You are on page 1of 6

Nama kelompok:

1. Ni Komang Aprliani (23/9i)


2. Ni Putu Meyta Ayu Pradnyani (25/9i)
3. Putu Ayu Kartika Maharani (28/9i)
4. Tsani Afifah Arrahmi (31/9i)

Putri Tujuh
Previously in Dumai there was a kingdom led by a queen
named Cik Sima.
(Dahulu di Dumai terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang ratu
bernama Cik Sima.)

The kingdom was named the Seri Bunga Tanjung


kingdom. Cik Sima has seven very beautiful daughters.
Among his seven daughters, the youngest daughter is the
most beautiful. Her name is Mayang Sari.
(Kerajaan tersebut diberi nama kerajaan Seri Bunga Tanjung. Cik Sima mempunyai
tujuh orang putri yang sangat cantik jelita. Di antara ketujuh putrinya, putri
bungsulah yang paling cantik. Namanya Mayang Sari.)

One day, these seven princesses were bathing in Lubuk


Sarong Umai. They didn't realize that someone was
watching them. Prince Empang Kuala, who accidentally
passed through the area, was amazed by the beauty of
the 7 princesses. However, his eyes were fixated on Putri
Mayang Sari.
(Pada suatu hari ketujuh putri tersebut sedang mandi di Lubuk Sarung Umai.
Mereka tidak menyadari ada yang memperhatikan mereka. Pangeran Empang
Kuala yang tak sengaja melewati kawasan itu terpesona melihat kecantikan
ketujuh putri tersebut. Namun matanya terpaku pada Putri Mayang Sari.)

Pangeran Empang : "Hmmmm, that girl is very beautiful.


The beautiful girl in Lubuk Umai. Dumai.... Dumai...." he
whispered to himself.
(Pangeran Empang : “Hmmmm, cantik sekali gadis itu. Gadis cantik di Lubuk Umai.
Dumai…. Dumai….” bisiknya dalam hati.)

Upon returning to the kingdom, Prince Empang Kuala


ordered his envoy to go to the Seri Bunga Tanjung
kingdom to propose to Princess Mayang Sari.
(Sekembalinya ke kerajaan, Pangeran Empang Kuala memerintahkan utusannya
pergi ke kerajaan Seri Bunga Tanjung untuk melamar Putri Mayang Sari.)

Pangeran Empang : "I have to propose, that beautiful girl


has to be my wife."
(Pangeran Empang : “Aku harus melamar, gadis cantik itu harus menjadi istriku.”)

According to tradition, Cik Sima gently refused the


proposal to her youngest daughter, because the eldest
daughter should be the one to accept the proposal first.
(Sesuai tradisi, Cik Sima dengan halus menolak lamaran putri bungsunya, karena
seharusnya putri sulunglah yang menerima lamaran tersebut terlebih dahulu.)

Cik Sima : "Say our greetings and this is our reply combul"
(Cik Sima : “Ucapkan salam kami dan inilah balasan kami”)

Utusan : "Thank you Cik Sima"


(Utusan : “Terimakasih Cik Sima”)

Prince Empang Kuala was furious when he heard that his


proposal was rejected
(Pan geran Empang Kuala murka ketika mendengar lamarannya ditolak)

Pangeran Empang : "What!!!?? How dare she refuse my


proposal?"
(Pangeran Empang : "Apa!!!?? Beraninya dia menolak lamaranku?")

Utusan : "Forgive Your Majesty! The Seri Bunga Tanjung


royal family is not yet willing to accept your proposal to
marry Princess Mayang Sari."
(Utusan : “Maafkan Yang Mulia! Keluarga kerajaan Seri Bunga Tanjung belum
bersedia menerima lamaran Anda untuk memperistri Putri Mayang Sari.”)

Then, Prince Empang mobilized his troops to invade the


Seri Bunga Tanjung Kingdom. Receiving this attack, Cik
Sima immediately took her seven daughters into the
forest. They were hidden in a hole covered by a roof
made of earth and blocked by trees. Cik Sima also
provided her seven daughters with food for three
months. After that, Cik Sima returned to the battlefield.
(Kemudian Pangeran Empang mengerahkan pasukannya untuk menyerbu Kerajaan
Seri Bunga Tanjung. Mendapat serangan tersebut, Cik Sima segera membawa
ketujuh putrinya ke dalam hutan. Mereka disembunyikan di dalam lubang yang
ditutupi atap tanah dan dihalangi pepohonan. Cik Sima pun memberi makan
kepada ketujuh putrinya selama tiga bulan. Setelah itu, Cik Sima kembali ke
medan pertempuran.)

The fighting lasted for months. Three months have


passed, the battle is still not over and Cik Sima's troops
are increasingly pressed. Many victims fell and the
kingdom was destroyed. Finally, Cik Sima asked for help
from a genie who was meditating on Hulu Sungai Umai
Hill.
(Pertempuran itu berlangsung berbulan-bulan. Tiga bulan telah berlalu,
pertempuran masih belum usai dan pasukan Cik Sima semakin terdesak. Banyak
korban berjatuhan dan kerajaan pun hancur. Akhirnya Cik Sima meminta bantuan
kepada jin yang sedang bertapa di Bukit Hulu Sungai Umai.)

When Prince Empang Kuala and his troops were resting in


the lower reaches of the Umai river at night, suddenly
thousands of mangroves fell on Prince Empang Kuala's
troops who were resting. In just a moment the troops
could be paralyzed. Prince Empang Kuala was also
injured.
(Saat Pangeran Empang Kuala dan pasukannya sedang beristirahat di hilir sungai
Umai pada malam hari, tiba-tiba ribuan pohon bakau tumbang menimpa pasukan
Pangeran Empang Kuala yang sedang beristirahat. Sekejap saja pasukannya bisa
dilumpuhkan. Pangeran Empang Kuala juga terluka.)

In that weak condition, Queen Cik Sima's messenger


came.
(Dalam kondisi lemah itu datanglah utusan Ratu Cik Sima.)

Utusan : “I have come as an envoy from the Queen of the


Seri Bunga Tanjung Kingdom. The queen asked the lord to
stop this war. This war is not good for either side. It will
only cause misery."
(Utusan : “Saya datang sebagai utusan Ratu Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Ratu
meminta Tuhan untuk menghentikan perang ini. Perang ini tidak baik bagi kedua
belah pihak. Itu hanya akan menimbulkan kesengsaraan.”)

Prince Empang Kuala realized that it was his party who


started all this damage. Finally, he ordered his troops to
retreat.
(Pangeran Empang Kuala sadar, pihaknyalah yang memulai semua kerusakan ini.
Akhirnya ia memerintahkan pasukannya mundur.)

After the death of Prince Empang Kuala's troops, Queen


Cik Sima rushed to the hiding place of her seven
daughters. However, he was very devastated, because he
saw that his seven daughters had died, due to starvation.
The campaign lasted longer than they expected, so the
food they left behind was not enough.
(Sepeninggal pasukan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima bergegas menuju
tempat persembunyian ketujuh putrinya. Namun ia sangat terpukul, karena
melihat ketujuh putrinya telah meninggal dunia, akibat kelaparan. Kampanye
tersebut berlangsung lebih lama dari perkiraan mereka, sehingga makanan yang
mereka tinggalkan tidak cukup.)

Queen Cik Sima could not hold back her regret and
sadness over the loss of her daughter. He fell ill and died.
(Ratu Cik Sima tak kuasa menahan penyesalan dan kesedihannya atas kehilangan
putrinya. Dia jatuh sakit dan meninggal.)

You might also like