Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK 7
Proyeksi penjualan tenaga listrik per kelompok pelanggan memperlihatkan bahwa pada
sistem Jawa Bali, kelompok pelanggan industri mempunyai porsi yang cukup besar, yaitu
rata-rata 41,4% dari total penjualan. Sedangkan di Indonesia Timur dan Sumatera rata-rata
porsi pelanggan industri adalah relatif kecil, yaitu masing-masing hanya 12% dan 14,7%.
Pelanggan residensial masih mendominasi penjualan hingga tahun 2024, yaitu 55% untuk
Indonesia Timur dan 59% untuk Sumatera.
B. PELUANG INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI
INDONESIA
1. Kebutuhan Investasi Sektor Ketenagalistrikan
Kebijakan harga energi (BBM dan listrik) dengan beban subsidi yang masih
sangat besar, mengakibatkan antara lain pengembangan infrastruktur energi yang
memanfaatkan gas maupun energi baru terbarukan (EBT) menjadi terkendala. Hal
ini mendorong pemanfaatan energi secara boros, dan tidak memberikan insentif
bagi pengembangan energi non-BBM untuk rumah tangga, transportasi, industri
maupun bisnis, serta tercermin dari tingkat elastisitas energi yang masih cukup
tinggi yaitu sekitar 1,63 (Thailand 1,4 dan Singapura 1,1, negara maju 0,1 hingga
0,6), tingkat intensitas energi pada indeks 400 (Amerika Utara 300, OECD sekitar
200, Thailand 350, dan Jepang 100). Sejak tahun 2010, subsidi BMM telah
meningkat hampir rata-rata sekitar 100 persen setiap tahun, sedangkan subsidi
listrik telah meningkat rata-rata hampir 20 persen setiap tahun.
2. PANDUAN INVESTASI
Isu lainnya yang dihadapi adalah masalah pengadaan lahan. Sifat yang khusus
dari sektor energi dan ketenagalistrikan menimbulkan berbagai kendala yang
belum diakomodasi secara memadai oleh peraturan yang ada saat ini. Misalnya
untuk memenuhi kewajiban penyediaan lahan di awal proses pengadaan / tender
pembangunan pembangkit listrik ternyata tidak dapat dilakukan dalam kasus
pembangunan pembangkit Mulut Tambang dimana lokasi pembangunan tidak
dapat ditentukan di awal. Selain itu, pengembangan panas bumi untuk
pembangkit listrik lebih banyak berada di area hutan lindung maupun di kawasan
konservasi. Demikian pula halnya dengan pembangunan jaringan transmisi baik
gas bumi maupun ketenagalistrikan yang membentang ratusan kilometer yang
membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk proses pengadaan lahannya.
Pembangunan infrastruktur dasar ketenagalistrikan dalam RPJMN 2015-
2019 diarahkan pada Penyediaan Listrik Untuk Rakyat. Total rasio
elektrifikasi pada tahun 2014 diperkirakan baru mencapai sekitar 81,51
persen atau masih ada sekitar 18,5 persen penduduk Indonesia belum
dapat menikmati layanan ketenagalistrikan. Aksesibilitas sarana
prasarana ketenagalistrikan sangat timpang, beberapa daerah yang
masih memiliki tingkat rasio elektrifikasi di bawah 60 persen pada
tahun 2013 yaitu NTT dan Papua, dimana masing-masing sebesar 57,58
persen, dan 35,55 persen. Tingkat layanan ketenagalistrikan yang masih
relatif rendah juga dapat ditunjukkan dari besarnya konsumsi tenaga
listrik per kapita dimana pada tahun 2012, tingkat konsumsi tenaga
listrik perkapita adalah 0.6 MWh/kapita dengan produksi tenaga
listriksebesar 173,51 ribu GWh.
Pembangunan kelistrikan di Indonesia untuk tahun 2015-2019 telah ditetapkan dalam
Kepmen 0074.K/21/MEM/2015 tentang rencana usaha penyediaan tenaga listrik 2015-
2024. Target pengembangan pembangkit listrik sebesar 35 GW akan dilaksanakan
dengan pembangunan 109 pembangkit listrik baru. Pengembangan pembangkit listrik
ini tidak hanya dilaksanakan oleh PT PLN (Persero) saja, tetapi juga akan melibatkan
pihak swasta. Keterlibatan pihak swasta dalam pengembangan listrik nasional
direncanakan mencapai 71% dari total pembangunan pembangkit listrik yang
direncanakan di Indonesia. Pengembangan listrik swasta mencapai 25.904 MW dari
rencana 36,6 MW, sedangkan sisanya sebesar 29% ( 10.681 MW) dilaksanakan oleh
pihak PT PLN (Persero).
Dari 109 pembangkit listrik yang akan dibangun di seluruh Indonesia, ada 24
rencana pembangunan pembangkit listrik yang akan dilaksanakan di regional Jawa-
Bali, 42 pembangkit listrik akan dibangun di regional Sumatera, 37 pembangkit listrik
yang akan dibangun di Indonesia Timur (termasuk Kalimantan) dan sisanya sebanyak
6 pembangkit listrik yang bersifat mobile yang dapat dipindah-pindahkan akan
dikembangkan juga di Indonesia.
C. Sifat Biaya Listrik
Dalam mengadakan perencanaan dan pengawasan biaya sangat perlu diketahui
sifat-sifat biaya. Pada dasarnya menurut sifatnya dikenal 3 (tiga) macam biaya
yakni:
1. Biaya tetap
2. Biaya Variabel
3. Biaya Semi Variabel
D. Pengaruh biaya listrik
Kebijakan kenaikan TDL yang dilakukan pemerintah baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang berdampak negatif terhadap kinerja ekonomi makro
dan sektoral di Indonesia. Secara makro, kebijakan tersebut akan
menyebabkan terjadinya penurunan PDB riil, penyerapan tenaga kerja
agregat, total konsumsi rumahtangga, dan investasi sekaligus menyebabkan
inflasi.
Secara sektoral, kebijakan kenaikan TDL juga berdampak negatiff terhadap
output, tenaga kerja, konsumsi rumahtangga dan tingkat harga. Penurunan
output dan penyerapan tenaga kerja paling besar terjadi pada industri yang
memgkonsumsi listrik dalam sekala besar.
Kebijakan kenaikan TDL juga berdampak pada penurunan total konsumsi
rumahtangga atas maupun rumahtangga bawah, dimana penurunan
rumahtangga atas jauh lebih besar daripada rumahtangga bawah. Pada jangka
panjang, dampak negatif kenaikan TDL terhadap penurunan total konsumsi
rumahtangga akan semakin besar karena upah riilnya tenaga kerja mengalami
penurunan.
Dampak kenaikan TDL akan lebih dirasakan dalam jangka panjang dibanding
jangka pendek. Ini dikarenakan pada jangka panjang kebijakan yang dilakukan
pemerintah tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan investasi yang
lebih besar, sehingga menghambat perkembangan sektor ekonomi.
E. Tarif Dasar
PLN memiliki golongan tarif pelanggan subsidi dan non-
subsidi. 2 golongan yang mendapatkan subsidi dari
pemerintah adalah golongan R1 450VA dan R1 900VA.
Sedangkan Golongan 1300VA ke atas sudah tidak
mendapatkan subsidi.
Tarif Dasar Listrik Subsidi