You are on page 1of 11

JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130

http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE

PENILAIAN DAN PENGENDALIAN RISIKO PADA PEKERJAAN BONGKAR MUAT PETI


KEMAS OLEH TENAGA KERJA BONGKAR MUAT DENGAN CRANE

Senjayani1, Tri Martiana2


1
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
2
Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Airlangga
senjayani.gumay@gmail.com

ABSTRACT
Port is the distribution center of commodity with the intensive rigging activities. There are two
types of rigging activities, namely manual rigging and rigging by crane. Rigging by crane is high risk
job. The purpose of this study is to conduct a risk assessment of container rigging activity at Terminal
South Jamrud. This research was conducted with observational approach. The object of this study is
container rigging work by crane. The result of hazard identification on this activity show that there
are 17 hazard potential. Risk assessment categorize seven of the hazard potentials as low risk, six of
the hazard potentials as medium risk, and four of the hazard potentials as high risk. Risk control
which has been applied consist of engineering control, administrative control and personal protective
equipment (PPE). The hazard of rigging activities by crane control effort has been made to stage the
ALARP (As Low As Possible Reasonably Practicable). Koperasi TKBM Usaha Karya and PT
Pelabuhan Indoensia III (PERSERO) Cabang Tanjung Perak need to conduct proper rigging training
by crane on a periodic basic for all of their rigger. Applying reward and punishment can be imple-
mented accordingly by PT Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang Tanjung Perak to spur obe-
dience as well as improving productivity.
Keyword: risk assessment, rigger, crane

ABSTRAK
Pelabuhan merupakan pusat distribusi barang yang didalamnya terdapat kegiatan bongkar muat.
Ada dua macam jenis kegiatan bongkar muat yaitu kegiatan bongkar muat manual dan kegiatan
bongkar muat dengan crane. Kegiatan bongkar muat dengan crane merupakan pekerjaan yang berisi-
ko tinggi. Adapun tujuan penelitian ini yaitu melakukan risk assessment pada pekerjaan bongkar muat
peti kemas. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan deskriptif dengan pendekatan observasional.
Objek yang diteliti yaitu pekerjaan bongkar muat peti kemas dengan crane. Hasil identifikasi bahaya
menunjukkan 17 potensi bahaya yang teridentifikasi. Penilaian risiko menunjukkan 7 potensi bahaya
masuk kategori low risk, 6 potensi bahaya masuk katergori medium risk dan 4 potensi bahaya masuk
kategori high risk. Pengendalian risiko yang dilakukan terdiri dari pengendalian teknik, pengendalian
administratif dan alat pelindung diri (APD). Bahaya pekerjaan bongkar muat dengan crane telah dil-
akukan upaya pengendalian hingga tahap ALARP (As Low As Possible Reasonably Practicable).
Koperasi Usaha Karya dan PT Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang Tanjung Perak perlu
melakukan pelatihan terkait dengan bongkar muat peti kemas dengan crane secara periodik pada se-
tiap tenaga kerja bongkar muat. Pemberian punishment dan reward dapat dilakukan oleh PT
Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang Tanjung Perak sebagai bentuk memacu ketaatan tenaga
kerja bongkar muat sekaligus memacu meningkatkan produktivitas kerja.
Kata kunci: risk assessment, tenaga kerja bongkar muat, crane

120
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

PENDAHULUAN Organization) 1998 membuktikan bahwa setiap


Kegiatan bongkar muat merupakan rata-rata 6.000 orang manusia meninggal dunia,
kegiatan pemindahan barang dari dermaga ke setara dengan satu orang setiap kurun waktu 15
kapal dan begitupun sebaliknya. Kegiatan detik atau 2.2 juta orang pertahun akibat sakit
bongkar muat dapat dipermudah dengan adanya atau kecelakaan kerja yang berkaitan dengan
crane kapal. Crane adalah peralatan angkat pekerjaan mereka (Suardi, 2007). Data tersebut
angkut yang difungsikan khusus untuk menggambarkan bahwa begitu besarnya ke-
mengangkat naik dan menurunkan muatan rugian yang didapatkan akibat adanyapotensi
(Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, bahaya yang tidak dikehendaki.
1985). Suma’mur (2009) menyebutkan bahwa
Kegiatan bongkar muat dilakukan oleh pengendalian sumber-sumber bahaya harus dil-
tenaga kerja bongkar muat yang dikelola oleh akukan yaitu dengan melakukan identifikasi
koperasi. Tenaga kerja bongkar muat bertugas sumber-sumber potensi bahaya di tempat kerja.
memasang atau melepaskan peti kemas pada Upaya pengendalian risiko harus dilakukan sa-
alat pengangkat atau hook crane. Potensi lah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu
bahaya yang sering terjadi pada tenaga kerja dengan cara risk assessment. Risk assessment
bongkar muat maupun operator crane antara merupakan bagian dari manajemen risiko yang
lain terjepit beban, tertimpa beban, dan terpleset mencakup dua tahapan yaitu analisis risiko dan
saat naik tangga. evaluasi risiko, kedua tahapan ini akan menen-
Data dari PT PELINDO I Cabang Pek- tukan langkah pengendalian risiko yang dapat
anbaru menyebutkan kecelakaan kerja pada dilakukan untuk mengurangi potensi bahaya di
pekerjaan bongkar muat dengan crane yang tempat kerja (Ramli, 2010). Salah satu
terjadi di Dermaga A PT Pelabuhan Indonesia I contohnya pengendalian risiko yang dilakukan
Cabang Pekanbaru. Kecelakaan yang terjadi oleh pada engine room kapal feri selat Madura
pada tanggal 12 November 2009 ini disebabkan II Surabaya menjelaskan bahwa terdapat
karena operator crane tidak memperhatikan beberapa pengendalian risiko yang dilakukan
kapasitas beban yang dapat diangkat oleh crane diantaranya pemasangan safety device,
sehingga beban yang diangkat melebihi kapasi- pengendalian administratif, dan APD
tas. Akibatnya boom crane yang digunakan (Wicaksono, 2017).
patah yang menyebabkan 1 (satu) orang tenaga Risk assessment sebagai wujud dari risk
kerja bongkar muat meninggal dan 1 (satu) management perlu dilaksanakan untuk menge-
orang tenaga kerja bongkar muat lain harus tahui besarnya nilai risiko yang dapat terjadi
menjalani perawatan intensif di rumah sakit. pada pekerjaan bongkar muat peti kemas
Data kecelakaan lain dari berita harian dengan crane. Risk assessment bertujuan
Suara Pekerja menyebutkan kecelakaan pada menurunkan risiko hingga tingkat risiko yang
bulan April 2012 hingga bulan Maret 2013 ter- bisa terima oleh Manajemen sehingga mencip-
jadi 3 (tiga) kali kecelakaan di Terminal Nilam takan kondisi aman di tempat kerja. Adapun
Tanjung Perak Surabaya yang megakibatkan 3 tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan risk
(tiga) tenaga kerja bongkar muat meninggal assessment pada pekerjaan bongkar muat peti
dunia. Dua kecelakaan terjadi pada saat kemas dengan crane oleh tenaga kerja bongkar
bongkar muat kayu gelondongan. Satu kecel- muat di Terminal Jamrud Selatan Pelabuhan
akaan berasal dari kegiatan bongkar muat tiang Tanjung Perak.
pancang saat melakukan bongkar muat barang
dari dermaga ke kapal. Tarwaka (2008) me- METODE
nyebutkan sebab utama dari kejadian kecel- Penelitian ini dilaksanakan dengan
akaan kerja adalah unsafe action dan unsafe rancangan deskriptif dengan metode observa-
condition. sional. Penelitian ini termasuk penelitian cross
Data Kementerian Tenaga Kerja dan sectional karena pengamatan pada variabel dil-
Transmigrasi menyebutkan, sepanjang tahun akukan berdasarkan periode tertentu saja. Data
2009 telah terjadi 54. 398 kasus kecelakaan dikumpulkan dengan melakukan observasi ter-
kerja di Indonesia, sedangkan data yang ber- hadap pekerjaan bongkar muat dan wa-
sumber dari Jamsostek menunjukkan total ang- wancara terhadap tenaga kerja bongkar muat
ka kecelakaan kerja periode 2010 mencapai dan supervisor bongkar muat.
86.693 kasus kecelakaan kerja. Penelitian yang Objek yang diteliti yaitu pekerjaan
dilakukan oleh ILO (International Labour bongkar muat peti kemas dengan crane.

121
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2015 haya pada pekerjaan bongkar muat dapat
- Desember 2015. Data penelitian yang diukur dilihat pada Tabel 2.
antara lain identifikasi bahaya pekerjaan
bongkar muat dengan crane, penilaian risiko Penilaian Risiko
pada pekerjaan bongkar muat dengan crane dan Penilaian risiko adalah proses analisis
mengamati pengendalian risiko yang sudah dil- dan evaluasi risiko untuk menentukan besarnya
akukan di Terminal Jamrud Selatan. risiko serta tingkat risiko. Potensi bahaya perlu
Teknik dan instrumen pengumpulan data diamati agar dapat mengetahui besarnya risiko
adalah: (a) langkah awal melakukan pengum- yang dapat terjadi. Berdasarkan observasi
pulan data dengan melakukan observasi awal, dan wawancara di lapangan, hasil penilaian
kemudian membuatlembar job safety analysis risiko pada pekerjaan bongkar muat peti ke-
(JSA) terkait pekerjaan bongkar muat peti ke- mas dengan crane dijelaskan pada Tabel 2.
mas dengan crane, (b) observasi yang dil-
akukan secara langsung untuk mengetahui Pengendalian Risiko
sumberbahayadengan cara melihat langsung, Risiko yang telah diketahui besarnya po-
mendengar dan mencatat keadaan di tempat tensi bahaya harus dikelola dengan tepat dan
kerja mengenai potensi bahaya yang ada pada efektif sesuai kemampuan perusahaan. Pengen-
pekerjaan bongkar muat peti kemas dalian risiko merupakan langkah penting yang
menggunakan crane, (c) wawancaradengan menentukan keseluruhan manajemen risiko.
tenaga kerja bongkar muat dan supervisor Hirarki pengendalian risiko diterapkan untuk
bongkar muat dengan tujuanuntuk menggali mengurangi kemungkinn dan keparahan dari
informasi dan keterangan terkait dengan mana- suatu aktivitas. Ada enam tingkatan pengen-
jemen risiko pada pekerjaan bongkar muat peti dalian risiko yaitu eliminasi, substitusi, teknik,
kemas dengan crane, instrumen yang isolasi, administratif dan alat pelindung diri
digunakan berupa lembar kuisioner. (APD). Pengendalian risiko yang sudah dil-
Standar yang digunakan untuk akukan di Terminal Jamrud Selatan terdiri dari
melakukan penilaian risiko yaitu menggunakan teknik, administratif dan alat pelindung diri
Australian Standard/New Zealand Standard (APD).
tahun 2004 (Australian Standard/New Zealand
Standard, 2004). Sebelumnya dilakukan identif-
ikasi bahaya dengan menentukan potensi baha-
ya berikut risiko yang bisa terjadi. Hasil dari
identifikasi bahaya kemudian disepakati nilai
severity dan likelihood. Likelihood (kemung-
kinan) adalah proses menentukan suatu bahaya
dari aktivitas sehingga besar kemungkinan po-
tensi bahaya dapat diketahui. Severity (kepara-
han) adalah dampak yang dari suatu aktivitas
kerja. Nilai likelihood dan severity kemudian
dikalikanuntuk mendapatkan hasil penilaian
risiko. Selanjutnya tingkat risiko dikategorikan
menjadi 3 (tiga) yaitu kategori low risk (1-6),
kategori medium risk (7-14) dan high risk(15-
25).

HASIL

Identifikasi Bahaya
Elemen pertama dari proses manajemen
risiko K3 dimulai dengan identifikasi bahaya
yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan
lembar job safety analysis (JSA) untuk meneliti
potensi bahaya pada pekerjaan bongkar muat
peti kemas dengan crane. Hasil identifikasi ba-

122
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

Tabel 2. Hasil Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Pada Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas

Peringkat
Aktivitas Risiko
Uraian Potensi Bahaya Risiko
Pekerjaan L R
S
L S
Memasang Mengangkat tangga Terpapar asap ken- Gangguan 2 1 2
tangga ke daraan bergerak pernafasan
atas truk Beban tangga yang Low back pain 4 1 4
berat
Memposisikan tangga Tertimpa tangga Luka gores, me- 2 3 6
pada ujung truk mar
Posisi badan mem- Low back pain 4 1 4
bungkuk
Naik/turun Berjalan menaiki/ Tersandung Memar, luka 3 4 12
truk menuruni truk serius, patah tu-
lang
Tangga patah Memar, luka 3 4 12
serius, patah tu-
lang
Pengangkata Memasang hook crane Tangan terjepit hook Luka gores, me- 3 2 6
n peti kemas pada peti kemas crane mar
Pengangkatan peti kemas Peti kemas berayun Luka serius, 2 5 10
dengan crane cepat patah tulang,
cacat, kematian
Tertimpa peti kemas Luka serius, 3 5 15
patah tulang,
cacat, kematian
Tali sling putus Luka serius, 3 5 15
patah tulang,
cacat, kematian
Pemberian Berdiri di atas kapal Paparan sinar ma- Heat exhaustion 3 2 6
sinyal tangan memberikan sinyal tahari (kelelahan panas)
Tertabrak peti kemas Luka serius, 2 5 10
patah tulang,
cacat, kematian
Jatuh ke laut Tenggelam, ke- 3 3 12
matian
Penurunan Penurunan peti kemas ke Terkena siku peti Luka gores, me- 3 4 12
peti kemas kapal kemas mar, cidera pada
kepala
Tali sling putus Luka serius, 3 5 15
patah tulang,
cacat, kematian
Tertimpa peti kemas Luka serius, 3 5 15
patah tulang,
cacat, kematian
Melepas hook crane pada Tangan terjepit hook Luka gores, me- 3 2 6
peti kemas crane mar

123
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

PEMBAHASAN yaitu beban tangga yang berat, dan terpapar


asap kendaraan/ truk. Beban tangga yang berat
Identifikasi Bahaya berisiko low back pain. Potensi bahaya terpapar
Persyaratan yang ditentukan OHSAS asap kendaraan yaitu gangguan pernafasan.
18001, setiap perusahaan harus menetapkan Riski (2013) menyebutkan bahwa asap ken-
prosedur mengenai identifikasi bahaya daraan bergerak beserta debu yang masuk da-
(OHSAS 18001:2007, 2007). Siswanto (2012) lam saluran pernafasan dan mengendap dalam
menyebutkan identifikasi bahaya adalah proses paru dalam jangka waktu lama akan menyebab-
mengenal bahaya dan menetapkan karakteristik kan gangguan kesehatan seperti gangguan
bahaya tersebut pernafasan, ISPA, bronchitis, TBC, asma, dan
ganguan pernafasan lainnya.
Kegiatan mengidentifikasi bahaya meru- Potensi bahaya tertimpa tangga yaitu luka
pakan tahap pertama dalam manajemen risiko gores dan memar, sedangkan risiko dari potensi
untuk mengetahui masalah keselamatan dan bahaya badan membungkuk yaitu low back
kesehatan kerja yang ada dalam proses kerja di pain. Aktivitas selanjutnya yaitu tenaga kerja
perusahaan. Identifikasi bahaya sangat penting bongkar muat naik/ turun truk, potensi bahaya
untuk menentukan bentuk program keselamatan yang terjadi adalah tersandung dan tangga yang
dan kesehatan kerja dan implementasi pen- sewaktu-waktu bisa patah. Risiko yang terjadi
gendalian yang harus dilakukan perusahaan. akibat tersandung yaitu tenaga kerja bongkar
Hasil identifikasi menjadi masukan utama da- muat dapat memar, luka serius, dan patah tu-
lam menyusun rencana kerja untuk mengen- lang. Tangga yang patah dapat berisiko memar,
dalikan dan mencegah kejadian yang tidak di- luka serius, dan patah tulang. Tenaga kerja
inginkan dari keberadaan bahaya tersebut. bongkar muat dituntut untuk selalu
Metode yang digunakan dalam men- menggunakan alat pelindung diri (APD) saat
gidentifikasi bahaya adalah metode proaktif bekerja, hal ini sesuai dengan Undang-Undang
sehingga potensi bahaya yang terdapat pada Nomor 1 Tahun 1970 pasal 13 mengenai
pekerjaan diidentifikasi sejak awal sebelum ter- seorang pekerja wajib untuk menggunakan alat
jadinya kecelakaan. Dari dan Indriati (2013) pelindung diri (APD) sebelum melakukan
menyebutkan, hasil identifikasi bahaya dengan pekerjaannya (Departemen Hukum dan
menggunakan metode proaktif akan bernilai Perundang-Undangan, 1970).
positif karena sifatnya yang preventif. Ramli Ada banyak faktor yang menyebabkan
(2010) menyebutkan, metode proaktif akan tenaga kerja bongkar muat tidak menggunakan
membentuk peningkatan berkelanjutan, alat pelindung diri (APD). Ghaisani dan Erwin
menghindarkan dari pemborosan dan mening- (2014) menyebutkan bahwa penggunaan alat
katkan awareness. Hal ini dirasa efektif untuk pelindung diri (APD) membatasi ruang gerak
menekan kerugian yang berlebih sebelum pekerja ketika bekerja. Hasil observasi me-
terjadinya kecelakaan kerja yang tidak di- nyimpulkan bahwa pekerja belum mengetahui
harapkan. Lembar Job Safety Analysis (JSA) dampak atau efek buruk dari tidak
digunakan untuk memberikan kemudahan saat menggunakan alat pelindung diri (APD).
melakukan identifikasi bahaya pada setiap Aktivitas selanjutnya yaitu tenaga kerja
tahapan kerja proses bongkar muat. Identifi- bongkar muat memasang hook crane. Potensi
kasi bahaya pada proses bongkar muat dil- bahaya yang terjadi yaitu tangan terjepit hook
akukan dengan memperhatikan proses peker- crane. Risiko yang bisa terjadi dari potensi ter-
jaan dari tahap persiapan hingga tahap akhir. sebut yaitu memar dan luka gores.
Identifikasi bahaya proses bongkar muat Pengangkatan peti kemas dengan crane
dengan crane meliputi aktivitas tenaga kerja potensi bahaya yang terjadi yaitu peti kemas
bongkar muat memasang tangga ke atas truk, berayun cepat, tali sling putus dan tertimpa peti
naik/ turun truk, pengangkatan peti kemas, kemas. Tiga potensi bahaya ini mempunyai
pemberian sinyal tangan, dan penurunan peti risiko yang sama yaitu luka serius, patah tulang,
kemas. Aktivitas yang pertama kali dil- cacat, kematian. Tenaga kerja bongkar muat
akukan yaitu memasang tangga ke atas truk. harus fokus saat melakukan pekerjaan, khu-
Truk yang tiba di Dermaga akan dipasang tang- susnya pada saat proses pengangkatan peti ke-
ga di atas truk sebagai akses naik/ turun truk. mas. Kecelakaan dapat saja terjadi
Tenaga kerja bongkar muat yang mengangkat sewaktu-waktu.
tangga ada 2 potensi bahaya yang dapat terjadi

124
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

Aktivitas selanjutnya yaitu pemberian Penilaian Risiko


sinyal tangan, satu orang tenaga kerja bongkar Setelah identifikasi bahaya selesai, dil-
mut yang berada di atas kapal memberikan akukan penilaian tingkat risiko dengan
sinyal tangan pada operator crane yang menan- menggunakan teknik semi kuantitatif. Penilaian
dakan bahwa peti kemas sudah siap untuk di- risiko adalah proses menilai besar risiko ber-
angkat. Potensi bahaya yang terjadi pada tenaga dasarkan potensi bahaya berikut risiko yang
kerja bongkar muat yang memberikan sinyal telah teridentifikasi pada proses bongkar muat.
tangan yaitu ada tiga tertabrak peti kemas, Penentuan nilai likelihood dan severity dari se-
terpapar sinar matahari dan terjatuh ke laut. tiap potensi bahaya yang telah teridentifikasi
Risiko yang terjadi akibat tertabrak peti kemas dan besarnya risiko yang ditimbulkan disepaka-
sangat serius yaitu luka serius, patah tulang, ti dengan pihak perusahaan terkait. Penilaian
cacat dan kematian. Kewaspadaan saat bekerja risiko yang didapatkan dari hasil perkalian
harus diperhatikan oleh tenaga kerja bongkar antara tingkat keparahan (severity)
muat, agar tidak terjadi hal yang tidak diiing- dilambangkan dengan huruf (S), tingkat
kan. kemungkinan (likelihood) yang dilambangkan
Risiko dari potensi bahaya terpapar sinar dengan huruf (L).
matahari yaitu heat exhaustionm (kelelahan Nilai atau tingkat keparahan (severity)
panas). Kelelahan panas merupakan kondisi merupakan nilai berdasarkan akibat yang ditim-
gejala yang mencakup berkeringat berat dan bulkan dari setiap potensi bahaya yang dapat
denyut nadi cepat, akibat dari tubuh yang terlalu dilihat dari hasil observasi. Nilai atau tingkat
panas. Penyebab kelelahan panas yaitu dari pa- kemungkinan (severity) merupakan kemung-
paran suhu tinggi dan aktivitas fisik yang berat. kinan terjadinya suatu potensi bahaya papa-
Potensi bahaya terjatuh ke laut dapat me- ran. Hasil perkalian likelihood dan severity
nyebabkan risiko tenggelam hingga kematian. kemudian dievaluasi menggunakan lembar job
Pihak Terminal Jamrud Selatan harus menye- safety analysis (JSA) sehingga dapat menyim-
diakan life jacket untuk menghindari kemung- pulkan potensi bahaya tersebut termasuk
kinan tenggelam pada tenaga kerja bongkar dalam kategori risiko rendah, sedang atau ting-
muat. gi.
Aktivitas terakhir yaitu penurunan peti Penilaian risiko yang pertama dilakukan
kemas di palka kapal. Aktivitas penurunan peti pada aktivitas memasang tangga. Uraian kerja
kemas dilakukan olej empat orang tenaga kerja melakukan pemasangan tangga, dimulai
bongkar muat sudah bersiap menunggu peti dengan mengangkat tangga. Potensi bahaya
kemas. Dua orang tenaga kerja bongkar muat terpapar asap kendaraan menyebabkan risiko
memastikan bahwa posisi mendaratnya peti gangguan pernafasan diberikan nilai 2 untuk
kemas sudah benar dan dua orang lagi bertugas likelihood dengan nilai 1 untuk severity. Nilai
melepas hook crane. Potensi bahaya yang ter- tersebut didapatkan atas dasar karena risiko
jadi saat penurunan peti kemas ada tiga yaitu yang didapatkan terkategori low risk dengan
peti kemas berayun cepat, tali sling putus dan yaitu dengan nilai 2.
tertimpa peti kemas. Tiga potensi bahaya ini Beban tangga yang berat berisiko men-
mempunyai risiko yang sama yaitu luka serius, imbulkan low back pain diberikan nilai 4 untuk
patah tulang, cacat, hingga kematian. Standar likelihood, yang artinya kejadian tersebut sering
operasional bongkar muat harus dievaluasi da- dirasakan oleh tenaga bongkar muat. Hasil wa-
lam jangka waktu paling sedikit satu kali da- wancara dengan tenaga kerja bongkar muat me-
lam periode enam bulan. nyebutkan nyeri punggung (low back pain)
Identifikasi bahaya pada pekerjaan sering dikeluhkan oleh tenaga kerja bongkar
bongkar muat peti kemas menunjukkan ada 5 muat, hal ini diprediksikan karena beban tangga
(lima) aktivitas pekerjaan bongkar muat yang yang berat. Nilai severity yang diberikan 1,
diteliti. Lima aktivitas pekerjaan bongkar muat yang artinya dapat diabaikan dan dapat diatasi
tersebut membentuk delapan uraian yang mas- dengan cara pergantian shift kerja saat merasa
ing-masing menjelaskan prosedur dari proses lelah.
pekerjaan bongkar muat. Hasil akhir identifikasi Tenaga kerja bongkar muat yang mem-
bahaya menunjukkan terdapat 17 potensi baha- posisikan tangga pada truk berpotensi bahaya
ya yang teridentifikasi. tertimpa tangga dengan risiko luka gores dan
memar diberikan nilai 2 untuk likelihood karena
kemungkinan terjadinya kecil. Nilai severity

125
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

yang didapatkan 3, nilai tersebut atas dasar ke- han yang bisa melatar belakangi terjadinya ke-
celakaan terjadi apabila ada faktor tambahan. celakaan ini, selanjutnya nilai severity yang
Hasil akhirnya yaitu masuk kategori low risk. didapatkan adalah 5 karena kecelakaan ini dapat
Posisi badan membungkuk yang berisiko menyebabkan kematian. Penilaian risiko yang
low back pain diberikan nilai 4 untuk likeli- didapatkan terkategori high risk yang artinya
hood, yang artinya kejadian tersebut sering pihak Terminal Jamrud Selatan harus
dirasakan oleh tenaga bongkar muat. Nilai se- melakukan pengendalian risiko untuk mengen-
verity yang diberikan 1, yang artinya dapat dia- dalikan potensi bahaya ini.
baikan dan dapat diatasi dengan cara pergantian Tenaga kerja bongkar muat berpotensi
shift kerja saat merasa lelah. Hasil akhir perhi- tertimpa peti kemas saat operator crane lalai
tungan penilaian yaitu 4 yang artinya masuk dalam mengendari crane. Potensi bahaya ter-
kategori low risk. timpa peti kemas sangat jarang terjadi, namun
Aktivitas naik/ turun truk dimulai dengan apabila ada faktor tambahan yang
berjalan menaiki/ menuruni truk, potensi baha- mempengaruhinya maka kecelakaan tertimpa
yanya ada dua yaitu tersandung dan tangga peti kemas dapat terjadi, untuk itu nilai likeli-
patah. Potensi bahaya tersandung sangat hood diberikan nilai 3. Nilai severity yang
sering terjadi akibat tenaga kerja bongkar muat didapatkan yaitu 5, karena risiko yang terjadi
tidak fokus atau kelelahan saat bekerja, sehing- dapat menyebabkan luka serius, patang tulang
ga nilai likelihood yang diberikan adalah 3. hingga kematian. Hasil akhir menunjukkan ter-
Kesakitan yang diderita cukup signifikan, yang timpa peti kemas masuk area merah atau high
menyebabkan memar, luka serius hingga patah risk. Ramli (2010) menyebutkan, dalam konsep
tulang sehingga nilai severity yang didapatkan ALARP risiko tinggi atau yang berada pada
adalah 12. Hasil akhir dengan nilai 12 masuk area merah adalah risiko tidak dapat ditolerir
dalam kategori medium risk. lagi, sehingga dilakukan langkah pengendali-
Penilaian risiko pada potensi bahaya an risiko.
tangga patah yang menyebabkan risiko memar, Tali sling dapat sewaktu-waktu putus saat
luka serius dan patah tulang diberikan penilaian tenaga kerja bongkar muat bekerja, pengecekan
3 untuk likelihood. Nilai 3 didapatkan karena secara rutin secara berkala harus dilakukan
faktor tambahan yang dapat melatarbelakangi untuk memelihara tali sling. Potensi bahaya ini
terjadinya kecelakaan terjadinya tangga patah. sangat jarang terjadi, namun dapat terjadi
Nilai severity yang didapatkan adalah 4, yang apabila terjadi kelalaian dengan tidak memerik-
artinya risiko memar, luka serius hingga patah sa tali sling sebelum bekerja untuk itu nilai like-
tulang terkategori high. Penilaian risiko pada lihood yang diberikan 3. Nilai severity yang
potensi bahaya tangga patah mendapatkan hasil diberikan 5 yang artinya risiko yang didapatkan
12 yang terkategori medium risk. menimbulkan kesakitan yang serius hingga ke-
Tenaga kerja bongkar muat yang sudah matian. Kejadian tali sling putus masuk kate-
berada di atas truk memasang hook crane. gori high risk.
Tenaga kerja bongkar muat yang memasang Tali sling harus diperiksa pada waktu
hook crane potensi bahaya yang dapat terjadi pemasangan pertama dan setiap hari oleh opera-
yaitu memar dan luka gores. Kejadian memar tor crane dan supervisor bongkar muat, serta
dan luka gores dapat terjadi apabila tenaga kerja sekurang-kurangnya satu kali dalam seminggu
bongkar muat tidak menggunakan alat pelin- oleh teknisi maintenance crane. Jadwal pe-
dung diri (APD) berupa sarung tangan. Pihak lumasan dilakukan setiap satu bulan sekali, se-
Koperasi Usaha Karya sendiri sudah mem- dangkan jadwal pergantian tali sling yang baru
berikan masing-masing tenaga kerja bongkar dilakukan setiap delapan bulan sekali. Hal ini
muat sarung tangan. Nilai likelihood yang sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
diberikan adalah 3 yang artinya kesalahan dapat No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan
terjadi karena faktor tambahan. Risiko yang Angkut.
didapatkan dari potensi bahaya tergolong ren- Aktivitas pemberian sinyal tangan dil-
dah sehingga diberikan nilai 2 untuk severity. akukan oleh salah satu tenaga kerja bongkar
Aktivitas saat pengangkatan peti kemas, muat yang berdiri di atas kapal. Potensi bahaya
teridentifikasi tiga potensi bahaya yaitu mulai dari aktivitas ini cukup serius, tenaga kerja
dari peti kemas yang berayun cepat. Potensi bongkar muat harus memakai alat pelindung
bahaya peti kemas berayun cepat diberikan nilai diri (APD) lengkap untuk menghindari ter-
3 untuk likelihood yang artinya faktor tamba- jadinya kecelakaan yang tidak diinginkan. Helm

126
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

safety berfungsi untuk melindungi kepala tena- kemas. Jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan
ga kerja bongkar muat dari benturan, dapat ju- terjatuh ke laut life jacket dapat membuat tena-
ga menghindari dari terik matahari. Paparan ga kerja bongkar muat mengapung di laut se-
matahari dapat menyebabkan heat exhaustion hingga risiko tenggelam dapat diatasi. Bantuan
yang artinya terjadi kelalahan panas akibat dilakukan dengan adanya regu penolong untuk
panas berlebih. Penilaian risiko pada paparan menyambut tenaga kerja bongkar muat yang
panas diberikan nilai 3 untuk likelihood. Se- tenggelam ke daratan Dermaga.
dangkan nilai severity yang didapatkan yaitu 2 Operator crane saat menurunkan peti
karena risiko yang didapatkan terkategori low kemas harus hati-hati agar peti kemas men-
risk. darat di palka kapal dengan sempurna. Pada
Pemberian sinyal tangan berpotensi saat proses penurunan peti kemas, teridentifi-
tertabrak peti kemas. Risiko tertabrak peti ke- kasi 3 potensi bahaya. Potensi bahaya yang
mas dapat menyebabkan luka serius, patah tu- teridentifikasi yaitu terkena siku peti kemas, tali
lang hingga kematian. Operator crane dan sling putus dan tertimpa peti kemas. Potensi
pemberi sinyal tangan harus sama-sama ber- bahaya terkena siku peti kemas menyebabkan
hati-hati dalam bekerja agar tidak terjadi kecel- cidera di kepala, luka serius, memar hingga lu-
akaan ini. Pemberian nilai likelihood diberikan ka serius sehingga nilai severity yang diberikan
nilai 3, karena kecelakaan ini dapat terjadi adalah 4. Nilai likelihood yang diberikan adalah
disebabkan faktor tambahan seperti yang di- 3 karena kecelakaan ini bisa terjadi akibat tena-
jelaskan sebelumnya. Risiko yang didapatkan ga kerja bongkar muat yang tidak fokus atau
menyebabkan kesakitan luka serius hingga ke- kosentrasi dalam melihat kondisi lingkungan
matian, untuk itu nilai severity yang diberikan sekitar.
sebesar 5. Hasil akhir perhitungan penilaian Jumlah supervisor bongkar muat yang
yaitu 15 yang artinya masuk kategori high risk. terbatas menjadi salah satu penyebab kurangnya
Ramli (2010) dalam konsep ALARP me- pengawasan dalam kegiatan bongkar muat. PT
nyebutkan medium risk dan high risk perlu dil- Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang
akukan pengendalian hingga nilai risiko men- Tanjung Perak sudah sepatutnya menambah
jadi low risk. jumlah supervisor bongkar muat. Penambahan
Potensi bahaya terjatuh ke laut dapat ter- personil supervisor bongkar muat diharapkan
jadi pada pemberi sinyal tangan. Hal ini dapat dapat menurunkan tingkat kecelakaan yang ter-
disebabkan tenaga kerja bongkar muat yang jadi di Terminal Jamrud Selatan.
tidak memerhatikan pijakannya saat di atas ka- Potensi bahaya tali sling putus dapat
pal, tersandung atau dapat juga disebabkan ka- sewaktu-waktu terjadi, pengecekan secara rutin
rena tertabrak peti kemas. Nilai likelihood yang harus dilakukan untuk memelihara tali sling.
diberikan yaitu 3, karena faktor unsafe action Nilai 5 untuk severity yang artinya risiko yang
yang melatabelakangi terjadinya kecelakaan ini. didapatkan menimbulkan kesakitan yang serius
Nilai severity yang didapatkan senilai 4 yang yang menyebabkan luka serius, patah tulang
artinya kecelakaan ini dapat menyebabkan hingga kematian. Faktor pemeriksaan tali sling
tenggelam hingga kematian tunggal. yang tidak rutin dapat menyebabkan terjadinya
Septiana dan Mulyono (2014) menyebut- kecelakaan kerja yang tidak diinginkan, untuk
kan unsafe action pekerja perlu diperhatikan itu nilai likelihood yang diberikan 3. Kejadian
lebih serius mengingat bahwa unsafe action tali sling putus masuk kategori high risk, pen-
berpotensi menimbulkan kecelakaan yang men- gendalian risiko lebih lanjut harus dilakukan
imbulkan kerugian, baik secara non materi atau untuk mengendalikan potensi bahaya ini.
materi. Unsafe action dapat terjadi karena Kejadian tertimpa peti kemas pada tenaga
komitmen maupun safe behavior pelaksanaan kerja bongkar muat sangat jarang terjadi, na-
safety kerja yang belum secara menyeluruh mun kelalaian memicu terjadinya kecelakaan
merata pada setiap tenaga kerja bongkar muat. ini. Faktor tambahan dapat menjadi penyebab
Pelatihan menjadi salah satu bentuk pengen- kecelakaan ini, untuk itu nilai likelihood diberi-
dalian risiko yang bisa memberikan penge- kan nilai 3. Nilai severity yang didapatkan yaitu
tahuan bagi setiap tenaga kerja bongkar muat 5, karena risiko yang terjadi dapat menyebab-
tentang bahayanya unsafe action. kan luka serius, patah tulang hingga kematian.
Pemberi sinyal tangan harus memakai life Peti kemas yang sudah mendarat dengan
jacket saat bekerja di atas kapal untuk me- sempurna, kemudian dilepas hook crane yang
mandu proses pengangkatan dan penurunan peti dilakukan oleh dua tenaga kerja bongkar muat.

127
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

Tenaga kerja bongkar muat memakai sarung dalian risiko. Pengendalian risiko yang dil-
tangan saat melepas hook crane, namun masih akukan yaitu pengendalian teknik, pengendalian
banyak tenaga kerja bongkar muat yang tidak administratif dan alat pelindung diri (APD).
menggunakan sarung tangan sehingga me- Pengendalian teknik yang sudah dilakukan yai-
nyebabkan tangan terjepit pada hook crane. tu menggunakan wind speed. Pengendalian ad-
Risiko yang terjadi akibat tangan terjepit yaitu ministratif yang dilakukan yaitu pelatihan
luka gores dan memar sehingga nilai severity bongkar muat (rigging), sertifikasi lisensi K3
yang diberikan yaitu 2. Nilai likelihood yang untuk operator crane, pemeriksaan kondisi dan
diberikan adalah 3, karena kejadian ini di- fungsi crane sebelum digunakan, pergantian
pengaruhi oleh unsafe action dari tenaga kerja shift kerja, safety sign, safety alert dan standar
bongkar muat itu sendiri. operasional prosedur (SOP). Pengendalian
Hasil dari penilaian risiko dari 17 potensi alat pelindung diri (APD) berupa pemakaian
bahaya menunjukkan 7 risiko masuk kategori sepatu safety, helm safety, rompi keselamatan,
low risk, 6 risiko masuk kategori medium risk, masker dan sarung tangan.
dan 4 risiko masuk kategorihigh risk. Hasil Pengendalian teknik merupakansebuah
menunjukkan bahwa risiko dengan kategori low rekayasa yang dilakukan Terminal Jamrud Se-
risk dan medium risk mempunyai selisih angka latan dalam upaya melakukan pengendalian
yang tidak jauh. Hasil penilaian risiko dapat risiko. Pengendalian teknik yang dilakukan
menjadi gambaran bagi Terminal Jamrud Se- Terminal Jamrud Selatan yaitu dengan me-
latan dalam melakukan pengendalian risiko ke masang wind speed di area dermaga.Wind speed
depannya. merupakan pendeteksi kecepatan angin. Wind
speed memberikan manfaat dengan cara
Pengendalian Risiko pencegahan risiko yang disebabkan dari poten-
Pengendalian risiko dilakukan agar tidak si bahaya cuaca yang kurang baik berupa angin.
menimbulkan kecelakaan kerja dan kerugian Kecepatan angin mencapai 14 m/s, maka alarm
bagi perusahaan. Pengendalian risiko merupa- yang berada di atas gedung office container
kan suatu upaya dalam mengendalikan risiko akan berbunyi yang menandakan pekerrjaan di
agar bisa mencegah atau setidaknya memini- Terminal Jamrud Selatan harus segera dihenti-
malisir kerugian akibat kecelakaan kerja. kan.
Tyastanti dan Y. Denny (2014) menyebutkan, Ada tujuh pengendalian administratif
semua risiko yang yang telah diidentifikasi dan yang sudah dilakukan Terminal Jamrud Selatan
dinilai harus dilakukan pengendalian risiko, yaitu pelatihan bongkar muat (rigging), sertifi-
terutama jika risiko tersebut mempunyai dam- kasi lisensi K3 untuk operator crane, pemerik-
pak besar atau dampak signifikan yang tidak saan kondisi dan fungsi crane sebelum
dapat diterima. Suatu risiko yang tidak dapat digunakan, pergantian shift kerja, safety sign,
diterima, harus dilakukan pengendalian risiko safety alert dan standar operasional prosedur
agar tidak menimbulkan kerugian atau (SOP). Pelatihan bongkar muat (rigging) dil-
kecelakaan. akukan pada pekerjaan bongkar muat sebagai
Pengendalian risiko merupakan langkah bahan peningkatan pengetahuan dan keterampi-
penting yang menentukan keseluruhan mana- lan dalam melakukan pekerjaan bongkar muat.
jemen risiko. Pengendalian risiko harus dil- Tenaga kerja bongkar muat juga diberikan
akukan untuk mengurangi risiko sampai batas pengetahuan terkait bekerja sesuai konsep safe-
yang dapat diterima berdasarkan ketentuan per- ty di lingkungan dermaga. Rais et al (2009)
aturan dan standar yang berlaku. Bangun dan menyebutkan pengetahuan tenaga kerja bongkar
Erwin (2014) menyebutkan, prioritas pengen- muat tentang K3 berpengaruh terhadap praktek
dalian risiko sangat penting dilakukan karena kerja tenaga kerja bongkar muat. Pengetahuan
terkait dengan anggaran yang harus dikeluarkan merupakan domain terbentuknya praktek
untuk setiap pengendalian. Hirarki pengendali- (overt behaviour), perilaku yang didasari oleh
an risiko yaitu eliminasi, substitusi, rekayasa pengetahuan akan lebih langgeng (Green dan
teknik, administratif dan alat pelindung diri K. M. W, 2000).
(APD) merupakan pengendalian risiko untuk Sertifikasi lisensi K3 bagi operator crane
mengurangi kemungkinan dan keparahan risiko. dilakukan untuk meminimalisir bahaya kecel-
Hasil observasi dan pengamatan di akaan pada saat bongkar muat peti kemas. Op-
lapangan, Terminal Jamrud Selatan sudah erator crane dituntut untuk dapat menguasai
melakukan tiga (3) tingkatan hirarki pengen- crane saat mengemudi. Hal ini sesuai dengan

128
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 9 Tahun setiap tenaga kerja bongkar muat sehingga po-
2010 tentang Operator dan Petugas Pesawat tensi terjadi kecelakaan dapat dihindari.
Angkat dan Angkut, bahwa lisensi K3 merupa- Pemakaian alat pelindung diri (APD) dil-
kan sertifikat wajib yang harus didapat oleh akukan untuk mengurangi keparahan jika ter-
operator crane melalui serangkaian pelatihan jadi kecelakaan kerja. Pemakaian alat pelindung
mengemudi crane (Menteri Tenaga Kerja dan diri (APD) merupakan pengendalian risiko yang
Transmigrasi, 2010). bersifat sementara. Pemenuhan terhadap alat
Pemeriksaan kondisi dan fungsi crane pelindung diri (APD) bagi tenaga kerja bongkar
dilakukan setiap hari oleh teknisi maintenance muat dilaksanakan menurut aturan dan kemam-
crane. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri puan dari Koperasi TKBM Usaha Karya. Tena-
Tenaga Kerja No 5 Tahun 1985 tentang Pe- ga kerja bongkar muat lain selain operator
sawat Angkat dan Angkut, pengecekkan crane crane mendapatkan alat pelindung diri (APD)
dilakukan dengan memeriksa fungsi masing- sesuai situasi dan kondisi kegiatan bongkar
masing alat bongkar muat termasuk alat ban- muat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-
tunya (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Undang No. 1 Tahun 1970 Pasal 14 (c) yang
1985). Hal ini sebagai antisipasi terjadinya ke- menyebutkan bahwa pengurus diwajibkan me-
celakaan kerja yang disebabkan dari kegagalan nyediakan semua alat pelindung diri (APD) pa-
alat dalam mengoperasikan sesuai fungsi yang da tenaga kerja yang berada dibawah pimpi-
semestinya. Pemeriksaan kondisi dan fungsi nannya (Departemen Hukum dan Perundang-
crane secara rutin juga bisa memperpanjang Undangan, 1970).
umur crane. Alat pelindung diri (APD) yang diberikan
Pergantian shift kerja sangat kepada tenaga kerja bongkar muat berupa sepa-
mempengaruhi produktivitas dari kegiatan tu safety, helm safety, rompi keselamatan,
bongkar muat. Bekerja secara melebihi waktu masker dan sarung tangan. Berdasarkan hasil
jam kerja menyebabkkan tenaga kerja observasi, tenaga kerja bongkar muat hanya
bongkar muat kelelahan. Pelaksanaan shift kerja menggunakan sebagian saja dari alat pelindung
sudah dilaksanakan di Terminal Jamrud Selatan diri (APD) yaitu berupa rompi keselamatan,
sebagai cara mengendalikan faktor kelelahan helm safety dan sarung tangan. Sepatu safety
pada setiap tenaga kerja bongkar muat. dan masker hanya digunakanan beberapa tenaga
Pengendalian administratif lain yang su- kerja bongkar muat saja. Hasil observasi dan
dah dilakukan Terminal Jamrud Selatan yaitu wawancara menyebutkan bahwa banyak tenaga
safety sign. Safety sign dipasang pada area pintu kerja bongkar muat yang tidak nyaman saat
masuk Terminal Jamrud Selatan berupa poster menggunakan sepatu safety dan masker. Hal ini
atau safety bord. Safety sign berfungsi meng- menjadi tanggungan petugas safety untuk men-
ingatkan atau himbauan kepada seluruh tenaga gubah ataum melakukan pelatihan yang mem-
kerja bongkar muat untuk menggunakan per- berikan pengetahuan pentingnya penggunaan
syaratan wajib memasuki area kerja. alat pelindung diri (APD) saat bekerja untuk
Selanjutnya safety alert, safety mencegah terjadinya kecelakaan.
alertditempel di safety bord pada lokasi yang
sering dilewati dan menjadi titik kumpul tenaga KESIMPULAN
kerja bongkar muat. Safety alert merupakan Hasil identifikasi bahaya menunjukkan
uraian kejadian unsafe action (tindakan tidak 17 potensi bahaya yang teridentifikasi.
aman) maupun unsafe condition (kondisi tidak Penilaian risiko menunjukkan 7 potensi baha-
aman) yang dapat menimbulkan kecelakaan ya masuk kategori low risk, 6 potensi bahaya
kerja. Safety alert juga diberikan prosedur kerja masuk kategori medium risk dan 4 potensi ba-
yang benar serta langkah antisipasi agar kejadi- haya masuk kategori high risk. Pengendalian
an tidak terulang lagi. risiko yang sudah dilakukan terdiri dari pen-
Pengendalian administratif lainnya yang gendalian teknik, pengendalian administratif
dilakukan oleh Terminal Jamrud yaitu adanya dan alat pelindung diri (APD).
standar operasional prosedur (SOP). Setiap
masing-masing jenis pekerjaan telah mempu- SARAN
nyai SOP (Standar operasional Prosedur). SOP Koperasi Usaha Karya dan PT
ditempel pada tiap sudut area kerja untuk meng- Pelabuhan Indonesia III (PERSERO) Cabang
ingatkan tenaga kerja bongkar muat saat memu- Tanjung Perak perlu melakukan pelatihan
lai bekerja. SOP diharapkan dapat ditaati oleh terkait dengan bongkar muat peti kemas dengan

129
Senjayani, et al. Penilaian dan Pengendalian Risiko Pada JPH RECODE Maret 2018; 1 (2) : 120-130
Pekerjaan Bongkar Muat Peti Kemas Oleh Tenaga Kerja http://e-journal.unair.ac.id/JPHRECODE
Bongkar Muat Dengan Crane

crane secara periodik. Pemberian reward dan In-ternasional Ngurah Rai-Bali (PPBIB),
punishment dapat dilakukan oleh PT Pelabuhan KSO Adhi-Wika. The Indonesian Journal
Indonesia III (PERSERO) Cabang Tanjung Pe- of Occupational Safe-ty and Health, 2(1),
rak sebagai bentuk memacu ketaatan tenaga pp. 20–27.
kerja bongkar muat sekaligus memacu mening- Riski, R. 2013. Hubungan Antara Masa Kerja
katkan produktivitas kerja. dan Pemakaian Masker Sekali Pakai
dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Bagian Composting di PT. Zeta Agro
DAFTAR PUSTAKA Corporation Brebes. Skripsi, Universitas
Australian Standard/New Zealand Standard. Negeri Semarang.
2004. Australian Standard/New Zealand Septiana, D. A. dan Mulyono. 2014. Faktor
Standard Risk Management 4360:2004, Yang Mempengaruhi Unsafe Action Pada
Sydney and Wellington: Author. Pekerja di Bagian Pengantongan Urea.
Departemen Hukum dan Perundang-Undangan. The Indonesian Jiurnal of Occupational
1970. Undang-Undang Nomor 1 Tahun Safety and Health, 3(1), pp. 25–34.
1970 Tentang Keselamatan Kerja. Siswanto, A. 2012. Materi Perkuliahan Job
Green, L. W. dan K. M. W. 2000. Health Safety Analysis. Surabaya : Fakultas
Promotion Planning an Education and Kesehatan Masyarakat Universitas
Environmental Approach. Second Edition, Airlangga.
Mayfield Publishing Compa-ny. Suardi, R. 2007. Sistem Manajemen
Hazyiyah, Ghaisani dan Erwin Dyah Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Nawawinetu. 2014. Identifikasi Bahaya, Jakarta : PPM.
Penilaian Risiko Dan Pengendalian Risiko Suma’mur, P. K. 2009. Higiene perusahaan
Pada Proses Blasting di PT Cibaliung dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta:
Sumberdaya, Banten. The Indonesian Sagung Seto.
Journal of Occupational Safe-ty and Tarwaka. 2008. Keselamatan dan Kesehatan
Health, 3(1), pp. 107–116. Kerja: Manajemen dan implementasi K3 di
International Labour Organization. 1998. Work Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Organization and Ergonomics. Tyastanti, C.L., dan A. Y. D. 2014. Risk
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1985. Assessment Kecelakaan Kerja Pada Unit
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Windin PT. Kusumaputra Santosa,
Transmigrasi Nomor 05 tahun 1985 Karangan-yar, Jawa Tengah. The
tentang Pesawat Angkat dan Angkut. Indonesian Journal of Occupa-tional
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2010. Safety and Health, 3(2), pp. 128–137.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 9 Wicaksono, R. Y. 2017. Risk Management
Tahun 2010 tentang Operator dan Petugas Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada
Pesawat Angkat dan Angkut. Engine Room Kapal Feri Selat Madura Ii
OHSAS 18001:2007. 2007. Occupational Surabaya. Journal of Public Health
Health and Safety Management System Research and Community Health
Requirement. London: OHSAS Project Development, 1(1), pp. 50–62.
Group. Yosia Parlindungan Bangun dan Erwin Dyah
Rais, M., P.P. Nugraha, dan W. B. 2009. Nawawinetu. 2014. Risk Assessment Pada
Kajian Pengaruh Predisposing, Enabling Pekerja Mainte-nance di PT X. The
Dan Reinforcing Factors Terhadap Praktek Indonesian Journal of Occupational Safe-
Kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat Yang ty and Health, 3(2), pp. 170–181.
Berisiko Terjadinya Kecelakaan Kerja Di
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. The
Indonesian Journal of Health Promotion,
4(1). doi: 10.14710/jpki.4.1.36-49.
Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(OHSAS 18001). Jakarta: PT Dian Rakyat.
Retno Wulan Dari dan Indriati Paskarin. 2013.
Risk Management Pada Pekerja Gondola
Pa-ket III Proyek Pengembangan Bandara

130

You might also like