menteri Perkebunan Nomor 98
Tahun 2013 Tentang Pedoman Perizinan
2. Koperasi Perkebunan Abuh Kitai Usaha Perkebunan terkait kewajiban
dengan PT. Palmindo Lestari perusahaan dalam melaksanakan kemitraan
dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat
Perjanjian kerjasama Tentang sekitar perkebunan, serta pada Undang-
Pembangunan dan Pengelolaan Perkebunan Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Kelapa Sawit Pola Kemitraan sejauh ini Perkebunan terkait kewajiban perusahaan
telah mengatur hak dan kewajiban para untuk membangun sarana dan prasarana
pihak dengan baik, khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan proses produksi dan
kesejahteraan karyawan. Perusahaan
5 haruslah menjalankan kewajibannya, dalam
Wawancara dengan Bapak Ir. Gunardi Sudarmanto hal laba kotor sudah mendapat keuntungan
selaku Kepala Bidang Pengembangan Usaha Perkebunan.

5
tetapi masih kecil nilai pembagiannya maka Kalimantan Barat atau oleh Pemerintah
akan menjadi tanggung jawab pihak PT. Daerah Kabupaten Sintang melalui Dinas
Palmindo Lestari untuk memberikan Perkebunan secara berkala, akan tetapi tidak
talangan SHK (sisa hasil kebun) dengan menerangkan aturan mana yang mengatur
tujuan agar pendapatan petani wajar pada mengenai standar harga TBS. Sehingga,
saat hasil TBS (tandan buah segar) masih pasal tersebut ditambahkan dalam perjanjian
kecil dan produksi belum merata. baru pada Pasal 4 mengatur mengenai harga
standar TBS yang disepakati keduabelah
Informasi dari Kantor Bupati pihak dengan menggunakan formula dalam
Sintang Bagian Hukum Sekretariat Daerah Peraturan Menteri Pertanian NO.
pemerintahan Daerah Sintang, tidak ada 17/PERMENTAN/OT.140/2/2010
keterlibatan bagian hukum dalam hal tertanggal 09 Februari 2010 Produksi
pembuatan perjanjian kerjasama dan Pekebun dan/atau Peraturan Gubenur
addendum perjanjian tambahan kerjasama. Kalimantan Barat Nomor 134 Tahun 2006
Sehingga bagian hukum yang merupakan tanggal 12 April 2006 tentang : Petunjuk
anggota TKP3K hanya mengetahui adanya Pelaksanaan penetapan Indeks K dan Harga
perjanjian kerjasama dan addendum Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit
perjanjian tambahan kerjasama. Walaupun Produksi Pekebun, yang pada perjanjian
tidak melibatkan TKP3K dalam sebelumnya tidak dijelaskan aturan mana
penyelesaian masalahnya tetapi dibuatnya yang dipakai sebagai harga standar TBS.
addendum perjanjian tambahan kerjasama Serta pada Pasal 13 yang mengatur
ini tetap dengan sepengetahuan TKP3K. 6 mengenai Pembelian Produk Tandan Buah
3. Koperasi Perkebunan Paras Bersatu Segar (TBS), akan tetapi tidak memberikan
dengan PT. Bukit Hijau Lestari sangsi apabila PIHAK KEDUA menjual
TBS selain pada PIHAK PERTAMA
Perjanjian kerjasama usaha kemitraan sehingga, di tambahkan dalam perjanjian
antara kedua belah pihak ini terjadi pada baru pada Objek Jual Beli TBS mengatur
tahun 2008 hingga sekarang dengan lebih lanjut mengenai Penjualan TBS
sepengetahuan TKP3K.Informasi yang dimana pada Pasal 1 ayat (2) butir pertama
didapatkan, pada awal perjanjian kerjasama dan kedua ini terdapat sangsi terhadap
usaha kemitraan tahun 2008 hingga 2016 PIHAK PERTAMA yang tidak menjual
tidak terjadi permasalahan besar diantara TBSnya pada PIHAK KEDUA.
kedua belah pihak yang diketahui oleh
TKP3K, akan tetapi pada tahun 2012 kedua Semakin berkembangnya jaman dan
belah pihak pernah kembali membuat dengan sedikitnya diatur mengenai Tandan
perjanjian mencangkup perjanjian jual beli Buah Segar (TBS) dalam perjanjian pertama
tandan buah segar dimana perjanjan tersebut maka tidak menutup kemungkinan suatu
untuk menindaklanjuti pelaksanaan saat akan ada perjanjian yang mengatur hak
kerjasama proyek usaha kemitraan 7 . tersebut secara spesifik, oleh karenanya hal
tersebut dapat dilihat dengan adanya dibuat
Terdapat beberapa pasal yang menjadi perjanjian mencangkup perjanjian jual beli
permasalahan sehingga dibuat suatu tandan buah segar pada tahun 2012. Dengan
perjanjian baru, Pasal 12 mengatur berdasarkan pada Undang-Undang Nomor
mengenai Harga Beli Tandan Buah Segar 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan terkait
(TBS) berdasarkan pada standar harga yang kewajiban perusahaan untuk membangun
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sarana dan prasarana yang berkaitan dengan
proses produksi dan kesejahteraan karyawan
6
Wawancara dengan Bapak Herkolanus Roni, SH, M.Si makaadanya perjanjian tambahan ini untuk
selaku Kepala Bagian Hukum. lebih menindaklanjuti pelaksanaan
7
Wawancara dengan Ibu Arfina, S. Hut selaku Kasi kerjasama proyek usaha kemitraan, sehingga
Bimbingan Usaha dan Kemitraan. kedepannya hubungan keduabelah pihak

6
terkait Tandan Buah Segar (TBS) tidak akan Rendy Saputra, 2016, Kedudukan Penyalahgunaan
terjadi masalah. Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Dalam
Hukum Perjanjian Indonesia, Gadjah Mada
4. KESIMPULAN University Press Anggota IKAPI, Yogyakarta.
Penyelesaian pelaksanaan pemenuhan hak
dan kewajiban investor terkait perjanjian Teguh Prasetyo dan Kadarwati Budihardjo, dkk,
kemitraan pada pola PIR (Perkebunan Inti 2013, Hukum dan Perundang-undang Perkebunan,
Rakyat) yang secara hukum dapat menuntut Penerbit Nusa Media, Bandung.
ialah pihak koperasi tetapi pada prakteknya
petani sawitlah yang langsung menuntut
pembagian kebun inti kepada investor Undang – Undang:
sehingga, penyelesaiannya dengan pihak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
investor segera menyerahkan/membagi Tahun 1945.
kebun inti baik diselesaikan sendiri dengan
cara kekeluargaan tanpa melibatkan TKP3K Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang
ataupun dengan melibatkan TKP3K serta Perkebunan.
dengan dibuatnya perjanjian tambahan dan
pola TBS (Tandan Buah Segar) diselesaikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
dengan para pihak kembali membuat Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
perjanjian baru dengan melibatkan TKP3K
dalam hal mengidenfikasi permasalahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25
hingga, tercapainya kesepakatan antara Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
kedua belah pihak dituangkan dalam suatu
perjanjian yang memuat pemenuhan hak dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9
kewajiban para pihak yang sebelumnya Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil.
menjadi permasalahan.
5. REFERENSI Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013
Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan
Buku:
Non Publikasi:
Ermanto Fahamsyah, 2015, Hukum Penanaman Tessalonika Aurelia, 2016, Pertanggungjawaban
Modal, LaksBang PRESSIndo Yogyakarta. Mitra Usaha dalam Perusahaan Berbasis Penjualan
Evi Ariyanti, 2013, Hukum Perjanjian, Penerbit Langsung terhadap Pemberian Garansi atas Produk
Ombak (Anggota IKAPI), Yogyakarta. yang Diperdagangkan, Universitas Sumatera Utara.

J.Satrio, 1995, Hukum Perikatan PerikatanYang Website:


Lahir Dari Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti,
https://id.wikipedia.org/wiki/Investor, Investor,
Bandung.
Diakses 6 Juni 2016
Johannes Ibrahim, 2011, Hukum Organisasi
https://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit, Kelapa
Perusahaan (Pola Kemitraan dan Badan Hukum),
Sawit, diakses 4 September 2016
Bandung, PT Refika Aditama, 2006.
http://thelawdictionary.org/partnership, Black’s Law
Maruli Pardamean, 2011, Cara Cerdas Mengelola
Dictionary, What is Partnership?, diakses 28
Perkebunan Kelapa Sawit, Lily Publisher dari
November 2016
penerbit Andi Yogyakarta.
Ratna Artha Windari, 2014, Hukum Perjanjian,
penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.

7
8

You might also like