You are on page 1of 5

Jurnal Natur Indonesia 6(2): 99-103 (2004) Perkecambahan dan pertumbuhan palem jepang dengan perendaman biji dalam

lumpur ISSN 1410-9379

99

Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Jepang (Actinophloeus macarthurii Becc.) akibat Perendaman Biji dalam Lumpur
Sujarwati1, Santosa2
2

Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281
1

Diterima 27-08-2003

Disetujui 19-02-2004

ABSTRACT
The present study is to find out the effects of seed burial in sterilized and unsterilized mud at varying depths on the germination of japanese palm (A. macarthurii Becc.). The study was using a 2x4 factorial experiment arranged in completely randomized design with mud sterilization : sterilized and unsterilized, as the first factor. The second factor was the depth of burial 5, 10, 15, or 20 cm with buried lasted for eight days. Seed were then germinated on sterilized sand medium and watered daily with tap water. Germination on untreated seeds served as a check. pH and humidity of mud measurements were perfomed at the end of the treatment. At the germination experiments, measured parameters were germination rate and seedling growth. Data colleted were subjected to analysis of variance and Duncans Multiple Range Test at 95% significance level. The result showed that seed burial in the mud improved germination percentage, the rate of seed germination, and subsequent seedling growth. Sterilization of mud had no effect on seed germination and seedling growth. Depth of seed burial significantly affected the percentage and and the rate of seed germination. Twenty centimeter mud burial gave the best result compared to the other ones. The higher germination percentage and the rate of germination of mud buried seeds might be attributed to the anaerobic condition. Key words: A. macarthurii Becc., burial, germination, mud, seed

PENDAHULUAN
Palem jepang ( Actinophloeu macarthurii Becc.) merupakan salah satu jenis palem yang berpotensi sebagai tanaman hias. Palem jepang tumbuh berumpun, tajuknya indah dengan daun menyirip, apalagi bila buahnya telah masak berwarna merah (Kusumawati 1996). Beberapa perlakuan yang biasa digunakan untuk mempercepat perkecambahan palem adalah perendaman biji dalam GA3 100 ppm selama 72 jam pada Archontophoenix alexandrae (Nagao & Sakai 1979), kombinasi skarifikasi dan perendaman dalam GA3 100 ppm pada Archontophoenix alexandrae dan Ptychospermae macharthurii (Nagao et al, 1980), peretasan kulit dan perendaman biji dalam GA3 2000 ppm selama 48 jam pada Licuala grandis (Soedjono & Suskandari 1997), perendaman dalam air selama 72 jam pada palem merah (Crytotachys lakka Becc.) (Natasasmita 1996), perendaman biji dalam larutan KNO3 0,2% pada Roystonea regia (Rinzani 1998), serta perendaman dengan asam sulfat 96% selama 30 menit pada palem Chamaedorea seifrizii (Daquinta et al, 1996).

Penelitian Juhaeti & Rahayu (1990) pada palem Roystonea elata Bartr. Harper dengan perlakuan perendaman biji dalam lumpur selama 2 dan 4 hari, dalam air selama 2 dan 4 hari, serta dalam HCl pekat selama 5, 10, dan 15 menit menunjukkan bahwa perendaman dalam lumpur selama 4 hari memberikan nilai rata-rata persentase perkecambahan tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Mekanisme pematahan dormansi biji palem dengan perlakuan perendaman dalam lumpur belum diketahui (Juhaeti & Rahayu 1990). Di alam, dormansi karena kulit biji yang keras dapat dipatahkan melalui perusakan kulit biji oleh mikroorganisme yang terdapat di tanah (Bewley & Back 1982). Pada perlakuan perendaman biji dalam lumpur, diduga mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur turut berperan dalam pematahan dormansi biji palem. Pada tanah tergenang (termasuk lumpur), ruang antar partikel tanah jenuh dengan air, konsentrasi oksigen dalam tanah berkurang, sehingga hanya mikroorganisme anaerob yang dapat tumbuh (Black 1999). Semakin dalam biji direndam, kondisi di sekitar biji akan semakin anaerob. Oleh karena itu,

100

Jurnal Natur Indonesia 6(2): 99-103 (2004)

Sujarwati & Santosa. berkecambah sebanyak 6,5%, kemudian meningkat sampai 8,5% pada minggu ke 13, dan pada minggu ke 14 sudah tidak terjadi penambahan lagi. Pada biji yang direndam dalam lumpur, awal berkecambah terjadi pada minggu ke 6, kemudian meningkat tajam sampai dengan minggu ke 11. Pada minggu ke 12 sampai dengan minggu ke 14, peningkatan persentase perkecambahan hanya sedikit, selanjutnya mencapai nilai konstan. Persentase perkecambahan tiap minggu pada biji yang mendapat perlakuan perendaman dalam lumpur lebih besar dibandingkan kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Juhaeti & Rahayu (1990). Pada palem Roystonea elata Bartr. Harper, perlakuan perendaman biji dalam lumpur selama 4 hari memberikan nilai ratarata persentase perkecambahan tertinggi dibandingkan perlakuan perendaman dalam air selama 2 dan 4 hari, serta dalam HCl pekat selama 5, 10, dan 15 menit.
Persentase Perkecambahan (%) 70 60 50 40 30 20 10 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 Minggu

dalam penelitian ini akan dikaji pengaruh perendaman biji dalam lumpur dengan kedalaman perendaman yang berbeda terhadap perkecambahan dan pertumbuhan palem jepang.

BAHAN DAN METODE


Biji palem jepang yang digunakan berasal dari buah yang sudah masak, dibuang daging buahnya, dicuci dalam air mengalir, lalu dikeringanginkan selama dua hari. Lumpur sawah sebagai media perlakuan terdiri dari dua bagian yaitu lumpur yang disterilisasi dan tidak disterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan otoklaf pada suhu 1150C dan tekanan 2 atm selama 145 menit. Proses sterilisasi diulang tiga kali. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap faktorial 2 x 4. Dua level faktor pertama adalah lumpur disterilisasi dan lumpur tidak disterilisasi. Faktor kedua berupa kedalaman perendaman dengan empat level yaitu 5, 10, 15, dan 20 cm. Setiap kombinasi perlakuan dibuat lima ulangan. Perendaman dalam lumpur dilakukan selama 8 hari, kemudian dilakukan uji perkecambahan. Pengukuran pH dan kelembaban lumpur yang digunakan sebagai media perlakuan dilakukan pada akhir perendaman. Sebagai kontrol digunakan biji yang tidak diberi perlakuan tetapi langsung dikecambahkan. Pada uji perkecambahan ditentukan jumlah biji yang berkecambah setiap hari sampai tidak terjadi penambahan lagi. Pengamatan pertumbuhan bibit dilakukan di akhir pengamatan. Dari data jumlah biji yang berkecambah tiap hari, ditentukan persentase perkecambahan dan kecepatan perkecambahan. Data dianalisis menggunakan anova dan uji DMRT pada taraf kepercayaan 95%.

Gambar 1. Pengaruh sterilisasi lumpur terhadap perkecambahan palem jepang; : kontrol, : lumpur disterilisasi, : lumpur tidak disterilisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perlakuan perendaman biji dalam lumpur dapat mempercepat waktu awal berkecambah. Perkecambahan pada biji yang mendapat perlakuan perendaman dalam lumpur teramati mulai minggu ke 6. Sedangkan pada kontrol, perkecambahan mulai teramati pada minggu ke 11. Grafik persentase perkecambahan tiap minggu terdapat pada Gambar 1, 2, dan 3. Persentase perkecambahan pada kontrol sangat kecil. Pada minggu ke 11, biji mulai

Gambar 1 menunjukkan persentase perkecambahan antara biji yang direndam dalam lumpur yang disterilisasi (S 1 ) dan lumpur tidak disterilisasi (S2) tidak berbeda nyata. Hal ini terlihat dari grafik perkecambahan S 1 dan S 2 yang menunjukkan pola yang hampir sama. Grafik perkecambahan keduanya berhimpit mulai minggu ke 6 sampai dengan minggu ke 8. Sedangkan pada minggu ke 9 sampai minggu ke 14, grafik S2 lebih tinggi dari pada grafik S1 tetapi perbedaannya tidak nyata. Peningkatan persentase perkecambahan akibat perlakuan perendaman biji dalam lumpur tidak disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme selama perlakuan perendaman dalam lumpur.

Perkecambahan dan pertumbuhan palem jepang dengan perendaman biji dalam lumpur

101

70 Persentase Perkecambahan (%) Persentase Perkecambahan (%) 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 60 50 40 30 20 10 0 Minggu Gambar 2. Pengaruh kedalaman perendaman terhadap perkecambahan palem jepang; : kontrol, : kedalaman perendaman 5 cm, : kedalaman perendaman 10 cm, : kedalaman perendaman 15 cm, : kedalaman perendaman 20 cm.
70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Minggu Gambar 3. Pengaruh interkasi sterilisasi lumpur dan kedalaman perendaman terhadap perkecambahan palem jepang; -: kontrol, : lumpur disterilisasi dengan kedalaman perendaman 5 cm, ? : lumpur disterilisasi dengan kedalaman perendaman 10 cm, : lumpur disterilisasi dengan kedalaman perendaman 15 cm, : lumpur disterilisasi dengan kedalaman perendaman 20 cm, ? : lumpur tidak disterilisasi dengan kedalaman perendaman 5 cm, : lumpur tidak disterilisasi dengan kedalaman perendaman 10 cm, : lumpur tidak disterilisasi dengan kedalaman perendaman 15 cm, : lumpur tidak disterilisasi dengan kedalaman perendaman 20 cm.

Pengaruh kedalaman perendaman terhadap persentase perkecambahan terdapat pada Gambar 2. Grafik persentase perkecambahan biji yang direndam dengan kedalaman 5 cm dan 10 cm terlihat berhimpit. Sedangkan grafik persentase perkecambahan biji yang direndam pada kedalaman15 cm berhimpit dengan biji yang direndam pada kedalaman 20 cm. Perendaman biji dalam lumpur dengan kedalaman 15 dan 20 cm memberikan persentase perkecambahan yang lebih tinggi dibandingkan biji yang direndam pada kedalaman 5 dan 10 cm. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa semakin dalam biji direndam maka persentase perkecambahannya semakin besar. Perbedaan kedalaman perendaman berakibat pada ketersediaan oksigen. Semakin dalam perendaman, kondisi semakin anaerob. Pengaruh kondisi anaerob dalam memacu perkecambahan biji juga ditemui pada biji apel dan bunga matahari. Ada beberapa dugaan mekanisme kondisi anaerob dalam memacu perkecambahan biji dorman. Kondisi anaerob biasanya menyebabkan peningkatan produksi etanol melalui proses fermentasi. Akumulasi etanol dapat memecahkan dormansi pada beberapa biji (Corbineau & Come 1995). Hal ini juga didukung penelitian Bewley & Back (1982) bahwa pemberian etanol eksogen dapat memecahkan dormansi biji. Kondisi anaerob sangat menghambat produksi etilen, karena konversi dari 1aminocyclopropan 1-carboxlic acid (ACC) menjadi etilen membutuhkan oksigen. Akibatnya akan terjadi

akumulasi ACC selama biji dikenakan pada kondisi anaerob. Pada saat biji dikembalikan pada kondisi aerob, ACC yang terakumulasi akan dikonversi menjadi etilen. Peningkatan produksi etilen akan memacu perkecambahan (Corbineau & Come 1995). Sterilisasi lumpur dan kedalaman perendaman berinteraksi tidak nyata terhadap persentase perkecambahan tiap minggu (Gambar 3). Kombinasi perlakuan S 2P 20, S 1 P 20, S 1 P 15, S 2 P 15 menunjukkan kecenderungan persentase perkecambahan yang lebih besar dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya. Dari 8 kombinasi perlakuan terlihat adanya pemisahan menjadi dua kelompok. Grafik perkecambahan S2P20, S1P20, S2P15, S1P15, terpisah dari grafik perkecambahan S2P10, S 1 P 10 , S 1 P 5 , S 2 P 5. Hal ini memperkuat hasil sebelumnya bahwa sterilisasi lumpur (faktor S) tidak berpengaruh nyata, tetapi kedalaman perendaman (faktor P) yang lebih berpengaruh. Kedalaman perendaman 15 cm dan 20 cm memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan 5 cm dan 10 cm. Hasil analisis variansi kecepatan perkecambahan dan pertumbuhan pelem jepang terdapat pada Tabel 1. Biji yang direndam dalam

102

Jurnal Natur Indonesia 6(2): 99-103 (2004)

Sujarwati & Santosa.


Tabel 2. pH dan kelembaban lumpur yang digunakan untuk perlakuan perendaman biji (diukur pada akhir perendaman hari ke 8). Perlakuan 1. Sterilisasi lumpur (S) S1 S2 2. Kedalaman Perendaman (P) P5 P10 P15 P20 3. Interaksi S x P S1P5 S1P10 S1P15 S1P20 S2P5 S2P10 S2P15 S2P20 pH lumpur Kelembaban lumpur (%) 59,5 a a 57,8

Tabel 1. Kecepatan perkecambahan dan pertumbuhan bibit palem Jepang.


Perlakuan Kecepatan Perkecambahan (biji/hari) Pertumbuhan bibit pada akhir pengamatan (5 bulan setelah tanam) Bobot basah (g) 1. Sterilisasi Lumpur (S) S1 S2 Kontrol 2. Kedalaman Perendaman (P) P5 P10 P15 P20 Kontrol 3. Interaksi S x P S1P5 S1P10 S1P15, S1P20 S2P5 S2P10 S2P15 S2P20 Kontrol Tinggi tanaman (cm) 9,371 a 9,177 a 8,338 b

0,4340 a a 0,4495 0,0480 b

0,7560 a 0,7380 a 0,6016 b

5.96 a b 5,87

0,4080 y 0,3970 y 0,4520 xy 0,5100 x 0,0480 z

0,7560 x 0,7540 x 0,7500 x 0,7280 x 0,6016 y

8,994 x 9,318 x 9,438 x 9,346 x 8,338 y

6,04 xy 5,95 y 5,91 z 5,76

59,8 x 57,8 x 60 x 57,5

0,4220 0,3840 q 0,4380 pq 0,4920 pq 0,3940 pq pq 0,4100 0,4660 pq 0,5280 p 0,0480 r

pq

0,8040 0,7520 p 0,7600 p 0,7080 p 0,7080 p p 0,7560 0,7400 p 0,7480 p 0,6016 q

9,140 9,308 pq 9,664 p 9,372 pq 8,848 pq 9,328 pq 9,212 pq 9,320 pq 8,338 r

pq

6,00 pq 6,00 6.00 pq r 5,84 p 6,08 qr 5,90 5,82 r r 5,68

pq

62 p 58 60 p p 58 56,8 p p 57,6 p 60 p 57

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf uji taraf 5%.

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf uji taraf 5%.

lumpur yang disterilisasi mempunyai kecepatan perkecambahan yang tidak berbeda nyata dengan biji yang direndam dalam lumpur yang tidak disterilisasi. Kedalaman perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap kecepatan perkecambahan. Biji yang direndam dalam lumpur pada kedalaman 20 cm mempunyai kecepatan perkecambahan sebesar 0,51 biji/hari, berbeda nyata dengan kecepatan perkecambahan biji yang direndam dalam lumpur dengan kedalaman 5 dan 10 cm. Hasil interaksi sterilisasi lumpur dan kedalaman perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap kecepatan perkecambahan. Perbedaan yang nyata terlihat antara kombinasi perlakuan S2P20 dan S1P10. Sedangkan pada kombinasi perlakuan lainnya, kecepatan peerkecambahannya tidak berbeda nyata dengan perlakuan S2P20 dan S1P10. Meskipun tidak berbeda nyata, terlihat kecenderungan bahwa kecepatan perkecambahan tertinggi berturutturut adalah kombinasi perlakuan S2P20, S1P20, S2P15, S1P15. Hal ini memperkuat hasil sebelumnya bahwa faktor yang lebih berpengaruh terhadap kecepatan perkecambahan adalah kedalaman perendaman. Hasil pengukuran berat basah dan tinggi tanaman menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit pada biji yang direndam dalam lumpur berbeda nyata

dengan kontrol. Perendaman biji dalam lumpur sebelum dikecambahkan dapat meningkatkan berat basah dan tinggi tanaman. Sterilisasi lumpur, kedalaman perendaman, dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit. Tabel 2 menunjukkan pH dan kelembaban lumpur yang diukur pada akhir perendaman. Kelembaban lumpur dari berbagai kombinasi perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan pH lumpur berbeda nyata. Lumpur yang tidak distelilisasi mempunyai pH yang lebih rendah dibandingkan lumpur yang distelirisasi. Perbedaan kedalaman perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap pH lumpur. Lumpur yang digunakan untuk perendaman dengan kedalaman 20 cm mempunyai pH yang lebih rendah dibandingkan lumpur yang digunakan untuk perendaman biji pada kedalaman 5, 10, dan 15 cm. Semakin dalam perendaman biji, pH lumpur semakin rendah. Interaksi antara sterilisasi lumpur dan kedalaman perendaman berpengaruh nyata terhadap pH lumpur. Pada lumpur yang disterilisasi, perbedaan kedalaman perendaman tidak terlalu berpengaruh terhadap pH lumpur. Diantara empat variasi kedalaman perendaman, tiga diantaranya yaitu S1P5, S1P10, dan S1P15 mempunyai pH yang sama (pH = 6)

Perkecambahan dan pertumbuhan palem jepang dengan perendaman biji dalam lumpur sedangkan S1P20 mempunyai pH 5,84. Pada lumpur yang tidak disterilisasi, perbedaan kedalaman perendaman berpengaruh nyata terhadap pH lumpur. Semakin dalam perendaman, pH lumpur semakin rendah (pH S2P5 > S2P10 > S2P15 > S2P20). Semakin dalam biji direndam, kondisi sekitar biji semakin anaerob. Hal ini akan memacu aktivitas mikroorganisme anaerob, sehingga menghasilkan asam organik yang dapat menurunkan pH lumpur. Pada uji perkecambahan didapatkan hasil bahwa kedalaman perendaman berpengaruh nyata terhadap peningkatan persentase dan kecepatan perkecambahan palem jepang. Penurunan pH seiring dengan semakin dalamnya biji direndam diduga turut bepengaruh terhadap proses peningkatan persentase dan kecepatan perkecambahan palem jepang.

103

persentase dan kecepatan perkecambahan diduga disebabkan oleh kondisi anaerob yang terjadi selama perendaman biji dalam lumpur.

DAFTAR PUSTAKA
Black, J.G. 1999. Microbiology, Principles and Explorations. New Jersey: Prentice Hall. Bewley, J.D. & Black, M. 1992. Physiology and Biochemistry of Seeds in Relation to Germination. Viability, Dormancy and Enviromental Control. New York: Springer Verlag. Corbineau, F. & Come, D. 1995. Control of seed germination and dormancy by the gaseous enviroment. Di dalam Kigel, J. & Galili, G. (eds). Seed Development and Germination. New York: Marcel Dekker. Daquinta, M., Conception, O., Capote, I., Cobo, I., Escalona, M. & Borroto, C. 1996. In vitro germination of Chamaedorea seifrizii. Principes 40 : 112-113. Juhaeti, T. & Rahayu, R.D. 1990. Usaha mempercepat perkecambahan palem Roystonea elata (Bartr.) Harper dan Ptychosperma macarthurii (H.A. Wondl.) Nicholson. Bul. Kebun Raya Ind. 7: 13-16. Kusumawati, N. 1996. Anatomi perkembangan buah palem jepang (Actinophloeus macarthurii Becc.). Skripsi Fakultas Biologi. Yogyakarta: UGM. Nagao, M., Kanegawa, A.K. & Sakai, W.S. 1979. Effect of growth regulators on seed germination of Archontophoenix alexandrae. Hort. Science 14 : 182-183. Nagao, M., Kanegawa A.K. & Sakai, W.S. 1980. Accelerating palm seed germination with gibberelic acid, scarification, and bottom heat. Hort.Science 15: 200-201. Natasasmita, A.A. 1996. Pengaruh GA 3 dan Atonik terhadap perkecambahan dan pertumbuhan awal palem merah (Cyrtotachys lakka Becc.) dan palem raja (Roystonea elata Bartr. Harper). Skripsi Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor: IPB. Rinzani, A.K. 1998. Pengaruh pencahayaan dan kadar KNO3 terhadap perkecambahan dan pertumbuhan bibit palem raja. Skripsi Fakultas Pertanian. Yogyakarta: UGM. Soedjono, S. & Suskandari, K. 1997. Pengaruh lama perendaman dan konsentrasi GA3 terhadap perkecambahan biji palem (Licuala grandis). J. Hort. 7: 635-637.

KESIMPULAN
Perlakuan perendaman biji dalam lumpur dapat meningkatkan persentase dan kecepatan perkecambahan serta pertumbuhan palem jepang. Sterilisasi pada lumpur yang digunakan untuk perendaman biji, tidak berpengaruh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan palem jepang. Perbedaan kedalaman perendaman biji dalam lumpur berpengaruh terhadap persentase dan kecepatan perkecambahan palem jepang. Biji yang direndam dalam lumpur pada kedalaman 20 cm memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan biji yang direndam pada kedalaman 5, 10, 15 cm. Pengaruh perendaman biji dalam lumpur yang dapat meningkatkan

You might also like