You are on page 1of 63

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung koroner masih menjadi penyebab tingginya tingkat
kematian di dunia. Infark miokardium akut (IMA) adalah penyakit akibat
berkurangnya pasokan darah karena arteri koroner mengalami penyempitan
karena adanya aterosklerosis atau sumbatan arteri oleh emboli atau thrombus
secara total membuat suplai dan kebutuhan oksigen jantung tidak sesuai (Laksono,
2017). Non ST Elevasi Infark Miokard merupakan adanya ketidak seimbangan
permintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan oleh
arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium (Muhibbah, 2019). IMA
diklasifikasikan berdasarkan hasil EKG menjadi Infark Miokard Akut ST-elevasi
(STEMI) dan Infark Miokard Akut non ST-elevasi (NSTEMI). STEMI terjadi
oklusi total arteri koroner sehingga menyebabkan daerah infark yang lebih luas,
hal ini dikarenakan dalam hasil pemeriksaan elektrocardiogram ditemukan adanya
elevasi segmen ST. Sedangkan NSTEMI terjadi oklusi yang tidak melibatkan
seluruh miokardium sehingga dalam hasil pemeriksaan EKG tidak ditemukan
adanya ST elevasi segmen (Smeltzer, 2010).
Berdasarkan World Health Organization (WHO) pada tahun 2015
melaporkan penyakit kardiovaskuler menyebabkan 17,5 juta kematian atau sekitar
31% dari keseluruhan kematian secara global yang menjadi penyebab sindrom
koroner akut sebesar 7,4 juta. Penyakit ini diperkirakan akan mencapai 23,3 juta
kematian pada tahun 2030 (Muhibbah, 2019). Di Indonesia, penyakit jantung
koroner adalah penyebab kematian tertinggi sejak tahun 2013. Riskesdas (2018),
melaporkan sebanyak 7,2 juta (42,3%) kematian di Indonesia disebabkan oleh
penyakit jantung koroner. Infark miokard akut menjadi urutan ke tujuh penyakit
terbanyak rawat jalan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya tahun 2017
berjumlah 2378 ribu orang dan urutan ke tujuh kasus rawat inap dengan jumlah 20
orang.
Faktor terjadinya IMA meliputi kebiasaan merokok, hipertensi, obesitas,
hiperlipidemia, hiperkolesterolemia, pola makan, kurang aktifitas fisik, usia,
keturunan, wanita post menopause (Sofiah, 2022). Keluhan umum yang sering
dirasakan yaitu rasa nyeri di dada sebelah kiri dirasakan seperti
tertindih,terbakar,teriris. Nyeri diakibatkan dari tidak optimalnya pompa jantung
yang disebabkan adanya sumbatan. Nyeri dada merupakan salah satu masalah
utama yang harus ditangani karena dapat mengganggu baik secara fisik maupun
psikologis pada pasien, respon pada fisiologis nyeri mengakibatkan stimulasi
simpatik, yang akan menyebabkan pelepasan epineprin yang mengakibatkan
tekanan pada arteri meningkat. Sedangkan respon psikologis dapat menimbulkan
rasa cemas takut dan apabila dibiarkan tanpa penanganan dapat mengancam
kesehatan jiwa seseorang (Potter&Perry, 2010).
Peran perawat terhadap klien dalam mencegah timbulnya penyakit jantung
koroner yaitu meliputi peran promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,
terutama peran promotif melalui edukasi dapat merubah klien dalam mengubah
gaya hidup dan mengontrol kebiasaan pribadi untuk menghindari faktor resiko.
Dengan edukasi semakin banyak klien yang mengerti bagaimana harus mengubah
perilaku sehingga mereka mampu melakukan pengobatan dan perawatan
mandirinya. Perawat juga dapat mengedukasi klien agar berhenti merokok, tidak
minum alkohol juga menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh.
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan melakukan Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Pada TN.P Dengan Diagnosa Medis
STEMI (ST segmen elevation myocard infarction) Di Ruang ICVCU RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah pada kasus STEMI (ST
segmen elevation myocard infarction) yakni sebagai berikut: Bagaimana Asuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Pada TN.P Dengan Diagnosa
Medis STEMI (ST segmen elevation myocard infarction) Di Ruang ICVCU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penyusunan dan penulisan studi kasus ini adalah agar penulis
mampu menggambarkan Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Manusia Pada TN.P Dengan Diagnosa Medis STEMI (ST segmen elevation
myocard infarction) Di Ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada TN.P dengan diagnosa
medis STEMI (ST segmen elevation myocard infarction) Di Ruang ICVCU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
2) Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada TN.P dengan diagnosa medis
STEMI (ST segmen elevation myocard infarction) Di Ruang ICVCU RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3) Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada TN.P dengan diagnosa medis
STEMI (ST segmen elevation myocard infarction) Di Ruang ICVCU RSUD
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4) Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada TN.P dengan
diagnosa medis STEMI (ST segmen elevation myocard infarction) Di Ruang
ICVCU RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
5) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada TN.P dengan diagnosa medis
STEMI (ST segmen elevation myocard infarction) Di Ruang ICVCU RSUD
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Rumah Sakit
Sebagai masukan untuk bahan evaluasi pelaksanaan Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia pada kasus STEMI (ST segmen elevation
myocard infarction)
1.4.2 Mahasiswa
Sebagai tambahan ilmu dalam peningkatan pengetahuan khususnya tentang
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia pada kasus STEMI
(ST segmen elevation myocard infarction).

1.4.3 Institusi Pendidikan


Dapat digunakan sebagai bahan refrensi bagi pendidikan dan penelitian serta
informasi tentang Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manuasia
pada kasus STEMI (ST segmen elevation myocard infarction)

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


2.1.1 Pengertian Kebutuhan Dasar Manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Walaupun setiap individu mempunyai karakteristik yang unik,
kebutuhan dasarnya sama. Perbedaannya pada pemenuhan kebutuhan dasar
tersebut. Kebutuhan dasar manusia memiliki banyak kategori atau jenis. Salah
satunya adalah kebutuhan fisiologis (seperti oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi dan
lain-lain) sebagai kebutuhan yang paling mendasar dalam jasmaniah (Walyani,
2015).
Kebutuhan dasar manusia adalah hal-hal seperti makan, air, keamanan, dan
cinta yang merupakan hal yang penting untuk bertahan hidup dan kesehatan.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat di
gunakan perawat untuk memahami hubungan antara kebutuan dasar manusia
pada saat memberikan perawatan. (Andry & Wahid, 2016 ). Hirarki kebutuan
dasar manusia mengatur kebutuhan dasar dalam lima tingkatan prioritas.
Tingkatan yang paling dasar, atau yang pertama meliputi kebutuhan fisioligis
seperti : udara, air, dan makanan. Tingkatan kedua meliputi kebutuhan
keselamatan dan keamanan, yang melibatkan keamanan fisik dan psikologis.
Tingkatan yang ketiga mencakup kebutuhan cinta dan memiliki, termasuk
persahabatan, hubungan sosial dan cinta seksual. Tingkatan yang keempat
meliputi rasa berharga dan harga diri, yang melibatkan percaya diri, merasa
berguna, penerimaan dan kepuasan diri. Tingkatan yang terakhir adalah
kebutuhan aktualisasi diri.

2.1.2 Kebutuhan Rasa Nyaman


Kebutuhan rasa nyaman adalah suatu keadaan yang membuat seseorang
merasa nyaman, terlindung dari ancaman psikologis, bebas dari rasa sakit
terutama nyeri (Purwanto dalam Karendehi, 2015).
Rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar

5
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
4

penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden


(keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan
harus dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu :
1) Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh
2) Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3) Psikopritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri
yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan.
4) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan
bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini
disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang
mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya
gejala dan tanda pada pasien ( Andry & Wahid, 2016).

2.1.3 Konsep Nyeri


2.1.3.1 Pengertian Nyeri
Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang actual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi
kerusakan IASP (Potter & Perry, 2007 dalam Andri dan Wahid, 2016).
Menurut Joyce dan Jane (2014), nyeri akut disebabkan oleh aktivasi
nosiseptor, biasanya berlansung dalam waktu yang singkat (kurang dari 6 bulan),
dan nyeri akut juga disertai dengan respons fisikyang dapat diobservasi,
seperti diaforesis, fokus pada nyeri, melindungi bagian tubuh yang nyeri,
takipnea, peningkatan atau penurunan tekanan darah, dan takikardi. Respons
pernafasan dan kardiovaskular merupakan akibat stimulasi sistem saraf simpatis
sebagai bagian dari respons fight on flight.
5

2.1.3.2 Klasifikasi Nyeri


1) Berdasarkan bentuknya nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri
kronik:
a) Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang. Umumnya nyeri ini berlangsung tidak lebih dari enam bulan.
Penyebab dan lokasi nyeri sudah di ketahui. Nyeri akut ditandai dengan
peningkatan tegangan otot dan kecemasan.
b) Nyeri kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri yang berlangsung berkepanjangan,
berulang atau menetap selama lebuh dari enam bulan. Sumber nyeri dapat
diketahui atau tidak. Umumnya nyeri ini tidak dapat disembuhkan. Nyeri
kronis dapat dibagi menjadi beberapa katergori, antara lain nyeri
terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis (Lydon, Saputra,
2013).
2) Berdasarkan jenisnya nyeri dapat dibedakan menjadi:
a) Nyeri Perifer
Nyeri perifer dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut:
(1) Nyeri superfisial: rasa nyeri muncul akibat rangsangan pada kulit
dan mukosa.
(2) Nyeri viseral: rasa nyeri timbul akibat rangsangan pada
reseptor nyeri rongga abdomen, kranium, dan toraks.
(3) Nyeri alih: rasa nyeri di rasakan di daerah lain yang jauh dar
jaringan penyebab nyeri.
b) Nyeri sentral
Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
medulla spinalis, batang otak, dan talamus
c) Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri yang penyebab fisiknya tidak ketahui.
Umumnya nyeri ini disebabkan oleh factor psiologis. Selain jenis-
jenis nyeri yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat juga beberapa
jenis nyeri yang lain, contohnya:
6

(1) Nyeri somatik: nyeri yang berasal dari tendon, tulang, saraf, dan
pembuluh darah.
(2) Nyeri menjalar: nyeri yang terasa di bagian tubuh yang lain,
umumnya disebabkan oleh keruskana atau cedera pada organ
visceral.
(3) Nyeri nearologis: bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh spasme
di sepanjang atau di beberapa jalur saraf.
(4) Nyeri phantom: nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang
hilang, misalnya pada bagian kaki yang sebenarnya sudah di
amputasi.

2.1.3.3 Fisiologi Nyeri


Cara nyeri merambat dan di persepsikan oleh individu masih belum
sepenuhnya d mengerti. Namun, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan derajat nyeri
tersebut mengganggu dipengaruhi oleh sistem algesia tubuh dan transmisi sistem
saraf serta interpretasi stimulus (Saputra, Lyndon., 2013).

2.1.3.1 Nonsisepsi
Sistem saraf perifer mengandung sistem saraf sensorik primer yang
berfungsi mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan beberapa sensasi,
salah satunya adalah nyeri. Nyeri di hantarkan oleh reseptor yang disebut
nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung saraf perifer yang bebas dan tidak
bermielin atau hanya memiliki sedikit mielin. Reseptor ini tersebar dikulit dan
mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung
empedu. Reseptor nyeri tersebut dapat diransang oleh stimulus mekanis, termal,
listrik, atau kimiawi (misalnya histamin, bradikinin, dan prostaglandin). Proses
fisiologis yang terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses ini terdiri atas empat tahap,
yaitu sebagai berikut:
a) Transduksi
Ransangan (stimulus) yang membahayakan memicu pelepasan mediator
biokimia (misalnya histamin, bradikinin, prostaglandin dan substansi P).
Mediator ini kemudian mensensitisasi nosiseptor.
7

b) Transmisi
Tahap transmisi terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
(1) Stimulasi yang diterima oleh reseptor ditransmisikan berupa impuls
nyeri dari serabut saraf perifer ke medula spinalis. Jenis nosiseptor
yang terlibat dalam transmisi ini ada dua jenis, yaitu serabut C dan
serabut A-delta. Serabut C mentransmisikan nyeri tumpul dan
menyakitkan, sedang serabut A-delta mentransmisikan nyeri tajam dan
teralokasi.
(2) Nyeri ditransmisikan pleh medula spinalis ke batang otak dan talamus
melalui jalur spinotalamikus (spinothalamic tract atau SST) yang
membawa informasi tentang sifat dan lokasi stimulus ke talamus.
(3) Sinyal diteruskan ke korteks sensorik somatik (tempat nyeri di
persepsikan). Impuls yang di transmisikan melalui SST mengaktifkan
respon otonomik dan limbik.
c) Persepsi
Individu mulai menyadari adanya nyeri dan tampaknya persepsi nyeri
tersebut terjadi distruktur korteks sehingga memungkinkan timbulnya
berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan
efektif nyeri.
d) Modulasi atau Sistem Desenden
Neuron dibatang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke tanduk dorsal
medula spinalis yang terkonduksi dengan nosiseptor impuls supresi. Serabut
desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan
norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden yang mebahayakan
dibagian dorsal medula spinalis.

2.1.3.2 Teori Gate Control


Berdasarkan teori gate control, fisiologi nyeri dapat dijelaskan sebagai
berikut. Akar dorsal pada medula spinalis terdiri atas beberapa lapisan atau
laminae yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga terdapat substansi
gelatinosa (substantia gelatinosa atau SG) yang berperan seperti layaknya pintu
gerbang yang memungkinkan atau menghalangi pintu masuknya nyeri menuju
8

otak. Substansi gelatinosa ini dilewati oleh saraf besar dan saraf kecil yang
berperan dalam penghantaran nyeri.
Pada mekanisme nyeri, ransangan nyeri dihantarkan melalui serabut
saraf kecil. Ransangan pada serat kecil dapat menghambat substansi
gelatinosa dan membuka pintu mekanisme sehingga meransang aktivitas sel
T yang selanjutnya akan menghantarkan ransangan nyeri. Ransangan nyeri yang
dihantarkan melalui saraf kecil dapat dihambat apabila terjadi ransangan pada
saraf besar. Ransangan pada saraf besar akan mengakibatkan aktivitas
substansi gelatinosa meningkat sungga pintu mekanisme tertutup dan
hantaran ransangan pun terhambat. Ransangan yang melalui saraf besar
dapat lansung merambat ke korteks serebri sehingga dapat diidentifikasi
dengan cepat (Saputra, Lyndon.,2013).
Nyeri dada merupakan salah satu gejala yang kerap terjadi saat sesorang
mengalami kondisi medis tertentu. Seseorang penderita HHD akan merasakan
nyeri dada atau merasa tekanan atau sesak di dada dan biasanya disertai dengan
sesak nafas, keringat dingin, hingga rasa tercekik di leher. Rasa sakit tersebut
biasanya dipicu oleh tekanan fisik atau emosional. Hal ini hilang dalam beberapa
menit setelah menghentikan aktivitas yang menyebabkan tekanan. Pada beberapa
orang, nyeri ini mungkin sekilas atau tajam dan terasa di perut, punggung atau
lengan.
Angina pectoris adalah istilah medis untuk nyeri dada atau
ketidaknyamanan akibat penyakit jantung koroner. Hal itu terjadi ketika otot
jantung tidak mendapat darah sebanyak yang dibutuhkan. Hal ini biasanya terjadi
karena satu atau lebih arteri jantung menyempit atau tersumbat, biasa juga
disebut iskemia.

2.1.3.4 Respons Terhadap Nyeri


1) Respons Fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang
otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian
dari respons stres. Dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang
superfisial menimbulkan reaksi “ flight-atau-fight”, yang merupakan
9

sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlansung terus-
menerus secaratipikal akan melibatkan organ- organ viseral, sistem saraf
parasimpatis menghasilkan suatu aksi.
Respons fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan individu.
Kecuali pada kasus nyeri-nyeri berat yang menyebabkan individu
mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu
tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian klien yang mengalami
nyeri tidak akan selalu memperhatikan tanda-tanda fisik (Andri & Wahid,
2016). Respons fisiologis yang diperhatikan dapat berupa respons simpatis
atau parasimpatis. Respons simpatik terlihat pada nyeri akut dan nyeri
permukaan (superficial) dan merupakan respons homeostasis yang tanda-
tandanya:
a) Peningkatan tekanan darah
b) Peningkatan denyut nadi dan pernafasan
c) Dilatasi pupi
d) Ketegangan otot dan kaku
e) Dingin pada perifer
f) Sering buang air kecil
g) Kadar gula darah meningkat
Respons Parasimpatis (pada nyeri berat) dan menunjukan bahwa tubuh
pasien tidak mampu lagi melakukan homeostasis dengan tanda- tandanya :
a) Mual dan muntah
b) Penurunan kesadaran
c) Penurunan tekanan darah
d) Penurunan nadi
e) Pernafasan cepat dan tidak teratur
f) Lemah
2) Respons perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas
dan ekpresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukan oleh pasien
sebagai respons perilaku terhadap nyeri. Respons tersebut seperti
10

mengkerutkan dahi, gelisah, memalingkan wajah ketika diajak bicara.


Menurut Lyndon saputra (2013), reaksi seseorang pada saat mengalami
nyeri berbeda-beda, contohnya ketakutan, gelisah, cemas, mengerang,
menagis, menjerit-jerit, berjalan mondar-mandir, tidur sembari
menggeretakan gigi, mengeluarkan banyak keringat dan mengepalkan
tangan.

2.1.3.5 Pengukuran Nyeri


1) Skala Penilaian Numerik
Numerical rating scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.

1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
Gambar 2.2 Skala Penilaian Numeric
Keterangan :
1-3: nyeri ringan (bisa ditoleransi dengan baik/tidak menggagu aktivitas)
4-6: nyeri sedang (menggagu aktivitas fisik)
7-9: nyeri berat (tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri)
10: nyeri sangat berat (malignan/nyeri sangat hebat dan tidak berkurang
dengan terapi /obat-obatan pereda nyeri dan tidak dapat melakukan
aktivitas).
2) Skala wajah
Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara
memerhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara
ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat menyatakan intensitas nyerinya
dengan skala angka, misalnya anak-anak dan lansia (Lyndon Saputra ,
2013).
Skala wajah di gambarkan sebagai berikut:
11

Gambar 2.5 Skala Wajah

3) Skala deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Description Scale, VSD) merupakan
sebuah gaeis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yag
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini
dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”.

0 1 2 3 4
5

Gambar 2.1 Skala Deskriptif


Keterangan:
0: tidak nyeri
1: minimal
2: nyeri ringan
3: nyeri sedang
4: nyeri berat
5: sangat berat

2.1.3.6 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Andri dan wahid (2016), ada beberapa faktor yang
12

mempengaruhi nyeri :
1) Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Anka kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan
nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam
mengungkapkan dan mengekpresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia
lanjut, memiliki resiko tinggi mengalami situasi ynag membuat mereka
merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.
2) Jenis Kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama. Namun secara umum, pria dan wanitatidak berbeda secara bermakna
dalam berespons teerhadap nyeri.
3) Kebudayaan
Bebrapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah
sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku
yang tertutup. Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang.
4) Makna Nyeri
Individu akan mempesepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri
tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan
tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5) Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungankan dengan respons nyeri yang menurun.
6) Ansietas
Ansietas sering kalimeningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
13

perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang


serius.
7) Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sesnsasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping sehinggameningkatkan persepsi nyeri.
8) Pengalaman Sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak
selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah dimasa datang.
9) Gaya Koping
Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri
mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan
mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu
yang memiliki lokus kendali ekternal mempersepsikan faktor lain di dalam
lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung
jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa.
10) Dukungan Keluarga Dan Sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka
terhadap pasien mempengaruhi respons nyeri. Pasien dengan nyeri
memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap
dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan.

2.1.3.7 Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri


1) Tanda dan gejala nyeri
Tanda fisiologis dapat menunjukan nyeri pada klien yang berupaya untuk
tidak mengeluh dan mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk
mengkaji tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi
keterlibatan saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung,
tekanan darah, dan frekuensi pernafasan meningkat.
2) Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukan ekpresi wajah dan gerakan tubuh
14

yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam
interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, menyeringit dahi, menggigit
bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan
melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghulangkan
nyeri.
3) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu verpartisipasi
dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan
tindakan higiene normal dan dapat mengganggu aktivitas normal dan
hubungan seksual (Andri & Wahid, 2016).
2.1.3.8 Penanganan Nyeri
Penanganan Nyeri terbagi atas farmakologis dan Non Farmakologis, yaitu:
1) Farmakologis
a) Analgetik Narkotik
Analgetik narkotik terdiri dari berbagaai derivate opium seperti morfin
dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan
kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat
dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf. Namun
penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernafaan di
medula batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap
perubahan dalam status pernafasan jika menggunakan analgesik jenis ini
b) Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek inflamasi
dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan
menghambat produksi prostaglandin dan jaringan yang mengalami
trauma atau inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi adalah
gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gester dan perdarahan gaster
(Bare, Smeltzer. 2011).
2) Non Farmakologi
a) Relaksasi Progresif
15

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres.


Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa
tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri (Potter &
Perry, 2007 dalam Andry & Wahid, 2016).
b) Stimulus Kutaneus Plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang
dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan
sebagainya. Placebo umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin
normal, atau air biasa.
c) Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara
mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien
akan lupa terhadap nyeri yang di alami.

2.2 Konsep Penyakit


2.2.1 Definisi
ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI) merupakan oklusi total dari arteri
koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG (Black
& Hawks, 2014). STEMI merupakan bagian dari Sindrom Koroner Akut (SKA)
yang pada umumnya diakibatkan oleh rupturnya plak aterosklerosis yang
mengakibatkan oklusi total pada arteri koroner dan disertai dengan tanda dan
gejala klinis iskemia miokard seperti munculnya nyeri dada, adanya J point yang
persistent, adanya elevasi segmen ST serta meningkatnya biomarker kematian sel
miokardium yaitu troponin (Wahyunadi, Sargowo, & Suharsono, 2017).
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan
dalam menggambarkan suatu keadaan atau kumpulan proses penyakit yang
meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA) infark miokard
gelombang nonQ atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (ST elevation
myocardial infarction/ STEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark
miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI)
(Morton, 2017).
16

Infark miokard akut adalah sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan


tidak adekuatnya aliran darah akibat sumbata pada arteri koroner. Sumbatan ini
sebagian besar di sebabkan karena terjadinya trombosis vasokontriksi reaksi
inflamasi, dan microembolisasi distal. (Muttaqin A, 2018).
Non STElevasi Infark Miokard merupakan adanya ketidak seimbangan
permintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan oleh
arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang
bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan
jaringan (Sylvia, 2109).

2.2.2 Anatomi Fisiologi Jantung

Gambar. Anfis Jantung


Jantung adalah sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung adalah
jaringan istimewa saat dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat
lintang, tetapi cara kerja menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita.
Jantung terlihat menyerupai jantung pisang, bagian atas tumpul (pangkal jantung)
dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah terlihat runcing yang disebut
apeks kordis. Jantung terletak di dalam rongga dada di sebelah depan (kavum
mediastinum anterior), disebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas
diafragma, dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua
jari di bawah papilla mamae. Pada daerah ini teraba adanya denyutan jantung
17

disebut iktus kordis. Ukurannya kira-kira sebesar genggaman tangan kanan dan
beratnya mencapai 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung terdapat lendir
sebagai pelicin dalam menjaga supaya pergesekan antara pericardium pleura tidak
menimbulkan gangguan pada jantung (Syaifuddin, 2018).
Jantung terdiri dari jaringan dengan memiliki fungsi kontraksi. Dan
hampir dari seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi
dan berelaksasi, maka timbul perubahan tekanan di daerah jantung atau pembuluh
darah, yang menyebabkan aliran darah di seluruh jaringan tubuh. Otot jantung,
merupakan jaringan sel-sel yang bersifat “Kontraktif” (pegas) dan terdapat di
dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki kemampuan meneruskan rangsang
listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian otot-otot jantung.
Tiap sel otot jantung di pisahkanoleh satu sama lain “intercalated discs”
dan cabangnya membentuk suatu anyaman di daerah jantung. “intercalated discs”
inilah yang dapat mempercepat aliran rangsang listrik potensial di antara serabut-
serabut sel otot-otot jantung. Proses demikian itu terjadi karena intercalated discs
memiliki tahanan aliran listrik potensial yang sedikit rendah dibandingkan bagian
otot jantung lainnya.
Namun keadaan inilah yang mempermudah timbulnya mekanisme
“Excitation” di semua daerah jantung. Otot jantung tersusun sedemikian rupa,
sehingga membentuk ruang jantung dan menjadikan jantung sebagai a globular
muscular organ. Jaringan serabut elastisnya membentuk suatu lingkaran yang
mengelilingi katup-katup jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari
dua lapisan yang berasal dari sudut sebelah kanan jantung, namun otot
ventrikelnya lebih tebal dan terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan superficial, lapisan
tengah dan laipsan dalam. Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal
daripada dinding ventrikel kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jantung
dalam membentuk ruang-ruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut
berkesinambungan satu dengan lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut
menjadi lapisan tengah dan lapisan dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot
jantung tersebut mengandung berkas-berkas serabut otot (Masud Ibnu, 2012).
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan
susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot
18

polos yaitu diluar kesadaran.

2.2.2.1 Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis
cordis. Disebelah bawah agak ruang disebut apexcordis.

2.2.2.2 Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah
kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya
dibelakang kiri ICS 5 dan ICS 6 dua jari dibawah papilla mammae. Pada tempat
itu teraba adanya pukulan jantung yang disebut Ictus Cordis.

2.2.2.3 Ukuran
Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat sekitar 250-300 gram.

2.2.2.4 Lapisan
1) Endokardium: Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katup jantung.
2) Miokardium: Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk berkontraksi.
3) Perikardium: Lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium
viseralis.
Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa darah
sehingga dibagi jadi dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa kanan. Pompa
jantung kiri: peredaran darah yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai
dari ventrikel kiri-aorta-arteri-arteriola-kapiler-venula- vena cava superior dan
inferior - atrium kanan.

2.2.3 Etiologi
Menurut Syaifuddin (2016) otot jantung mengandung serat otot khusus
sebagai pencetus dan pengantar rangsangan-rangsangan. Tipe otot atrium dan
ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan
kontraksi otot yang lebih lama, sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus
rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya
19

mengandung sedikit serat kontraktif. STEMI disebabkan oleh penurunan


suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat oleh obstruksi koroner. STEMI terjadi karena thrombosis akut
atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia miokard dan
dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih kecil,
biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang
dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus
nonocclusive yang telah dikembangkan pada plak aterosklerotik
terganggu. Penyempitan abnormal dari arteri koroner mungkin juga
bertanggung jawab.
a. Faktor Resiko
1) Yang tidak dapat diubah
a) Umur
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause
c) Riwayat penyakit jantung coroner pada anggota keluarga di
usia muda (anggota keluarga laki-laki muda usia 55 tahun
atau anggota keluarga perempuan lebih muda dari usia 65
tahun).
d) Hereditas
e) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
2) Yang dapat diubah
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete,
Obesitas, Diet tinggi lemak jenuh, kalori.
b) Minor : Inaktifitas fisik, emosional, agresif, ambisius,
kompetitif, stress psikologis berlebihan.

2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
20

(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi :
1) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction).
2) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction).
3) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris).
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
STEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri
koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan
kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari
semua serangan jantung (Philip L. et.al. 2017).
Secara keseluruhan sama dengan pasien angiana stabil. Nyeri bersifat lebih
progresif dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Oklusi
sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium,
sehingga tidak ada elevasi segment ST pada EKG (Farisa, 2018).
2.2.5 Patofisiologi
STEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. STEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur
plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis
dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi
21

asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai
sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi, dan IL-6.
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaranaseperti TNF hsCRP di
hati. (Sudoyo Aru W, 2017).
Tahapan terbentuknya plak aterosklerosis dibagi menjadi empat tahapan,
dimulai dari disfungsi endotel sampai tahap akhir berupan aterotrombosis
(Myrtha, 2017).
22

WOC (STEMI)

Predisposisi
Pencetus
Kelainan metabolisme (lemak, koagulasi
Faktor perseorangan
darah dan keadaan biofisika/biokimia
dinding arteri Hiperkolesterolemia,
Umur DM, Merokok,
Hipertensi, Usia lanjut,
Jenis kelamin Arterisklerosis Kegemukan
Keturunan Ruptur Plak
Hereditas
Aktivitas faktor dan pembekuan dan
Ras
platelet

Produksi trombin

Terjadinya adhesi dan agregasi

Pembekuan trombus penurunan


aliran

Iskemia

STEMI
23

STEMI

STEMI adalah adanya ketidakseimbangan


antara pemintaan dan suplai oksigen ke
miokardium terutama akibat penyempitan
arteri koroner akan menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat
sementara akan menyebabkan perubahan
reversibel pada tingkat sel dan jaringan

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Kontraksi miokar penurunan perfusi Lumen pembuluh


kontraksi miokar kebutuhan O2 Nyeri
menurun jaringan darah sempit dan
menurun meningkat kaku
Vasokontriksi pembuluh pembuluh darah gangguan perfusi Mual/muntah
darah vasokontriksi metabolisme di ginjal Aliran darah
anaerob Anorexia tersumbat
tekanan darah naik
tekanan darah naik MK : Resiko Cardiac output
kardiak output retensi Na dan air menurun
menurun produksi asam laktat ketidakseim
bangan penurunan
penurunan perfusi kardiac output peningkatan kemampuan tubuh
nutrisi
jaringan menurun merangsang protein plasma dan untuk menyediakan
reseptor peningkatan energi
suplai o2 ke paru perubahan irama hidrostatik
meningkat jantung
menyerap cairan kelemahan/fatique
kompensasi RR angina pectoris
intertitial
meningkat
MK : Penurunan curah
jantung MK : Intoleransi
efektif
MK : Pola nafas tidak
MK : Nyeri akut MK : Hipervolemia Aktivitas
24

2.2.6 Manifestasi klinis


Menurut Aspiani (2017), gejala acute coronary syndrome berupa keluhan nyeri di
tengah dada, seperti rasa ditekan, rasa diremas- remas, menjalar ke leher, lengan kiri dan
kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin dan, keluhan
nyeri ini terdapat merambat ke dua rahang gigi kanan atau kiri, bahu, serta
punggung.
1) Keluhan utama klasik: nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan
yang berlangsung ≥20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat,
gejala yang menyertai: berkeringat dingin, pucat dan mual/muntah, sulit
bernapas, cemas, dan lemas.
2) Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
3) Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
4) Bisa atipik:
a) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
b) Pada pasien diabetes : perburukan status metabolik atau atau
gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.

2.2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
Disfungsi ventrikuler.
1) Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark
dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark.
2) Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (puump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10
hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah
ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3) Gagal jantung
4) Syok kardiogenik
25

5) Perluasan IM
6) Emboli sitemik/pilmonal
7) Perikardiatis Ruptur
8) Ventrikrel
9) Otot papilar

2.2.8 Pemeriksaan penujang


2.2.8.1 Biomarker Jantung:
Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang
sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma
Koroner Akut (SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas
99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun
(mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan
troponin T dengan troponin I:
1) Troponin T dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik
yang berfungsi mengikat aktin.
2) Troponin I dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.

2.2.8.2 EKG (T Inverted dan ST Depresi)


Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST
menjadi STEMI. Angina tidak stabil dan STEMI disebabkan oleh thrombus non-
oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang
dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
2.2.8.3 Echo Cardiografi pada Pasien ST Elevasi Miokardial Infark.
1) Area Gangguan.
2) Fraksi Ejeksi.
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta.
Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik
dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai
normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.

2.2.8.4 Angiografi koroner (Coronari angiografi)


Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien
26

mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-obatan. Dan


apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di
intervensi dengan pemasangan stent.

Gambar. Angiografi koroner (Coronari angiografi)

2.2.9 Penatalaksanaa Medis


EKG dapat digunakan untuk mendeteksi pola iskemia, cedera dan infark. Ketika
otot jantung menjadi iskemik, cedera atau infark, depolarisasi dan repolarisasi sel jantung
berubah yang menyebabkan perubahan pada kompleks QRS, segmen ST dan gelombang
T pada EKG sadapan yang terletak di atas area jantung yang terganggu (Morton dkk.,
2017).
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
1) Memeriksa tanda-tanda vital.
2) Mendapatkan akses intra vena.
3) Merekam dan menganalisis EKG.
4) Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
5) Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit
serta pemeriksaan koagulasi.
6) Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).
7) EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk
mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST.
8) Troponin T/I diukur saat masuk, jika normal diulang.
9) Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat diualang 3x) lalu per drip bila masih
nyeri dada.
10) Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.

2.2.9.1 Pengobatan
1) Anti Iskemia
a) Penyekat Beta (Penyekat Beta (Beta Beta blocker blocker).
27

Keuntungan utama terapi. Keuntungan utama terapi penyekat penyekat


beta beta terletak terletak pada pada efeknya efeknya terhadap terhadap
reseptor reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen
miokardium.yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen
miokardium.Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien denganTerapi
hendaknya tidak diberikan pada pasien dengangangguan konduksi atrio-
ventrikler yang signifikan, asmagangguan konduksi atrio-ventrikler yang
signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. bronkiale dan
disfungsi akut ventrikel kiri.
b) Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada nitrat terletak pada efek dilatasi
venaefek dilatasi venayang mengakibatkan berkurangnya yang mengakibatkan
berkurangnya preload preloaddan volume akhirdan volume akhirdiastolic
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardiumdiastolic ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek berkurang Efek lain
dari lain dari nitrat adalah nitrat adalah dilatasi pembuluh dilatasi pembuluh
darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami koroner baik yang
normal maupun yang mengalami aterosklerosis.
c) Calcium channel blockers (CCBs). Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek
vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node AV node.
2) Antiplatelet
a) Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis
loading150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100150-300 mg dan dosis
pemeliharaan 75-100mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang
strategi pengobatan yang diberikan.
b) Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
ticagrelor. Dosis menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah
300mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari.
c) Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau
dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman.
3) Penghambat Reseptor Glikoprotein
Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor
likoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risikog likoprotein
IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian iskemik dan
perdarahan (Kelas I-C).
28

4) Antikogulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepa
mungkin. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A). Pemilihan antikoagulan dibuat
berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-
keamanan agen tersebut
5) Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi
remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard
yang disertai gangguan fungsi sistolik, jantung, dengan atau tanpa gagal jantung
klinis.
6) Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-mempertimbangkan modifikasi diet,
inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada
semua penderita UAP/STEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi
revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra.

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian keperawatan
2.3.1.1 Anamnesa
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan/gejala yang sangat di rasakan oleh klien, biasanya
klien dengan STEMI akan mengalami nyeri pada dada biasanya terus menerus, nyeri
tekan pada dada dan terasa panas.
3) Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien STEMI didapatkan adanya keluhan utama nyeri, penurunan berat
badan, penurunan intake cairan, gatal – gatal, edema atau asites.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada klien STEMI pernah mengalami kejadian ini atau tidak sebelumnya.
29

c) Riwayat Kesehatan Keluarga


Pada keluarga klien ada / tidak anggota keluarga yang mempunyai penyakit
yang sama dengan klien.
d) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.

2.3.1.2 Pemeriksaan fisik.


1) Pengkajian Primer.
a) Airway (Jalan Napas) pesien mengalami hambatan napas karena pasien sering
mengeluh sesek napas dan pasien gelisah saat menarik napas karena kekurangan
oksigen.
b) Breathing (Pernapasan) saat dilakukan pemeriksaan pasien mengeluh sesak
napas.
c) Circulation (Sirkulasi) Saat dilakukan pemeriksaan pada pasin seperti warna
kulit normal saat dilakukan cek RR 64 x/menit, dan juga kondisi tugor baik.
d) Dasbility (Kesadaran) Saat perawan mengajak pasien birbicara pasien mampu
mejawap pertanyaan perawat saat pasien diberikan aroma miyak kayu putih
pasien dapat merasakan dengan baik.
e) Exposure (Paparan) adalah hasil dari Tindakan yang akan kita periksa Kembali
atau meyeluruh dan agar kita mengetahu pasien dalam kondisi sadar atau tidak.
2) Pengkajian Sekunder
a) AMPLE
(1) Alergi, pasien ataupun kelurga ditanyakan mengenai apakah pasien
mempunyai riwayat alergi obat ataupun makanan. Makanan yang biasnya
memicu Stemi: gorengan, daging merah berlemak, minuman bersoda. Obat
yang perlu dihindari Obat Golongan Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs
(NSAIDs), oabat migraine, dan obat penurun berat badan.
(2) Medikasi, ditayakan mengenai obat apa saja yang sedang dikonsumsi pasien
saat ini. Biasanya obat yang sering dikonsumsi oleh Stemi berupa :
Captopril, Simvastatin dan Ceftriaxon.
(3) Past Illness/Pregnancy, ditanyakan apakah pasien mempunyai riwayat
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma, dan penyakit
jantung, serta ditanyakan apabila pasien perempuan apakah sedang hamil
30

atau tidak. Biasanya klien yang mengalami instemi bisa mempunyai riwayat
penyakit: hiperlipidemia, hipertensi, diabetes dan PJK.
(4) Last meal, tanyakan kepada pasien kapan minum dan makan terakhir. Pola
makan yang tidak teratur, dan tidak menjalankan program diet makanan dan
minuman yang dianjurkan untuk penderita stemi.
(5) Event/environment, yaitu ditanyakan bagaiman kondisi lingkungan yang
berhubungan saat kejadian trauma terjadi Bisanya lingkungan yang memicu
Stemi : polusi udara (asap rokok, asap kendaraan, dan asap pembakaran
sapak serta asap dari pabrik)
b) Head Toe To
(1) Kepala
Inspeksi : simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam, warna
rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada kepala, tidak
adanya pedarahan pada kepala. Palpasi : tidak teraba benjolan pada
kepala, rambut teraba kasar.
(2) Mata
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada mata, reflek
pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
tidak ada pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak teraba
benjolan disekitar mata
(3) Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi perdarahan,
tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih baik.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri saat
diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik luar
maupun dalam.
(4) Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada hidung,
tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang oksigen.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada hidung dan tidak ada perdarahan
pada hidung.
(5) Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai dengan
usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan tidak terjadi
31

kesulitan menelan.
(6) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak ada otot
bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada thorak.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba sama
kiri kanan
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks seperti
ronkhi, wheezing, dullnes
(7) Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di leher.
Palpasi : denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan seperti mur-
mur dan gallop.
(8) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada bekas
operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
Auskultasi : bising usus 12x/m
Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani Palpasi: tidak terasa
adanya massa/ pembengkakan, hepar dan limpa tidak terasa, tidak ada
nyeri tekan dan lepas didaerah abdomen.
(9) Genitalia
Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien jantung
dapat diuretik.
(10) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak
ditemukan kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak terdapat
kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada terjadi fraktur
pada kedua tangan.
Ekstremitas bawah : tidak ditemukankelainan pada kedua kaki, terlihat
edema pada kedua kaki dengan piring udem > 2 detik, type derajat
edema, tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2016)


32

1. Penurunan curah jantung b.d perubahan irama jantung d.d palpitasi,


bradikardi/takikardia, gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
(SDKI D.0008)
2. Pola nafas tidak efektif berubunan dengan hambatan upaya nafas mis.
Nyeri saat bernafas, kelemaan otot pernafasan (SDKI D.0005)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur
(SDKI 0077)
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, kelemahan, tirah baring d.d mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat >20% dari kondisi istirahat, dispnea saat/setelah aktivitas,
merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, gambaran EKG
aritmia saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia,
sianosis (D. 0056).
20

2.3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan tindakan SIKI I.02075
perubahan irama jantung (SDKI keperawatan selama 3 x 7 jam Observasi
D.0008) yang ditandai dengan: diarapkan curah jantung meninkat - Identifikasi tanda/gejala primer
Gejala Mayor : dengan kriteria hasil: penurunan curah jantung
Data subjektif SLKI L. 02008 (mis.Dipsnea,kelelahan,
- Palpitasi 1. Kekuatan nadi perifer meningkat edema,ortopnea,proxysmal
- Lelah (5) nocturnal,dypsnea,pen ingkatan CVP)
- Dispnea 2. Palpitasi menurun (5) - Identifikasi tanda/gejala skunder penurunan
- Batuk 3. Takikardia menurun (5) curah jantung (mis.Peningkatan
Data objektif 4. Edema menurun (5) berat
- Bradikardia/takikardia 5. Oliuria menurun (5) badan,hepatomegali, distensi
- Edema 6. Pucat/sianosis menurun (5) venajugularis,palpitasi, ronkhi
- Oliuria basah,oligurua, batuk, kulit pucat)
- Warna kulit pucat/sianosis - Monitor tekanan darah
Capillary refill time > - Monitor berat badan setiap hari padawaktu
3detik yang sama
- Monitor saturasi oksien
- Monitor keluan nyeri dada (intensitas, lokasi,
Gejala Minor : durasi)
Data subjektif - Monitor EKG 12 sadapan

20
20

- Gelisah Terapeutik
- Cemas - Posisikan pasien semifowler atau fowler
Data objektif dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
- Murmur - berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
jantung stress jika perlu
- Hepatomegali Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan Setelah dilakukan tindakan SIKI I.01011
upaya nafas (SDKI D.0005) keperawatan selama 3 x 7 jam Manajemen jalan nafas
yang ditandai dengan: diarapkan pola nafas membaik. Observasi
Gejala Mayor: Kriteria hasil : - Monitor pola nafas (frekuensi,
Data subjektif SLKI L. 01004 kedalaman, usaha nafas
Dispnea 1. Penggunaan otot bantu nafas - Monitor bunyi nafas tambahan
Data objektif menurun (5) (gurgling, mengi, wheezin, ronkhi)
- Penggunaan otot bantu 2. Pernafasan cuping menurun (5) - Monitor sputum (jumlah, warna,
pernafasan 3. Tekanan ekspirasi menurun (5) aroma)
- Pola nafas abnormal 4. Tekanan inspirasi menurun (5) Terapeutik
Gejala Minor : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
Data subjektif - Posisikan semi fowler atau fowler
Ortopnea - Berikan minum hangat
Data objektif - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Pernafasan cuping hidung - Lakukan pengisapan lendir kuran dari
15 detik
- Lakukan hiperoksienasi sebelum
pengisapan endotrakeal
- Berikan oksigen jika perlu
- Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian broncodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

21
3. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi
fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak keperawatan selama 3 x 7 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
meringis, bersikap protektif, gelisah, diarapkan nyeri menurun. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur Kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
(SDKI D. 0077) yang ditandai SLKI L. 08066 - Identifikasi respon nyeri non verbal
dengan: 1. Keluhan nyeri menurun (5) - Identifikasi faktor yang memperberat
Gejala Mayor : 2. Meringis menurun (5) dan memperingan nyeri
Data subjektif 3. Gelisah menurun (5) Terapeutik
Mengeluh nyeri 4. Kesulitan tidur menurun (5) - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Data objektif 5. Tekanan darah membaik (5) mengurangi nyeri (TENS, hypnosis,
- Tampak meringis Gelisah 6. Pola tidur membaik (5) terapi musik, terapi pijat, kompres
- Frekuensi nadi meningkat hangat/ dingin)
- Bersikap protektif - Kontrol lingkungan yang memperberat
- Sulit tidur rasa nyeri
Gejala Minor : - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Data objektif dalam pemilihan strategi
- Tekanan darah meningkat Edukasi
- Pola nafas berubah - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Nafsu makan berubah - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- olaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4. Setelah dilakukan tindakan Observasi
Intoleransi aktivitas b.d keperawatan selama 3 x 7 jam - Identifkasi gangguan fungsi tubuh
ketidakseimbangan antara suplai dan diarapkan toleransi aktivitas yang mengakibatkan kelelahan
kebutuhan oksigen, kelemahan, tirah meningkat. - Monitor kelelahan fisik dan
baring (D. 0056) yang ditandai SLKI L. 05047 emosional
dengan: Kriteria hasil : - Monitor pola dan jam tidur
Gejala Mayor : - Kemudaan melakukan aktivitas se - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Data subjektif hari- hari meningkat (5) selama melakukan aktivitas
Mengeluh lelah - Keluhan lelah menurun (5) Terapeutik
Data objektif - Perasaan lemah menurun (5) - Sediakan lingkungan nyaman dan
- Frekuensi jantung meningkat - Tekanan darah membaik (5) rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
>20% Dari kondisi istirahat - Saturasi oksien membaik (5) kunjungan)
Gejala Minor : - frekuensi nafas membaik (5) - Lakukan rentang gerak pasif dan/atau
Data subjektif aktif
- Dispnea setelah aktivitas - Berikan aktivitas distraksi yang
- Merasa lemah menyenangkan
- Merasa tidak nyaman setelah - Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,
beraktivitas jika tidak dapat berpindah atau
Data objektif berjalan
- Tekanan darah berubah >20% dari Edukasi
kondisi istirahat - Anjurkan tirah baring
- Gambaran EKG menunjukkan - Anjurkan melakukan aktivitas secara
aritmia bertahap
- Gambaran EKG - Anjurkan menghubungi perawat jika
menunjukkan iskemia tanda dan gejala kelelahan tidak
- Sianosis berkurang 23
22
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
39

2.3.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)
yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap
ini perawat menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan
tindakan keperawatan terhadap pasien dengan STEMI. Perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan
pasien.

2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan klien (Nursalam, 2014). Evaluasi dilakukan
terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi hasil atau
formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi
proses atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien
pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan yang dilaksanakan
O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang di
laksanakan.
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau ada
masalah baru atau ada masalah yang kontradiktif dengan masalah
yang ada
P : Pelaksanaan atau rencana yang akan di lakukan kepada klien
setelah dilakukan implementasi keperawatan.
1

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELOLAAN

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : TN. P
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak /Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA Status
Perkawinan : Kawin
Alamat : Tumbang Pesangon, Kahayan
Tgl MRS : 10/11/2023
Diagnosa Medis : STEMI

B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama :
Pasien Mengatakan nyeri dada kiri seperti ditusuk tusuk dan tembus kebelakang dan menjalar
ke tangan kiri, skala nyeri 4 (1-10), nyeri terasa terus menerus dan tidak berkurang dengan
istirahat.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanggal 10 Oktober 2023 pagi pasien tiba-tiba mengeluh nyeri dada dan rasa kebas,
kemudian saat pasien ke wc dia jatuh pingsan, rasa nyeri tidak berkurang kemudia di
bawa ke puskesmas tumbang miri di observasi 3 jam, lalu di rujuk ke RS kurun, di
kurun di rawat selama 7 jam, keluhan tidak berkurang pasien di rujuk ke RSUD dr Doris
sylvanus. Pasien tiba di IGD tgl 11/11/2023 pukul 10.05 WIB. Saat dilakukan
pemeriksaan fisik pasien mengatakan nyeri dada seperti di tusuk dan menjalar ke tangan
kiri, skala nyeri : 4 (0-10), Kesadaran compos mentis, TD: 82/67 mmhg, N: 44x/menit,
RR: 20x/menit, S: 36,8°C, SPO2 98%. Di IGD diberikan therapi Infus Nacl 0,9%
rehidrasi 24 TPM selanjutnya 14 TPM, inj. pantoprazole 1x 40mg iv, inj. Enoxprin
2x400 iu sc, obat oral : atorvastatin 1 x 40 mg, CPG 1x75 mg, aspilet 1 x 20 mg, mst
2

2x15 mg, selanjutnya pasien di pindahkan ke ruang ICVCU.


3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan ada riwayat hipertensi dan diberikan obat captopril 12,5mg atau
amlodipine 5mg tapi tidak rutin diminum.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien ada riwayat jantung dan hipertensi
C. KEBUTUHAN DASAR
RASA NYAMAN NYERI
P: Klien mengatakan nyeri muncul pada saat bergerak dan beristirahat
Q: nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-tusuk,
R: lokasi nyeri dirasakan di dada tembus kebelakang dan menjalar ke tangan kiri
S: skala nyeri 4 (1-10)
T: klien mengatakan nyeri terasa terus menerus, masih terasa walau saat istirahat.
Suhu : 36°C, klien tampak gelisah dan mengerutkan muka, menjaga area yang sakit, respon
emosional adaftif, penyempitan fokus tidak ada dan cara mengatasi nyeri hanya dengan
obat yang diberikan dan mengajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi
nyeri.
Masalah Keperawatan : …….....................................................................................
√ Nyeri Ο Hipertermi Ο Hipotermi

1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 60 x/menit, pernapasan : 17 x/menit, TD Kebiasaan minum klien 100 - 1500 CC /hari,
: 95/60 mmHg, bunyi nafas : vesikuler, jenis minuman air putih the dan kopi, turgor
respirasi : perut dan dada, kedalaman : normal, kulit menurun, mukosa mulut kering,
fremitus : tidak ada, sputum : tidak ada, punggung kaki normal berwarna kuning
sirkulasi oksigen : lancar, dada simetris, tidak langsat, pengisian kapiler < 2 detik,
terpasang oksigen, tidak terpasang WSD, tidak konjungtiva anemis (-), skelera putih, distensi
ada riwayat penyakit pada sistem pernafasan. vena jugularis tidak terlihat, asietes tidak ada,
terpasang infus di tangan kiri pada tanggal
10/11/2023.
Masalah Keperawatan : Masalah Keperawatan :
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif Ο Kekurangan volume cairan ,
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Ο Kelebihan volume cairan
Jantung
3

Ο Gg Perfusi Jaringan

3. NUTRISI 4. KEBERSIHAN PERORANGAN


Status nutrisi pasien memiliki TB : 160 cm, BB Kebiasaan mandi klien 2x/hari, cuci rambut :
: 65 kg, kebiasaan makan 3 kali sehari, sebelum 1x /hari, kebiasaan gosok gigi : 2x /hari,
sakit klien makan dengan porsi 1 piring, saat badan bersih, keadaan rambut bersih, keadaan
sakit makan dengan porsi setengah piring, kulit kepala bersih tidak ada kutu, keadaan
nafsu makan menurun, ada mual tapi tidak ada gigi dan mulut bersih, keadaan kuku pendek,
muntah, sakit /sukar menelan tidak ada, keadaan vulva perineal bersih, iritasi kulit
pembesaran tiroid tidak ada, hernia /massa : tidak ada, luka bakar tidak ada.
tidak ada, maltosa : tidak ada, kondisi gigi
bersih dan lengkap, gusi tidak berdarah, lidah
tidak ada peradangan/perlukaan, bising usus: 8
x /menit, tidak menggunakan NGT, makanan
yang disukai : nasi , buah, sayuran, ikan.

Masalah Keperawatan Masalah keperawatan


Ο Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari Ο Defisit perawatan diri
kebutuhan Ο Gangguan integritas kulit
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari
kebutuhan

5. AKTIVITAS ISTIRAHAT 6. ELIMINASI


Aktivitas waktu luang : klien mengatakan Kebiasaan BAB : 1x /hari, Kebiasaan BAK :
waktu banyak dihabiskan untuk bertani, pasien mengatakan untuk BAK lancar 4 – 5 x
aktivitas hoby : bertani saja, kesulitan bergerak sehari, menggunakan laxan : tidak ada,
ada karena nyeri dada, kekuatan otot : menggukan diuretic : tidak ada, Keluhan
ekstremitas bawah kiri: 5 (gerakan otot penuh BAK saat ini : tidak ada, keluhan BAB saat
melawan gravitasi dan tahanan), ekstremitas ini : tidak ada, peristaltik usus 8x/menit, feses
bawah kanan 5 (normal = gerakan otot penuh lunak, massa tidak ada, tidak terdapat
melawan gravitasi dan tahanan), tonus otot pembesaran abdomen.
baik, postur tubuh kurus, tremor tidak ada,
rentang gerak bebas, keluhan saat ini : klien
4

mengatakan badan terasa lemah, penggunaan


alat bantu tidak ada, pelaksanaan aktivitas
terbatas, jenis aktivitas yang perlu dibantu:
ADL dibantu sebagian mandi, berpakaian dan
berpindah tempat, Skala aktivitas 2
(memerlukan bantuan dan pengawasan).

Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan


Ο Hambatan mobilisasi fisik Masalah Kepewatan
Ο Diare Ο Konstipasi Ο Retensi urine
Ο Inkontinen urine ΟDisuria ΟKeseringan
Ο Urgensi
3. NEUROSENSORI 4. KEAMANAN

Rasa ingin1.pingsan
TIDUR /pusing : tidak ada, stroke Alergi2. /sensitifitas
& ISTIRAHAT PENCEGAHAN : tidak TERHADAP
ada, perubahan
(gejala sisa) : tidak ada, kejang : tidak ada, tife : sistem imun sebelumnya
BAHAYA: tidak ada,
tidak ada, agra
Aktivitas : tidak
waktu ada, istirahat,
luang: frekuensi Aktivitas
: tidak ada,Reflek
riwayat penyakit
: klien dapathub seksual : tidak
menghindari rasa ada,
nyeri,
status postikaltv, :kesulitan
hoby: nonton tidak ada kelainan,
bergerak: selamastatus tidak ada
di penglihatan transfusi
: klien darah dengan
dapat melihat /jumlah,
baik,
mental : baik, waktu
rawat terbatas : klientangan
meggerakan dapat membedakan gambaran reaksi
yang sakit pendengaran : demam,
: baik riwayatmenjawab
dan dapat cedera
pagi, siang kesulitan
post CAD, dan malam, tempat
bergerak turun: dari
klienpertanyaaan
kecelakaanperawat,
: tidak penciuman
ada, fraktur: /dislokasi
klien dapat
mengetahui
tempat tidursedang di rawat
karena di rumah
terpasang alat sakit Dorismencium
monitor sendi : bau
tidakmakanan,
ada, artritis /sendi: tak
perabaan stabil :
normal.
Sylvanus, orang : otot
dan infus, kekuatan klien: 5,dapat
tonusmembedakan
otot baik, tidak ada, masalah punggung : tidak ada,
perawat dokter, tegak,
postur tubuh keluarga dan klien
rentang geraklainbaik,
yang perubahan pada tahi lalat : tidak ada,
dirawat di ruangan
penggunaan yang sama,
alat bantu(-), kesadaran pembesaran nodus : tidak ada, kekuatan
pelaksanaan
compos
aktivitas: mentis,
selama diMemori saat inisehari-
rawat kebutuhan pasien umum : klien tampak lemas.
mengatakan
hari seperti sekarang sedang di rawat
makan/minum,BAK dan di rumah
duduk
sakit , yang
dibantu lalu : pasien dapat mengingat tanggal
keluarga.
ulang tahunnya,
Masalah kaca mata : tidak ada, alat bantuMasalah Keperawatan
Keperawatan
dengar : tidakPola
Ο Gangguan ada, ukuran /reaksi pupil : kiriΟ Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Tidur
/kanan : isokor, facial drop : tidak ada, kakuΟ Gangguan Persepsi Sensorik
kuduk :tidak ada, gangguan genggam /lepas :
Ki / Ka : tidak ada, postur : simetris, kordinasi :
baik, refleks patela Ki /Ka : tidak di uji, refleks
tendo dalam bisep dan trisep : tidak di uji, kernig
sign : tidak di uji babinsky : tidak di uji,
chaddock : tidak di uji brudinsky : tidak di uji
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan
infeksi
5

7. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : Aktif melakukan hubungan seksual : Tidak
…………… Penggunaan kondom : Tidak
Penggunaan kondom : Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak
…………………………… ada
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat :
……….. Tidak ada
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : Pria :
….. Rabas penis : -
Wanita : Gg Prostat : -
Usia Menarke : …… thn, Lama siklus : Sirkumsisi : -
……..hari Vasektomi : -
Lokasi : …………………………………….. Melakukan pemeriksaan sendiri : -
Periode menstruasi terakhir : Payudara test : -
……………………. Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : -
Menopause : Tanda ( obyektif )
………………………………………. Pemeriksaan : -
Rabas Vaginal : Payudara /penis /testis : -
…………………………………… Kutil genatelia/test : -
Perdarahan antar periode :
………………………
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri /
mammogram :
……………………………………
Tanda ( obyektif )
Pemeriksaan :
………………………………….
Payudara /penis /testis :
……………………….
Kutil genatelia/test :
…………………………..
Masalah Keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn
6

seksualitas
8. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA
INTERAKSI SOSIAL
Lama perkawinan : 24 tahun, hidup dengan Sosiologis : pasien tidak merasa cemas saat
istri, masalah /stress : tidak ada, cara berinteraksi dengan orang lain termasuk dengan
mengatasi stress : jalanjalan / piknik, peran petugas Kesehatan. penggunaan alat bantu
dalam struktur keluarga : seorang ayah dan komunikasi : tidak ada, adanya laringoskopi :
kepala keluarga tidak ada, komunikasi verbal / non verbal
dengan keluarga / orang terdekat lain : pasien
berkomunikasi dengan keluarga, perawat dan
dokter, spiritual : pasien beragama Kristen, saat
melakukan sesuatu klien tidak lupa untuk selalu
berdoa, kegiatan keagamaan : tidak ada, gaya
hidup : selama di rumah sakit pasien lebih
banyak tidur.
Masalah Keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak
diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah

D. PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN


1. Bahasa Dominan ( Khusus ) : Dayak
Buta huruf : Tidak ada
Ο Ketidakmampuan belajar (khusus ) Ο Keterbatasan kognitif
2. Informasi yang telah disampaikan :
√ Pengaturan jam besuk √ Hak dan kewajiban klien √ Tim /petugas yang merawat
Ο Lain – lain : -
3. Masalah yang ingin dijelaskan
√ Perawatan diri di RS √ Obat – obat yang diberikan
Ο Lain – lain : -
Ο Orientasi Spesifik terhadap perawatan ( seperti dampak dari agama /kultur yang dianut )
Obat yang diresepkan ( lingkari dosis terakhir ) :
7

OBAT DOSIS WAKTU DIMININUM SECARA TUJUAN


TERATUR
SP Dopamin 5 Pagi √ Meningkatkan
mcg/kg pompa jantung dan
BB/mnt aliran darah
Injeksi 1 x 40 Pagi √ Meredakan gejala
Pantoprazole mg peningkatan asam
lambung seperti
sakit maag dan
gejala refluks asam
lambung
Injeksi 2 x 0,6 Pagi dan √ Digunakan untuk
Lovenox ml Sore mencegah Deep
vein thrombosis
(DVT)
Injeksi 1 mg Diberikan √ Menghilangkan
Morphine jika ada nyeri yang bekerja
nyeri dada secara langsung
berat pada system saraf
pusat.
Injeksi 1 mg Diberikan √ Mengatasi
Sulfate jika HR bradikardia
Atropine <40 x/mnt
Atorvastatin 1 x 40 Malam √ Menurunkan
mg kolesterol jahat
(LDL) dan
trigliserida serta
meningkatkan
kadar kolesterol
baik (HDL) di
dalam darah
MST 2 x 15 Pagi dan √ Obat Pereda nyeri
mg sore golongan opioid
8

OBAT DOSIS WAKTU DIMININUM SECARA TUJUAN


TERATUR
CPG 1 x 75 Siang √ Digunakan untuk
mg mengencerkan
darah dan
mencegah
terjadinya
pembekuan darah
sehingga
mengurangi resiko
terkena serangan
jantung dan stroke
Aspilet 1 x 80 Malam √ Berguna sebagai
mg pengencer darah
supaya tidak terjadi
penyumbatan di
pembuluh darah
pada penderita
jantung, infark dan
stroke.
Levofloxacin 1 x 500 Sore √ Mengobati
e mg penyakit akibat
infeksi bakteri.

4. Faktor resiko keluarga ( tandai hubungan ) :


Ο Diabetes Ο Tuberkulosis √ Penyakit jantung Ο Stroke √ TD Tinggi
Ο Epilepsi Ο Penyakit ginjal Ο Kanker Ο Penyakit jiwa Ο Lain – lain

E. Pemeriksaan Fisik Lengkap Terakhir :


1. Status Mental ;

● Orientasi :

Orientasi Waktu : Klien dapat membedakan waktu pagi, siang, sore dan malam
Orientasi Orang : Klien dapat mengenali keluarganya dan petugas kesehatan
9

Orientasi Tempat : Klien dapat mengetahui bahwa dirinya sedang di rawat di


RS

● Afektifitas :-

2. Status Neurologis ;
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : Pasien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan bau
balsam
Nervus Kranial II : Pasien dapat melihat dengan baik
Nervus Kranial : Pasien dapat menggerakkan bola mata kea rah kiri dan kanan
III
Nervus Kranial : Pasien dapat menggerakkan kedua matanya
IV
Nervus Kranial V : Pasien dapat merasakan sentuhan panas dan dingin pada
kulitnya dan pasien dapat mengunyah dengan baik
Nervus Kranial : Pasien dapat memejamkan matanya
VI
Nervus Kranial : Pasien dapat mengatur wajahnya seperti tersenyum
VII
Nervus Kranial : Pendengaran pasien baik, dapat mendengar perkataan dokter
VIII dan perawat
Nervus Kranial : Pasien dapat membedakan rasa pahit dan manis
IX
Nervus Kranial X : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dengan keluarga
dan petugas Kesehatan
Nervus Kranial : Pasien dapat mengangkat bahunya
XI
Nervus Kranial : Pasien dapat menjulurkan lidahnya
XII

3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : 5/5 gerakan otot penuh melawan gravitasi dan tahan
10

b) Tonus : Baik dan normal


c) Refleks Fisiologis
- Bisep : kiri/kanan (+2)
- Trisep : kiri/kanan (+2)
- Radius : kiri/kanan (+2)
- Ulna : kiri/kanan (+2)
d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : Normal
e) Sensibilitas
Nyeri :-

4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : Ekstremitas bawah kiri dan kanan (5/5) normal = Gerakan
otot penuh melawan gravitasi dan tahanan
b) Tonus : Normal
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : +2
d) Refleks Patologis
- Babinsky : kanan (+2)/kiri (+2)
- Chaddock : kanan (+2)/kiri (+2)
- Gordon : kanan (+2)/kiri (+2)
- Oppenheim : kanan (+2)/kiri (+2)
- Schuffle : kanan (+2)/kiri (+2)

5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : (+2)
b) Brudzinksky I & II : (+2)
c) Lassaque : (+2)
d) Kernig Sign : (+2)
11

F. DATA GENOGRAM

Keterangan :
: Laki - Laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Garis keturunan
: Tinggal dalam satu rumah

G. DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG ( DIAGNOSTIK & LABORATORIUM )


1. Laboratorium
Tanggal 11/11/2023
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HBsAg Negatif Negatif
Natrium (Na) 139 135 – 148 mmol/l
Kalium (K) 4,2 3,5 – 5,3 mmol/l
Calcium (Ca) 1.17 0,98 – 1,2 mmol/l
Troponin 1 >15.00 < 0,30 ng/ml
Glukosa sewaktu 137 < 200 mg/dl
Ureum 64 21 – 53 mg/dl
Creatinin 1,75 0,17 – 1,5 mg/dl
Hemoglobin 11,1 L : 13,5 – 18,0, P : 11,5 –
12

16,0 g%
Leukosit 12.620 4.500 – 11.000 /mm3
Eritrosit 3.40 4 – 6 juta/mm3
Trombosit 228.000 150.000 – 400.000/mm3
Hematokrit 33 37 – 48 %
MCV 98 80 – 100 fL
MCH 33 27 – 34 fg
MCHC 33 32 – 36 g/dl

2. Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


Dilakukan kanulasi LCA dan RCA dengan RHA 5F dengan aniorafi menunjukan: LM :
normal
LAD : normal
LCx : Normal
RCA : total oklusi mid (pengukuran stenosis by.QCA)
Trombus (+) di RCA
Dominan kanan
Kesimpulan : ACS STEMI Inferior + Syok kardiogenik + Insuf renal + Bradikardia +
PVC’s + CAD 1VD Total Oklusi RCA, PCI 1 DES RCA dengan hasil baik.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari/Tanggal Pemberian Obat : 11/11/2023
Obat Dosis Pemberian Indikasi
SP Dopamin 5 mcg/kgBB/mnt Meningkatkan pompa jantung
dan aliran darah
Injeksi 1 x 40 mg Meredakan gejala peningkatan
Pantoprazole asam lambung seperti sakit
maag dan gejala refluks asam
lambung
Injeksi Lovenox 2 x 0,6 ml Digunakan untuk mencegah
Deep vein thrombosis (DVT)
13

Injeksi Morphine 1 mg Menghilangkan nyeri yang


bekerja secara langsung pada
system saraf pusat.
Injeksi Sulfate 1 mg Mengatasi bradikardia
Atropine
Atorvastatin 1 x 40 mg Menurunkan kolesterol jahat
(LDL) dan trigliserida serta
meningkatkan kadar kolesterol
baik (HDL) di dalam darah
MST 2 x 15 mg Obat Pereda nyeri golongan
opioid
CPG 1 x 75 mg Digunakan untuk
mengencerkan darah dan
mencegah terjadinya
pembekuan darah sehingga
mengurangi resiko terkena
serangan jantung dan stroke
Aspilet 1 x 80 mg Berguna sebagai pengencer
darah supaya tidak terjadi
penyumbatan di pembuluh
darah pada penderita jantung,
infark dan stroke.
Levofloxacine 1 x 500 mg Mengobati penyakit akibat
infeksi bakteri.
14

ANALISIS DATA

DATA SUBJEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBJEKTIF PENYEBAB
Data Subjektif : Iskemik miokard Nyeri akut
Pasien Mengatakan nyeri dada kiri
seperti ditusuk tusuk dan Kemampuan sintesa ATP
tembus kebelakang dan anaerob berlangsung
menjalar ke tangan kiri, skala
nyeri 4 (1-10), nyeri terasa Asam laktat meningkat
terus menerus dan tidak
berkurang dengan istirahat. Menyentuh ujung saraf
reseptor
Data Objektif :
- Karakteristik nyeri : Nyeri dada
P: Klien mengatakan nyeri muncul
pada saat bergerak dan
beristirahat
Q: nyeri yang dirasakan seperti di
tusuk-tusuk
R: lokasi nyeri dirasakan di dada
tembus kebelakang dan
menjalar ke tangan kiri
S: skala nyeri 4 (1-10)
T: klien mengatakan nyeri terasa
terus menerus, masih terasa
walau saat istirahat.
- Pasien tampak gelisah dan
15

mengerutkan muka, menjaga


area yang sakit
- Kesadaran compos mentis
- Tanda-tanda vital :
TD : 82/67 mmhg, N: 44x/menit,
RR: 20x/menit, S: 36,8°C, SPO2
98%.20 x/mnt

PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan Pasien
Mengatakan nyeri dada kiri seperti ditusuk tusuk dan tembus kebelakang dan menjalar
ke tangan kiri, skala nyeri 4 (1-10), nyeri terasa terus menerus dan tidak berkurang
dengan istirahat, Karakteristik nyeri : (P: Klien mengatakan nyeri muncul pada saat
bergerak dan beristirahat, Q: nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-tusuk, R: lokasi
nyeri dirasakan di dada tembus kebelakang dan menjalar ke tangan kiri, S: skala nyeri
4 (1-10), T: klien mengatakan nyeri terasa terus menerus, masih terasa walau saat
istirahat) Pasien tampak gelisah dan mengerutkan muka, menjaga area yang sakit,
Kesadaran compos mentis, Tanda-tanda vital : TD : 82/67 mmhg, N: 44x/menit, RR:
20x/menit, S: 36,8°C, SPO2 98%.20 x/mnt
16

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : tn. P


Ruang Rawat : Rg. ICVCU

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri SIKI L.08238 - Untuk memilih intervensi yang cocok
dengan agen pencedera tindakan keperawatan selama - Identifikasi lokasi, dan untuk mengevaluasi keefektifan
fisiologis 3 x 7 jam diarapkan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, dari terapi yang diberikan.
Data Subjektif : menurun. Kriteria hasil : kualitas, intensitas nyeri - Untuk mengetahui nyeri yang
Pasien Mengatakan nyeri dada kiri SLKI L. 08066 - Identifikasi skala nyeri dirasakan pasien
seperti ditusuk tusuk dan - Keluhan nyeri - Identifikasi respon nyeri - Memperbaiki koping klien
tembus kebelakang dan menurun (5) secara verbal - Memberikan pengetahuan kepada
menjalar ke tangan kiri, skala - Meringis menurun (5) - Ajarkan teknik non klien untuk menanani rasa nyeri
nyeri 4 (1-10), nyeri terasa - Gelisah menurun (5) farmakologis untuk secara mandiri
terus menerus dan tidak - Tekanan darah membaik mengurangi rasa nyeri - Mengurangi tingkat nyeri pasien/
berkurang dengan istirahat. (5) (teknik relaksasi nafas mengalihkan pasien dari rasa
dalam) nyerinya
Data Objektif :
- Karakteristik nyeri :
P: Klien mengatakan nyeri
muncul pada saat bergerak
17

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


dan beristirahat
Q: nyeri yang dirasakan seperti di
tusuk-tusuk
R: lokasi nyeri dirasakan di dada
tembus kebelakang dan
menjalar ke tangan kiri
S: skala nyeri 4 (1-10)
T: klien mengatakan nyeri terasa
terus menerus, masih terasa
walau saat istirahat.
- Pasien tampak gelisah dan
mengerutkan muka, menjaga
area yang sakit
- Kesadaran compos mentis
- Tanda-tanda vital :
TD : 82/67 mmhg, N: 44x/menit,
RR: 20x/menit, S: 36,8°C,
SPO2 98%.20 x/mnt
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
Kamis, 11 - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S: - Pasien mengatakan dada masih
November durasi, frekuensi, kualitas, intensitas terasa nyeri dengan skala nyeri 2/10,
2023 nyeri nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk
- Mengidentifikasi skala nyeri dan terasa terus menerus.
- Mengidentifikasi respon nyeri secara O: - Karakteristik nyeri :
verbal P: Klien mengatakan nyeri muncul
- Mengajarkan teknik non farmakologis pada saat bergerak dan beristirahat
Q: nyeri yang dirasakan seperti di
tusuk-tusuk
R: lokasi nyeri dirasakan di dada
tembus kebelakang dan menjalar ke
tangan kiri
S: skala nyeri 2 (1-10)
T: klien mengatakan nyeri terasa
terus menerus
- Tanda-tanda vital :
TD : 98/62 mmhg, N: 56x/menit,
RR: 22x/menit, S: 36,5°C, SPO2

38
41
40
39
98%
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Jam Nama Perawat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi

42
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A., & Hidayat. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Aspiani, R. Y. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular. Jakarta: ECG.
Bahrudin, M. 2018. Patofisiologi Nyeri. Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Kedokteran
13 (1) :7-13.
Haswita, dan Reni Sulistyowati. (2017) Kebutuhan Dasar Manusia untuk
Mahasiswa Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Media
Keliat, B. A., Dwi Windarwati, H., Pawirowiyono, A., & Subu, A. (2015). Nanda
International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Laksono, N.T., Rinarto, N.D . 2021. Hubungan Perilaku Merokok Dengan
Kejadian Nstemi Dan Stemi Pada Pasien Pjk Di Rsud Sidoarjo. Prosiding
Hefa. Hal. 325-468
Long, B. C. (2016). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan).
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Mardella, E. A., Ester, M., Riskiyah, S. Y., & Mulyaningrum, M. (2013). Buku
Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Muhibbah., Wahid, A., Agustina, R. 2019. Karakteristik Pasien Sindrom Koroner
Akut pada pasien rawat inap ruang tulip di RSUD Ulin Banjarmasin.
Indonesian Journal for Health Sciences.3(1),6-12
Potter, P.A dan Perry A.G. (2010). Fundamentals Of Nursing. Edisi 7. Jakarta:
Salemba Medika
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
Smeltzer SC, Bare BG. text book of medical surgical nursing. 11th editi. Kluwer
W, editor. Philadelpnia; 2010.
Sofiah,W., Roswah, L., F. 2022. Asuhan Keperawatan Pasien Yang Mengalami
Infark Miocard Akut Dengan Nyeri Melalui Teknik Relaksasi Nafas Dalam.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu. 10(1),73-83
Swleboda P et.al. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment. Ann
Agric Environ Med. 2013; Special Issue 1:2-7
Tarwoto & Wartonah. (2015).Kebutuhan Dasar Manusia
dan Proses Keperawatan : Jakarta:ECG
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI)Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SIKI
DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SIKI
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia(SLKI). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SIKI
DPP PPNI.
Wartonah, 2015, Intoleransi Aktivitas menurut para ahli. Jakarta : EGC. Wijaya,
A., S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

21

You might also like