You are on page 1of 61

Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang mempunyai ukuran yang

sangat kecil. Untuk mengamati mikroba tidak bisa digunakan mata


telanjang. Beberapa alat digunakan untuk mengamatinya, seperti
mikroskop dengan perbesaran yang beragam. Selain diamati,
mikroorganisme atau mikrobia tersebut juga dapat dihitung. Perhitungan
ini diperlukan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah mikroba yang
ada di dalam sampel. Alat yang digunakan untuk menghitung mikroba ini
adalah colony counter.
Jumlah mikroorganisme dapat dihitung melalui beberapa cara, namun
secara mendasar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu perhitungan
langsung dan tidak langsung. Perhitungan secara langsung dapat
mengetahui beberapa jumlah mikroorganisme pada suatu bahan pada
suatu saat tertentu tanpa memberikan perlakuan terlebih dahulu,
sedangkan jumlah organisme yang diketahui dari cara tidak langsung
terlebih dahulu harus memberikan perlakuan tertentu sebelum dilakukan
perhitungan.
Perhitungan secara langsung, dapat dilakukan
dengan beberapa cara antara lain adalah dengan
membuat preparat dari suatu bahan (preparat
sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan
penggunaan ruang hitung (counting chamber).
Sedangkan perhitungan cara tidak langsung hanya
untuk mengetahui jumlah mikroorganisme pada
suatu bahan yang masih hidup saja (viabel count).
Terdapat 4 cara tidak langsung, yaitu : perhitungan
pada cawan petri (total plate count/TPC),
perhitungan melalui pengenceran, perhitungan
jumlah terkecil/terdekat (most probable
number/MPN method), dan kalorimeter (cara
kekeruhan atau turbidimetri).
Pengukuran jumlah mikroba dilakukan untuk mengetahui laju
pertumbuhannya.
Cara Pengukuran:
(1). Pengukuran Jumlah Sel
a. Perhitungan mikroskopik langsung (petrof - Hauser,
Hemasitometer)
b. Perhitungan sel secara otomatis (Coulter Counter/Flow
Cytometer)
c. Hitungan cawan (sel hidup)
(2). Pengukuran Massa Sel
a. Pengukuran berat sel kering
b. Kekeruhan (OD)
c. Volume sel yang dipadatkan
(3). Pendugaan Massa Sel Secara Tidak Langsung
a. Pengukuran Konsumsi nutrien
b. Pengukuran komponen sel
c. Pengukuran produk yang terbentuk
d. Pengukuran panas fermentasi
e. Perubahan viskositas
A. Perhitungan mikroskopik langsung (Metode
bilik hitung/Hemasitometer) (Total Cell
Count)
Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara
mikroskopis yaitu dengan menghitung jumlah bakteri
dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang
digunakan adalah Petroff-Hauser Chamber atau
Haemocytometer. Jumlah cairan yang terdapat antara
coverglass dan alat ini mempunyai volume tertentu
sehingga satuan isi yang terdapat dalam satu bujur
sangkar juga tertentu. Ruang hitung terdiri dari 9 kotak
besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah,
dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,2
mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak
kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut
berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini
adalah 0,1 mm. Sel bakteri yang tersuspensi akan
memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga
jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui.
Contoh:
Jumlah suspensi sel dengan pengenceran 10-4 dalam 5
kotak besar diketahui masing – masing sebanyak 9, 12,
8, 9, dan 10 sel.
Rata – rata jumlah sel adalah (9 + 12 + 8 + 9 + 10)/ 5 =
9,6.
Jadi, jumlah sel/ml dalam kotak sedang adalah :
= rata – rata jumlah sel x 2,5 x 105 x faktor
pengenceran
= 9,6 x 2,5 x 105 x 104
= 24 x 109 sel/ml.
B. Perhitungan sel secara otomatis (Coulter
Counter/Flow Cytometer) (Total Cell Count)
Untuk mikroba yang lebih besar seperti fungi, yeast/ragi,
protozoa, dll.) Menggunakan prinsip kerja lobang
pengintai elektronik. Kerjanya tergantung pada
interupsi dari berkas cahaya elektronik yang melintasi
suatu ruang antar dua elektron yg berdekatan letaknya.
Tiap partikel yg melintasi ruang mengakibatkan
gangguan pada berkas cahaya elektron karena
perbedaan konduktivitas sel dan cairan. Interupsi ini
dicatat oleh suatu alat secara elektris. Dapat dihitung
ribuan sel dalam beberapa detik.
C. Hitungan cawan (sel hidup) pada Lempeng
pembiakan (viable cell count)
Disebut juga CFU (colony forming units) assay.
0,1 sampai 1 ml bahan pemeriksaan dicampur dg
medium pembiakan agar yg telah dicairkan &
didinginkan sampai suhu tidak lebih dari 45oC.
Setelah dikocok campuran itu dituang kedalam
pinggan petri steril, kmd dibekukan selanjutnya
dieramkan. Dalam hal ini bahan pemeriksaan jika
perlu harus diencerkan untuk menghindarkan
jumlah koloni terlalu banyak shg tdk dapat
dihitung. Hasil hitungan yg dapat diandalkan adalah
antara 25-250 koloni pada tiap lempeng pembiakan.
Syarat koloni yang ditentukan untuk dihitung adalah
sebagai berikut :
- Satu koloni dihitung 1 koloni.
- Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni.
- Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni.
- Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat
dibedakan dihitung 2 koloni.
- Koloni yang terlalu besar (lebih besar dari setengah
luas cawan) tidak dihitung.
- Koloni yang besarnya kurang dari setengah luas
cawan dihitung 1 koloni
A. Berat Sel kering (DCW) (Total Cell Count)
Saring dengan filter steril yg terbuat dari
membran berpori.Bakteri yg tertahan kemudian
dihitung langsung. Dalam hal ini jumlah bakteri
dalam cairan tsb tidak boleh terlalu banyak dan
tersebar rata. Sblm dihitung membran pada
bakteri dicat dan dibuat transparan dg minyak
imersi. Bisa juga disentrifus massa sel, lalu
dicuci dg akuades atau buffer & dikeringkan pd
oven suhu 80oC selama 24 jam atau 110oC selama
8 jam.
B. Kekeruhan (Turbiditas)
Teknik ini dipakai dengan cara mengukur
kekeruhan suspensi atas dasar penyerapan
dan pemencaran cahaya yg dilintaskan, shg
yang mengandung lebih dari 107-108 sel per
ml tampak keruh oleh mata biasa. Hasilnya
adalah Optical density (OD) yang
berbanding lurus dg konsentrasi sel.
Spektrofotometer pada panjang gelombang
400-600 nm.
OD = - log %T = - log T/100 = log 100 – log T
= 2 – log T
a. Pengukuran Konsumsi nutrien
Dasar pengukuran nutrien atau produk yang
secara stoikiometri jumlahnya sesuai
dengan jumlah massa sel
Sumber C + Sumber N + O2 massa sel +
CO2 + H2O + produk + panas
Ketelitian tgt Yield sel (dX/dS), ketelitian
pengukuran nutrien & komponen
pengganggu analisa
b. Pengukuran komponen sel
Adalah pengukuran komponen sel (protein, DNA, RNA, lemak,
karbohidrat, dll)
c. Pengukuran produk yang terbentuk
Pembentukan produk (metabolit primer/sekunder, CO2) diukur
untuk menghitung massa sel
d. Pengukuran panas fermentasi
Dasar: pertumbuhan mikroba menghasilkan panas, secara
stoikiometri dipengaruhi oleh pertumbuhan dan pembentukan
produk
Panas yg dikeluarkan selama fermentasi(Qf) =
Qexch+Qacc+Qevaporasi+Qsen-Qagitasi-Qgas
e. Perubahan viskositas
- Substrat polimer (pati, selulosa) viskositas untuk
mengukur konsumsi substrat
- Produk polimer (gum xanthan, dextrin) viskositas
sebanding dg konsentrasi produk
- Viskositas dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi
mikroba (khamir, bakteri)
Bakteri dg jumlah koloni di atas 104 per ml biasanya diencerkan
1.Jumlah koloni 25-250
seleksi petri dg jumlah koloni antara 25-250, tdk termasuk
adanya spreader.
(spreader: I.rantaian koloni, tdk dapat dipisahkan scr tepat,
disebabkan oleh disintegrasi gumpalan bakteri ketika inokulum
ditebarkan dlm medium plating. Jika satu atau lebih rantai
jelas asalnya dari sumber terpisah, hitung masing-masing
sebagai satu koloni. Jangan hitung tiap-tiap koloni individu
dlm rantai sbg koloni terpisah. II.perkembangan koloni yg
meluas dlm film air antara agar dan dasar petri. III. Film air
pada tipe permukaan agar. Tipe II dan III berkembang karena
akumulasi kelembapan pada tiap sebaran asli, dan spreader ini
dpt mewakili pertumbuhan koloni individu jika pengenceran
terdistribusi scr merata dalam medium).
Contoh: Pengenceran Nisbah Jumlah (cfu/g atau ml)
1:100 1:1000
234* 23 23.000
sp 31* 31.000
305 42* 42.000
243* kl 24.000
* = jumlah koloni yang memenuhi syarat, sp = speader
kl= kesalahan laboratoris
2. Ulangan
Jumlah koloni 25-250 dan rata-rata jumlah yg diperoleh
Contoh: Pengenceran 1:100 jumlah koloni 175 dan 208
Pengenceran 1:1000 jumlah koloni 16 dan 17
Yg memenuhi syarat hanya pengenceran 1:100 shg (175+208)/2 =
191,5. Karena digit ketiga kurang dari 5, maka jumlah bakteri
adalah 19.000 cfu/g.
Contoh: Pengenceran 1:100 jumlah koloni 275 dan 280
Pengenceran 1:1000 jumlah koloni 24 dan 35
Yg memenuhi syarat hanya pengenceran 1:1000 shg
(24+35)/2 = 29,5. Karena digit ketiga 5, maka jumlah
bakteri adalah 30.000 cfu/g.
3. Tidak ada petri dg jumlah koloni 25-250
Jika tidak ditemui petri dg jumlah koloni antara 25-250,
dan salah satu petri memiliki koloni lebih dari 250, maka
pilih yang paling mendekati 250 dan hitung sbg hasil
pendugaan (cfu/g).
Contoh: Pengenceran 1:100 jumlah koloni 325
Pengenceran 1:1000 jumlah koloni 20
maka jumlah mikroba adalah 33.000 (dugaan)
cfu/g
Pengenceran 1:100 jumlah koloni 287 dan 263
Pengenceran 1:1000 jumlah koloni 23 dan 19
maka jumlah mikroba adalah 28.000 (dugaan)
cfu/g
4. Semua petri dg jumlah koloni kurang dari 25.
Jika petri dari semua pengenceran menunjukkan jumlah
koloni kurang dari 25, catat jumlah aktual koloni pada
pengenceran yang paling rendah dan laporkan sbg dugaan
cfu/g.
Contoh: Pengenceran 1:100 jumlah koloni 0
Pengenceran 1:1000 jumlah koloni 0
maka jumlah mikroba adalah < 100 (dugaan) cfu/g
Pengenceran 1:100 jumlah koloni 18 dan 16
Pengenceran 1:1000 jumlah koloni 2 dan 0
maka jumlah mikroba adalah <1700 (dugaan)
cfu/g
5. Tidak ada koloni yang tumbuh
Jika pada semua pengenceran tidak dijumpai adanya
koloni dan tdk terdapat adanya senyawa penghambat,
laporkan jumlah pendugaan dengan kurang dari (<) pd
pengenceran yang paling rendah.
Contoh: Pengenceran 1:100 jumlah koloni 0
Pengenceran 1:1000 jumlah koloni 0
maka jumlah mikroba adalah < 100 (dugaan) cfu/g
Pengenceran 1:100 jumlah koloni 0 dan 0
Pengenceran 1:1000 jumlah koloni 0 dan 0
maka jumlah mikroba adalah <100 (dugaan) cfu/g
6. Jumlah koloni lebih dari 250.
Jika jumlah koloni tiap petri di atas 250, hitung koloni
dalam bagian petri berdasar distribusi yang mewakili. Jika
dlm hitungan <10 koloni/cm2, pilih dalam 12 cm2 dg cara
6 luasan horizontal berurutan dan 6 luasan sudut kanan
berurutan. Ingat jangan ada koloni yg dihitung dua kali.
Jika dlm hitungan ada >10 koloni/cm2 hitung koloni dalam
4 luasan yg mewakili seperti cara di atas, kalikan rerata
jumlah koloni per cm2 dg luas petri. Pada umumnya luas
petri sekitar 56 cm2. Gunakan ini sbg faktor pengali.
7. Pengenceran berurutan dg jumlah koloni 25-250
Jika petri dari dua pengenceran berurutan menghasilkan
koloni 25-250, perhitungan jumlah per g memperhatikan
nisbah antar pengenceran, jika nisbah <2 maka hslnya
dirata-rata, jika >2 maka digunakan pengenceran yg lebih
rendah.
Contoh: Pengenceran Nisbah Jumlah
(cfu/g atau
ml)
1:100 1:1000
1. 243 34 1,4 29.000
2. 140 32 2,3 14.000
3. 228 28 1,2 25.000
4. 138 42 2,4 15.000
162 30
5. 228 28 1,1 24.000
240 23
6. 224 28 1,4 23.000
180 sp
 Berbagai media dpt digunakan utk menghitung jlh jamur dan
khamir yg hidup, tergantung pd sifat alami makanan dan
spesies jamur yg ada. Media yg digunakan dpt ditambahkan
antibiotika pada plate count agar atau dichloran roses bengal
agar dg teknik pengenceran.Media tertentu jg dikembangkan
utk mendeteksi genus dan spesies jamur tertentu.
 Jamur dan khamir biasanya dihitung dg teknik surface spread
plate daripada pour plate. Teknik ini memaksimalkan
penampakan sel terhadap oksigen udara dan stress suhu
pendinginan agar. Spread plate agar dikeringkan semalam
sebelum digunakan.
 Buffer fosfat atau peptone water 0,1% baik utk pengenceran
sampel. Larutan seperti sukrosa 20% dapat ditambahkan kedlm
pengenceran jika akan dihitung osmotrof dalam makanan
seperti sirup dan konsentrat jus buah.
 Inkubasi biasanya dilakukan pd suhu 22-250C selama 5 hari
sebelum koloni dihitung. Petri dg 15-150 koloni yg biasanya
dihitung.Jika petri didominasi oleh jamur gunakan jumlah yg
rendah. Namun jika didominasi oleh khamir, gunakan jumlah
yg lebih tinggi.
1. Medium: Plate count agar atau DRBC agar yg
mengandung chloramphenicol 100 mg/ml, dpt pula
digunakan PDA yg ditambah 1 ml asam laktat 10%
tiap 100 ml medium, dicampur setelah suhu 50oC
dan tidak dapat disterilkan lagi.
2. Masukkan 15-20 ml medium dlm petri dg diameter 9
cm kmd dikeringkan pd suhu kamar (21-25oC)
semalam. Simpan DRBC pada ruang gelap utk
mencegah kerusakan rose bengal.
3. Inkubasikan petri (jg dibalik) selama 5 hari pda suhu
22-25oC. Jangan diganggu sampai koloni dapat
dihitung. Hitung jumlah pada petri yg mengandung
koloni 15-150. Jika ada miselia jamur yg menyebar
(umumnya tidak terjadi jika digunakan DRBC) ,
hitung dari bagian bawah.
4. Laporkan jumlah sebagai cfu/g atau ml sampel.
Pertumbuhan dapat diamati dari meningkatnya jumlah sel
atau massa sel (berat kering sel). Pada umumnya bakteri
dapat memperbanyak diri dengan pembelahan biner, yaitu
dari satu sel membelah menjadi 2 sel baru, maka
pertumbuhan dapat diukur dari bertambahnya jumlah sel.
Waktu yang diperlukan untuk membelah diri dari satu sel
menjadi dua sel sempurna disebut waktu generasi. Waktu
yang diperlukan oleh sejumlah sel atau massa sel menjadi
dua kali jumlah/massa sel semula disebut doubling time
atau waktu penggandaan. Waktu penggandaan tidak sama
antara berbagai mikrobia, dari beberapa menit, beberapa
jam sampai beberapa hari tergantung kecepatan
pertumbuhannya. Kecepatan pertumbuhan merupakan
perubahan jumlah atau massa sel per unit waktu.
Metoda kultivasi berdasarkan cara operasi bioreaktor:
- curah (batch)
- sinambung (continuous)
- semi sinambung (fed-batch)
Pelaksanaan kultivasi:
 Bioreaktor steril diisi dg media segar steril lalu diinokulasi
dengan inokulum KULTIVASI (merupakan sistem
tertutup)
 Pada akhir kultivasi, isi bioreaktor dikeluarkan untuk
dilakukan pemanenan produk (proses hilir)
 Bioreaktor selanjutnya dibersihkan dan disterilisasi untuk
digunakan pada kultivasi berikutnya.
1.Kultur curah merupakan cara yang paling sederhana,
sehingga menjadi titik awal untuk studi kinetika kultivasi
2.Resiko kontaminasi rendah
3.Konsentrasi produk akhir lebih tinggi
4.Tidak perlu mikroba dengan kestabilan tinggi karena waktu
kultivasinya pendek
5.Dapat untuk fase fermentasi yang berbeda pada bioreaktor
diketahui dengan tepat, sehingga lebih praktis dengan
metode curah
7.Dari aspek rekayasa proses, kultur curah lebih fleksibel
dalam perencanaan produksi, terutama untuk memproduksi
beragam produk dengan pasar kecil.
8.Kelemahan: terakumulasi produk yang dapat menghambat
pertumbuhan.
Kurva pertumbuhan (Review)
Bila sel ditumbuhkan pada kultur curah, maka sel akan
tumbuh dengan melalui: fase lag, fase eksponensial,
fase stasioner dan akhirnya fase kematian
 Fase eksponensial
dX = µ X
dT
 Keterangan:
X = konsentrasi biomassa didalam biorektor
(g/l bobot kering)
µ = laju pertumbuhan spesifik (jam-1)
t = waktu (jam)
 Model pertumbuhan mikrobial ini dikenal sebagai Model
Pertumbuhan Eksponensial
Plot antara ln [sel] vs waktu
Akan menghasilkan hubungan garis lurus pada fase
eksponensial
Slope untuk menentukan µ
 Mengapa populasi sel meningkat secara
eksponensial?
 Perhatikan sel tunggal didalam biorektor, sel ini
membelah diri tiap jam (ingat pembelahan biner)
 Populasi sel pada tiap waktu generasi dapat
digambarkan sbb:

Bila 1 sel membelah menjadi 2 sel 2 4 8…dst


1 21 22 23 24 2n = N (jumlah sel)
Pangkat (eksponen) n = jumlah generasi
Contoh:

Waktu generasi juga dapat dihitung dari slope garis


dalam plot semilogaritma kurva pertumbuhan
eksponensial, yaitu dengan rumus, slope = 0,301/
waktu generasi. Dari grafik pertumbuhan tersebut
diketahui bahwa slope = 0,15, sehingga juga
diperoleh waktu generasi = 2 jam
X1 t1
1
X0
 X
dX    dt
t0
Hasil Integrasi:

ln X1 = µ t atau X1 = Xo e µ t
Xo

Persamaan diatas menggambarkan hubungan eksponensial


antara konsentrasi biomassa vs waktu
Laju Pertumbuhan spesifik (µ)
-Menggambarkan kecepatan reproduksi sel
-Semakin tinggi nilainya, maka semakin cepat sel tumbuh
-Pada saat sel tidak tumbuh, maka laju spesifik pertumbuhan = 0
dX
 X Model pertumbuhan eksponensial
dt
1
dX   dt
X
X1 t1
1
X 0 X dX  t0  dt
X1 t1
1
X 0 X dX   t0 dt
-
Pada saat fase eksponensial, laju spesifik pertumbuhan relatif
tetap
Penentuan laju pertumbuhan spesifik
ln X1 – ln Xo = µ (t1-t0)

Plot antara ln X vs t akan menghasilkan garis lurus slope


µ

ln X
µ

t
Hubungan antara Waktu penggandaan (doubling time = tD)
dengan laju spesifik pertumbuhan
 tD menggambarkan waktu yang diperlukan untuk
menggandakan populasi sel menggambarkan laju
pertumbuhan sel
 Selama fase eksponensial tD relatif konstan
 Hubungan antara tD dengan laju pertumbuhan spesifik
(Bila konsentrasi biomassa menjadi dua kali dari Xo
menjadi X1 selama waktu penggandaan tD = t1 – to

tD = ln 2 = 0,693
µ µ
 Digunakan untuk memproduksi biomassa, metabolit
primer & metabolit sekunder
 Untuk produksi biomassa digunakan kondisi kultivasi
yang mendukung pertumbuhan biomassa, sehingga
mencapai maksimal
 Untuk produksi metabolit primer kondisi kultivasi
harus dapat memperpanjang fase eksponensial yang
dibarengi dengan sintesis produk
 Untuk produksi metabolit sekunder kondisi kultivasi
harus dapat memperpendek fase eksponensial dan
memperpanjang fase stasioner
 Media segar secara kontinu ditambahkan kedalam biorektor
dan pada saat yang bersamaan cairan kultivasi dikeluarkan
(sistem terbuka)
 Sel mikroba secara kontinu berpropagasi menggunakan
media segar yang masuk, dan pada saat yang bersamaan
produk, produk samping metabolisme dan sel dikeluarkan
dari bioreaktor (volume tetap)
 Bioreaktor kultur sinambung membutuhkan lebih sedikit
pembersihan dibandingkan sistem curah
 Dapat menggunakan sel mikroba imobil untuk
memaksimumkan waktu tinggalnya (retensi), sehingga
meningkatkan produktivitasnya.
Imobilisasi sel: penempatan mikroba pada ruang/daerah
tertentu, sehingga dapat mempertahankan kestabilannya
dan dapat digunakan berulang-ulang (contoh:
menumbuhkan/melekatkan mikroba pada carrier/support)
Kelebihan:
1.Produktivitas lebih tinggi, sebab:
-lebih sedikit waktu persiapan bioreaktor persatuan
produk yang dihasilkan
-laju pertumbuhan dan konsentrasi sel dapat
dikontrol dengan mengatur laju dilusi
Dg demikian hanya butuh pabrik kecil (pengurangan
biaya modal untuk fasilitas baru)
2.Dapat dijalankan pada waktu yang lama
3.Cocok untuk proses yang resiko kontaminasinya
rendah (contohnya penanganan limbah cair) & produk
yang berasosiasi dengan pertumbuhan
4.Pemantauan dan pengendalian proses lebih sederhana
5.Tidak ada akumulasi produk yang menghambat
Dg mengontrol laju dilusi, dimungkinkan untuk
mempertahankan laju pertumbuhan spesifik yang
optimal untuk pembentukan produk
Kelemahan:
 Aliran umpan yg lama (resiko kontaminasi besar
(operasi harus hati-hati & desain peralatan lebih baik)
 Peralatan untuk operasi dan pengendalian proses
harus bisa tetap bekerja baik untuk waktu yang lama
 Memerlukan mikroba dengan kestabilam genetik
tinggi, karena digunakan untuk waktu yang lama.
Terjadinya degenerasi galur mikroba yang digunakan
akibat mutasi spontan menyebabkan penurunan
produk yang dihasilkan
 Sebaiknya ada konsumen/permintaan yang tetap
terhadap produk supaya efisien.
Start-up
 Kultivasi sinambung diawali dengan kultur curah

 Setelah kultur mencapai fase eksponensial, lalu umpan


dimasukkan
 Bila komposisi media saat start up sama dengan umpan,
perubahan dari curah ke sinambung menyebabkan konsentrasi sel
atau produk berosilasi (A). Penyebab: kultur mikroba mengalami
hambatan oleh substrat, dicegah dg komposisi media saat start
up 1/2 umpan (B)
 Penambahan umpan dilakukan kira-kira setelah konsentrasi sel
saat steady state (biomassa, substrat dan produk tidak berubah &
laju metabolisme sel konstan)
 Model hubungan laju pertumbuhan sel dengan
konsentrasi substrat pada kultivasi sinambung
Model MONOD
µ = S
µmaks Ks + S
Keterangan:
µ = laju pertumbuhan spesifik (jam-1)
µmaks= laju pertumbuhan spesifik maksimum (jam-1)
S = konsentrasi substrat pembatas (g/l)
Ks = konsentrasi substrat (g/l) pada saat ½ laju
pertumbuhan spesifik maksimum (menggambarkan
efisiensi mikroba dalam mengkonsumsi substrat
 Digunakan untuk penelitian fisiologi dan biokimia
mikroba, dikarenakan kondisinya mantap, laju
pertumbuhan dapat diatur oleh laju alir dan laju
pertumbuhan dibatasi oleh konsentrasi substrat
pembatas dapat digunakan untuk penelitian
pengaruh substrat pembatas thd kinerja mikroba,
untuk perbaikan sistem curah/semi sinambung
 Untuk isolasi dan seleksi mikroba penghasil enzim
menggunakan media diperkaya
 Untuk produksi biomassa, contoh ICI (Imperial
Chemical Industries, kapasitas bioreaktor 3000 m3,
substrat metanol)
 Untuk produksi bir menggunakan bioreaktor menara
(tower bioreactor)
 Media segar ditambahkan kedalam bioreaktor tanpa
pengeluaran isi bioreaktor
 Pada kultur fed-batch, media segar ditambahkan
kedalam bioreaktor tanpa pengeluaran isi bioreaktor
secara kontinu
 Harus disediakan ruang dalam bioreaktor untuk
penambahan media
 Pada saat isi bioreaktor penuh, bioreaktor
dikosongkan, baik sebagian atau seluruhnya dan
proses dimulai kembali
 Dapat mengurangi efek represif sumber karbon akibat
penggunaan konsentrasi substrat yang tinggi dan
mempertahankan kapasitas aerasi dalam bioreaktor
 Dapat mencegah efek toksik komponen media
 Untuk produksi antibiotika penisilin (metabolit sekunder):
kultivasi 2 tahap:fase pertumbuhan sel cepat dan fase
produksi yang diatur dengan mengatur umpan substrat
glukosa – Nafenilasetat (prekursor) toksik thd Penicillium
Chrysogenum pengumpanan harus diatur
 Untuk memproduksi enzim yang rentan thd represi
katabolit
Contohnya: selulase oleh Trichoderma reesei
Kultur Curah Kultur Semi Kultur
Sinambung Sinambung
Aliran Masuk (Fin)
Aliran Keluar (Fout) (Fin) > 0 , (Fout) = 0 (Fin) = (Fout) > 0
(Fin) = (Fout) = 0

Volume kultur Konstan Meningkat Konstan


Pengendalian kons Tdk mungkin Mungkin (konstan) Mungkin (konstan
substrat (menurun)
Konsentrasi sel Rendah (<5g/l) Kons.tertentu Kons.tertentu
(>100g/l)

Konsentrasi produk Meningkat s.d tk Meningkat s.d tk Konstan


rendah tinggi

Kemudahan bagi Mudah Agak mudah Sulit


pengguna
Bahaya kontaminasi Tidak serius Tidak serius Serius
Penyiapan Mikroba Penyiapan/formulasi media

Inokulasi secara
Aseptik Sterilisasi

Perakitan Bioreaktor dan Sterilisasi

Kultivasi: Sampling dan Pemanenan


-Pengontrolan suhu
-Pengontrolan pH Analisis Hasil Kultivasi
-Pengontrolan aerasi
-Pengontrolan agitasi
-Pengontrolan busa
1.Penyiapan Mikroba
- penyegaran (jika isolat dari media agar miring)
- perlu penumbuhan jika dari keadaan pengawetan
khusus, misalnya dari ampul liofilisasi, pengawetan
dengan pengeringan beku, dll
- perbanyakan sel untuk inokulum (propagasi)
sekaligus untuk adaptasi media kultivasi (ada yang
tidak bisa langsung dari agar miring)
2. Penyiapan Media
- Kenali komposisi media yang sesuai dengan tujuan
kultivasi
- Perlu tahu cara penyiapannya contoh jika terdapat
sumber protein dan karbohidrat dalam komposisi
media yang akan digunakan, maka pisahkan pada saat
sterilisasi
3. Perakitan bioreaktor dan Sterilisasi
- Pasang aksesoris bioreaktor, tutup lubang yang menjadi
peluang kontaminasi dengan aluminium foil
- Sterilisasi dalam autoklaf 121oC selama 15-20 menit
- Biarkan pada suhu ruangan, sebelum digunakan
4. Inokulasi secara aseptik
- Perhatikan lubang/port untuk inokulasi pada bioreaktor
- Selalu gunakan bantuan disinfektan (alkohol) untuk
mengaseptiskan lingkungan
- Setelah disinfektan kering, baru dekatkan api bunsen pada
lubang
Cara inokulasi secara aseptik:
-perlahan bukalah lubang inokulasi
-tuang inokulum mikroba secara hati-hati
-usap lubang dengan kapas beralkohol (hati-hati dengan api
bunsen)
-tutupkan penutup lubang setelah terlebih dahulu difiksasi
diatas api bunsen
5. Kultivasi
Apabila kultivasi berjalan dengan baik, maka substrat
dikonsumsi oleh sel (sel tumbuh dan produk dibentuk)
6. Sampling dan pemanenan
- Sampling dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan dilakukan
analisis sesuai kebutuhan
- Pemanenan dilakukan dengan menghentikan proses kultivasi
Dan dilanjutkan dengan penanganan lebih lanjut cairan
kultivasi
- Bioreaktor perlu disterilisasi sebelum dicuci, agar mikroba
tidak mencemari lingkungan
7. Analisis data hasil kultivasi
- data mentah dihitung (diolah secara statistik, kalau memang
direncanakan dari awal penelitian)
- pengeplotan kurva atau histogram
- penghitungan parameter kinetika (µmaks, Yp/s, produktivitas
dll)
- evaluasi dan pembahasan hasil penelitian

You might also like