Professional Documents
Culture Documents
Pertanyaan.
1. Jumlah Pulau di Indonesia (termasuk pulau besar dan pulau kecil) yang tertera
pada Undang-Undang no 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia adalah 17.508 Pulau,
111 diantaranya adalah Pulau-pulau Kecil terluar yang telah ditetapkan dalam Kepres
6/2017 , dari 111 PPKT tersebut ada 42 PPKT yang berpenduduk dan 69 PPKT tidak
berpenduduk. Apa yang melatar belakangi beberapa pulau terluar di Indonesia lepas dari
kepemilikan NKRI? dan Mengapa kita kalah dalam pengadilan internasional? serta
Bagaimana seharusnya Sikap Pemerintah Indonesia agar pulau-pulau terluar yang tidak
berpenduduk tidak akan menjadi sengketa di kemudian hari?
Jawab :
Apa yang melatar belakangi beberapa pulau terluar di Indonesia lepas dari
kepemilikan NKRI ?
a. Yang melatarbelakangi beberapa pulau terluar di Indonesia lepas dari
kepemilikan NKRI adalah kita ambil contoh sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan
antara pemerintahan Indonesia dengan pemerintah Malaysia adalah klaim kedua
negara atas kepemilikan dan kedaulatan terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan di
lepas pantai pulau Kalimantan. Hal ini karena batas wilayah kedua negara di
sekitar pulau ini belum disepakati.
b. Tingkat kesejahteraan penduduk yang masih rendah sebagai akibat dari
tingkat pendidikan penduduk
c. Ketergantungan kebutuhan sehari-hari dengan negara tetangga.
d. Sering terjadi berbagai kegiatan illegal fishing, jalur illegal logging, illegal
trading dan illegal traficking.
e. Keterisolasian letak yang jauh dari pemerintahan serta keterbatasan sarana
transporatasi dan komunikasi menuju pulau-pulau itu.
f. Potensi ekonomi utama ekonomi kemaritiman yang belum dikelola secara
optimum.
Malaysia sama-sama memberi izin eksplorasi atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Izin
tersebut dikeluarkan pada 6 Oktober 1966, kepada perusahaan asing PN
Pertambangan Minyak Nasional dan Japex. Akan tetapi, pada 1967, sengketa atas
kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan mulai terjadi, setelah dilangsungkan
pertemuan mengenai hukum laut antara Indonesia dan Malaysia. Dalam pertemuan
tersebut, Indonesia dan Malaysia saling memperebutkan kepemilikan wilayah atas
Pulau Sipadan dan Ligitan. Jika dilihat dari catatan sejarah, Indonesia mempunyai
bukti-bukti dokumen terkait kepemilikan dua pulau ini. Akhirnya, Indonesia-Malaysia
sepakat untuk memberi status quo kepada kedua pulau ini, yang artinya tidak
boleh ditempati atau diduduki hingga kasus sengketa selesai. Namun, Malaysia
memahami bahwa status quo tetap berada di bawah kepemilikannya. Oleh sebab
itu, Malaysia mulai membangun resor pariwisata di salah satu pulau tersebut.
Kemudian, pada 1969, Malaysia memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan ke dalam
peta nasionalnya secara sepihak. Malaysia juga memasang tanda, sekaligus
merawat Pulau Sipadan dan Ligitan. Indonesia dan Malaysia membentuk Kelompok
Kerja Bersama untuk mempelajari situasi dan kondisi kedua pulau tersebut, tetapi
berujung pada jalan buntu. Setelah itu, dilangsungkan berbagai pertemuan lainnya
untuk membahas status kepemilikian Pulau Sipadan dan Ligitan, tetapi masih
belum mendapat kesepakatan juga. Alhasil, masalah sengketa dua pulau tersebut
diserahkan kepada Mahkamah Internasional.
b. Penyelesaian sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan berlandaskan hukum
pasal 2 ayat 3 dan pasal 3 Piagam PBB. Kemudian, diketahui bahwa terjadinya
sengketa atas Pulau Sipadan dan Ligitan disebabkan oleh ketidakjelasan garis
perbatasan yang dulunya dibuat Belanda dan Inggris di perairan timur Pulau
Kalimantan. Akibatnya, Indonesia dan Malaysia mengalami permasalahan dalam
menentukan garis perbatasan. Pada 2002, Mahkamah Internasional pada
akhirnya memutuskan bahwa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan jatuh
kepada negara Malaysia. Keputusan tersebut berdasarkan bukti sejarah yang
diterima Mahkamah Internasional dari Malaysia. Dokumen dari pihak Malaysia yang
membuktikan bahwa Inggris (yang dulu menjajah Malaysia) paling awal masuk
Pulau Sipadan dan Ligitan dengan membangun mercusuar dan konservasi penyu.
Sedangkan Belanda, yang menjajah Indonesia, hanya terbukti pernah singgah di
Pulau Sipadan dan Ligitan, tetapi tidak melakukan apa pun. Selain itu,
pertimbangan lain bahwa Malaysia terbukti telah melakukan berbagai
penguasaan efektif terhadap kedua pulau. Misalnya, Malaysia memberlakukan
2
aturan perlindungan satwa burung, pungutan pajak atas pengumpulan telur penyu,
dan operasi mercusuar. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan terjadi pada masa
pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
merupakan jalur utama menuju kota-kota utama di Asia Timur. Gangguan terhadap
komunikasi, pelayaran dan navigasi di kawasan ini disertai berbagai ketegangan
yang diakibatkannya akan memberi dampak yang merugikan bagi kepentingan
Indonesia dan kestabilan regional.
b. Dari segi keamanan, terbangunnya pangkalan militer-nya di Laut Natuna
Utara, Indonesia akan terganggu karena letak Indonesia secara geopolitik dan
geostrategi juga berbatasan langsung dengan negara-negara yang terlibat dalam
konflik Laut China Selatan. Selain itu, Indonesia juga memiliki kepentingan untuk
mengamankan kepentingan ekonomi nasionalnya, karena jika keamanan dan
ketertiban Laut China Selatan tercapai, maka aktifitas perdagangan dan eksplorasi
yang dilakukan Indonesia di kawasan Laut China Selatan akan dapat berjalan
dengan baik. Kepentingan Indonesia lainnya adalah menjaga keamanan dan
keutuhan nasional, penegakan kedaulatan hukum di laut, yakni terkait penarikan
garis perbatasan di sekitar Laut Natuna yang berbatasan dengan Laut Cina
Selatan.
c. Dampak lain adanya pengaruh tekanannya terhadap Geopolitik dan
Geostrategi Indonesia, karena hal tersebut apabila tidak diantisipasi kemungkinan
buruknya akan dapat merugikan dan membahayakan kepentingan nasional guna
mewujudkan tujuan nasional dalam rangka mencapai cita-cita nasional Indonesia.
itu, Indonesia berusaha supaya tidak terseret dan Mohammad Hatta menawarkan
konsep politik luar negeri bebas aktif pada 1948. Politik luar negeri bebas aktif
artinya Indonesia bebas menentukan sikapnya sendiri terhadap konflik internasional
dengan tetap aktif membantu terwujudnya perdamaian dunia.
c. Konsep politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif itu sejalan dengan
salah satu pilar GNB, yakni menjaga perdamaian dunia. Tujuan politik bebas aktif
dan GNB juga satu haluan, yakni menjaga kedaulatan negara dan memertahankan
kemerdekaan bangsa.
d. Secara teoretis, sikap AS tersebut sesuai dengan salah satu teori dalam
paradigma neorealis pada ilmu hubungan internasional, yaitu balance of power.
Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa pada dasarnya balance of power merupakan
bentuk upaya penyeimbangan kekuatan (power) yang dilakukan oleh suatu
negara/kelompok negara dengan cara melakukan kerja sama dengan
negara/kelompok negara lain untuk menghadapi negara/kelompok negara lain yang
menjadi ancaman, yang dengan demikian dapat menciptakan stabilitas dan
perdamaian (Mearsheimer, 2001).
3. Menghadapi tahun politik 2024 ada beberapa Alur kebijakan politik yang seringkali
kurang selaras antara domain pusat dan daerah yang tidak selalu bertautan, hal ini
menggambarkan adanya masalah dalam hubungan pemerintah pusat dan daerah,
termasuk penujukan Pejabat Kepala Daerah. Jelaskan Apa penyebab terjadinya
ketidakmulusan hubungan pusat dengan daerah tersebut? Dan Mengapa terjadi
ponolakan dari beberapa Gubernur terhadap Pejabat Kepala Daerah yang ditunjuk oleh
Mendagri ? serta Bagaimana menurut Pasis serta menurut regulasi yang ada untuk
menyelesaikan masalah tersebut ?
Jawab :
Apa penyebab terjadinya ketidakmulusan hubungan pusat dengan daerah
tersebut, adalah antara lain :
a. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia kita mengenal sistem pemerintahan,
yang mana sistem pemerintahannya terdiri atas pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah yang diatur dalam Pasal 18 UUDNRI Tahun 1945 mengenai
Pemerintah Daerah. Pada dasarnya, negara dengan bentuk kesatuan hanya
mengenal satu sistem pemerintah, yaitu pemerintah pusat. Menurut C.F. Strong,
hakikat negara kesatuan adalah negara yang kedaulatannya tidak terbagi atau
dengan kata lain negara yang kekuasaan pemerintah pusatnya tak terbatas karena
konstitusi negara kesatuan tidak mengakui adanya badan pembuat undang-undang
selain badan pembuat undang-undang pusat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
seluruh urusan negara hanya dilaksanakan oleh satu pemerintahan saja atau
dengan kata lain ketidakberadaan pemerintahan daerah. Selain itu menurut C.F.
Strong terdapat dua sifat penting negara kesatuan, yaitu: (1) supremasi parlemen
pusat, dan (2) tidak adanya badan berdaulat tambahan.
7
paling utama tata kelola yang dikorbankan di daerah, baik dalam pengambilan
keputusan strategis dalam penyusunan kebijakan, atau dalam perencanaan
penganggaran yang bisa terjadi
DAFTAR PUSTAKA
8. https://nasional.kompas.com/read/2022/05/23/17263541/penolakan-gubernur-
lantik-pj-kepala-daerah-dinilai-dampak-ketiadaan-regulasi, Diakses : 12/03/2023.