Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Abstrak
Gibran Rakabuming Raka, sebagai putra dari Presiden Joko Widodo, memiliki
keunggulan tersendiri dalam membangun citra dan popularitas di kalangan masyarakat.
Namun, kehadiran Gibran sebagai kandidat juga memunculkan pertanyaan etika politik
terkait nepotisme dan keterkaitannya dengan elit politik yang berpengaruh. Sebagian
masyarakat melihat pencalonannya sebagai peluang untuk meneruskan agenda politik yang
terhubung dengan kekuasaan pusat, sementara yang lain memandangnya sebagai kesempatan
untuk membawa perubahan positif di tingkat lokal.
Dalam dinamika politik Solo, faktor-faktor seperti identitas, jaringan politik, dan
kebutuhan akan inovasi serta pembaruan dalam kepemimpinan daerah menjadi pertimbangan
penting dalam mengevaluasi pencalonan Gibran. Respons masyarakat terhadap
pencalonannya juga mencerminkan beragam pandangan terkait legitimasi, kompetensi, dan
kepercayaan terhadap para calon pemimpin yang diusung.
A. Gaya Kepemimpinan
Baru seminggu dilantik, Gibran menjadi orang nomor satu di Kota
Solo. Semenjak Gibran Rakabuming Raka menjadi Wali Kota Solo, dirinya kini terus
menjadi sorotan. Banyak orang penasaran dengan gaya kepemimpinan putra Jokowi
ini. Tema minder praja ini merupakan blusukan yang dilakukan menggunakan sepeda
untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat dan mendengarkan keluh kesah
warganya. Aktivitas blusukan ini ingin menyampaikan kesan kepada masyarakat
bahwa walikota solo merupakan sosok yang perduli terhadap rakyatnya. Tak hanya
itu, semenjak Gibran Rakabuming Raka menjadi Wali Kota Solo, dirinya kini terus
menjadi sorotan. Gibran dan Rudyatmo samasama kader PDI Perjuangan. Akan
tetapi, Gibran bergabung dengan partai PDI pada 23 September 2019 ketika hendak
maju ke pilkada tahun 2020, sementara Rudyatmo sudah jauh lebih lama dan diakui
memiliki banyak prestasi membawa partai memenangi banyak pemilu di Kota Solo.
B. Kelemahan dan Kepemimpinan Gibran
Mempertahankan tradisi buruk kehadiran Gibran tak beda dengan politikus
yang lahir dari rahim dinasti politik seperti Tommy Soeharto, Titiek Soeharto, Puan
Maharani, Edhie Baskoro Yudhoyono, dan Agus Harimurti Yudhoyono. AHY adalah
yang paling serupa yaitu tiba-tiba menjadi calon Gubernur DKI Jakarta setelah hijrah
dari militer padahal minim pengalaman. Gibran langsung menjadi anggota sekaligus
ikut perebutan kursi kepala daerah. Jikalau elite tidak mendominasi, maka yang akan
muncul adalah mereka dari kelompok lain yang dekat dengan pebisnis dengan
ekonomi mapan. Selain biaya politik yang tak murah, praktik klientelisme di
Indonesia juga bergeming.
Masih dalam catatan Berenschot dan Aspinlah, pada pemilu 2014 lalu, ada
warga yang menukar suara warga dengan uang pembangunan. Angka ini tentu tidak
bisa diraih masyarakat kelas menengah ke bawah Indonesia yang rata-rata
penghasilannya hanya Rp47 juta/tahun. Dalam tulisannya di The Diplomat, Beni
menyebut janji reformasi, yang menjamin politik untuk semua warga negara, terbukti
hanya ilusi belaka. Kenyataannya, politik Indonesia masih terbatas pada kelompok
elite.
C. Etika Politik
Etika politik adalah penelitian kritis tentang moralitas anggota masyarakat dan
moralitas bangsa dan negara Indonesia yang terkandung dalam setiap proses
pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban mereka terhadap
masyarakat atau negara. Etika politik membahas tanggung jawab individu terhadap
kedua negara dan hukum yang berlaku. Sudah seharusnya Gibran Rakabuming Raka
tahu apa yang terjadi jika dia menentang perintah partai.
Gibran melanggar aturan partai yang menyatakan bahwa kader PDIP tidak
boleh melakukan manuver. Ia mengatakan bahwa itu adalah cara Gibran menghormati
dan menghargai Megawati, yang beberapa tahun sebelumnya merekomendasikan dia
untuk maju dalam pemilihan wali kota Surakarta. Untuk mencapai kebaikan
bersama, etika politik dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap aktor politik yang
bermoral dan mencegah perilaku yang menyimpang dari etika. Tujuan etika politik
adalah untuk menciptakan kepemimpinan yang dapat dipertanggungjawabkan yang
mengedepankan nilai-nilai moral.
D. Terpilihnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wali Kota Solo Ditinjau Dari
Etika Politik
1. Dimensi Tujuan
Dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakat Solo, Gibran Rakabuming
Raka mengusung program 3WMP, yang mana program 3WMP lebih menekankan
pada aspek kesehatan, pendidikan, hidup tercukupi, pembangunan daerah, dan
tempat tinggal bagi masyarakat Solo. Ginda Ferachtriawan memberikan
pandangannya mengenai program 3WMP Mengenai pencalonan Gibran
Rakabuming Raka di Pilkada Solo 2020 yang dianggap memiliki keistimewaan
dikarenakan anak dari presiden yang menjabat, Sekretaris Jenderal DPP PDI
Perjuangan 2019-2024 Hasto Kristiyanto memastikan bahwa PDI Perjuangan
memberlakukan prinsip kesetaraan dan tidak memberikan perlakuan khusus dalam
proses seleksi Gibran Rakabuming Raka.
2. Dimensi Sarana
Dimensi terakhir yang menjadi tolak ukur penentu kualitas etika aktor Politik
adalah aksi politik. Kualitas etikanya tercermin dari tindakan-tindakannya yang
rasional dan bermakna. Gibran Rakabuming Raka sebagai generasi muda yang
mencalonkan diri bisa memunculkan terobosan baru dalam kepemimpinannya
sebagai wali kota. Gibran Rakabuming Raka ingin mengabdi dan bertanggung
jawab kepada masyarakat Solo, implementasinya adalah ia melakukan terobosan-
terobosan baru yang berbeda dari yang lainnya. Hal ini seperti yang disampaikan
oleh Ginda Ferachtriawan. Sebagai generasi muda, Gibran Rakabuming Raka
mampu memaksimalkan penggunaan media sosial dalam berkomunikasi dengan
warga, baik melalui direct message atau mention. Selain itu, Gibran Rakabuming
Raka juga mampu berkolaborasi dengan pihak ketiga dan swasta dalam
pembangunan kota.
Kesimpulan
Secara etika politik, pencalonan Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Solo 2020
dikategorikan etis. Namun, diukur dari pendekatan normatif, ukuran moral di masyarakat
melihat pencalonan Gibran Rakabuming Raka tidak etis. Pencalonan Gibran Rakabuming
Raka di Pilkada Solo 2020 diukur berdasarkan dimensi etika politik yang terdiri dari dimensi
tujuan, sarana, dan aksi politik dikategorikan etis. Berdasarkan dimensi tujuan, pencalonan
Gibran Rakabuming Raka bertujuan untuk mewujudkan Surakarta sebagai kota budaya yang
modern, tangguh, gesit, kreatif, dan sejahtera. Upaya untuk mencapai kesejahteraan dan
keadilan masyarakatnya diwujudkan dengan memperdalam dan memperluas landasan
program Waras-Wasis-Wareg-Mapan-Papan (3WMP). Dalam gaya kepemimpinan, Gibran
menekankan pentingnya kolaborasi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kota
Solo. Ia juga menyoroti pentingnya pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengembangan
pariwisata sebagai sumber pendapatan baru. Secara keseluruhan, pencaalonan Gibran
Rakabuming Raka di Pilkada Solo 2020 memunculkan pro dan kontra. Namun, yang pasti
adalah bahwa kepemimpinan yang baik harus didasarkan pada etika politik yang benar dan
gaya kepemimpinan yang inklusif dan partisipatif.
DAFTAR PUSTAKA
Danny Meirawan, 2010, Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan Mana Depan, Bogor:
IPB Press,
Lita Mewengkang, Jantje Mandey, dan Joorie Machaen Ruru, 2016, "Peranan Kepemimpinan
Perempuan dalan Jabatan Publik (Studi Pada Kantor Sekretariat Duerah Kabupaten
Minahasa Selatan)", Jurnal Adumoirasi Pahlik, Vol. 2. No. 044, hlm. 1
Nyu Prapto. (2021). Analis Gaya Kepemimpinan Walikota Solo Gibran Rakabuming.
Researchgate
Pangestu, D. (2023). Dinasti Politik Dalam Prespektif Etika Politik (Studi Atas Pencalonan
Gibran Rakabuming Raka Di Pilkada Solo 2020). Skripsi, 22-23.
Pangestu, Dina. Dinasti Politik Dalam Perspektif Etika Politik (Studi Atas Pencalonan
Gibran Rakabuming Raka Di Pilkada Solo 2020). BS thesis. Program Studi Ilmu
Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Sutisna, Agus. Memilih Gubernur, Bukan Bandit! Demokrasi Elektoral dan Pilgub 2017 di
Tanah Jawara. Deepublish, 2017.