Professional Documents
Culture Documents
115 423 1 PB
115 423 1 PB
Email: jfranciscarajj@gmail.com
PENDAHULUAN
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi akan datang
yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak. Upaya
pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah
dilahirkan, dan sampai berusia 18 tahun (Septiani, H., Budi, A., & Karbito, K. 2017). Indikator
kesehatan anak meliputi pelayanan kesehatan neonatal, imunisasi rutin pada anak, pelayanan
kesehatan pada anak sekolah, dan pelayanan kesehatan peduli remaja (Kemenkes RI, 2018).
Masalah gizi pada anak perlu mendapatkan perhatian. Masalah gizi kurang masih tersebar
luas di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi
yang kurang diantaranya Kurang Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan Anemia. Masalah gizi sangat berpengaruh terhadap
perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap
penyakit infeksi (Sulistyoningsih, 2011., Maesaroh, S., Kristianingsih, A., & Anggraini, H. 2018).
Terkait status gizi balita dan upaya pencegahan serta penanganan masalah gizi yaitu dengan
pemberian ASI eksklusif. Program ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja sejak bayi dilahirkan
sampai enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain
(kecuali obat, vitamin, dan mineral) (Kemenkes RI, 2018).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif di dunia masih rendah. Berdasarkan data dari United
Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun 2012 hanya 39% bayi di bawah usia 6 bulan yang
mendapatkan ASI secara eksklusif di seluruh dunia, angka tersebut juga tidak mengalami kenaikan
pada tahun 2015, yaitu hanya 40% cakupan pemberian ASI eksklusif di seluruh dunia. Hal ini
belum sesuai dengan target WHO yaitu pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai
paling sedikit 50%. Secara nasional, berdasarkan data Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kemenkes RI tahun 2018, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif tahun 2018 yaitu sebesar 68,74%.
Angka tersebut belum mencapai target nasional yaitu sebesar 80% (Kemenkes RI, 2018).
Data cakupan pemberian ASI eksklusif di Provinsi Lampung tahun 2018 berdasarkan data
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI tahun 2018 yaitu sebesar 61,63%. Angka
ini sudah lebih tinggi dibandingkan cakupan pemberian ASI Eksklusif menurut UNICEF yang
hanya mencapai 40% akan tetapi masih dibawah angka cakupan pemberian ASI eksklusif nasional
sebesar 68,74% serta target nasional yaitu sebesar 80% (Kemenkes RI, 2018). Sedangkan cakupan
pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Tanggamus masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
cakupan pemberian ASI eksklusif di Provinsi Lampung, yaitu hanya mencapai 53,2 % (Dinas
Kesehatan Prov. Lampung, 2020).
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa pemberian ASI eksklusif masih kurang, padahal
pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat bagi bayi. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi
risiko kematian pada bayi karena ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi dimana
mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan bermanfaat untuk mematikan kuman dalam
jumlah tinggi. ASI juga mengandung enzim tertentu yang berfungsi sebagai zat penyerap yang tidak
akan menganggu enzim lain di usus. Susu formula tidak mengandung enzim tersebut sehingga
penyerapan makanan sepenuhnya bergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi (Kemenkes RI,
2018). Selain itu, jika memberian makanan selain ASI sebelum usia enam bulan, maka akan
memberikan peluang bagi masuknya berbagai jenis kuman, belum lagi jika tidak disajikan secara
higienis.Bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum usia 6 bulan lebih banyak terserang diare,
sembelit, batuk pilek, dan panas dibanding dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Pemberian ASI eksklusif juga akan melindungi bayi dari obesitas dikemudian hari (Nirwana, 2014).
Melihat berbagai manfaat ASI eksklusif diatas sangat disayangkan jika cakupan pemberian
ASI eksklusif masih rendah. Pemberian ASI eksklusif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain yaitu; faktor pemudah (predisposing factors), yang mencakup pendidikan, pengetahuan,
nilai-nilai adat atau budaya. Faktor pendukung (enabling factor), yang mencakup pendapatan
keluarga, ketersediaan waktu, dan kesehatan ibu. Faktor pendorong (reinforcement factor), faktor-
faktor ini meliputi dukungan keluarga dan dukungan petugas kesehatan (Setianingsih, 2014).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan.
Pendidikan akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pngalaman dan untuk
Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 2(2), Agustus 2020, – 285
Jihan Francisca Raj; Yetty Dwi Fara; Ade Tyas Mayasari; Abdullah
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. dengan
analitik observasional pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 17
Maret - 15 April 2020. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi 7-12
bulan berjumlah 143 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi usia 7-12
bulan di Puskesmas Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, sebanyak 106 orang.
Kriteria insklusi sampel dalam penelitian ini adalah Ibu memiliki bayi usia 7-12 bulan, Ibu
dapat membaca dan menulis, Ibu memiliki riwayat persalinan normal. Kriteria ekslusi sampel dalam
penelitian ini adalah Ibu mengalami gangguan kesehatan/ penyakit menular, Ibu mengalami
kelainan payudara, Bayi mengalami komplikasi saat persalinan, Ibu melahirkan dengan Sectio
Caesaria. Teknik sampling yang digunakan adalah quota sampling.
Variabel independent dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan, adat budaya dan peran
petugas kesehatan. Variabel dependent, dalam penelitian ini yaitu pemberian ASI Eksklusif.
Pengambilan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang berisi tentang pendidikan, adat budaya,
dukungan petugas kesehatan dan pemberian ASI Eksklusif Analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini, analisis univariat dan bivariat. untuk analisis bivariat pemilihian uji statistik, peneliti
menggunakan uji chi-square.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi responden dalam memberikan ASI eksklusif (N=106)
Variabel Frekuensi Persentase
Pemberian ASI eksklusif
Tidak 57 53,8
Ya 49 46,2
Tingkat Pendidikan
Rendah 67 63,2
Tinggi 39 36,8
Adat Budaya
Tidak Baik 48 45,3
Baik 58 54,7
Peran Petugas Kesehatan
Tidak Mendukung 41 38,7
Mendukung 65 61,3
Berdasarkan tabel 1 maka dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu tidak memberikan ASI
eksklusif pada bayinya yaitu sebanyak 57 orang (53,8%), sedangkan responden yang memberikan
ASI eksklusif sebanyak 49 orang (46,2%). Sebagian besar tingkat pendidikan ibu dalam kategori
rendah yaitu sebanyak 67 orang (63,2%), sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan
tinggi sebanyak 39 orang (36,8%). Responden yang memiliki adat budaya yang baik yaitu sebanyak
58 orang (54,7%), sedangkan responden yang memiliki adat budaya yang tidak baik sebanyak 48
orang (45,3%). Petugas kesehatan mendukung pemberian ASI eksklusif yaitu sebanyak 65 orang
(61,3%), sedangkan petugas kesehatan yang tidak mendukung pemberian ASI eksklusif sebanyak
41 orang (38,7%).
Tabel 2
Hubungan Tingkat Pendidikan, adat budaya dan tenaga kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif (N=106)
Pemberian ASI Eksklusif
Total OR
Variabel Tidak Ya p-palue
(95% CI)
N % N % N %
Tingkat Pendidikan
Rendah 44 65,7 23 34,3 67 100
0.003 3,826
Tinggi 13 33,3 26 66,7 39 100
Adat Budaya
Tidak Baik 36 75,0 12 25,0 48 100
0.001 5,286
Baik 21 36,2 37 63,8 58 100
Peran Petugas Kesehatan
Tidak Mendukung 30 73,2 11 26,8 41 100
0.003 3,838
Mendukung 27 41,5 38 58,5 65 100
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwadari 67 responden yang berpendidikan rendah rendah
dan tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 44 responden (65,7%) sedangkan yang memberikan
ASI eksklusif pada bayinya 23 responden (34,3%). Selain itu juga diperoleh bahwa dari 39
responden yang berpendidikan tinggi dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak
13 responden (33,3%) sedangkan yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak 26
responden (66,7%).Hasil uji statistic didapatkan nilai p-value 0,003 (p-value<0,05) dan OR 3,826.
Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 2(2), Agustus 2020, – 287
Jihan Francisca Raj; Yetty Dwi Fara; Ade Tyas Mayasari; Abdullah
Dari 48 responden yang memiliki adat budaya tidak baik dan tidak memberikan ASI eksklusif
pada bayinya sebanyak 36 responden (75,0%), sedangkan yang memberikan ASI eksklusif pada
bayinya 12 responden (25,0%). Selain itu juga diperoleh bahwa dari 58 responden yang memiliki
adat budaya yang baik, dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak 21 responden
(36,2%), sedangkan yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak 37 responden (63,8%).
Hasil uji statistic didapatkan nilai p-value 0,000 (p-value<0,05) dan OR = 5,286.
Dari 41 responden yang mengatakan petugas kesehatan tidak mendukung pemberian ASI
Eksklusif dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak 30 responden (73,2%),
sedangkan yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya 11 responden (26,8%). Selain itu juga
diperoleh bahwa dari 65 responden yang mengatakan bahwa petugas kesehatan mendukung
pemberian ASI eksklusif dan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak 27 responden
(41,5%), sedangkan yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya sebanyak 38 responden
(58,5%).Hasil uji statistic didapatkan nilai p-value 0,003 (p-value< (0,05) dan OR= 3,838.
Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 2(2), Agustus 2020, – 289
Jihan Francisca Raj; Yetty Dwi Fara; Ade Tyas Mayasari; Abdullah
hasil analisa Chi Square pada lampiran tabel uji Chi-Square antara hubungan paritas dengan
keberhasilan ASI Eksklusif, diketahui bahwa nilai p=0,007 <a=0,05. Hasil analisis ini memenuhi
kriteria persyaratan hipotesis hubungan, sehingga dapat disimpulkan bahwa memiliki hubungan
signifikan dengan keberhasilan ASI Eksklusif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara peran petugas
kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif. Menurut penulis hal ini disebabkan karena petugas
kesehatan merupakan salah satu sumber informasi tentang ASI eksklusif bagi ibu menyusui.
Petugas kesehatan dapat memberikan dukungan dengan memberikan edukasi dan informasi
mengenai manfaat menyusui pada ibu sehingga mendorong ibu dalam memberikan ASI secara
eksklusif pada bayinya. Berdasarkan perhitungan juga didapatkan nilai Odds Ratio (OR) = 3,838.
Maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengatakan petugas kesehatan tidak mendukung
pemberian ASI eksklusif memiliki kemungkinan 3 kali lebih besar untuk tidak memberikan ASI
eksklusif pada bayinya dibandingkan dengan ibu yang mengatakan petugas kesehatan mendukung
pemberian ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Colodro, Lucia. 2011.Hubungan Antara Status Pendidikan Ibu Dengan Praktek Menyusui di
Spanyol. Spanyol: Sage Publication. Diakes melalui :
https://www.researchgate.net/publication/51520711_Relationship_Between_Level_of_Educat
ion_and_Breastfeeding_Duration_Depends_on_Social_Context_Breastfeeding_Trends_Over
_a_40-Year_Period_in_Spain.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2019. Laporan Provinsi Lampung Riskesdas 2018. Bandar
Lampung: Lembaga Penerbit Badan Litbang Kesehatan.
Elsam. 2014. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses melalui :
https://referensi.elsam.or.id/2014/11/uu-nomor-20-tahun-2003-tentang-sistem-pendidikan-
nasional/
Handayani. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif
Pada Ibu Bayi6-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Palmatak Kabupaten
KepulauanAnambas Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakan Universitas Indonesia.
Juliani, Sri. 2018. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Dukungan Tenaga Kesehatan Dengan
Keberhasilan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Kecamatan Medan
Petisah. Medan: Prodi D4 Kebidanan Fakultas Farmasi dan Kesehatan Institut Kesehatan
Helvetia
Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta.
Maesaroh, S., Kristianingsih, A., & Anggraini, H. (2018). Gambaran Determinan Pemberian ASI
Eksklusif pada Ibu dengan Bayi Usia 6-24 Bulan. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan,
3(1), 9 - 16. doi:https://doi.org/10.30604/jika.v3i1.68
Maryunani. 2015. Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif dan Manajemen Laktasi. Jakarta: Trans
Info Medika.
Masruroh, N., & Istianah, N. (2019). Family Support for Increasing Exclusive
Breastfeeding. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan, 4(1), 59-62.
doi:https://doi.org/10.30604/jika.v4i1.194
Nicolau. 2010.Pengaruh Sosil Budaya Terhadap Praktik Menyusui Pada Ibu Berpenghasilan
Rendah di Fortaleza-Ceará Brazil. Brazil: University Of Virginia. Diakses melalui https://
revistas.um.es/eglobal/article/view/106831/0
Nirwana, Ade. 2014. ASI dan Susu Formula Kandungan dan Manfaat ASI dan Susu Formula.
Yogyakarta: Nuha Medika
Notoatmodjo. 2012 . Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwoastuti, Endang. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Putra, Aulia. 2013. Hubungan Faktor Pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Sosial Budaya, Ekonomi
Keluarga Serta Peran Petugas Kesehatan Terhadap Rendahnya Pemberian ASI Eksklusif.
Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Rahman, Amani. 2016.Pengaruh Petugas Kesehatan Terhadap Pemberian ASI Eksklusif pada
Rumah Sakit Bersalin di Sudan. Sudan: University of Khartoum
Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 2(2), Agustus 2020, – 291
Jihan Francisca Raj; Yetty Dwi Fara; Ade Tyas Mayasari; Abdullah