Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan
4
(1) Nyeri somatik: nyeri yang berasal dari tendon, tulang, saraf, dan
pembuluh darah.
(2) Nyeri menjalar: nyeri yang terasa di bagian tubuh yang lain,
umumnya disebabkan oleh keruskana atau cedera pada organ
visceral.
(3) Nyeri nearologis: bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh spasme
di sepanjang atau di beberapa jalur saraf.
(4) Nyeri phantom: nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang
hilang, misalnya pada bagian kaki yang sebenarnya sudah di
amputasi.
2.1.3.1 Nonsisepsi
Sistem saraf perifer mengandung sistem saraf sensorik primer yang
berfungsi mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan beberapa sensasi,
salah satunya adalah nyeri. Nyeri di hantarkan oleh reseptor yang disebut
nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung saraf perifer yang bebas dan tidak
bermielin atau hanya memiliki sedikit mielin. Reseptor ini tersebar dikulit dan
mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kandung
empedu. Reseptor nyeri tersebut dapat diransang oleh stimulus mekanis, termal,
listrik, atau kimiawi (misalnya histamin, bradikinin, dan prostaglandin). Proses
fisiologis yang terkait nyeri disebut nosisepsi. Proses ini terdiri atas empat tahap,
yaitu sebagai berikut:
a) Transduksi
Ransangan (stimulus) yang membahayakan memicu pelepasan mediator
biokimia (misalnya histamin, bradikinin, prostaglandin dan substansi P).
Mediator ini kemudian mensensitisasi nosiseptor.
7
b) Transmisi
Tahap transmisi terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
(1) Stimulasi yang diterima oleh reseptor ditransmisikan berupa impuls
nyeri dari serabut saraf perifer ke medula spinalis. Jenis nosiseptor
yang terlibat dalam transmisi ini ada dua jenis, yaitu serabut C dan
serabut A-delta. Serabut C mentransmisikan nyeri tumpul dan
menyakitkan, sedang serabut A-delta mentransmisikan nyeri tajam dan
teralokasi.
(2) Nyeri ditransmisikan pleh medula spinalis ke batang otak dan talamus
melalui jalur spinotalamikus (spinothalamic tract atau SST) yang
membawa informasi tentang sifat dan lokasi stimulus ke talamus.
(3) Sinyal diteruskan ke korteks sensorik somatik (tempat nyeri di
persepsikan). Impuls yang di transmisikan melalui SST mengaktifkan
respon otonomik dan limbik.
c) Persepsi
Individu mulai menyadari adanya nyeri dan tampaknya persepsi nyeri
tersebut terjadi distruktur korteks sehingga memungkinkan timbulnya
berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan
efektif nyeri.
d) Modulasi atau Sistem Desenden
Neuron dibatang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke tanduk dorsal
medula spinalis yang terkonduksi dengan nosiseptor impuls supresi. Serabut
desenden tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan
norepinefrin yang akan menghambat impuls asenden yang mebahayakan
dibagian dorsal medula spinalis.
otak. Substansi gelatinosa ini dilewati oleh saraf besar dan saraf kecil yang
berperan dalam penghantaran nyeri.
Pada mekanisme nyeri, ransangan nyeri dihantarkan melalui serabut
saraf kecil. Ransangan pada serat kecil dapat menghambat substansi
gelatinosa dan membuka pintu mekanisme sehingga meransang aktivitas sel
T yang selanjutnya akan menghantarkan ransangan nyeri. Ransangan nyeri yang
dihantarkan melalui saraf kecil dapat dihambat apabila terjadi ransangan pada
saraf besar. Ransangan pada saraf besar akan mengakibatkan aktivitas
substansi gelatinosa meningkat sungga pintu mekanisme tertutup dan
hantaran ransangan pun terhambat. Ransangan yang melalui saraf besar
dapat lansung merambat ke korteks serebri sehingga dapat diidentifikasi
dengan cepat (Saputra, Lyndon.,2013).
Nyeri dada merupakan salah satu gejala yang kerap terjadi saat sesorang
mengalami kondisi medis tertentu. Seseorang penderita HHD akan merasakan
nyeri dada atau merasa tekanan atau sesak di dada dan biasanya disertai dengan
sesak nafas, keringat dingin, hingga rasa tercekik di leher. Rasa sakit tersebut
biasanya dipicu oleh tekanan fisik atau emosional. Hal ini hilang dalam beberapa
menit setelah menghentikan aktivitas yang menyebabkan tekanan. Pada beberapa
orang, nyeri ini mungkin sekilas atau tajam dan terasa di perut, punggung atau
lengan.
Angina pectoris adalah istilah medis untuk nyeri dada atau
ketidaknyamanan akibat penyakit jantung koroner. Hal itu terjadi ketika otot
jantung tidak mendapat darah sebanyak yang dibutuhkan. Hal ini biasanya terjadi
karena satu atau lebih arteri jantung menyempit atau tersumbat, biasa juga
disebut iskemia.
sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlansung terus-
menerus secaratipikal akan melibatkan organ- organ viseral, sistem saraf
parasimpatis menghasilkan suatu aksi.
Respons fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan individu.
Kecuali pada kasus nyeri-nyeri berat yang menyebabkan individu
mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu
tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian klien yang mengalami
nyeri tidak akan selalu memperhatikan tanda-tanda fisik (Andri & Wahid,
2016). Respons fisiologis yang diperhatikan dapat berupa respons simpatis
atau parasimpatis. Respons simpatik terlihat pada nyeri akut dan nyeri
permukaan (superficial) dan merupakan respons homeostasis yang tanda-
tandanya:
a) Peningkatan tekanan darah
b) Peningkatan denyut nadi dan pernafasan
c) Dilatasi pupi
d) Ketegangan otot dan kaku
e) Dingin pada perifer
f) Sering buang air kecil
g) Kadar gula darah meningkat
Respons Parasimpatis (pada nyeri berat) dan menunjukan bahwa tubuh
pasien tidak mampu lagi melakukan homeostasis dengan tanda- tandanya :
a) Mual dan muntah
b) Penurunan kesadaran
c) Penurunan tekanan darah
d) Penurunan nadi
e) Pernafasan cepat dan tidak teratur
f) Lemah
2) Respons perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas
dan ekpresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukan oleh pasien
sebagai respons perilaku terhadap nyeri. Respons tersebut seperti
10
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
Gambar 2.2 Skala Penilaian Numeric
Keterangan :
1-3: nyeri ringan (bisa ditoleransi dengan baik/tidak menggagu aktivitas)
4-6: nyeri sedang (menggagu aktivitas fisik)
7-9: nyeri berat (tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri)
10: nyeri sangat berat (malignan/nyeri sangat hebat dan tidak berkurang
dengan terapi /obat-obatan pereda nyeri dan tidak dapat melakukan
aktivitas).
2) Skala wajah
Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara
memerhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara
ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat menyatakan intensitas nyerinya
dengan skala angka, misalnya anak-anak dan lansia (Lyndon Saputra ,
2013).
Skala wajah di gambarkan sebagai berikut:
11
3) Skala deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Description Scale, VSD) merupakan
sebuah gaeis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yag
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini
dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”.
0 1 2 3 4
5
mempengaruhi nyeri :
1) Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Anka kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan
nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam
mengungkapkan dan mengekpresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia
lanjut, memiliki resiko tinggi mengalami situasi ynag membuat mereka
merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.
2) Jenis Kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama. Namun secara umum, pria dan wanitatidak berbeda secara bermakna
dalam berespons teerhadap nyeri.
3) Kebudayaan
Bebrapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah
sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku
yang tertutup. Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang.
4) Makna Nyeri
Individu akan mempesepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri
tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan
tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5) Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungankan dengan respons nyeri yang menurun.
6) Ansietas
Ansietas sering kalimeningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
13
yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam
interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, menyeringit dahi, menggigit
bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan
melindungi bagian tubuh sampai dengan menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghulangkan
nyeri.
3) Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu verpartisipasi
dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan
tindakan higiene normal dan dapat mengganggu aktivitas normal dan
hubungan seksual (Andri & Wahid, 2016).
2.1.3.8 Penanganan Nyeri
Penanganan Nyeri terbagi atas farmakologis dan Non Farmakologis, yaitu:
1) Farmakologis
a) Analgetik Narkotik
Analgetik narkotik terdiri dari berbagaai derivate opium seperti morfin
dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan
kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat
dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf. Namun
penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernafaan di
medula batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap
perubahan dalam status pernafasan jika menggunakan analgesik jenis ini
b) Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek inflamasi
dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan
menghambat produksi prostaglandin dan jaringan yang mengalami
trauma atau inflamasi. Efek samping yang paling umum terjadi adalah
gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gester dan perdarahan gaster
(Bare, Smeltzer. 2011).
2) Non Farmakologi
a) Relaksasi Progresif
15
disebut iktus kordis. Ukurannya kira-kira sebesar genggaman tangan kanan dan
beratnya mencapai 250-300 gram. Di antara dua lapisan jantung terdapat lendir
sebagai pelicin dalam menjaga supaya pergesekan antara pericardium pleura tidak
menimbulkan gangguan pada jantung (Syaifuddin, 2018).
Jantung terdiri dari jaringan dengan memiliki fungsi kontraksi. Dan
hampir dari seluruh berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi
dan berelaksasi, maka timbul perubahan tekanan di daerah jantung atau pembuluh
darah, yang menyebabkan aliran darah di seluruh jaringan tubuh. Otot jantung,
merupakan jaringan sel-sel yang bersifat “Kontraktif” (pegas) dan terdapat di
dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki kemampuan meneruskan rangsang
listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian otot-otot jantung.
Tiap sel otot jantung di pisahkanoleh satu sama lain “intercalated discs”
dan cabangnya membentuk suatu anyaman di daerah jantung. “intercalated discs”
inilah yang dapat mempercepat aliran rangsang listrik potensial di antara serabut-
serabut sel otot-otot jantung. Proses demikian itu terjadi karena intercalated discs
memiliki tahanan aliran listrik potensial yang sedikit rendah dibandingkan bagian
otot jantung lainnya.
Namun keadaan inilah yang mempermudah timbulnya mekanisme
“Excitation” di semua daerah jantung. Otot jantung tersusun sedemikian rupa,
sehingga membentuk ruang jantung dan menjadikan jantung sebagai a globular
muscular organ. Jaringan serabut elastisnya membentuk suatu lingkaran yang
mengelilingi katup-katup jantung. Otot-otot atrium umumnya tipis dan terdiri dari
dua lapisan yang berasal dari sudut sebelah kanan jantung, namun otot
ventrikelnya lebih tebal dan terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan superficial, lapisan
tengah dan laipsan dalam. Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih tebal
daripada dinding ventrikel kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jantung
dalam membentuk ruang-ruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut
berkesinambungan satu dengan lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut
menjadi lapisan tengah dan lapisan dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot
jantung tersebut mengandung berkas-berkas serabut otot (Masud Ibnu, 2012).
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot jantung, bentuk dan
susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara kerjanya menyerupai otot
18
2.2.2.1 Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis
cordis. Disebelah bawah agak ruang disebut apexcordis.
2.2.2.2 Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (cavum mediastinum arteriol), sebelah
kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma dan pangkalnya
dibelakang kiri ICS 5 dan ICS 6 dua jari dibawah papilla mammae. Pada tempat
itu teraba adanya pukulan jantung yang disebut Ictus Cordis.
2.2.2.3 Ukuran
Kurang lebih sebesar kepalan tangan dengan berat sekitar 250-300 gram.
2.2.2.4 Lapisan
1) Endokardium: Lapisan jantung sebelah dalam, yang menutupi katup jantung.
2) Miokardium: Lapisan inti dari jantung yang berisi otot untuk berkontraksi.
3) Perikardium: Lapisan bagian luar yang berdekatan dengan pericardium
viseralis.
Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa darah
sehingga dibagi jadi dua bagian besar, yaitu pompa kiri dan pompa kanan. Pompa
jantung kiri: peredaran darah yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai
dari ventrikel kiri-aorta-arteri-arteriola-kapiler-venula- vena cava superior dan
inferior - atrium kanan.
2.2.3 Etiologi
Menurut Syaifuddin (2016) otot jantung mengandung serat otot khusus
sebagai pencetus dan pengantar rangsangan-rangsangan. Tipe otot atrium dan
ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan
kontraksi otot yang lebih lama, sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus
rangsangan berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya
19
2.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
20
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi :
1) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction).
2) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction).
3) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris).
Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.
STEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi dengan
mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial arteri
koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan
kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar 30% dari
semua serangan jantung (Philip L. et.al. 2017).
Secara keseluruhan sama dengan pasien angiana stabil. Nyeri bersifat lebih
progresif dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Oklusi
sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium,
sehingga tidak ada elevasi segment ST pada EKG (Farisa, 2018).
2.2.5 Patofisiologi
STEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi
koroner. STEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi
koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur
plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis
dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang
cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi
21
asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai
sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi, dan IL-6.
Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaranaseperti TNF hsCRP di
hati. (Sudoyo Aru W, 2017).
Tahapan terbentuknya plak aterosklerosis dibagi menjadi empat tahapan,
dimulai dari disfungsi endotel sampai tahap akhir berupan aterotrombosis
(Myrtha, 2017).
22
WOC (STEMI)
Predisposisi
Pencetus
Kelainan metabolisme (lemak, koagulasi
Faktor perseorangan
darah dan keadaan biofisika/biokimia
dinding arteri Hiperkolesterolemia,
Umur DM, Merokok,
Hipertensi, Usia lanjut,
Jenis kelamin Arterisklerosis Kegemukan
Keturunan Ruptur Plak
Hereditas
Aktivitas faktor dan pembekuan dan
Ras
platelet
Produksi trombin
Iskemia
STEMI
23
STEMI
B1 B2 B3 B4 B5 B6
2.2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
Disfungsi ventrikuler.
1) Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark
dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark.
2) Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (puump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi
yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10
hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah
ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3) Gagal jantung
4) Syok kardiogenik
25
5) Perluasan IM
6) Emboli sitemik/pilmonal
7) Perikardiatis Ruptur
8) Ventrikrel
9) Otot papilar
2.2.9.1 Pengobatan
1) Anti Iskemia
a) Penyekat Beta (Penyekat Beta (Beta Beta blocker blocker).
27
4) Antikogulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepa
mungkin. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A). Pemilihan antikoagulan dibuat
berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-
keamanan agen tersebut
5) Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi
remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard
yang disertai gangguan fungsi sistolik, jantung, dengan atau tanpa gagal jantung
klinis.
6) Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-mempertimbangkan modifikasi diet,
inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada
semua penderita UAP/STEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi
revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra.
atau tidak. Biasanya klien yang mengalami instemi bisa mempunyai riwayat
penyakit: hiperlipidemia, hipertensi, diabetes dan PJK.
(4) Last meal, tanyakan kepada pasien kapan minum dan makan terakhir. Pola
makan yang tidak teratur, dan tidak menjalankan program diet makanan dan
minuman yang dianjurkan untuk penderita stemi.
(5) Event/environment, yaitu ditanyakan bagaiman kondisi lingkungan yang
berhubungan saat kejadian trauma terjadi Bisanya lingkungan yang memicu
Stemi : polusi udara (asap rokok, asap kendaraan, dan asap pembakaran
sapak serta asap dari pabrik)
b) Head Toe To
(1) Kepala
Inspeksi : simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam, warna
rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada kepala, tidak
adanya pedarahan pada kepala. Palpasi : tidak teraba benjolan pada
kepala, rambut teraba kasar.
(2) Mata
Inspeksi : simetris kanan dan kiri, tidak ada kelainan pada mata, reflek
pupil terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik,
tidak ada pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak teraba
benjolan disekitar mata
(3) Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi perdarahan,
tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih baik.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri saat
diraba bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik luar
maupun dalam.
(4) Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada hidung,
tidak ada perdarahan, ada cuping hidung, terpasang oksigen.
Palpasi : tidak terasa benjolan pada hidung dan tidak ada perdarahan
pada hidung.
(5) Mulut dan tenggorokan
Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak sesuai dengan
usia, mukosa lembab/ kering, tidak ada stomatitis, dan tidak terjadi
31
kesulitan menelan.
(6) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak, tidak ada otot
bantu pernafasan, dan tidak terjadi perdarahan pada thorak.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba sama
kiri kanan
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks seperti
ronkhi, wheezing, dullnes
(7) Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan jelas di leher.
Palpasi : denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan seperti mur-
mur dan gallop.
(8) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran, tidak ada bekas
operasi, dan tidak adanya lesi pada abdomen.
Auskultasi : bising usus 12x/m
Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani Palpasi: tidak terasa
adanya massa/ pembengkakan, hepar dan limpa tidak terasa, tidak ada
nyeri tekan dan lepas didaerah abdomen.
(9) Genitalia
Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak karena pasien jantung
dapat diuretik.
(10) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas atas, tidak
ditemukan kelainan pada kedua tangan, turgor kulit baik, tidak terdapat
kelainan, akral teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada terjadi fraktur
pada kedua tangan.
Ekstremitas bawah : tidak ditemukankelainan pada kedua kaki, terlihat
edema pada kedua kaki dengan piring udem > 2 detik, type derajat
edema, tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat.
20
20
- Gelisah Terapeutik
- Cemas - Posisikan pasien semifowler atau fowler
Data objektif dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
- Murmur - berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
jantung stress jika perlu
- Hepatomegali Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
2. Pola nafas tidak efektif b/d hambatan Setelah dilakukan tindakan SIKI I.01011
upaya nafas (SDKI D.0005) keperawatan selama 3 x 7 jam Manajemen jalan nafas
yang ditandai dengan: diarapkan pola nafas membaik. Observasi
Gejala Mayor: Kriteria hasil : - Monitor pola nafas (frekuensi,
Data subjektif SLKI L. 01004 kedalaman, usaha nafas
Dispnea 1. Penggunaan otot bantu nafas - Monitor bunyi nafas tambahan
Data objektif menurun (5) (gurgling, mengi, wheezin, ronkhi)
- Penggunaan otot bantu 2. Pernafasan cuping menurun (5) - Monitor sputum (jumlah, warna,
pernafasan 3. Tekanan ekspirasi menurun (5) aroma)
- Pola nafas abnormal 4. Tekanan inspirasi menurun (5) Terapeutik
Gejala Minor : - Pertahankan kepatenan jalan nafas
Data subjektif - Posisikan semi fowler atau fowler
Ortopnea - Berikan minum hangat
Data objektif - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Pernafasan cuping hidung - Lakukan pengisapan lendir kuran dari
15 detik
- Lakukan hiperoksienasi sebelum
pengisapan endotrakeal
- Berikan oksigen jika perlu
- Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian broncodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
21
3. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi
fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak keperawatan selama 3 x 7 jam - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
meringis, bersikap protektif, gelisah, diarapkan nyeri menurun. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur Kriteria hasil : - Identifikasi skala nyeri
(SDKI D. 0077) yang ditandai SLKI L. 08066 - Identifikasi respon nyeri non verbal
dengan: 1. Keluhan nyeri menurun (5) - Identifikasi faktor yang memperberat
Gejala Mayor : 2. Meringis menurun (5) dan memperingan nyeri
Data subjektif 3. Gelisah menurun (5) Terapeutik
Mengeluh nyeri 4. Kesulitan tidur menurun (5) - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
Data objektif 5. Tekanan darah membaik (5) mengurangi nyeri (TENS, hypnosis,
- Tampak meringis Gelisah 6. Pola tidur membaik (5) terapi musik, terapi pijat, kompres
- Frekuensi nadi meningkat hangat/ dingin)
- Bersikap protektif - Kontrol lingkungan yang memperberat
- Sulit tidur rasa nyeri
Gejala Minor : - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Data objektif dalam pemilihan strategi
- Tekanan darah meningkat Edukasi
- Pola nafas berubah - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Nafsu makan berubah - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- olaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4. Setelah dilakukan tindakan Observasi
Intoleransi aktivitas b.d keperawatan selama 3 x 7 jam - Identifkasi gangguan fungsi tubuh
ketidakseimbangan antara suplai dan diarapkan toleransi aktivitas yang mengakibatkan kelelahan
kebutuhan oksigen, kelemahan, tirah meningkat. - Monitor kelelahan fisik dan
baring (D. 0056) yang ditandai SLKI L. 05047 emosional
dengan: Kriteria hasil : - Monitor pola dan jam tidur
Gejala Mayor : - Kemudaan melakukan aktivitas se - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
Data subjektif hari- hari meningkat (5) selama melakukan aktivitas
Mengeluh lelah - Keluhan lelah menurun (5) Terapeutik
Data objektif - Perasaan lemah menurun (5) - Sediakan lingkungan nyaman dan
- Frekuensi jantung meningkat - Tekanan darah membaik (5) rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
>20% Dari kondisi istirahat - Saturasi oksien membaik (5) kunjungan)
Gejala Minor : - frekuensi nafas membaik (5) - Lakukan rentang gerak pasif dan/atau
Data subjektif aktif
- Dispnea setelah aktivitas - Berikan aktivitas distraksi yang
- Merasa lemah menyenangkan
- Merasa tidak nyaman setelah - Fasilitas duduk di sisi tempat tidur,
beraktivitas jika tidak dapat berpindah atau
Data objektif berjalan
- Tekanan darah berubah >20% dari Edukasi
kondisi istirahat - Anjurkan tirah baring
- Gambaran EKG menunjukkan - Anjurkan melakukan aktivitas secara
aritmia bertahap
- Gambaran EKG - Anjurkan menghubungi perawat jika
menunjukkan iskemia tanda dan gejala kelelahan tidak
- Sianosis berkurang 23
22
- Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
39
2.3.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)
yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap
ini perawat menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan
tindakan keperawatan terhadap pasien dengan STEMI. Perawat harus
mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan
pasien.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan klien (Nursalam, 2014). Evaluasi dilakukan
terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi hasil atau
formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan dan evaluasi
proses atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respon klien
pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan yang dilaksanakan
O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang di
laksanakan.
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau ada
masalah baru atau ada masalah yang kontradiktif dengan masalah
yang ada
P : Pelaksanaan atau rencana yang akan di lakukan kepada klien
setelah dilakukan implementasi keperawatan.
1
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELOLAAN
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : TN. P
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak /Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA Status
Perkawinan : Kawin
Alamat : Tumbang Pesangon, Kahayan
Tgl MRS : 10/11/2023
Diagnosa Medis : STEMI
1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 60 x/menit, pernapasan : 17 x/menit, TD Kebiasaan minum klien 100 - 1500 CC /hari,
: 95/60 mmHg, bunyi nafas : vesikuler, jenis minuman air putih the dan kopi, turgor
respirasi : perut dan dada, kedalaman : normal, kulit menurun, mukosa mulut kering,
fremitus : tidak ada, sputum : tidak ada, punggung kaki normal berwarna kuning
sirkulasi oksigen : lancar, dada simetris, tidak langsat, pengisian kapiler < 2 detik,
terpasang oksigen, tidak terpasang WSD, tidak konjungtiva anemis (-), skelera putih, distensi
ada riwayat penyakit pada sistem pernafasan. vena jugularis tidak terlihat, asietes tidak ada,
terpasang infus di tangan kiri pada tanggal
10/11/2023.
Masalah Keperawatan : Masalah Keperawatan :
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif Ο Kekurangan volume cairan ,
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Ο Kelebihan volume cairan
Jantung
3
Ο Gg Perfusi Jaringan
Rasa ingin1.pingsan
TIDUR /pusing : tidak ada, stroke Alergi2. /sensitifitas
& ISTIRAHAT PENCEGAHAN : tidak TERHADAP
ada, perubahan
(gejala sisa) : tidak ada, kejang : tidak ada, tife : sistem imun sebelumnya
BAHAYA: tidak ada,
tidak ada, agra
Aktivitas : tidak
waktu ada, istirahat,
luang: frekuensi Aktivitas
: tidak ada,Reflek
riwayat penyakit
: klien dapathub seksual : tidak
menghindari rasa ada,
nyeri,
status postikaltv, :kesulitan
hoby: nonton tidak ada kelainan,
bergerak: selamastatus tidak ada
di penglihatan transfusi
: klien darah dengan
dapat melihat /jumlah,
baik,
mental : baik, waktu
rawat terbatas : klientangan
meggerakan dapat membedakan gambaran reaksi
yang sakit pendengaran : demam,
: baik riwayatmenjawab
dan dapat cedera
pagi, siang kesulitan
post CAD, dan malam, tempat
bergerak turun: dari
klienpertanyaaan
kecelakaanperawat,
: tidak penciuman
ada, fraktur: /dislokasi
klien dapat
mengetahui
tempat tidursedang di rawat
karena di rumah
terpasang alat sakit Dorismencium
monitor sendi : bau
tidakmakanan,
ada, artritis /sendi: tak
perabaan stabil :
normal.
Sylvanus, orang : otot
dan infus, kekuatan klien: 5,dapat
tonusmembedakan
otot baik, tidak ada, masalah punggung : tidak ada,
perawat dokter, tegak,
postur tubuh keluarga dan klien
rentang geraklainbaik,
yang perubahan pada tahi lalat : tidak ada,
dirawat di ruangan
penggunaan yang sama,
alat bantu(-), kesadaran pembesaran nodus : tidak ada, kekuatan
pelaksanaan
compos
aktivitas: mentis,
selama diMemori saat inisehari-
rawat kebutuhan pasien umum : klien tampak lemas.
mengatakan
hari seperti sekarang sedang di rawat
makan/minum,BAK dan di rumah
duduk
sakit , yang
dibantu lalu : pasien dapat mengingat tanggal
keluarga.
ulang tahunnya,
Masalah kaca mata : tidak ada, alat bantuMasalah Keperawatan
Keperawatan
dengar : tidakPola
Ο Gangguan ada, ukuran /reaksi pupil : kiriΟ Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Tidur
/kanan : isokor, facial drop : tidak ada, kakuΟ Gangguan Persepsi Sensorik
kuduk :tidak ada, gangguan genggam /lepas :
Ki / Ka : tidak ada, postur : simetris, kordinasi :
baik, refleks patela Ki /Ka : tidak di uji, refleks
tendo dalam bisep dan trisep : tidak di uji, kernig
sign : tidak di uji babinsky : tidak di uji,
chaddock : tidak di uji brudinsky : tidak di uji
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan
infeksi
5
7. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : Aktif melakukan hubungan seksual : Tidak
…………… Penggunaan kondom : Tidak
Penggunaan kondom : Masalah – masalah /kesulitan seksual : Tidak
…………………………… ada
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat :
……….. Tidak ada
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : Pria :
….. Rabas penis : -
Wanita : Gg Prostat : -
Usia Menarke : …… thn, Lama siklus : Sirkumsisi : -
……..hari Vasektomi : -
Lokasi : …………………………………….. Melakukan pemeriksaan sendiri : -
Periode menstruasi terakhir : Payudara test : -
……………………. Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : -
Menopause : Tanda ( obyektif )
………………………………………. Pemeriksaan : -
Rabas Vaginal : Payudara /penis /testis : -
…………………………………… Kutil genatelia/test : -
Perdarahan antar periode :
………………………
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri /
mammogram :
……………………………………
Tanda ( obyektif )
Pemeriksaan :
………………………………….
Payudara /penis /testis :
……………………….
Kutil genatelia/test :
…………………………..
Masalah Keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn
6
seksualitas
8. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA
INTERAKSI SOSIAL
Lama perkawinan : 24 tahun, hidup dengan Sosiologis : pasien tidak merasa cemas saat
istri, masalah /stress : tidak ada, cara berinteraksi dengan orang lain termasuk dengan
mengatasi stress : jalanjalan / piknik, peran petugas Kesehatan. penggunaan alat bantu
dalam struktur keluarga : seorang ayah dan komunikasi : tidak ada, adanya laringoskopi :
kepala keluarga tidak ada, komunikasi verbal / non verbal
dengan keluarga / orang terdekat lain : pasien
berkomunikasi dengan keluarga, perawat dan
dokter, spiritual : pasien beragama Kristen, saat
melakukan sesuatu klien tidak lupa untuk selalu
berdoa, kegiatan keagamaan : tidak ada, gaya
hidup : selama di rumah sakit pasien lebih
banyak tidur.
Masalah Keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak
diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah
● Orientasi :
Orientasi Waktu : Klien dapat membedakan waktu pagi, siang, sore dan malam
Orientasi Orang : Klien dapat mengenali keluarganya dan petugas kesehatan
9
● Afektifitas :-
2. Status Neurologis ;
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : Pasien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan bau
balsam
Nervus Kranial II : Pasien dapat melihat dengan baik
Nervus Kranial : Pasien dapat menggerakkan bola mata kea rah kiri dan kanan
III
Nervus Kranial : Pasien dapat menggerakkan kedua matanya
IV
Nervus Kranial V : Pasien dapat merasakan sentuhan panas dan dingin pada
kulitnya dan pasien dapat mengunyah dengan baik
Nervus Kranial : Pasien dapat memejamkan matanya
VI
Nervus Kranial : Pasien dapat mengatur wajahnya seperti tersenyum
VII
Nervus Kranial : Pendengaran pasien baik, dapat mendengar perkataan dokter
VIII dan perawat
Nervus Kranial : Pasien dapat membedakan rasa pahit dan manis
IX
Nervus Kranial X : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dengan keluarga
dan petugas Kesehatan
Nervus Kranial : Pasien dapat mengangkat bahunya
XI
Nervus Kranial : Pasien dapat menjulurkan lidahnya
XII
3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : 5/5 gerakan otot penuh melawan gravitasi dan tahan
10
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : Ekstremitas bawah kiri dan kanan (5/5) normal = Gerakan
otot penuh melawan gravitasi dan tahanan
b) Tonus : Normal
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : +2
d) Refleks Patologis
- Babinsky : kanan (+2)/kiri (+2)
- Chaddock : kanan (+2)/kiri (+2)
- Gordon : kanan (+2)/kiri (+2)
- Oppenheim : kanan (+2)/kiri (+2)
- Schuffle : kanan (+2)/kiri (+2)
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : (+2)
b) Brudzinksky I & II : (+2)
c) Lassaque : (+2)
d) Kernig Sign : (+2)
11
F. DATA GENOGRAM
Keterangan :
: Laki - Laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Garis keturunan
: Tinggal dalam satu rumah
16,0 g%
Leukosit 12.620 4.500 – 11.000 /mm3
Eritrosit 3.40 4 – 6 juta/mm3
Trombosit 228.000 150.000 – 400.000/mm3
Hematokrit 33 37 – 48 %
MCV 98 80 – 100 fL
MCH 33 27 – 34 fg
MCHC 33 32 – 36 g/dl
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari/Tanggal Pemberian Obat : 11/11/2023
Obat Dosis Pemberian Indikasi
SP Dopamin 5 mcg/kgBB/mnt Meningkatkan pompa jantung
dan aliran darah
Injeksi 1 x 40 mg Meredakan gejala peningkatan
Pantoprazole asam lambung seperti sakit
maag dan gejala refluks asam
lambung
Injeksi Lovenox 2 x 0,6 ml Digunakan untuk mencegah
Deep vein thrombosis (DVT)
13
ANALISIS DATA
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan Pasien
Mengatakan nyeri dada kiri seperti ditusuk tusuk dan tembus kebelakang dan menjalar
ke tangan kiri, skala nyeri 4 (1-10), nyeri terasa terus menerus dan tidak berkurang
dengan istirahat, Karakteristik nyeri : (P: Klien mengatakan nyeri muncul pada saat
bergerak dan beristirahat, Q: nyeri yang dirasakan seperti di tusuk-tusuk, R: lokasi
nyeri dirasakan di dada tembus kebelakang dan menjalar ke tangan kiri, S: skala nyeri
4 (1-10), T: klien mengatakan nyeri terasa terus menerus, masih terasa walau saat
istirahat) Pasien tampak gelisah dan mengerutkan muka, menjaga area yang sakit,
Kesadaran compos mentis, Tanda-tanda vital : TD : 82/67 mmhg, N: 44x/menit, RR:
20x/menit, S: 36,8°C, SPO2 98%.20 x/mnt
16
RENCANA KEPERAWATAN
38
41
40
39
98%
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Jam Nama Perawat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
42
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A., & Hidayat. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Aspiani, R. Y. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular. Jakarta: ECG.
Bahrudin, M. 2018. Patofisiologi Nyeri. Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Kedokteran
13 (1) :7-13.
Haswita, dan Reni Sulistyowati. (2017) Kebutuhan Dasar Manusia untuk
Mahasiswa Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Media
Keliat, B. A., Dwi Windarwati, H., Pawirowiyono, A., & Subu, A. (2015). Nanda
International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Laksono, N.T., Rinarto, N.D . 2021. Hubungan Perilaku Merokok Dengan
Kejadian Nstemi Dan Stemi Pada Pasien Pjk Di Rsud Sidoarjo. Prosiding
Hefa. Hal. 325-468
Long, B. C. (2016). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan).
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Mardella, E. A., Ester, M., Riskiyah, S. Y., & Mulyaningrum, M. (2013). Buku
Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Muhibbah., Wahid, A., Agustina, R. 2019. Karakteristik Pasien Sindrom Koroner
Akut pada pasien rawat inap ruang tulip di RSUD Ulin Banjarmasin.
Indonesian Journal for Health Sciences.3(1),6-12
Potter, P.A dan Perry A.G. (2010). Fundamentals Of Nursing. Edisi 7. Jakarta:
Salemba Medika
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
Smeltzer SC, Bare BG. text book of medical surgical nursing. 11th editi. Kluwer
W, editor. Philadelpnia; 2010.
Sofiah,W., Roswah, L., F. 2022. Asuhan Keperawatan Pasien Yang Mengalami
Infark Miocard Akut Dengan Nyeri Melalui Teknik Relaksasi Nafas Dalam.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu. 10(1),73-83
Swleboda P et.al. Assessment of Pain: Types, Mechanism, and Treatment. Ann
Agric Environ Med. 2013; Special Issue 1:2-7
Tarwoto & Wartonah. (2015).Kebutuhan Dasar Manusia
dan Proses Keperawatan : Jakarta:ECG
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI)Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SIKI
DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SIKI
DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia(SLKI). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI. Tim Pokja SIKI
DPP PPNI.
Wartonah, 2015, Intoleransi Aktivitas menurut para ahli. Jakarta : EGC. Wijaya,
A., S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
21