You are on page 1of 9

FACTORS RELATED TO THE NUTRITIONAL STATUS OF UNFER FIVES IN THE

WORKING AREA OF PUSTU LOKEA EAST FLORES REGENCY

Maria Susanti Herin1), Anna Henny Talahatu2), Daniela L. A. Boeky3)


1,2,3)
Public Health Science Program, Public Health Faculty, Nusa Cendana University;
Santiherin.06@gmail.com, Annatalahatu80@gmail.com,daniela.boeky@staf.undana.ac.id

ABSTRACT
Mother's milk (ASI) is the best nourishment for infants matured 0–6 months. Malnutrition in under-
fives will greatly affect their growth and development. The problem of undernutrition is caused by
several factors such as economic limitations, food consumption, infectious diseases, poor
environment and maternal education factors that will affect the mother’s knowledge and parenting
patterns in children. Pustu Lokea is one of the Pustu that provides primary health services within the
scope of the working area of the Oka Puskesmas. This study aims to analyze the factors associated
with the nutritional status of under-five children in the working area of Pustu Lokea, east Flores
district. Regency—a type of quantitative research with a cross-sectional study approach. The sample
in this study amounted to 68 from the total population sampling. Data analysis used univariate and
bivariate analysis with the chi-square test. The results of the analysis showed that there was a
relationship between the pattern of giving MP-ASI (BB/U p = 0,000, BB/PB p = 0,000), the mother's
knowledge (BB/U p = 0,000, BB/PB p = 0,002), infectious diseases (BB/U p = 0,000, BB/PB p =
0,023), while family income has no relationship (BB/U p = 0,926, BB/PB p = 0,663). Pustu and
Puskesmas are expected to increase activities at Posyandu with a focusing on counseling related to
the provision of good and correct MP-ASI, besides that they can carry out demonstrations on making
complementary foods to increase mother’s knowledge in preparing food with a variety of food
sourced from local food ingredients.
Keywords : Complementary Feeding; Nutritional Status.

ABSTRAK
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi berusia 0-6 bulan. Kekurangan gizi pada
usia baduta akan sangat mempengaruhi masa pertumbuhan dan perkembangannya. Masalah gizi
kurang disebabkan oleh beberapa faktor seperti keterbatasan ekonomi, konsumsi makanan, penyakit
infeksi, lingkungan yang kurang baik serta faktor pendidikan ibu yang akan mempengaruhi
pengetahuan dan pola asuh pada anak. Pustu Lokea merupakan salah satu Pustu yang memberikan
pelayanan kesehatan secara primer dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas Oka. Tujuan dalam
penelitian ini ialah menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi baduta di wilayah
kerja Pustu Lokea, Kabupaten Flores Timur. Jenis peneitian kuantitatif dengan pendekatan studi cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 68 dari total populasi semua baduta usia 6-24 bulan.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simpel random sampling. Analisis data
mengunakan analisis univariat dan bivariat dengan uji chi-square. Hasil analisis menunjukan bahwa
ada hubungan antara pola pemberian MP-ASI (BB/U p=0,000, BB/PB p=0,000), pengetahuan ibu
(BB/U p=0,000, BB/PB p=0,002), penyakit infeksi (BB/U nilai p=0,000, BB/PB p=0,023) dengan
status gizi baduta sedangkan yang tidak ada hubungan adalah pendapatan keluarga (BB/U p=0,926,
BB/PB p=0,663). Pihak Pustu dan puskesmas diharapkan dapat meningkatan kegiatan di posyandu
dengan fokus memberikan pedoman mengenai penyelenggaraan MP-ASI yang tepat sasaran. Selain
itu, dapat melakukan demonstrasi pembuatan makanan tambahan untuk meningkatkan pengetahuan
ibu dalam penyediaan makanan dengan variasi pangan bersumber dari bahan dasar pangan lokal.
Kata Kunci : Makanan Pendamping ASI; Status Gizi.

PENDAHULUAN

Masalah gizi merupakan hal yang penting dan mendasar bagi kehidupan manusia, khusunya
bayi dan anak berusia 0-2 tahun. Pemberian variasi makanan yang tidak sesuai merupakan salah satu
faktor penyebab kesehatan yang buruk yang perlu ditangani secara serius. Kekurangan gizi dapat
menyebabkan masalah kesehatan seperti kesakitan, kematian, dan ketidakmampuan serta dapat
menurunkan kualitas sumber daya manusia dimana untuk jangkauan yang lebih luas kekurangan akan
makanan yang sehat dapat menjadi bahaya bagi kekuatan dan pertahanan suatu negara. Strategi yang
tepat menghadapi masalah gizi di Indonesia salah satunya dengan memperluas cakupan pemberian
makanan pendamping anak sesuai standar yang ditentukan. World Health Organization (WHO) dan
UNICEF mengatakan bahwa kesehatan yang buruk menjadi penyebab 50% lebih kematian anak dan
dua pertiganya disebabkan karena ketidaktepatan pengasuhan makan pada bayi dan anak. Indonesia
menduduki posisi kelima di dunia dalam hal gizi buruk atau sekitar 3,8% dari total 87 jumlah anak
nasional (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan Riskesdas (2018), diketahui bahwa tingkat kasus balita gizi kurang ekstrim umur
0-23 bulan di Indonesia sebesar 3,8%, sedangkan tingkat gizi kurang sbesar 11,4%. Studi Gizi
Indonesia (SSGI) tahun 2021 didapatkan jumlah kasus underweight dan sevrely underweight pada
balita ialah sebesar 17%, sedangkan berdasarkan informasi dari program elektronik Pencatatan dan
Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) melalui pemantauan gizi tahun 2021 didapatkan
baduta usia 0-23 bulan sangat kurus sebesar 1,2% dan berat badan kurang sebesar 5,2%. Provinsi
dengan persentase berat badan sangat kurang dan berat badan kurang tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur yaitu 2,3% berat badan sangat kurang dan 11,6% berat badan kurang (Profil Kesehatan
Indonesia, 2021).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur kasus gizi kurang pada balita
selama periode tahun 2015-2021 terus mengalami kenaikan dan penurunan kasus setiap tahunnya.
Capaian angka balita gizi kurang pada tahun 2015 sebesar 14,5%, tahun 2016 naik menjadi 16,9%,
2017 menurun menjadi 13,7%, terjadi peningkatan pada tahun 2018 sebesar 18,3%, 2019 kasus turun
di angka 17,1%, 2020 (16,9%), 2021 turun diangka 9,1%. Kasus gizi buruk di tahun 2017 dari 2,6%
menurun secara mendasar pada tahun 2018-2021. Berdasarkan hasil penimbangan balita di posyandu
pada tahun 2022 ditemukan sebanyak 76 kasus balita gizi buruk ditinjau dari berat badan menurut
tinggi badan yang dihitung dari sasaran balita yang terdaftar 19.002 balita (RKPD Kab.Flores Timur,
2021).
Berdasarkan data di Puskesmas Oka bulan januari tahun 2023 jumlah baduta usia 6-24 bulan
dengan berat badan sangat kurang 9 kasus, berat badan kurang 61 kasus, baduta gizi buruk sebanyak 5
kasus. Pustu Lokea merupakan salah satu Pustu yang memberikan pelayanan kesehatan secara primer
dalam cakupan wilayah kerja Puskesmas Oka, Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Wilayah
Kerja Pustu Lokea mencakup 5 kelurahan dengan 7 posyandu yaitu Kelurahan Sandominggo terdapat
2 posyandu, Kelurahan Balela 1 posyandu, Kelurahan Pohon Sirih 1 posyandu, Kelurahan Lohayong
1 posyandu, dan kelurahan Lokea 2 posyandu. Berdasarkan data yang diambil jumlah baduta berusia
6 bulan sampai 2 tahun sebanyak 82 orang dari total 293 balita berusia 6-59 bulan. Jumlah baduta
berat badan kurang sebanyak 24 orang dimana jumlah ini lebih banyak dibandingkan pustu lewolere
dan mokantarak. Kasus stunting di Pustu Lokea didapati sebanyak 11 orang (Data Pustu Lokea,
2022).
Penelitian ini usia yang diambil adalah 6-24 bulan karena pada usia tersebut dianggap sebagai
periode awal terjadinya kerawanan dalam pemenuhan zat gizi terutama dari MP-ASI. Hasil observasi
langsung dilapangan yang mendapati sebagian ibu dalam memberikan makanan tambahan masih
dengan cara yang kurang baik dimana jika pola makan tersebut dilakukan secara terus-menerus dapat
mempengaruhi gizi anak. Berdasarkan kesimpulan tersebut penulis tertarik untuk meneliti terkait
‘’Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Baduta di Wilayah Kerja Pustu Lokea,
Kabupaten Flores Timur”.

METODE
Metode penelitian survei analitik digunakan dalam penelitian ini dengan desain cross sectional
study. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi
baduta di wilayah kerja Pustu Lokea, Kabupaten Flores Timur. Populasi dalam penelitian ini ialah
seluruh baduta umur 6 – 24 bulan dalam wilayah kerja Pustu Lokea, Kecamatan Larantuka. Teknik
pengambilan sampel sangatlah penting dimana teknik yang digunakan pada penelitian ialah teknik
simple random sampling. Sampel penelitian berjumlah 68 orang. Analisis uji statistic Chi-square
digunakan untuk penelitian ini dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Penelitian ini sudah
mendapat kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Nusa Cendana dengan Nomor 2022455-KEPK.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Alisis Univariat
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pola Pemberian MP-ASI, Pengetahuan Ibu, Penyakit
Infeksi, Pendapatan Keluarga dan Status Gizi Baduta (BB/U,BB/PB)

Karakteristik Frekuensi (n=68) Proporsi (%)


Pola Pemberian MP-ASI
Sesuai 50 73,5
Tidak Sesuai 18 26,5
Pengetahuan Ibu
Kurang 18 26,5
Baik 50 73,5
Penyakit Infeksi
Ya 20 29,4
Tidak 48 70,6
Pendapatan Keluarga
Rp. 200.000-Rp. 500.000 7 10,3
Rp. 600.000- Rp. 1.000.000 21 30,9
Rp. 1.100.000- Rp. 1.500.000 9 13,2
Rp. 1.600.000- Rp. 1.800.000 6 8,8
Rp. 1.900.000-Rp.2.000.000 14 20,6
≥ Rp.2.000.000 11 16,7
Status Gizi
BB/U
Gizi Kurang 24 35,3
Gizi Baik 44 64,7
BB/PB
Kurus 16 64,7
Normal 52 76,5

Tabel 1 menunjukan bahwa paling banyak responden dengan pola pemberian MP-ASI yang
sesuai anjuran (73,5%), pengetahuan ibu baik (73,5%), baduta tidak menderita penyakit infeksi
(70,6%) pendapatan keluarga per bulan dikisaran Rp.600.000-1.000.000 (30,9%). Status gizi baduta
berdasarkan BB/U paling banyak dengan gizi baik (64,7%) dan paling banyak dengan status gizi
normal (76,5%) berdasarkan BB/PB.

2. Analisis Bivariat
Berdasarkan analisis bivariat terdapat hubungan antara pola pemberian MP-ASI, pengetahuan
ibu dan penyakit infeksi dengan status gizi baduta. Sementara itu tidak terdapat hubungan antara
pendapatan keluarga dengan status gizi baduta.
Tabel 2. Hubungan Pola Pemberian MP-ASI, Pengetahuan Ibu, Penyakit Infeksi, Pendapatan
Keluarga dengan Status Gizi Baduta (BB/U).
Gizi Kurang Gizi Baik OR
Variabel p-value
n % N % (95%CI)
Pola Pemberian MP-ASI
Sesuai 9 37,5 41 93,2 0,000 14.000
Tidak Sesuai 15 62,5 3 6,3 (3,779-51,863)
Pengetahuan Ibu
Baik 10 20,0 40 80,0 0,000 14.000
Kurang 14 77,8 4 22,2 (3,779-51,863)
Penyakit Infeksi
Ya 14 58,3 6 13,6 0,000 0,113
Tidak 10 41,7 38 86,4 (0,035-0,368
Pendapatan Keluarga
Rendah 15 62,5 28 63,6 0,926
Tinggi 9 37,5 16 36,4
Tabel 2 menunjukan bahwa pada pola pemberian MP-ASI yang tidak sesuai sebagian besar
baduta dengan gizi kurang sedangkan pada pola pemberian makanan pendamping sesuai anjuran
Sebagian besar baduta memiliki gizi baik. Pada kelompok ibu berpengetahuan kurang sebagian besar
baduta dengan gizi kurang sedangkan pada kelompok ibu berpengetahuan baik memiliki baduta
dengan gizi baik. Baduta dengan penyakit infeksi sebagian besar dengan gizi kurang dibandingkan
dengan baduta yang tidak mengalami penyakit. Tingkat pendapatan keluarga rendah dan tinggi
sebagian besar memiliki baduta dengan gizi baik. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pola pemberian MP-ASI, pengetahuan ibu, dan penyakit infeksi
dengan status gizi baduta (BB/U). Sedangkan tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga
dengan status gizi baduta (BB/U).
Tabel 3. Hubungan Pola Pemberian MP-ASI, Pengetahuan Ibu, Penyakit Infeksi, Pendapatan
Keluarga dengan Status Gizi Baduta (BB/PB)
Kurus Normal OR
Variabel p-value
n % N % (95%CI)
Pola Pemberian MP-ASI
Sesuai 6 37,5 43 82,7 0,000 0,126
Tidak Sesuai 10 62,5 9 17,3 (0,036-0,434)
Pengetahuan Ibu
Baik 7 43,8 43 82,7 0,002 1,630
Kurang 9 56,2 9 17,3 (1,480-1,552)
Penyakit Infeksi
Ya 9 52,9 12 23,5 0,023 3,656
Tidak 8 47,1 39 76,5 (1,156-11,563)
Pendapatan Keluarga
Rendah 10 58,8 33 64,7 0,663
Tinggi 7 41,2 18 35,3
Hasil tabulasi silang menunjukan bahwa pada pola pemberian makanan pendamping ASI yang
tidak sesuai paling banyak memiliki baduta dengan gizi kurus sedangkan pada pola pemberian MP-
ASI yang sesuai memiliki baduta dengan giizi normal. Ibu dengan pengetahuan kurang sebagian besar
memiliki baduta gizi kurus sedangkan ibu dengan pengetahuan yang baik cenderung memiliki baduta
dengan gizi normal. Baduta dengan penyakit infeksi sebagian besar status gizi kurus dibandingkan
baduta yang tidak mengalami sakit. Pada tingkat pendapatan keluarga rendah dan tinggi memiliki
baduta dengan status gizi normal. Hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan secara
signifikan diantara variabel pemberian makanan tambahan, pengetahuan ibu dan penyakit infeksi
dengan status gizi (BB/PB). Sedangkan pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan dengan status
gizi baduta (BB/PB).

1. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI


Hasil penelitian menurut BB/U dan BB/PB menunjukan bahwa ada hubungan variabel pola
pemberian MP-ASI dengan status gizi baduta. Makanan pendamping sesuai anjuran memberi
pengaruh besar pada keadaan gizi dan tumbuh kembang anak. Anak mulai membutuhkan makanan
selain ASI diawal usia 6 bulan karena pada usia tersebut terdapat kesenjangan nutrisi dan energi yang
perlu dipenuhi dengan makanan pendamping ASI. Tekstur makanan padat dan keras dapat membuat
ginjal dan pencernaan bekerja ekstra jika pemberian makan sebelum usia yang ditentukan. Usia 6 dan
8 bulan makanan pendamping diberikan dengan tekstur halus seperti bubur susu, bubur instan yang
terfortifikasi, buah pisang atau pepaya yang disaring halus. Usia 6 bulan pertama rata-rata ibu
memberikan bubur susu dan jika anak menolak ibu menggantikan dengan memberikan bubur instan.
Pemberian MP-ASI usia 9-11 bulan tekstur makanan mulai dinaikan tidak perlu dihaluskan lagi,
cukup dimasak sampai teksturnya lembut dan harus dipastikan semua bahan lembut agar mudah
dikunyah dan tidak membuat bayi tersedak. Bayi bisa dilatih dengan finger food atau makanan yang
dapat dipegang dengan jari dan dipastikan makanan yang diberikan dengan tekstur lembut atau mudah
ditelan oleh bayi. Usia 10 bulan memasuki 11 bulan ada ibu yang sudah memperkenalkan anak
dengan makanan keluarga tanpa perlu disaring lagi. Pada usia 1 tahun sampai usia 2 tahun anak sudah
diberikan jenis makanan keluarga. Dalam penelitian ini menu makanan yang diberikan sebagian besar
dalam 1 porsi makan ibu memberikan makanan dengan menu nasi, ikan atau telur dan sayur.
Pemberian daging tidak setiap hari diberikan kadang 1 minggu sekali atau 2-3 minggu sekali
diberikan. MP-ASI diberikan selain memperhatiikan berapa kali makanan diberi dalam sehari, jenis
serta porsi makan yang sesuai akan kebutuhan baduta di usianya, namun perlu juga diperhatikan
kandungan zat gizi pada makanan yang diberikan. MP-ASI yang diberikan harus mengandung
karbohidrat, protein dalam hal ini protein hewani yang paling dianjurkan, lemak, minerak dan zat
mikro lainya sehingga mencukupi kebutuhan zat gizi anak yang memberi dampak positif pada gizi
bayi. Penelitian ini mendapat dukungan oleh studi yang dilakukan Aisyah (2020) yang mengatkan
bahwasanya makanan pendamping ASI sesuai pola pemberian pada dengan porsi, tekstur dan
diberikan pertama kali diusia 6 bulan cenderung memiliki keadaan gizi baik, dibandingkan baduta
yang pemberian makan yang tidak tepat anjuran cenderung memiliki gizi kurang, buruk dan juga
obesitas pada bayi.
2. Pengetahuan Ibu
Hasil analisis uji statistik chi-square ditinjau dari Berat Badan berdasar Umur dan Berat Badan
berdasar PB menunjukan ada hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi baduta. Sikap dan
perilaku ibu dalam dalam memilah makanan harus didasari dengan pengetahuan yang baik karena
pada akhirnya memberi dampak pada kesehatan anak. Semakin banyak informasi gizi yang diperoleh
ibu, maka pola makan anak semakin baik. Ibu dengan pemahaman yang baik terkait nutrisi makanan
dapat memberikan makanan yang berkualitas untuk dikonsumsi. Menurut hasil penelitian dilapangan
oleh peneliti, mendapati baberapa anak dengan kondisi gizi kurang baik, hal ini disebabkan karena
minimnya pemahaman dan pengalaman ibu terkait pemberian makanan. Salah satu faktor
pengetahuan kurang tidak terlepas dari tingkat pendidikan dari ibu baduta. Pengetahuan dan
pendidikan erat kaitannya, dimana ibu dengan pendidikan tinggi akan semakin baik pengetahuan
dalam pemberian MP-ASI kepada anak. Tingkat pengetahuan seseorang baik maupun buruk tidak
hanya diperoleh dari jenjang pendidikan, karena pengetahuan bukan sekedar diperoleh dari bangku
sekolah saja tetapi bisa juga dari lingkungan sosial.
Hasil dari penelitian ini didukung dengan penelitian Afrinis (2021) bahwasanya “ada
keterkaitan erat pengetahuan ibu dengan status gizi anak dan didukung studi oleh Irma (2020)
mengatakan bahwa “adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan status gizi”.
3. Penyakit Infeksi
Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi baduta
baik menurut BB berdasar Umur dan BB berdasar PB. Infeksi virus memiliki keterkaitan yang erat
dengan terjadinya malnutrisi. Penyakit infeksi menurunkan kemampuan tubuh dalam memproses dan
mencerna makanan secara baik, sehingga membuat tubuh kehilangan nutrisi yang ditandai dengan
berkurangnya konsumsi makanan yang berdampak terhadap kondisi kesehatan anak menjadi kurang
baik. Anak yang gizinya tercukupi memiliki imun tubuh yang baik dalam melawan penyakit.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afrinis (2021) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan status gizi. Hal ini
sejalan dengan penelitian Marsud (2022) mengatakan adanya hubungan yang signifikan antara
penyakit infeksi dengan status gizi.
Observasi dilapangan ditemukan ada beberapa penyakit yang dialami oleh baduta diantaranya
malaria, diare, ISPA. Baduta sebagian ada yang mengalami beberapa gejala sakit yaitu demam, batuk
dan pilek. Baduta yang mengalami sakit biasanya lama sakit berkisar 2 sampai 3 hari paling cepat.
Dalam keadaan sakit baduta tidak memiliki nafsu makan sehingga porsi pemberian makan tidak
sesuai dengan porsi yang seharusnya, kadang 2 sampai 3 sendok sekali makan. Keadaan seperti ini
jika dalam jangka waktu lama pasti akan berdampak pada penurunan berat badan anak.
4. Pendapatan Keluarga
Hasil uji statistik menunjukan pendapatan keluarga tidak memiliki keterkaitan dengan status
gizi baduta baik menurut BB berdasar Umur dan BB berdasar PB. Penelitian ini sependapat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Afifah (2019) yang mengatakan bahwasannya tidak terdapat hubungan
yang berarti antara pendapatan dengan status gizi. Pendapatan tidak terlalu berpengaruhn secara
signifikan dalam pemenuhan makanan pendamping ASI. Tingkat sosial ekonomi tidak membatasi
seseorang untuk memperoleh informasi terkait makanan tambahan. Penelitian ini faktor sosial
ekonomi tidak digunakan secara eksplisit untuk mengukur daya beli individu terhadap MP-ASI.
Pendapatan erat kaitannya dengan ekonomi keluarga. Jika ekonomi keluarga baik, maka kemampuan
untuk membeli makanan juga semakin baik. Sebaliknya, jika perekonomian keluarga buruk maka
kemampuan beli makanan juga berkurang. Menurut peneliti pendapatan tidak membatasi seseorang
dalam mengakses makanan. Hasil observasi dilapangan ditemukan bahwa keluarga yang memiliki
penghasilan sangat rendah masih dapat memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga dengan
memanfaatkan apa yang dapat dikonsumsi dari hasil perkebunan. Selain itu, sumber makanan tinggi
protein yang berasal dari laut juga mudah diperoleh karena potensi hasil terbesar adalah dari laut. Jika
mendapat pendapatan lebih responden akan membeli daging, buah-buahan untuk dikonsumsi dalam
keluarga.

KESIMPULAN
Ada hubungan antara pola pemberian MP-ASI, pengetahuan ibu dan penyakit infeksi dengan
status gizi baduta, sedangkan pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan
status gizi baduta di wilayah kerja Pustu Lokea. Petugas kesehatan perlu meningkatkan kegiatan di
posyandu dengan fokus pada pendampingan ibu yang memiliki baduta untuk terus memantau
kesehatan anak di posyandu serta bisa bekerja sama dengan tenaga gizi puskesmas untuk melakukan
kegiatan demo masak agar dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi ibu-ibu dalam membuat
MP-ASI yang sehat dan bergizi di rumah.

REFERENSI

1. Afrinis, N., Indrawati, I., & Raudah, R. 2021. Hubungan. Pengetahuan. Ibu, Pola Makan dan
Penyakit. Infeksi Anak dengan Status. Gizi Anak Prasekolah. Aulad: Journal on Early
Childhood, 4(3), 144-150.
2. Alfiana, N. 2017. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dan Pola Pemberian Makanan
Pendamping ASI Dengan Status Gizi Anak (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang). http://repository.unimus.ac.id/403/
3. Anggarini, S., Yunita. 2020. Hubungan Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi Dengan
Berat Badan Bayi Usia 6-12 Bulan Di Kelurahan Wonorejo Kabupaten
Karanganyar. Pacentum: Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya, 8(1), 48-66.
4. Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta
5. Ernawati, E., & Prabandari, F. H. 2018. Hubungan Pola Konsumsi Balita Dengan Status Gizi
Balita Usia 1 Sampai Dengan 3 Tahun. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu, 9(1), 44-50.
6. BIBLIOGRAPHY Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2015. Jakarta Pusat, Indonesia:
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/pemberian-makanan-pendamping-air-susu-ibu-mpasi.
7. Kemenkes: Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018
8. _________ : Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2021
9. _________ : 2020. Pemberian Makan Bayi dan Anak. Kemenkes. Jakarta
10. Kasumayanti, E., & Zurrahmi, Z. R. 2020. Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi
Balita di Desa Tambang Wilayah Kerja Puskesmas Tambang Kabupaten Kampar Tahun
2019. Jurnal Ners, 4(1), 7-12.
11. Kusumaningrum, N. D. 2019. Hubungan perilaku pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi 6-
24 bulan di posyandu Desa Bandung Mojokerto (Doctoral dissertation, stikes hang tuah
surabaya).
12. Mufida, L., Widyaningsih, T. D., & Maligan, J. M. 2015. Prinsip Dasar Makanan Pendamping
Air Susu Ibu (MP-ASI) Untuk Bayi 6-24 Bulan: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3(4).

13. Lolan, Y. P., & Sutriyawan, A. 2021. Pengetahuan Gizi dan Sikap Orang Tua tentang Pola Asuh
Makanan Bergizi dengan Kejadian Stunting. Journal of Nursing and Public Health, 9(2), 116-
124.

14. Mboeik, R. B., Honey, I. N., & Daniela, L. B. 2022. Faktor yang Berhubungan dengan
Pola Pemberian MP-ASI pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Oele, Kabupaten
Rote Ndao. Media Kesehatan Masyarakat, 4(1), 63-70.

15. Marsud, M., Dhesa. dkk. 2022. Hubungan Penyakit Infeksi, Pendapatan Keluarga dan Pola
Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di Pesisir Pantai Kelurahan Petoaha. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Celebes, 3(02), 48-55.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Gizi Antropometri. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 3(2): 1-46.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk
Masyarakat Indonesia.
18. Peraturan Bupati Flores Timur Nomor 21 Tahun 2022. https://florestimurkab.go.id/beranda/wp-
content/uploads/2022/07/Perbup-No-21-Tahun-2022-RKPD-Kab-Flotim-2023.pdf.
19. Puspasari, N., & Andriani, M. 2017. Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan asupan makan
balita dengan status gizi balita (BB/U) usia 12-24 bulan. Amerta Nutrition.
20. Putri, P. A. C., Widarti, I. A., & Dewantari, N. M. 2018. Pola Pemberian MP-ASI Dan Status
Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja UPT Kesmas Tampaksiring I. Jurnal Ilmu Gizi:
Journal of Nutrition Science, 7(4), 138-144.
21. Rahmah, F. N., Rahfiludin, M. Z., & Kartasurya, M. I. 2019. Peran Praktik Pemberian Makanan
Pendamping ASI Terhadap Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan di Indonesia: Telaah
Pustaka. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 19(6), 392-401.
22. Rotua, D. F., Novayelinda, R., & Utomo, W. 2018. Identifikasi Perilaku Ibu Dalam Pemberian
Mp-Asi Dini Di Puskesmas Tambang Kabupaten Kampar. Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Ilmu Keperawatan, 5(2), 1-10.
23. Sari, M. R. N., & Ratnawati, L. Y. 2018. Hubungan pengetahuan ibu tentang pola pemberian
makan dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Gapura Kabupaten
Sumenep. Amerta Nutrition, 2(2), 182-188.
24. Sholikah, A. S., Rustiana, E. R., & Yuniastuti, A. 2017. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan status gizi balita di pedesaan dan perkotaan. Public Health Perspective Journal, 2(1).
25. Septiana, R., Djannah, S. N., & Djamil, M. D. 2010. Hubungan antara pola pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dan status gizi balita usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Gedongtengen Yogyakarta. Kes Mas: Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad
Daulan, 4(2), 24835.
26. Sulistyowati, Y., Utami, S., & Welasti, A. C. 2021. Pola Asuh Keluarga dan Pemberian MP ASI
Dini dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Cipayung Jakarta Timur. Jurnal Bidang Ilmu
Kesehatan, 11(2), 212-223.

You might also like