You are on page 1of 12

PERSEPSI MASYARAKAT PADA IMPLEMENTASI PERDA NOMOR 12

TAHUN 2008 BAB III PASAL 3 TENTANG KETERTIBAN SOSIAL


(STUDI KASUS PEMBERIAN SUMBANGAN)

Oleh :
Hasanal Abdurrahman
Email: Hasanal.abdurrahman@gmail.com
No. Hp: 081222688866
Pembimbing: Drs. Chalid Sahuri, MS

Jurusan Ilmu Administrasi - Program Studi Ilmu Administrasi Negara


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau
Kampus Bina Widya Jl. H.R. Soebrantas Km. 12,5 Simp. Baru Pekanbaru 28293
Telp/Fax. 0761-63277

Abstract

Less of participation and competence about awareness of law especially local


regulation no. 12, 2008 chapter III paragraph 3 among society are caused by
socialization process or counseling that not intensively conducted. Beside that, less of
education also cause vagrants and beggars are not well aware of that local regulation.
Because people give donation to the vagrants and beggars, it makes them like living in
Pekanbaru, getting much money without working hard.
The concept of theory used is stated by Miftah Thoha about how that
perception can be seen from four sub processes, those are: 1. Stimulation/present
situation, 2. Registration, 3. Interpretation, 4. Feedback. In his theory, he states several
factors that affect someone perception, such as: internal factor and external factor. This
research was conducted in Pekanbaru and Social and Funeral Services of Pekanbaru.
This research methodology was qualitative with descriptive data analysis. In collecting
the data, the researcher used interview, observation and documentation by using key
informan as resources. To get that informan, the researcher used Snowball Sampling
method.
The result of this research can be concluded that perception of society about
implementation of local regulation no. 12, 2008 chapter III paragraph 3 that discuss
about social order of donation is not good enough. So, the government of Pekanbaru
should socialize more about the importance of local regulation no. 12, 2008 chapter III
paragraph 3 and can give strick punishment to everybody who break that regulation
and controll the present of vagrants and beggars in Pekanbaru.

Keywords: Perception, society, vagrants and beggars.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 1


PENDAHULUAN gelandangan atau pengemis.
Keberadaan gepeng yang kian
hari semakin padat di kota Pekanbaru,
Kota Pekanbaru adalah salah satu
merupakan fenomena klasik yang belum
kota besar di Indonesia pusat segala
ada titik penyelesaiannya dari instansi
aktivitas ekonomi, sosial dan budaya.
terkait di pemerintahan kota Pekanbaru.
Seperti halnya kota-kota lain yang sedang
Dinas Sosial dan Pemakaman Kota
berkembang. Pekanbaru juga merasakan
Pekanbaru mengaku juga kewalahan
fenomena yang serupa. Perkembangan
dalam melakukan penertiban terhadap
pesat seperti berdirinya kantor-kantor,
gepeng yang terus tumbuh subur di kota
pusat perbelanjaan, sarana perhubungan,
Pekanbaru. Sebab, Gepeng ini tidak hanya
pabrik, sarana hiburan dan sebagainya
beroperasi di pinggir dan persimpangan
yang mendorong para urban untuk
jalan raya saja, melainkan sudah
mengadu nasib. Bagi mereka yang
berbondong-bondong masuk ke
mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan
lingkungan masyarakat dan pasar. Adapun
keterampilan yang cukup bukan tidak
rincian jumlah gelandangan yang di
mungkin mereka mampu bertahan di
peroleh dari Dinas Sosial dan Pemakaman
kotaini. Tapi sebaliknya, bagi mereka
Kota Pekanbaru tahun 2011-2015 dapat di
yang belum beruntung bukan tidak
lihat tabel sebagai berikut:
mungkin pula mereka menyambung
hidupnya dengan menjadi gelandangan
Tabel 1. Jumlah Gepeng (Gelandangan dan
atau pengemis.
Pengemis) di Kota Pekanbaru
Menurut Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2008, gelandangan Tahun Pengemis Gelandang Jumlah
adalah orang yang hidup dalam keadaan 2011 83 58 141
tidak sesuai dengan norma kehidupan 2012 87 33 120
yang layak dalam masyarakat setempat 2013 89 33 122
serta tidak mempunyai tempat tinggal dan 2014 37 28 65
pekerjaan yang tetap dan mengembara 2015 35 49 84
ditempat umum. Jumlah 331 201 532
Gelandangan dan pengemis Sumber: Dinas Sosial dan Pemakaman
merupakan fenomena sosial yang tidak Kota Pekanbaru (2015)
bisa dihindari keberadaannya dalam
kehidupan masyarakat, terutama yang Menurut data yang diperoleh dari
berada di daerah perkotaan (kota-kota Dinas sosial dan Pemakaman Kota
besar). Salah satu faktor yang dominan Pekanbaru dapat diambil kesimpulan
mempengaruhi perkembangan masalah ini bahwa jumlah gepeng di kota Pekanbaru
adalah kemiskinan. Masalah kemiskinan menurun tiap tahunnya, namun berbeda
di Indonesia berdampak negatif terhadap dari pengamatan secara langsung yang
meningkatnya arus urbanisasi dari daerah memperlihatkan bahwa gelandangan dan
pedesaan ke kota-kota besar, sehingga pengemis di kota Pekanbaru semakin
terjadi kepadatan penduduk dan daerah- tidak sewajarnya, sebab gelandangan dan
daerah kumuh yang menjadi pemukiman pengemis ini mudah di jumpai.
para urban tersebut. Sulit dan terbatasnya Berdasarkan observasi penulis
lapangan pekerjaan yang tersedia, serta gelandangan dan pengemis mudah di
terbatasnya pengetahuan dan keterampilan jumpai di areal lampu merah, pasar, loket
menyebabkan mereka banyak yang dan tempat-tempat umum lainnya.
mencari nafkah untuk mempertahankan Sedangkan pada malam hari pengemis
hidup dengan terpaksa menjadi mudah di jumpai di sekitar tempat-tempat

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 2


makan dan tempat keramaian lainnya. depan umum dan di tempat umum di
Gelandangan dan pengemis ini jalan raya, jalur hijau, persimpangan
melakukan aksinya dengan berbagai cara, lampu merah dan jembatan
mulai dari mengamen dengan penyeberang.
menggunakan alat musik seadanya, 2. Dilarang bagi setiap orang memberikan
membersihkan kaca mobil yang berhenti, sumbangan dalam bentuk uang atau
sampai berpura-pura cacat. Terlebih lagi barang kepada gelandangan dan
yang membuat keresahan yaitu meminta- pengemis di jalan raya, jalur hijau,
minta dengan cara memaksa, ada dengan persimpangan lampu merah dan
cara memukul kendaraan yang berhenti, jembatan penyebrangan atau di tempat-
ada juga yang menggoreskan kenderaan. tempat umum.
Selain itu bagi pengusaha rumah makan 3. Dilarang bergelandangan tanpa
dan restoran juga merasa terganggu pencaharian ditempat umum dijalan
dengan aktivitas gelandang dan pengemis, raya, jalur hijau, persimpangan lampu
sebab gelandangan dan pengemis yang merah dan jembatan penyebarangan.
diduga punya komunitas sendiri ini Jika ketentuan tersebut dilanggar
dengan lantang memasuki restoran dan maka akan dikenakan sanksi yang
rumah makan seenaknya, meski dilarang tercantum pada Bab XII dalam ketentuan
oleh pihak pengelola tetap saja mereka pidana Pasal 29 yang berbunyi:
bersikeras untuk masuk. 1. Barang siapa melanggar ketentuan
Fenomena gelandangan dan sebagaimana dimaksud pasal 3 dan
pengemis (gepeng) dan anak jalanan pasal 4 dalam Peraturan Daerah ini
menjadi persoalan yang sangat mencoreng diancam dengan pidana kurungan
wajah berbagai kota besar di Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
termasuk Pekanbaru. Melihat kondisi saat paling banyak Rp. 50.000.000,00
ini, gepeng telah banyak menggunakan (Lima Puluh Juta Rupiah).
beragam modus demi untuk mendapatkan 2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud
uluran tangan masyarakat disekelilingnya. pada ayat (1) pasal ini adalah
Mulai dari meminta-minta mengulurkan Pelanggaran.
tangan bahkan mereka berani mengatas Dengan adanya peraturan daerah
namakan sebuah mushola, pesantren dan tersebut maka diharapkan kepada setiap
sebagainya untuk kepentingan mereka. masyarakat untuk tidak memberikan
Padahal jika ditanya, mereka sendiri tidak sumbangan kepada gelandang dan
mengetahui dimana pesantren dan pengemis dalam bentuk uang maupun
mushola yang dimaksud. Bahkan lebih barang, namun pada kenyataannya masih
parahnya lagi mereka minta dengan banyak masyarakat yang memberikan
paksaan. sumbangan kepada gelandang dan
Dalam penanggulangan gelandang pengemis. Alhasil mereka menjadi
dan pengemis ini juga di perlukan campur ³PDQMD´ NDUHQD GHQJDQ EHODV NDVLK GDUL
tangan pemerintah kota Pekanbaru. Maka orang lain mereka mendapatkan uang
dari itu pemerintah kota Pekanbaru tanpa harus bekerja keras.
mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor Dari fenomena diatas dapat kita
12 Tahun 2008 Tentang Ketertiban lihat bahwa peraturan daerah tersebut
Sosial yang membahas tentang larangan dibuat untuk mewujudkan ketertiban
bergelandangan dan mengemis. Larangan sosial, maka dari itu pemerintah melarang
ini dijelaskan pada Bab III Pasal 3 yang setiap orang memberikan sumbangan
berbunyi: kepada gelandang dan pengemis dalam
1. Dilarang melakukan pengemisan di bentuk uang maupun barang. Namun

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 3


fenomena ini harus diperhatikan lagi, ilmiah dalam rangka pengembangan
karena hal ini menimbulkan persepsi yang ilmu pelayanan publik sebagai bahan
tidak baik terhadap peraturan daerah informasi bagi penulis selanjutnya pada
khususnya larangan memberikan permasalahan yang sama dikemudian
sumbangan kepada gelandang dan hari.
pengemis yang tertuang dalam Pasal 3 2. Secara praktis, sebagai bahan informasi
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 atau kontribusi pemikiran bagi
Tentang Ketertiban Sosial. pemerintah kota Pekanbaru.
Berdasarkan latar belakang yang
diuraikan diatas, serta gejala dan
Konsep Teori
permasalahan yang penulis temui
dilapangan, maka dari itu penulis tertarik
untuk menganalisanya dengan judul Persepsi pada hakikatnya adalah
³3(56(36, 0$6<$5$.$7 3$'$ proses kognitif yang dialami oleh setiap
IMPLEMENTASI PERDA NOMOR 12 orang didalam memahami informasi
TAHUN 2008 BAB III PASAL 3 tentang lingkungannya, baik lewat
TENTANG KETERTIBAN SOSIAL penglihatan, pendengaran, penghayatan,
(STUDI KASUS PEMBERIAN perasaan, dan penciuman. Kunci untuk
680%$1*$1 ´ memahami persepsi adalah terletak pada
Berdasarkan dari uraian di atas, pengenalan bahwa persepsi itu merupakan
maka penulis merumuskan masalah suatu penafsiran yang unik terhadap
sebagai berikut: situasi, dan bukannya suatu pencatatan
1. Bagaimana persepsi masyarakat pada yang benar terhadap situasi Miftah
implementasi perda Nomor 12 Tahun Thoha (2002:123).
2008 Bab III Pasal 3 Tentang Persepsi (perception) merupakan
Ketertiban Sosial (studi kasus tahap paling awal dari serangkaian
pemberian sumbangan)? pemproses informasi. Persepsi adalah
2. Faktor-faktor apa saja yang suatu proses penggunaan pengetahuan
mempengaruhi persepsi masyarakat yang telah dimiliki oleh seseorang untuk
pada implementasi Perda Nomor 12 mendeteksi atau memperoleh dan
Tahun 2008 Bab III Pasal 3 Tentang memproses rangsangan yang diperoleh
Ketertiban Sosial (studi kasus oleh alat indera seperti mata, telinga dan
pemberian sumbangan)? hidung. Persepsi dapat dikatakan sebagai
Ada pun tujuan dari penelitian ini suatu proses menafsirkan informasi yang
yaitu: telah diperoleh dari sistem alat indera
1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat manusia, Suharnan (2005:23). Persepsi
pada implementasi Perda Nomor 12 juga merupakan proses pengorganisasian
Tahun 2008 Bab III Pasal 3 Tentang dan penginterpretasian terhadap stimulus
Ketertiban Social. oleh organisme atau individu sehingga
2. Untuk mengetahui dan menganalisa didapat sesuatu yang berarti dan
faktor-faktor yang mempengaruhi merupakan aktivitas yang terintegrasi
persepsi masyarakat pada implementasi dalam diri individu Goldstein (2011:48).
Perda Nomor 12 Tahun 2008 Bab III Jadi, persepsi merupakan suatu
Pasal 3 Tentang Ketertiban Sosial. proses bagaimana seseorang menyeleksi,
Adapun manfaat dari penelitian mengatur dan menginterpretasikan
ini yaitu: masukan-masukan informasi dan
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian pengalaman-pengalaman yang ada dan
ini dapat memberikan masukan secara kemudian menafsirkannya untuk

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 4


menciptakan keseluruhan gambaran yang kepada stimulus yang diterimanya.
berarti. Terdapat suatu kesamaan pendapat Proses interpretasi tersebut bergantung
bahwa persepsi merupakan suatu proses pada cara pendalaman, motivasi, dan
yang dimulai dari penglihatan hingga kepribadian seseorang.
terbentuk tanggapan yang terjadi dalam d. Umpan balik (feedback)
diri individu sehingga individu sadar akan Subproses terakhir adalah umpan balik
segala sesuatu dalam lingkungannya (feedback). Subproses ini dapat
melalui indera-indera yang dimilikinya. mempengaruhi persepsi seseorang.
Apruebo (2005:33) Sebagai contoh, seorang karyawan
mengemukakan bentuk-bentuk persepsi yang melaporkan hasil kerjanya kepada
yaitu: (1) persepsi visual; (2) persepsi atasannya, kemudian mendapat umpan
auditori; (3) persepsi peraba; (4) persepsi balik dengan melihat raut muka
penciuman; dan (5) persepsi pengecapan. atasannya, kedua alisnya naik keatas,
Anderson (2010:71) bibirnya mengaup rapat, matanya tidak
mengemukakan beberapa hal untuk dapat berkedip, dan terdengar suaranya
menyebabkan terjadinya persepsi yaitu: bergumam seperti mau ditelan sendiri.
(1) adanya suatu objek yang akan Feedback semacam ini membentuk
dipersepsi; (2) adanya perhatian persepsi tersendiri bagi karyawan. Bagi
(attention), (3) adanya alat indera atasan tersebut barangkali heran bahwa
(reseptor). bawahannya mampu melaksanakan
Menurut Miftah Thoha tugasnya dengan baik, dan diam-diam
(2003:145), proses terbentuknya persepsi memujinya. Tetapi persepsi karyawan
didasari pada beberapa tahapan, yaitu: dia berbuat salah, tidak membawa
a. Stimulus kepuasan bagi atasannya.
Subproses pertama yang dianggap Menurut Miftah Thoha
penting ialah stimulus, atau stimulasi (2003:154), faktor-faktor yang
yang hadir. Mula terjadinya persepsi mempengaruhi persepsi seseorang adalah
diawali ketika seseorang dihadapkan sebagai berikut:
dengan suatu situasi atau suatu 1. Faktor internal: perasaan, sikap dan
stimulus. Situasi yang dihadapi itu kepribadian individu, prasangka,
mungkin bisa berupa stimulus keinginan atau harapan, perhatian
penginderaan dekat dan langsung atau (fokus), proses belajar, keadaan fisik,
berupa bentuk lingkungan sosiokultur gangguan kejiwaan, nilai dan
dan fisik menyeluruh. kebutuhan juga minat, dan motivasi.
b. Register 2. Faktor eksternal: latar belakang
Dalam proses registrasi, suatu gejala keluarga, informasi yang diperoleh,
yang nampak adalah mekanisme fisik pengetahuan dan kebutuhan sekitar,
yang berupa penginderaan dan syarat intensitas, ukuran, keberlawanan,
seseorang berpengaruh melalui alat pengulangan gerak, hal-hal baru dan
indera yang dimilikinya. Seseorang familiar atau ketidak asingan suatu
dapat mendengarkan atau melihat objek.
informasi yang terkirim kepadanya,
kemudian mendaftar semua informasi
Metode Penelitian
yang terkirim kepadanya tersebut.
c. Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek Jenis penelitian yang digunakan
kognitif dari persepsi yang sangat adalah deskriptif kualitatif yaitu
penting yaitu proses memberikan arti pendekatan yang bermaksud untuk

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 5


menggambarkan fenomena yang sebenar- payah diturunkan dari kerangka teoritis
benarnya terjadi di lapangan dan tentang dan kerangka berfikir secara deduktif,
apa yang dialami oleh subjek penelitian. maka untuk menguji bahwa hipotesis tadi
Penelitian ini dilaksanakan di diterima atau ditolak perlu dibuktikan
Dinas Sosial dan Pemakaman Kota kebenarannya dengan data-data yang
Pekanbaru, dan wawancara langsung disebut teknik pengumpulan data. Teknik
terhadap masyarakat yang berkaitan pengumpulan data yang dilakukan dalam
dengan pemberian sumbangan kepada penelitian ini adalah :
gelandangan dan pengemis. 1. Wawancara, yaitu teknik ini dilakukan
Informan dalam penelitian ini dengan cara melakukan tanya jawab
ditentukan dengan metode snowball secara langsung terhadap informan
sampling atau bola salju, yaitu suatu untuk mendapatkan informasi yang ada
teknik penentuan sampel yang mula-mula hubunganya dengan penelitian ini.
jumlah kecil kemudian membesar. Dalam 2. Observasi, yaitu mengadakan
penentuan informan peneliti mencari pengamatan langsung ke obyek
orang lain yang dipandang lebih tahu dan penelitian guna mendapatkan informasi
melengkapi data yang diberikan oleh yang ada hubungannya dengan
orang sebelumnya, Sugiyono (2006:97). penelitian ini.
a. Kepala Dinas Sosial dan Pemakaman 3. Dokumentasi, metode dokumentasi
Kota Pekanbaru, dan dalam hal ini berarti cara
b. Masyarakat Kota Pekanbaru. mengumpulkan data dengan mencatat
Jenis data dan sumber data yang data yang sudah ada didalam dokumen
digunakan dalam penelitian ini adalah data atau arsip.
primer dan data sekunder. Analisis data merupakan aktifitas
a. Data Primer penalaran dan pengamatan lebih luas
Data primer merupakan data yang di mengenai gejala-gejala dan informasi dari
dapat secara langsung dari lokasi hasil penelitian data-data yang didapat dan
penelitian melalui teknik observasi dan dikumpulkan kemudian diklasifikasikan
wawancara terhadap responden atau menurut jenisnya lalu seterusnya peneliti
narasumber secara langsung di lokasi menganalisa data menggunakan deskriptif
penelitian. Adapun yang termasuk kualitatif yaitu berusaha menggambarkan
dalam data primer adalah: karakteristik data yang ada dari berbagai sumber dan
responden yang meliputi nama, umur, menghubungkannya dengan fenomena-
jenis kelamin, kota asal, dan fenomena sosial serta menulusuri segala
pendidikan. fakta yang berhubungan dengan
b. Data Sekunder permasalahan yang ditemukan dilapangan
Data sekunder merupakan data mengenai Persepsi Masyarakat Pada
pendukung hasil penelitian sesuai Implementasi Perda Nomor 12 Tahun
dengan tujuan penelitian, dan data- data 2008 BAB III Pasal 3 Tentang Ketertiban
ini meliputi: Letak dan keadaan lokasi Sosial (Studi Kasus Pemberian
penelitian, data jumlah gelandang dan Sumbangan). Dengan cara ini diharapkan
pengemis, hasil dokumentasi, buku- pengkajian masalah dapat berlangsung
buku penting, media massa dan data- secara terperinci dalam bentuk tulisan atau
data penting lainnya. tanpa menggunakan teknik perhitungan
Metode ilmiah pada hakikatnya statistik.
ialah penggabungan antara berfikir secara
deduktif dan induktif. Jika pengujian
perumusan hipotesis tadi dengan susah

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 6


HASIL PENELITIAN DAN kebiasaan orang yang meminta-
PEMBAHASAN meminta tanpa mau berusaha
mencari pekerjaan yang lebih
layak untuk dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian dan
Tetapi dalam
pembahasan yang telah diuraikan
pelaksanaannya masih ada juga
sebelumnya bahwasanya Persepsi
masyarakat yang memberikan
Masyarakat Kota Pekanbaru Mengenai
sumbangan kepada gelandangan
Perda Nomor 12 Tahun 2008 Bab III
dan pengemis dengan berbagai
Pasal 3 dapat dibentuk melalui beberapa
alasan seperti kasihan,
subproses sebagai beriku:
menganggap sebagai sedekah dan
1. Stimulus/rangsangan
lain sebagainya.
Stimulasi yang dimaksud
2. Sanksi pidana
dalam penelitian ini adalah keterlibatan
Sanksi pidana adalah
responden atau informan untuk
sebab akibat, sebab adalah
berpartisipasi dalam Peraturan Daerah
kasusnya dan akibat adalah
Nomor 12 Tahun 2008 khususnya pada
hukumannya, orang yang terkena
larangan memberikan sumbangan
akibat akan memperoleh sanksi
tersebut. Sedangkan stimulus tidak
baik masuk penjara ataupun
langsung adalah responden atau
terkena hukuman lain dari pihak
informan mengetahui larangan dan
berwajib. Sanksi pidana dalam
sanksi dalam Peraturan Daerah Nomor
penelitian ini dijelaskan dalam
12 Tahun 2008 ini melalui informasi
Peraturan Daerah Nomor 12
sekunder seperti media cetak,
Tahun 2008 pada Bab XII Pasal
elektronik ataupun dari orang lain.
29.
a. Langsung
Menurut hasil
Dalam hal ini yang
wawancara peneliti dengan
dipertanyakan kepada informan
informan terlihat jelas bahwa
adalah keterlibatan informan untuk
masyarakat mengabaikan
berpartisipasi dalam Peraturan
peraturan daerah beserta
Daerah Nomor 12 Tahun 2008
sanksinya. Menurut informan
khususnya pada larangan
peraturan tersebut hanya tertulis
memberikan sumbangan tersebut,
tetapi tidak dilaksanakan dengan
baik larangan maupun sanksi pidana
baik, hal ini membuat masyarakat
yang terdapat dalam perda tersebut.
tidak takut untuk memberikan
1. Larangan
sumbangan meskipun dikenakan
Larangan adalah suatu
sanksi berupa denda 50 juta
perintah dari seseorang atau
rupiah dan 3 bulan kurungan
kelompok untuk mencegah kita
penjara.
melakukan suatu tindakan. Saat
peneliti melakukan wawancara
b. Tidak Langsung
dengan informan, untuk
Pada stimulus/rangsangan
peraturan daerah yang melarang
tidak langsung, masalah yang
memberikan sumbangan kepada
dipertanyakan kepada masyarakat
gelandang dan pengemis adalah
adalah mengenai sosialisasi
suatu kebijakan positif yang telah
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun
dibuat pemerintah kota
2008 yang diberikan pemerintah
Pekanbaru. Karena peraturan ini
terhadap masyarakat kota
berguna untuk menghilangkan

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 7


Pekanbaru. Sosialisasi merupakan cara ini dilakukan selama 3 bulan
penyampaian pesan yang dilakukan sekali setiap bulannya.
oleh seseorang kepada orang lain 2. Registrasi
baik berupa langsung yaitu tatap Dalam masa registrasi suatu
muka dengan mengumpulkan orang- gejala yang nampak ialah mekanisme
orang disuatu tempat maupun secara fisik yang berupa penginderaan dan
tidak langsung yaitu melalui media syaraf seseorang terpengaruh,
seperti televisi, radio, spanduk dan kemampuan fisik untuk mendengar dan
lain sebagainya dengan tujuan agar melihat akan mempengaruhi persepsi.
penerima informasi dapat mencerna Dalam hal ini seseorang mendengar
dan memahami maksud penyampai atau melihat informasi terkirim
informasi hingga akhirnya si kepadanya. Mulailah ia mendaftar
penerima memberikan timbal balik semua informasi yang terdengar atau
dari informasi yang ia terima. Saat terlihat kepadanya. Registrasi dalam
peneliti melakukan wawancara penelitian ini adalah kemampuan
kepada informan penelitian informan dalam melihat pelaksanaan
mengenai sosialisasi yang dilakukan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun
pemerintah. 2008 khususnya Bab III Pasal 3. Selain
Menurut informan yang itu, kemampuan informan dalam
peneliti wawancarai, untuk larangan mencerna informasi yang ia peroleh
memberikan sumbangan kepada mengenai pelaksanaan dalam peraturan
gelandang dan pengemis amat daerah tersebut.
sangat jarang didengar, bahkan ada Masih banyak masyarakat
yang tidak tahu sama sekali apa isi yang mengeluhkan pelaksanaan
dari Perda Nomor 12 Tahun 2008 peraturan daerah tersebut, hal ini dapat
ini. Hal ini disebabkan kurangnya dilihat dari pengamatan masyarakat
sosialisasi terhadap peraturan daerah secara langsung dilapangan mengenai
tersebut, sehingga kebanyakan pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor
masyarakat Pekanbaru tidak 12 Tahun 2008 yang dalam hal ini
mengetahui dengan jelas apa itu dinilai adalah tindakan pemerintah
peraturan daerah, khususnya dalam melakukan penertiban terhadap
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun gelandangan dan pengemis di kota
2008 Tentang Ketertiban Sosial. Pekanbaru ini.
Berdasarkan hasil 3. Interpretasi
wawancara dengan bapak Langgeng Setelah terdaftarnya semua
Widodo masih ditemukannya informasi yang sampai kepada
perbedaan. Menurut informan, seseorang, subproses berikutnya yang
bahwa sosialisasi rutin dilakukan bekerja ialah interpretasi. Interpretasi
setiap tahunnya bahkan dengan merupakan suatu aspek kognitif dari
berbagai cara. Cara pertama dengan persepsi yang amat penting. Proses
pengeras suara yang digunakan pada interpretasi ini tergantung pada cara
mobil dinas, dan selanjutnya pendalaman (learning), motivasi, dan
dilakukan pemantauan sambil kepribadian seseorang akan berbeda
berkeliling di kota Pekanbaru. Cara dengan orang lain. Oleh karena itu,
kedua lewat radio, cara ini interpretasi terhadap suatu informasi
dilakukan selama empat bulan sekali yang sama, akan berbeda antara satu
setiap tahunnya. Dan cara terakhir orang dengan orang lainnya, dan itulah
melalui media telivisi yaitu RTV, sebabnya mengapa interpretasi

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 8


merupakan subproses yang penting. diambil dari dinas terkait mengenai
Interpretasi yang dimaksud dalam persepsi masyarakat pada implementasi
penelitian ini adalah pengetahuan dan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun
pedalaman informan mengenai arti 2008 khususnya Bab III Pasal 3 tentang
pentingnya suatu Peraturan Daerah Ketertiban Sosial.
Nomor 12 Tahun 2008 khususnya Bab Kebijakan pemerintah kota
III Pasal 3. Pekanbaru yang melarang masyarakat
Peraturan daerah (perda) memberi uang kepada gelandangan di
adalah peraturan perundang-undangan jalan belum dapat dilaksanakan
yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan sepenuhnya karena sampai sekarang
Rakyat Daerah dengan persetujuan sebagian masyarakat masih ada yang
bersama kepala daerah (gubernur atau memberikan kepada gelandangan
bupati/walikota). Dalam hal ini dijalan. Adanya pernyataan yang
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun melarang kebijakan masyarakat untuk
2008 dibentuk oleh pemerintah kota tidak memberi uang kepada
Pekanbaru, gunanya untuk gelandangan di jalan dilatar belakangi
mewujudkan ketertiban sosial yang karena adanya anggapan dari pihak
sekarang ini menjadi masalah yang pemerintah kota Pekanbaru bahwa
belum dapat penyelesaian dari memberi mereka uang sangat tidak
pemerintah kota Pekanbaru yaitu mendidik. Dan berdasarkan
gelandang dan pengemis. pengamatan dijalan, penulis juga
Sebagian besar masyarakat melihat bahwa masyarakat masih saja
tahu arti pentingnya suatu peraturan banyak yang memberi uang kepada
daerah dalam penelitian ini yaitu gelandangan di jalan, dengan alasan
mengenai larangan memberikan mereka merasa kasihan dengan
sumbangan kepada gelandangan dan gelandangan yang sedang meminta-
pengemis yang tertuang dalam Perda minta di jalan.
Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Dalam penelitian terungkap
Ketertiban Sosial Bab III Pasal 3. bahwa tidak semua kebijakan
Namun pada kenyataannya mereka pemerintah kota Pekanbaru tentang
yang mengetahui pentingnya peraturan gelandangan belum dapat di
daerah tetapi tidak mau berpartisipasi implementasikan, baik oleh pemerintah
melaksanakan peraturan tersebut. kota Pekanbaru maupun oleh
4. Umpan Balik (Feed Back) masyarakat. Ada kebijakan yang dapat
Subproses terakhir adalah dilaksanakan dan ada pula kebijakan
umpan balik (feed back). Subproses ini yang belum atau tidak dapat
dapat mempengaruhi persepsi dilaksanakan. Disisi lain, kebijakan ini
seseorang. Umpan balik (feed back), seolah-olah merupakan sebuah
mengklarifikasikan dari suatu peristiwa arogansi dari pemegang kekuasaan
yang dilihat, didengar atau dialami yang bisa mengeluarkan statment
secara langsung. Umpan balik yang larangan-larangan tertentu dan dirasa
dimaksud dalam penelitian ini adalah merugikan salah satu pihak yaitu
reaksi informan selaku masyarakat dari gelandangan, karena itulah peneliti
hasil pengamatannya baik langsung berpendapat bahwa kebijakan ini belum
maupun tidak langsung mengenai dapat diimplementasikan sesuai dengan
larangan memberikan sumbangan harapan.
dalam Peraturan Daerah Nomor 12 Ada beberapa faktor yang
Tahun 2008 dan kesimpulan yang mempengaruhi pengembangan persepsi

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 9


seseorang menurut Thoha adalah sebagai daerah karena ada yang diharapkan dari
berikut: peraturan daerah tersebut.
1. Faktor internal. 2. Faktor Eksternal
Faktor internal dalam Faktor Eksternal dalam
penelitan ini adalah segala sesuatu penelitian ini adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi dari dalam diri yang mempengaruhi dari luar
individu itu sendiri, baik itu perasaan, kepribadian individu itu sendiri,
sikap dan kepribadian individu, misalnya latar belakang keluarga,
prasangka, keinginan atau harapan, informasi yang diperoleh, pengetahuan
perhatian (fokus), proses belajar, dan kebutuhan sekitar, intensitas,
keadaan fisik, gangguan kejiwaan, ukuran, keberlawanan, pengulangan
minat, dan motivasi. Persepsi seseorang gerak, hal-hal baru dan familiar atau
mengenai segala sesuatu didunia ini ketidak asingan suatu objek.
sangat dipengaruhi oleh keadaan Selain faktor pemahaman
psikologi. (learning) dan motivasi seperti yang
Faktor psikologi merupakan telah penulis sajikan diatas, salah satu
faktor yang membentuk persepsi faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang dari dalam diri seseorang seseorang yang merupakan bagian dari
tersebut yang kemudian akan faktor eksternal adalah mengenai
membentuk adanya perhatian kepada masalah sosialisasi pemerintah. Dalam
suatu objek sehingga menimbulkan hal ini, sosialisasi juga mempengaruhi
adanya persepsi yang didasarkan pada pemahaman seseorang untuk
kekomplekan kejiwaan atau psikologi membentuk suatu persepsi melalui
seseorang, kekomplekan kejiwaan ini informasi yang diperoleh.
selaras dengan proses pemahaman Sosialisasi seharusnya menjadi
(learning) dan motivasi yang dimiliki kunci dari masalah pemahaman
oleh masing masing individu. Setiap masyarakat terhadap peraturan daerah.
individu mempunyai cara pandang karena kurangnya sosialisasi yang
yang berbeda dengan individu lain diberikan pemerintah, kebanyakan
mengenai segala macam sesuatu yang masyarakat tidak mengetahui apa itu
mereka amati. Perbedaan pemahaman peraturan daerah dan apa pentingnya
tersebut akan menghasilkan perbedaan peraturan daerah menjadi masalah
persepsi juga diantara individu lainnya. dalam persepsi.
Seperti halnya pada masalah Faktor psikologi atau faktor
larangan pemberian sumbangan kepada dari dalam diri individu yang
gelandang dan pengemis, setiap menyangkut masalah kejiwaan seperti
individu memiliki pemahaman pemahaman (learning), motivasi dan
tersendiri saat seseorang menyebutkan sosialisasi sangat mempengaruhi
larangan memberikan sumbangan. Bagi persepsi masyarakat mengenai larangan
mereka yang memiliki pengetahuan pemberian sumbangan dalam Peraturan
mengenai fungsi peraturan daerah, Daerah Nomor 12 Tahun 2008
maka mereka akan senang hati ikut khususnya Bab III Pasal 3.
berpartisipasi dalam menjalankan Namun meskipun begitu, bagi
peraturan yang dibuat pemerintah tanpa gelandang dan pengemis larangan yang
adanya paksaan dari orang lain. Mereka terdapat dalam peraturan daerah
akan termotivasi untuk berpartisipasi tersebut tidak begitu penting. Karena
dalam penyelanggaraan peraturan dengan adanya peraturan daerah itupun
mereka juga tetap dapat penghasilan

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 10


yang lumayan dari hasil meminta-minta penyelenggaraan peraturan daerah
kepada masyarakat. tersebut. Dan yang terakhir adalah
umpan bailk, yaitu mengenai reaksi
masyarakat yang tidak ikut serta
PENUTUP berpartisipasi dalam
penyelenggaraan peraturan daerah.
Dalam hal ini pemerintah
Berdasarkan penelitian yang
mengklarifikasikan bahwa
penulis lakukan mengenai Persepsi
masyarakat memberikan sumbangan
Masyarakat pada Implementasi Perda
kepada gelandangan dan pengemis
Nomor 12 Tahun 2008 Bab III Pasal 3
tersebut karena kasihan atau ingin
Tentang Ketertiban Sosial (Studi Kasus
bersedekah. Hal tersebut terbukti
Pemberian Sumbangan), maka kesimpulan
dari banyaknya masyarakat yang
mengenai masalah penelitian tersebut
tetap memberikan sumbangan
beserta saran-saran sehubungan dengan
kepada gelandang dan pengemis
permasalahan yang telah penulis
sehingga membuat para
kemukakan adalah sebagai berikut:
gelandangan nyaman berada dikota
a. Kesimpulan
pekanbaru.
1. Persepsi masyarakat tentang
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemberian sumbangan kepada
yang mempengaruhi persepsi
gelandang dan pengemis tidak baik.
masyarakat pada implementasi
Hal tersebut dapat dilihat dari empat
Perda Nomor 12 Tahun 2008 Bab
subproses yang membentuk persepsi
III Pasal 3 Tentang Ketertiban
seseorang menurit Thoha yaitu
Sosial (Studi Kasus Pemberian
yang pertama adalah Stimulus,
Sumbangan) ada dua. Pertama yaitu
Stimulus adalah situasi dialami oleh
faktor internal, dalam hal ini adalah
oleh masyarakat baik secara
masalah psikologi seseorang
langsung maupun tidak langsung
mengenai persepsi. Berdasarkan
sehingga mempengaruhi persepsi
hasil penelitian, terlihat bahwa
mereka tentang pemberian
faktor psikologi atau kejiwaan
sumbangan kepada gelandang dan
seseorang yaitu mengenai
pengemis. Dalam hal ini situasi
pemahaman (learning) dan motivasi
mengenai partisipasi masyarakat
akan mempengaruhi persepsi
terhadap Peraturan Daerah Nomor
seseorang terhadap suatu objek yaitu
12 Tahun 2008 baik larangan
dalam penelitian ini adalah
maupun sanksi yang ada dalam
pemberian sumbangan kepada
peraturan daerah. Yang kedua
gelandang dan pengemis. Faktor
adalah registrasi, dalam hal ini
kedua adalah faktor eksternal, salah
masih banyak masyarakat yang
satu faktor yang mempengaruhi
mengeluhkan masalah pelaksanaan
persepsi seseorang yang merupakan
yang tidak rutin dilakukan
bagian dari faktor eksternal adalah
pemerintah terhadap penertiban
mengenai masalah sosialisasi
gelandang dan pengemis. Yang
pemerintah. Dalam hal ini,
ketiga adalah interpretasi, yaitu
sosialisasi juga mempengaruhi
mengenai kurangnya pemahaman
pemahaman seseorang untuk
masyarakat mengenai arti
membentuk suatu persepsi melalui
pentingnya suatu peraturan daerah
informasi yang diperoleh.
membuat minat masyarakat kurang
dalam berpartisipasi

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 11


b. Saran Sugiyono. 2006. Metode Penelitian
Dari kesimpulan yang telah Administrasi. Alfabeta. Bandung.
penulis kemukakan diatas, maka penulis
dapat memberikan saran yaitu sebagai
Suharnan, M.S (2005). Psikologi Kognitif.
beriku:
Srikandi. Surabaya.
1. Setidaknya pemerintah khususnya
Dinas Sosial dan Pemakaman Kota
Pekanbaru mensosialisasikan Thoha, M. 2003. Perilaku Organisasi
dengan sungguh-sungguh mengenai Konsep Dasar dan Aplikasinya.
larangan memberikan sumbangan PT. Raja Grafindo Persada.
kepada gelandangan dan pengemis Jakarta.
kepada masyarakat. Karna apabila
masyarakat mengerti makasud dari
Peraturan Perundang-undangan:
peraturan daerah tersebut, maka
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008
gelandang dan pengemis tidak akan
Bab III Pasal 3 Tentang
mau berkeliaran atau meminta-minta
Ketertiban Sosial.
di persimpangan jalan ataupun
tempat keramaian lainnya.
2. Agar masyarakat taat pada peraturan
daerah nomor 12 tahun 2008
tersebut, maka pelaksanaannya perlu
dikerjakan dengan serius. Dan bagi
masyarakat yang memberikan
sumbangan kepada gelandang dan
pengemis ditindak sesuai ketentuan
pidana didalam peraturan daerah
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J.R. 2010. Cognitive


Psychology and Its Implications.
Worth Publisher. USA.

Apruebo, R.A. 2005. Psychology. UST


Publishing House. Manila.

Goldstein, E.B. 2010. Cognitive


Psychology Connecting Mind,
Research and Everyday
Experience with Coglab Manual,
3rd Edition. Wadsworth. USA.

JOM FISIP Vol. 3 No. 2 ± Oktober 2016 Page 12

You might also like