You are on page 1of 14

Nama : Yuyun yunia

Nim : 21.134
Mata kuliah : Dirasah Ushlub 3
Dosen pembimbing : Ustadz Naufal Syauqi, Lc

KALAM KHABAR DALAM ILMU BALAGHAH


I. Pendahuluan
Komunikasi adalah "suatu proses ketika seseorang atau beberapa
orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar
terhubung dengan lingkungan dan orang lain".Komunikasi dapat berbentuk verbal dan
nonverbal. Verbal merupakan komunikasi yang dilakukan dengan bahasa lisan berupa kata-kata,
sedangkan komunikasi nonverbal merupakan komunikasi menggunakan gerak-gerik tubuh.
Untuk dapat menyampaikan bahasa dengan indah maka kita mempelajari balaghah. Balaghah
dengan ilmu tersebut bisa tersampaikan apa yang dimaksud oleh pihak mutakallim dengan
penuh keindahan dan sesastraan.
Balâghah mempunyai pengertian yang lebih luas dibanding fashâhah. Karena selain
memakai bahasa yang jelas, benar dan fashîh, balâghah juga harus dapat melekat (membekas)
pada hati dan sesuai dengan situasi dan kondisi lawan bicara (mukhâthab)-nya.
Balaghah Al-quran adalah Ayat Ayat Al-quran yang berkaitan dengan nilai kesastraan
dan keindahan yang jauh lebih tinggi santranya dan keindahannya dibandingkan dengan yang
lain. Digunakan untuk :
a. Balaghah untuk meningkatkan kemampuan intelektual dalam tafsir Al-Qur‟an,
Menerapkan
b. Balaghoh Al-Qur‟an untuk berkomunikasi transformatif-global secara lisan,
Menikmati dan memanfaatkan karya
c. Balaghah Al-quran untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti
d. Balaghah untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan sastra.

Menghargai Balaghah Al-Qur‟an sebagai khazanah ilmu melalui firman Allah. Pada
makalah ini penulis akan membahasa perbedaan dari beberapa khabar, sehingga lebih jelas
dimana perbedaan dan persamaannya.

1
II. Pembahasan

Dalam ilmu balaghah kalam khabar/khabariyah tergolong kepada pembahasan ilmu


ma‟ani yang mana ilmu ini adalah ilmu yang dengan ilmu ini dapat diketahui sesuatu lafaz
muthobaqoh (sesuai) dengan muqtadhol halnya (keadaan situasi dan kondisi).

Pokok bahasan ilmu ma‟âni adalah kata-kata Arab yang dapat mewujudkan maksud hati
seseorang dan sesuai dengan muqtadla al-hâl. Sedang kegunaannya adalah untuk mengetahui
segi-segi kemu‟jizatan Al-Qur'an, baik dari susunan lafazh yang dikemukakan dengan bahasa
yang indah dan ringkas, maupun pengertiannya yang mendalam. Juga untuk mempelajari
rahasia-rahasia balâghah dan fashâhah pada kata-kata arab, baik yang berbentuk syair (puisi)
maupun natsar (narasi)

Ilmu ma‟ani terdiri dari dua pembahasan yaitu kalam khabar dan kalam insya‟. Kalam
khabar adalah kalam dimana pembicara bisa dikatakan benar ataupun salah. Sedangkan kalam
insya‟ suatu pembicaraan yang pembicaranya tidak dapat dikatakan benar ataupun salah

A. Pengertian

Pada dasarnya, setiap kalimat ada yang berbentuk khabar (berita) dan ada yang
berbentuk insyâ‟ (bukan berita). Setiap kalâm Ilmu Ma’ani 13 khabar tidak lepas dari isnâd,
yang di dalamnya terdapat musnad dan musnad ilaih.

1. Menurut Abdurrahman al-Ahdrori kalam khabar ialah:

“ ‫والكذب‬ ‫ما احتمل الصدق‬


“Kalam khabar ialah perkataan yang mungkin benar dan mungkin salah”

2. Menurut Imam al-Hasyimi kalam khabar ialah :

“ ‫اخلرب هو ما حيتمل الصدق والكذب لذاته‬

”Kalam khabar ialah sesuatu perkataan yang dikatakan benar atau salah menurut
zatnya itu sendiri (perkataan).”

Misalnya dalam perkataan mahasiswa A terhadap mahasiswa B “Dosen kamu


sudah datang” maka perkataan ini disebut dengan perkataan khabar, karena ia
mengandung pembenaran dan pendustaan dalam perkataannya. Kalaulah si A berkata
sesuai dengan situasi dan kondisi maka dapatlah dikatakan perkataan itu dengan

2
perkataan yang benar atau shodiq. Dan apabila perkataan yang dilontarkan mahasiswa
tidak sesuai dengan situasi dan kondisi (fakta) maka perkataan itu dikatakan dengan
perkataan dusta. Misal dalam bahasa arab seperti : ‫حممد‬ ‫“ سافر‬Muhammad telah pergi”

Dari perkataan di atas dapat disimpulkan bahwa perkataan tersebut memberitahu


bahwa Muhammad telah pergi. Perkataan ini adalah perkataan yang disebut dengan
khobariyah karena telah mengandung pembenaran dan pendustaan atas perkataan
tersebut.

Kalam khabar ada kalanya berjumlah fi‟liyah dan berjumlah ismiyah.

Pertama:

yakni berjumlah fi‟liyyah yaitu khabar yang disusun untuk menyatakan


kejadian/perbuatan berlangsung pada waktu tertentu dan terbatas. Kadang-kadang
mengandung makna terus berlangsung (selalu terjadi), dengan qarinah (tanda-tanda)
jika fi‟ilnya itu fi‟il mudhari‟.Misal dalam bahasa Arab :

‫ أ و كلما وردت عكظ قبيلة بعثوا ايل عريفهم م يتوس‬: ‫كقولك طربف‬

Seperti perkataan Tharif :Ketahuilah, setiap datang ke Ukaz satu qabilah, mereka
mengutus kepadaku orang pandai mereka yang selalu berpirasat”

Kedua:

Jumlah ismiyah yakni disusun untuk semata-mata menyatakan tetapnya musnad


(khabar) bagi musnad ilaih (mubtada) Seperti : ‫مضيئة‬ ‫ الشمس‬Matahari itu
bercahaya”

Kadangkala memberi pengertian “terus-menerus” dengan qarinah (pengenal) jika


khabarnya bukan fi‟il.11 Misal : ‫افع‬88 ‫ “ العلم ن‬Ilmu itu memberi manfaat” Jadi, dari
semua pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa sebuah kalam khabar sebenarnya
itu dinyatakan untuk memberi tahu lawan bicara akan hukum (isi pernyataan) dalam
jumlah yang sudah ditenrangkan diatas.

B. Tujuan Khabar (‫الخبر‬ ‫)أغراض‬


Tujuan asal dari kalam khabari ada dua, yaitu:

1. Faidatul khabar

3
Yaitu menyampaikan suatu hukum yang terkandung dalam suatu kalimat kepada
mukhathab. Contoh:
‫ِر ِة‬ ‫ِئ‬
‫َح َض َر َر ْيُس اُجْلْمُهْو َي‬
Artinya: Pak Presiden telah datang.

2. Lazimul khabar
Yaitu memberiatahukan mukhathab bahwa mutakallim megetahui suatu hukum. Contoh:
‫َأْنَت َم ِر ْيٌض‬
Artinya: Kamu sakit.
Selain kedua tujuan di atas, ada beberapa tujuan kalam khabari sesuai dengan subjek
mutakallim dalam menyampaikan suatu pernyataan. Diantaranya:

1. Al-Fakhr (‫)الفخر‬
Yaitu menyampaikan berita untuk menunjukkan kebanggaan (prestise). Contohnya
sebagaimana sabda Rasulullah:
‫َأَنا َأْفَص ُح الَعَر ِب َبْيَد َأيِّن ِم ْن ُقَر ْيٍش‬
Artinya: Saya orang yang paling fasih berbahasa Arab selain itu saya berasal dari
keturunan Quraisy.

2. Izhhar al-Dha‘f (‫الضعف‬ ‫)إظهار‬


Yaitu menyampaikan berita untuk menampakkan kelemahan. Contohnya:

‫َقاَل َر ِّب ِإيِّن َو َه َن اْلَعْظُم ِم يِّن َو اْش َتَعَل الَّر ْأُس َش ْيًبا‬
Artinya: “Ia (Nabi Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah
dan kepalaku telah ditumbuhi uban….” (Q.S.Maryam :4).

3. Al-Tahassur (‫)التحسر‬
Yaitu menyampaikan berita untuk menunjukkan penyesalan.
Contohnya sebagaiman disebutkan dalam al-Qur’an yang mengisahkan tentang isteri
Imran yang melahirkan anak perempuan bernama Maryam: Contohnya:

‫َفَلَّم ا َو َض َعْتَه ا َقاَلْت َر ِّب ِإيِّن َو َض ْع ُتَه ا ُأْنَثى‬


Artinya: “Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata, “Ya Tuhanku,
Sesunguhnya
aku melahirkannya seorang anak perempuan….” (QS. ‘Ali ‘Imran : 36).

4. Al-Istirham (‫)االسرتحام‬
Yaitu menyampaikan berita untuk memohon kasih sayang dan belas kasihan. Contohnya:

4
‫ِإ َفِق ِإىَل ْف ِو اِهلل ُغْف اِنِه‬
‫َو َر‬ ‫ْيِّن ْيٌر َع‬
Artinya: Saya sangat mengharapkan ampunan dan magfirah dari Allah.
Masih banyak lagi tujuan dari penyampaian kalam khabari tergantung maksud dan niat
pembicara.

C. Pembagian Kalam Khabar

1. Kalam khabar I‟btida‟i

Dimaksud dengan kalam ibtida‟i yakni apabila hati mukhatab bebas (khaaliyudz-
dzihni) dari hukum yang terkandung didalam kalimat (yang akan diucapkan).(Ali al-
jarim,220 )Sederhananya ketika mukhatab dalam kondisi tidak mengetahui apa pun
tentang informasi yang dibawakan oleh mutakalim.

Dalam kondisi ini, kalam khabar yang disampaikan tanpa disertai dengan taukid
(penguat). Dan ini sangat masuk akal sekali karena kalau suatu pembicaraan itu
memberikan pengertian pada pendengarnya, maka seyogiannya dia memberikan
pernyataan yang singkat saja, sekedar yang perlu saja, ini untuk menghindari omong
kosong.

Oleh karena itu, kalau pendengar itu pasti bisa menerima pemberitaan, maka
hendaknya pembicara menyatakannya tanpa mempergunakan taukid (kata penegas).

Seperti perkataan : ‫ ( َأَباَك َم ِر ْيٌض‬ayahmu sakit)” Dari perkataan diatas pembicara


ingin menjelaskan kepada mukhatab apa yang belum diketahui oleh mukhatab bahkan
satu persenpun. Jadi, pembicara menyampaikan hukum itu tanpa menggunakan taukid.

Contoh dalam al-qur’an

‫ال ِّر َج ا ُل َقَّو ا ُم و َن َع َل ى الِّنَس ا ِء ِبَم ا َفَّض َل ال َّل ُه َبْع َض ُه ْم َع َل ٰى َبْع ٍض َو ِبَم ا‬
‫ِف‬ ‫ِل‬ ‫ِف‬ ‫ِن‬ ‫ِل‬ ‫ِل‬ ‫ِم‬
‫َأْنَفُق وا ْن َأْم َو ا ِه ْم ۚ َفال َّص ا َح ا ُت َقا َت ا ٌت َح ا َظا ٌت ْل َغ ْي ِب ِبَم ا َح َظ ال َّلُه‬
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka)

Ayat ini merupakan penyampaian kalam kabar, dengan mukhathabnya


khaliy dzihniy. Sebagai mutakalimnya Allah.

5
Mukhatabnya khaaliyudz-dzihni, pada dasarnya pendengar/mukhatabnya
adalah orang yang kosong hatinya (kosong hatinya, dan akan menerima
sepenuhnya), akan tetapi pembicara menganggapnya sebagai orang yang ragu

2. Kalam khabarThalabi
Yaitu ketika mukhatab ragu-ragu tentang informasi yang diberitakan oleh mutakalim.
Mukhatab diperkirakan tidak akan menerima informasi dari mutakalim. Oleh karena
itu perkataannya harus memakai taukid untuk meyakinkannya.

Pengertian lain diungkapkan oleh Ali alJarim yang disebut dengan kalam thalabi ialah
ketika mukhatab ragu terhadap hukum dan ingin memperoleh sesuatu keyakinan
dalam mengetahuinya. Dalam kondisi demikian, lebih baik kalimat disampaikan
disertai dengan lafaz penguat agar dapat menguasai dirinya.

Seperti ungkapan ‫ِإَّن َأَباَك َم ِر ْيٌض‬ ( sesungguhnya ayahmu sakit )

Dari kalimat diatas pembicara ingin menjelaskan kalam khabar kepada mukhatab
dengan menggunakan taukid, karena pembicara menilai perlunya memberi taukid
untuk menguasai mukhatab yang sedikit ragu-ragu dengan khabar yang kita
sampaikan.
Maka sebaiknya pembicara harus menyisipkan satu taukid (penguat)

Oleh karena itulah pembicara tidak memandang perlu untuk mempertegas


berita .yang disampaikan.Dan kalimat yang disampaikan itu disebut dengan kalimat
kalam khabar ibtida‟i.

3. Kalam Khabar Inkari

Dimaksud dengan kalam ingkari yakni ketika mukhatab dalam kondisi


mengingkari khabar yang disampaikan oleh pembicara (mengingkari isi kalimat yang
disampaikan). Dalam kondisi demikian,kalimat wajib disertai penguat dengan satu
penguat atau lebih sesuai dengan frekuensi keingkarannya. Dari pengertian diatas
dapat diketahui bahwa penerima berita ingkar atau mungkir yang tidak percaya akan
khabar yang dibawa pembicara sedikitpun.

Dalam kasus ini pembicara harus memasukkan kalimat penguat lebih dari satu
ataupun dua bahkan diharuskan lebih apabila frekuensi dari keingkarannya itu sudah
fatal.

Seperti perkataan Abu Abbas as-Saffah sebagai berikut :

6
‫ وألكرمن الللني‬,‫ وألغمد ن سيفى حىت يسله إال الش دة‬,‫اخلاصة ماأمنتهم على العامة‬
‫ وألعطني‬,‫حىت الينفع ألعملنً ة موضعا حىت األرى للعطي احل ق‬

Sungguh benar-benar saya akan mengangkat orang-orang lemah lembut sebagai


aparatku sehingga mereka akan menjadi keras. Sungguh akan saya mulaikan orang-
orang tertentu yang tidak dapat saya percaya pengurusan mereka kepada masyarakat
umum. Sungguh saya akan menyarungkan pedang saya kecuali dihunus kepada
kebenaran. Dan sungguh saya akan banyak member sehingga tidak ada lagi tempat
pemberian.
‫َو اِهلل ِإَّن َأَباَك َلَم ِر ْيض‬

Demi Allah sesungguhnya ayahmu sakit.

Pada contoh tergambar bahwa mukhatabnya mengingkari dan menentang isi


beritanya. Dalam kondisi seperti ini kalimat wajib disertai beberapa sarana penguat
yang mempu mengusir keingkaran mukhatab dan menjadikannya menerima kalam
khabar yang disampaikannya.

Pemberian penguatan ini harus disesuaikan dengan frekuensi keingkarannya. Oleh


karena itu pada contoh diperkuat dengan dua taukid yakni qasam dan nun taukid. .

D. Huruf Taukid ( penguat )


Taukid menurut ibn „Aqil dalam kitabnya terbagi menjadi dua macam yakni taukid
lafzi dan taukid ma‟nawi.

a. Taukid Lafzi.
Taukid lafzi adalah taukid yang diulang-ulang seperti dalm perkataan udruji,
udruji (naiklah-naiklah). Bait ini menjelaskan tentang bagian kedua dar jenis
taukid, yaitu taukd lafzi. Yang dimaksud adalah mengulangi lafaz yang pertama
untuk menonjolkan kepentingannya seperti:

‫ادرجي ادرجي‬
”Naiklah, naiklah“

‫َك اَّل ِإَذا ُدَّك ِت اَأْلْر ُض َدَّك ا َدَّك ا‬


.
Jangan (berbuat demikian), apabila bumi diguncangkan berturut-turut. [al-Fajr :
21].”

7
Taukid (penegas) itu bisa dengan inna, anna, lam ibtida‟ (la), huruf-huruf tanbih,
huruf-huruf qasam (sumpah), nun taukid (khafifah atau tsaqilah), huruf-huruf
tambahan,pengulangan kata, dengan qad dan amma syarat.

b. Taukid Ma‟nawi Taukid ma‟nawi ada dua macam:

1. Lafaz yang berfungsi untuk melenyapkan anggapan lain yang


berkaitan dengan lafaz yang ditaukid-kan. Hal inilah yang dimaksud
oleh kedua bait ini; jenis ini mempunyai dua lafaz an‟nafsu dan lafaz
al‟ainu, contoh:

”Zaid datang sendiri“‫نفسه‬ ‫جاء زيد‬

Lafaz nafsuhu berkedudukan sebagai taukid yang mengukuhkan


makna lafaz Zaidun; berfungsi melenyapkan anggapan lain yang
mengalahkan, bahwa Zaid beritanya telah datang,atau utusannya telah
datang seperti contoh diatas, adalah:

.”Zaid telah datang sendiri“ ‫جاء زيد عينه‬

Sehubungan dengan hal ini lafaz an nafsu dan lafaz al „ainu harus di-
mudhaf-kan kepada dhamir yang sesuai dengan mu‟akkad, contoh:

”Zaid telah datang sendirian “ ‫نفسه‬ ‫جاء زيد‬

”Zaid telah datang sendirian “ ‫عينه‬ ‫جاء زيد‬

”Hindun telah datang sendirian“ ‫نفسها‬ ‫جاء هند‬

Hindun telah datang sendirian“ ‫عينها‬ ‫جاء هند‬

2. Taukid ma‟nawi, yaitu lafaz yang digunakan untuk melenyapkan


anggapan yang meniadakan pengertian menyeluruh. Untuk tujuan ini
gunakanlah lafaz kullun, kilaa, kiltaa, dan jamii‟un.

8
Dikukuhkan dengan memakai lafaz kullun dan jami‟un sesuatu yang
memiliki beberapa bagian, sedangkan sebagaimana diantaranya dapat
menduduki tempat sebagian yang lainnya, seperti:

”Kafilah itu telah datang semuanya “ ‫كله‬ ‫جاء الر كب‬

Kafilah itu seluruhnya telah datang" ‫مجعه‬ ‫جاء الر كب‬

Taukid yang digunakan dalam menguatkan khabar yang disampaikan


kepada mukhatab yang ragu dan inkar.

Akan tetapi kadang-kadang maksud suatu kalam khabar itu menyalahi lahiriahnya
karena ada beberapa pertimbangan yang diperhatikan oleh si pembicara antara
lain
a. al-mutakallim (pembicara yang baligh)

yaitu orang yang mempunyai kecakapan (malakah) mengemukakan maksud


hatinya dengan kalimat yang baligh sesuai dengan tujuannya. Kalimat tidak dapat
disebut balîgh, karena pada dasarnya balâghah terdiri dari makna yang indah, ungkapan
yang benar dan mudah dipahami. Lebih dari itu, balâghah adalah sesuatu yang
menekankan pada isi hati mutakallim pada hati mukhathabnya, seperti pada hatinya
sendiri. Makna yang indah dan ungkapan yang benar dalam balaghah di atas
dimaksudkan, bahwa balaghah harus terdiri dari susunan kata yang lengkap (yang
disebut dengan kalimat: kalam), dan kalam yang baligh harus terdiri dari kata yang
fashih. Dengan demikian, kalimat tidak termasuk dalam balaghah, karena tidak dapat
mengantarkan tujuan mutakallim secara sempurna.

b. Mukhatob ( yang diajak bicara ) diman mukhatab itu terbagi dari beberapa macam
diantaranya :

 Mukhatab yang khaaliyudz-dzihni ditempatkan sebagai penanya yang


ragu bila kalam khabar tersebut didahului dengan kalimat yang
mengisyaratkan hukum dalam kalam khabar tersebut.

Pada pembagian yang pertama ini pada dasarnya


pendengar/mukhatabnya adalah orang yang kosong hatinya (kosong

9
hatinya, dan akan menerima sepenuhnya), akan tetapi pembicara
menganggapnya sebagai orang yang ragu. Dengan

kata lain, bahwa kalam khabar ini dimaksudkan kepada orang yang
khaaliyudz-zhihni akan tetapi pembicara menyampaikannya dengan
menggunakan kalam thalabi atau inkari. Seperti :

‫اَل َخُتاِط ْبيِن يِف اَّلِذ يَن َظَلُم وا ِإَّنُه ْم ُمْغَر ُقوَن‬

Dan janganlah kau berbicara kepadaku tentang orangorang zalim itu,


sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan”. [Q.S. Huud. 37]

Pada ayat diatas, apabila ditelaah lebih lanjut maka akan didapatkan
bahwa sebenarnya mukhatabnya adalah khaaliyudz-zdihni (kosong
hatinya, dan akan menerima sepenuhnya khabar yang disampaikan oleh
mukhotib) terhadap hokum yang khusus bagi orang-orang zalim. Jadi,
pada dasarnya kalimat yang disampaikan kepadanya tidak perlu diperkuat
dengan huruf taukid.

Akan tetapi, firman diatas disertai taukid. Maka apakah sebebnya ayat
diatas disimpangkan dari lahiriyahnya?
Sebabnya adalah bahwa ketika Allah melarang Nabi Nuh. a.s.
mengadukan kepadanya tentang urusan orang-orang yang menyalahi
perintah-Nya, maka Allah menunjukkan kepada Nabi Nuh a.s. sesuatu
yang akan menimpa mereka. Oleh karena itu, Allah Swt., menempatkan
Nabi Nuh a.s. sebagai penanya yang meragukan, seolah Nabi Nuh
mengatakan “Apakah mereka akan dihukum dengan ditenggelamkan
ataukah tidak?”. Maka Allah menjawab dengan firman-Nya :
“sesungguhnya mereka akan ditenggelamkan”.

 Mukhatab yang bukan orang yang inkar dianggap sebagai orang


yang ingkar karena tampak beberapa tanda keingkaran padanya. Akan
tetapi pembicara menganggapnya sebagai orang yang ingkar yang
tidak mau menerima pemberitahuan yang diberikan oleh pembicara.
Penyimpangan kalam khabar yang disampaikan ini karena tampak ada
tanda keingkaran padanya. Seperti :

‫ِإَّنُك ْم َبْع َد َذِلَك َلَم ِّيُتوَن‬


Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kamu benarbenar akan mati”.
[Q. S. Al-Mu‟minun : 15]

10
Pada ayat diatas, maka akan didapatkan mukhatabnya tidaklah
mengingkari hukum yang terkandung dalam firman Allah: “Kemudian,
sesudah itu sesungguhnya kamu benarbenar akan mati”. Namun, apa
sebabnya firman itu disampaikan kepada mereka dengan
menggunakan taukid? Sebabnya adalah tampaknya tanda-tanda
keingkaran pada mereka karena kelalaian mereka dari kematian dan
ketidaksiapsiagaan mereka dengan amal saleh untuk menghadapi
kematian itu, mereka ditempatkan sebagai orangorang yang inkar, dan
khabar itu disampaikan kepada mereka diperkuat dengan dua taukid.

 Mukhatab yang inkar dianggap sebagai orang yang tidak ingkar bila di
hadapannya terdapat beberapa dalil dan bukti, yang seandainya
diperhatikan, niscaya musnahlah keingkaran itu

Pada bagian ketiga ini adalah kebalikan dengan bagian yang pertama,
yakni mukhatab adalah seorang yang benar-benar ingkar akan tetapi
tidak dianggap sebagai orang yang ingkar oleh penyampai khabar itu
sendiri, melainkan dianggap sebagai orang yang kosong hatinya atau
khaaliyudz-dzihni. Contoh :

Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa”. [Q. S. AlBaqarah : 163] ‫ِإَلُه‬ ‫ُهَلُك ْم‬
Pada contoh yang kelima ini, maka akan didapati bahwa Allah
menyeruh orang-orang yang mengingkarinya dan menentang ke-esaan-
Nya. Akan tetapi, Allah menyampaikan khabar kepada mereka tanpa
disertai dengan huruf taukid seperti yang disampaikan dengan
mukhatab yang khaaliyudzdzihni (kosong hatinya). Mengapa
demikian? Sebabnya adalah bahwa sesungguhnya di hadapan mereka
terdapat bukti-bukti yang jelas dan hujjah-hujjah yang pasti, yang
seandainya mereka mau memperhatikannya, niscaya mereka akan
menemukan hal-hal yang sangat memuaskan dan menundukkan.

Oleh karena itu, Allah tidak menegakkan pertimbangan bagi


keingkaran yang demikian, dan tidak menganggap perlu mengarahkan
khitab secara khusus kepada mereka. Dalam pembahasan ini maka ada
tiga penyimpangan dalam pengungkapan kalam khabar ini, yang
pertama yakni diungkapkan dengan kalam thalabi atau mukhatab
ditempatkan sebagai penanya padahal sebenarnya mukhatabnya adalah
khaaliyudz-dzihni.

11
Bagian yang kedua yakni pengungkapan dengan kalam ingkari yang
memuat beberapa taukid (penegas), padahal mukhatabnya adalah
orang yang tidak ingkar, dengan kata lain mukhatab hanya sebagai
khaaliyudz-zhihni ataupun thalabi. Dan yang ketiga adalah
pengungkapan yang diungkapkan dengan kalam Ibtida‟i, akan tetapi
sebenarnya mukhatab atau pendengarnya adalah orang yang inkar.
Dan kalam khabar yang diselewengkan dengan makna lahiriyahnya
harus memiliki indikasi yang mengisyaratkan untuk diselewengkan.

E. Analisis Kalam Khabar dalam Ayat Al-Quran

1. Kalam Khabar Ibtida’I


‫ِم‬ ‫ِء‬
‫َبْع َض ُه ْم َع َل ٰى َبْع ٍض َو ِبَم ا َأْنَفُق وا ْن‬ ‫ال ِّر َج ا ُل َقَّو ا ُم و َن َع َل ى الِّنَس ا ِبَم ا َفَّض َل ال َّل ُه‬
‫ِف‬ ‫ِل‬ ‫ِف‬ ‫ِن‬ ‫ِل‬ ‫ِل‬
‫َقا َت ا ٌت َح ا َظا ٌت ْل َغ ْي ِب ِبَم ا َح َظ ال َّلُه‬ ‫ۚ َأْم َو ا ِه ْم ۚ َفال َّص ا َح ا ُت‬
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka).

Pada ayat diatas, apabila ditelaah lebih lanjut maka akan didapatkan bahwa sebenarnya
mukhatabnya adalah khaaliyudz-zdihni (kosong hatinya, dan akan menerima sepenuhnya
khabar yang disampaikan oleh mukhotib) terhadap hokum yang khusus bagi orang-orang
zalim. Jadi, pada dasarnya kalimat yang disampaikan kepadanya tidak perlu diperkuat
dengan huruf taukid.

2. Kalam khabar Tholabi

Contoh :
‫َقْد ْع َل الّٰل ُه اْل َعِّو ِقَنْي ِم ْنُك اْلَق ۤإِى ِلَنْي ِاِل ْخ اِهِن َه ُلَّم ِاَلْيَناۚ اَل ْأ َن اْل ْأ ِااَّل َقِلْيًل‬
‫َو َي ُتْو َب َس‬ ‫َو ْم‬ ‫ْم َو‬ ‫ُم‬ ‫َي ُم‬
Sungguh, Allah mengetahui para penghalang (untuk berperang) dari (golongan)-
mu dan orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, “Marilah bersama kami.”
Mereka tidak datang berperang, kecuali hanya sebentar.

Pada contoh diatas tergambar bahwa mukhatab sedikit merasa ragu dan tampak
padanya keinginan untuk mengetahui hakikat. Dalam kondisi seperti ini baik
sekali disampaikan kepadanya kalimat berita yang berkesan meyakinkan dan

12
menghilangkan keraguannya. Oleh karena itu dalam kalimat ini diperkuat dengan
qüd

3. Khabar Ingkari

Surat al Imran 186


‫ِل‬ ‫ِف‬
‫ُو َّن َاْم َو ا ُك ْم‬ ‫َلُتْبَل‬
‫َا ُفِس ُك ْۗم‬
‫َو ْن‬
Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu.

Contoh diatas mukhatabnya mengingkari dan menentang isi berita. Dalam


kondisi ini kalimat wajib di sertai beberapa sarana penguat yang mampu nengusir
keingkarannya mukhatab sehingga mukhatab mampu nenerimanya . .Contoh
diatas di perkuat dengan dengan dua penguat yaitu qasam dan nun taukid
Hufuf Qasam adalah laa ibtida ‫ َلُتْبَل ُو َّن‬dan nun taukidnya adalah nun bertasjid
pada ‫َلُتْبَلُو َّن‬

F. Kesimpulan
Kalam khabar menurut beberapa pendapat adalah perkataan yang dikatakan
pembicara (mutakalim) bisa benar bisa salah, kalau sesuai kejadian itu benar dan kalau
tidak itu bohong.

Kalam khabar dibagi menjadi 3.


- Kalam khabar I’btibai adalah perkataan dari hati mukhatab yang bebas dari hukum,
atau mutakalim tidak mengetahui apapun tentang informasi itu ia memilih diam.
- Kalam khabar talabi mukhatab ragu-ragu tentang infarmasi atau perkataan dari
mutakalim
- Kalam khabar ingkari mukhatob dalam kondisi ingkar mengikuti kabar yang
disampaikan mutakalim.

Untuk mengetahui kalam khabar ingkari biasanya ada kata taukid atau penegasan
lebih dari dua kali, dan untuk melenyapkan anggapan itu maka harus ada lafadz yang
mengukuhkan lafadz itu, atau memberi penegasan (taukidz) dengan lafadz yang
digunakan untuk meleyapkan anggapan dengan meniadakan pengertian menyeluruh.

13
Daftar pustaka

Abdurrahman al-Ahdhori, Jauharul Maknun, terj. Achmad sunarto, ( Surabaya : Mutiara Ilmu,
2009)

Ali al-Jarim dan Mustafa Amin, Balaghah al-Wadhiyah PDF

https://repository.uin-suska.ac.id/20791/7/7.pdf

https://nahwusharaf.wordpress.com/ilmu-balaghah-duruusul-balaghoh/ilmu-maani

ILMU BALAGHAH Dilengkapi dengan contoh-contoh Ayat, Hadits Nabi dan Sair Arab
Khamim & H. Ahmad Subakir, IAIN Kediri Press 2018.

https://eprints.iain-surakarta.ac.id/7614/1/scan%20ilmu%20m%27ani%20bu%20hafidah.pdf

14

You might also like