You are on page 1of 11

KAIDAH KHASH DAN MUKHASSHISH

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Ulumul Qur‟an

Dosen Pengampu:

Dr. Achyar Zein, M.Ag

Disusun Oleh Kelompok III

Muhammad Agung Permana (0403191009)

Anggita Utami (0403191003)

Siti Suryani Hasibuan (0403191006)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah dengan judul “Kaidah khash dan
Mukhassish ” ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Medan, Juni 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

Bab I PENDAHULUAN............................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 1

Bab II PEMBAHASAN ................................................................................................ 2

A. Pengertian Khas dan Mukhassish ....................................................................... 2


B. Karakteristik Lafadz Khas ................................................................................ 3
C. Pembagian Mukhassish ..................................................................................... 4

Bab III PENUTUP ........................................................................................................ 7

Kesimpulan ........................................................................................................... 7

Saran ...................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Al-Qur‟an banyak dijumpai istilah yang biasa dipakai untuk
menunjukan makna tertentu, seperti lafadz „am, khas, mutlaq, muqayyad dan lain
sebagainya. Untuk bisa memahami dengan baik dan benar bahasa Al-Qur‟an
tersebut, para ulama, baik ulama ushul fiqh, ulama tafsir, ulama lughah dan lain
sebagianya telah mengadakan penelitian yang serius terhadap beberapa lafadz,
khususnya yang terkait dengan ushlub atau gaya bahasa arab. Dari hasil penelitian
tersebut, lalu dibuat beberapa kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang dapat
digunakan untuk memahami nash-nash Al-Qur‟an secara baik dan benar. Kiadah-
kaidah tersebut bisa berupa kaidah yang terkait dengan masalah kebahasaan,
hukum, ilmu-ilmu Al-Qur‟an dan lain sebagainya.
Dalam makalah ini kami akan membahas kaidah-kaidah kebahasaan dalam
Al-Qur‟an, khususnya khas dan mukhassish.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian khas dan mukhassish?
2. Apa saja kaidah-kaidah khas dan mukhassish?
3. Bagaimana cara mengetahui lafadz khas dan mukhassish?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian khas dan mukhassish
2. Untuk mengetahui kaidah-kaidah khas dan mukhassish
3. Untuk mengetahui lafadz khas dan mukhassish

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Khas
Khas secara bahasa adalah, kata khas merupakan bentuk kata subjek atau
ّ ِ َ ‫ خب‬,ً‫َصٍصب‬
“Isim Fail” yang berasal dari kata kerja, ‫ص‬ ِ ‫ ٌُخ‬,‫ص‬ ّ ِ ‫ ٌ ُْخ‬,‫ص‬
ُ ‫ص‬ َ ‫ص‬
َ ‫ َح‬. Arti dari kata
khas adalah “yang mengkususkan atau menentukan”. Dalam Lisanul Arab
dijelaskan, ِ‫ أفشدِ بّ يٍ دٌٔ غٍش‬:ّ‫ ٔخصصّ ٔاخخص‬artinya, menyendirikan tanpa
(memasukkan) yang lain. Lafadz khas merupakan lawan dari lafadz „am, jika lafadz
„am memberikan arti umum, yaitu suatu lafadz yang mencakup berbagai satuan-
satuan yang banyak, maka lafadz khas adalah suatu lafadz yang menunjukan makna
khusus.
Seperti yang dikemukakan Adib Shalih, lafadz khas adalah lafadz yang
mengandung satu pengertian tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas.
Sedangkan Saiful Hadi mengatakan lafadz khusus adalah lafadz yang menunjukan
arti satu atau lebih tapi masih dapat dihitung atau terbatas. Definisi lafadz khas dari
para ulama adalah sebagai berikut1:
1. Menurut Manna al-Qaththan, lafadz khas adalah lafadz yang merupakan
kebalikan dari lafadz „am, yaitu yang tidak menghabiskan semua apa yang
pantas baginya tanpa ada pembatasan.
2. Menurut Mushtafa Said al-Khin, lafadz khas adalah setiap lafadz yang
digunakan untuk menunjukkan makna satu atas beberapa satuan yang
diketahui. Sedangkan menurut
3. Abdul Wahhab Khallaf, lafadz khas adalah lafadz yang digunakan untuk
menunjukkan satu orang tertentu.

Khas adalah lawan kata „am. Takhsis adalah mengeluarkan sebagian apa yang
dicakup lafadz „am. Dan Mukhassis (yang mengkhususkan) ada kalanya muttasil

1
Muhammad Nor Ikhwan, Memahami Bahasa Al-Quran. (Jogyakarta : Pustaja Pelajar, 2002), h.
166-167

2
2
dan adakalanya munfasil. Defenisi mukhassish menurut Manna al-Qattan adalah
dalil yang menjadi dasar adanya pengeluaran lafadz „am.

B. Karakteristik Lafadz Khas


Berdasarkan definisi lafadz khas sebagaimana yang telah diebutkan sebelumnya,
maka lafadz khas dapat diketahui dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Lafadz tersebut menyebutkan tentang nama seseorang, jenis, golongan, atau
nama sesuatu, seperti dalam surat Al Fath ayat 29 :

‫دمحم سسٕل هللا ٔانٍٍ يعّ اشذاء عهى انكفبس‬


Artinya : “Muhammad itu adalah Rasul Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras (tegas) terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka…”(QS Al Fath/48 : 29).
Lafadz Muhammad pada ayat tersebut adalah lafadz khas, karena hanya
menunjukkan satu pengertian, yaitu Nabi Muhammad SAW.
2. Lafadz tersebut menyebutkan jumlah atau bilangan tertentu dalam satu kalimat.
Seperti dalam firman Allah :

‫ٔانًطهقبث ٌخشبصٍ ببَفسٍٓ ثالثت قشٔء‬


Artinya: “Dan wanita-wanita yang ditalak (oleh suaminya) hendaklah ia
menahan diri (menunggu) selama tiga kali quru’.” (QS Al Baqarah : 228)
Ayat di atas menjelaskan bahwa iddah seorang wanita yang ditalak suaminya
adalah tiga kali quru‟. Lafadz tsalatsah pada ayat tersebut merupakan lafadz
khas, arena secara eksplisit menyebutkan tentang jumlah atau bilangan tertentu.
3. Lafadz tersebut dibatasi dengan suatu sifat tertentu atau diidhafahkan.
‫ٔيب كبٌ نًؤيٍ اٌ ٌقخم يؤيُب اال خطئب ٔيٍ قخم يؤيُب خطئب فخحشٌش سقبت يؤيُب‬
Artinya : “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin karena tersalah,
maka (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman.”
(QS An Nisa : 92)

2
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2011), hlm. 319

3
Lafadz raqabah mu‟minah (hamba sahaya yang beriman) dalam ayat tersebut
merupakan lafadz khas, karena menunjukkan pada satu jenis tertentu, yaitu
hamba sahaya yang beriman.

Dalalah lafazh khas


Menurut jumhur ulama telah sepakat bahwa lafazh khash ini dalam nash
syara‟ menunujuk kepada dalalah qath‟iyah. Artinya selama lafazh tersebut
tidak ada qarinah yang menunujukan kepada makna lain, maka hukumnya tetap
qath‟i seperti firman Allah :

‫يٍ حًخع ببنعًشة انى انحج فًباسخٍسش يٍ انٓذي فًٍ نى ٌجذ فصٍبو ثهثت اٌبو فً انحج ٔ سبعت ارا سجعخى‬

“ tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka
wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu
telah pulang kembali” (QS. Al Baqarah : 196).
Lafazh tsalasah dalam ayat tersebut adalah lafazh khas yang tidak mungkin
untuk diartikan dengan makna selain tiga hari. Oleh karenanya dalalah
maknanya adalah qath‟iyah (pasti) dan dalalah hukumnya pun juga qath‟i.
Lafazh khas yang ditemui dalam nash wajib diartikan sesuai dengan arti hakiki
selama tidak dinemukan dalil yang memalingkan dari arti hakiki ke arti lain.3

C. Pembagian Mukhassish
Mukhasssish dapat dibagi 2 macam, yaitu mukhassish muttasil dan mukhassish
munfasil :4
1. Mukhassish Muttasil, adalah takhsish yang tidak berdiri sendiri, dimana „am dan
mukhasishnya tidak dipisah oleh suatu hal. Mukhassish muttasil ini dibagi lagi
menjadi lima macam, yaitu :
1. Istisna‟ (pengecualian), seperti dalam surat An Nur ayat 4-5

3
Syafii Karim. Fiqh Ushul Fiqh . (Bandung : Pustaka Setia, 1997). hlm. 166
4
Acep Hermawan. Ulumul Qur‟an. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 153

4
‫ٔانزٌٍ ٌشيٌٕ انًحصُج ٔنى ٌبحٕا ببسبعت شٓذاء فبجهذْٔى ثًٍٍُ جهذة ٔال حقبهٕا نٓى شٓبدة ابذا أنئك ْى‬
‫انفسقٌٕ انزٌٍ حببٕا يٍ بعذ رنك ٔ اصهحٕا فبٌ هللا غفٕس سحٍى‬
Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
(berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah
kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-
orang yang fasik.4) Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan
memperbaiki dirinya, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS An Nur : 4-5).
Surat An Nur ayat 5 berfungsi sebagai pentakhshish Surat An Nur ayat 4. Dan
kata (‫ ) اال‬merupakan qarinah dari istisna‟.
2. Sifat, adalah pengecualian bagi sesuatu yang memiliki sifat tertentu,
biasanya ditandai dengan adanya kata “yang” di dalam bahasa arab
“allati/alladzi. sebagaimana firman Allah dalam QS An Nur ayat 27 sebagai
berikut :

‫ٌبآٌب انزٌٍ ايُٕا ال حذحهٕا بٍٕحب غٍش بٍٕحكى حخى حسخأَسٕا ٔ حسهًٕا عهى اْهٓب‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah
yang bukan rumahmu, sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya.”

3. Syarat, biasanya memakai kata “jika”. sebagaimana dalam QS An Nur ayat


33 sebagai berikut :

ّ‫ٔنٍسخعفف انزٌٍ ال ٌجذٌٔ َكبحب حخى ٌغٍُٓى هللا يٍ فضه‬


Artinya : “Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka jika kamu mengetahui pada
mereka terdapat kebaikan.”

5
Pada ayat ini , perintah untuk melakukan perjanjian ditakhshish dengan syarat
majikan mengetahui adanya kebaikan, baik sebelum atau sesudah
menandatangani perjanjian.
4. Ghayah atau batas penghabisan (pembatasan). Seperti dalam surat Al Isra‟
ayat 15 :

. ‫ٔيب كُب يعزبٍٍ حخى َبعث سسٕال‬


Artinya : “…dan Kami tidak akan mengazab, sampai Kami mengutus seorang
rasul.”
Lafadz wa ma kunna mu‟adzibiina (Kami tidak akan mengazab) pada ayat di
atas bersifat umum. Akan tetapi keumumannya dipersempit pengertiannya
dengan adanya ghayah (pembatasan), yaitu lafadz hatta nab‟atsa rasuulan
(sampai Kami mengutus seorang rasul).
5. Badal ba‟da min kull (mengganti sebagian dari keseluruhannya)

‫ٔ هلل عهى انُبس حج انبٍج يٍ اسخطبع انٍّ سبٍال‬


Artinya: “…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yakni orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan.” (Qs Ali Imran/
3:97).
Melaksanakan ibadah haji merupakan kewajiban seorang muslim, tetapi
keumuman tersebut dipersempit , yaitu hanya bagi orang yang mampu saja.
2. Mukhassish Munfasil, merupakan kebalikan dari mukhassish muttasil dimana antara
„am dengan mukhassish dipisahkan oleh suatu hal, sehingga antara keduanya tidak
disebutkan dalam satu kalimat. 5 Takhsish untuk kategori ini dapat berupa nash Al-
Qur‟an, ahdist nabi, ijma‟, maupun qiyas.

5
Muhammad Nor Ikhwan. Memahami, hlm. 182

6
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian yang sudah disampaikan sebelumnya di makalah ini, lafadz khas
adalah lafadz yang mengandung makna khusus atau satu pengertian. Para Ulama
sepakat bahwa lafadz khas dalam nash syara‟ bersifat qat‟i dan hukum yang
terkandung di dalamnya juga bersifat qat‟i, selama tidak ada indikasi yang
menunjukan pengertian lainnya.
Mukhassih dibagi menjadi 2 yaitu mukhassish muttasil dan mukhassish
munfasil.
B. Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini pasti sangat jauh dari
kesempurnaan. Informasi yang masih sedikit, sumber yang mungkin kurang valid,
penyusunan yang kurang sistematis hingga penulisan yang mungkin masih banyak
kesalahan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kiranya pembaca berkenan
menyampaikan kritik dan sarannya untuk perbaikan pada makalah yang akan
datang.

7
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan.Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Bogor : Litera Antar Nusa. 2011.

Nor Ikhwan, Muhammad, Memahami Bahasa Al-Qur‟an, Jogyakarta : Pustaka Pelajar,


2002.

Hermawan, Acep, Ulumul Qur‟an. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2011

Rahmawati Annisa, Konsep „Am dan Khas dalam Ulumul Qur‟an. 2018.

https://www.rangkumanmakalah.com/amm-dan-khas-dalam-al-
quran/#Pengertian_Khasdan_MukhassishSeputaram_dan_khas_dalam_al-quran diakses
pada tanggal 31 Mei 2022 pukul 20.45 wib.

https://www.kangdidik.com/2019/11/konsep-dan-pengertian-am-dan-khas-dalam.html?m=1
diakses pada tanggal 31 Mei 2022 pukul 21.00

You might also like