You are on page 1of 8

GAMBARAN POLA MAKAN, AKTIFITAS FISIK DAN STATUS GIZI

PADA KARYAWAN UD ALFA STAR BUSANA DAN PLS ERVINA MEDAN


TAHUN 2012
(The description of eating patterns, physical activities and nutritional status of the
employees of Business Trade Alfa Star and PLS Ervina Medan in 2012)
Aklima Zahra M1, Evawany Y Aritonang 2, Fitri Ardiani2
1

Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


Staf pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
ABSTRACT

The increasing of income level of the productice age group such as employees, so that there is an
increasing in labor force in urban areas causes a change in lifestyle. The change in lifestyle includes
eating patterns, physical activities and nutritional status. The eating patterns in large cities have
been changing from traditional diet to modern diet and the type of activity that does not expend
energy has negative impact on health and nutrition issues.This is a descriptive study with crosssectional research design. The population is all employees at Business Trade Alfa Star Clothing and
PLS Ervina with a total of 100 people, sampling conducted by a total sampling. Data collected
through interviews using questionnaires, food frequency forms, food recall forms and physical
activity forms.The result showed that the eating patterns of tailor employees at Business Trade Alfa
Star Clothing and PLS Ervina in unfavorable category as much as 72% with the type and frequency
of eating on average rarely (1-2x/week). The average of energy consumed sufficiently as much as
46% and protein is lower 62%. The most physical activity in medium category is 84%. Nutritional
status based on BMI largely on the normal category as much as 50% and 39% for the fat one.The
need for attention of the company and employees to be able to consume a complete diet (balanced),
especially vegetables and fruits every day. Physical activity such as sports and activities that expend
energy in order to be healthy and fit every day.
Keywords: eating pattern, physical activity, nutritional status, employees tailor.

PENDAHULUAN
Meningkatnya taraf hidup masyarakat
terutama di negara maju dan kota besar
membawa perubahan pada pola hidup individu.
Perubahan pola hidup tersebut membawa pula
pada perubahan pola penyakit yang ada,
terutama pada penyakit yang berhubungan
dengan gaya hidup seseorang. Kondisi tersebut
mengubah banyaknya kasus- kasus penyakit
infeksi yang pada awalnya menempati urutan
pertama, namun sekarang bergeser pada
penyakit- penyakit degeneratif dan metabolik
yang menempati urutan teratas (Ramadha,
2009).
Usia remaja merupakan masa peralihan
dari anak-anak menuju dewasa yang

membutuhkan asupan gizi yang adekuat. Usia


dewasa merupakan rentang usia terpajang
dalam kehidupan manusia. Usia ini dikenal
sebagai usia produktif, yang ditandai dengan
pencapaian tingkat pendidikan, sukses dalam
karier, mapan dan lain-lain. Menurut
Wirahkusumah (1994) yang dikutip oleh
Amelia (2009), kelompok ini rentan terhadap
pergeseran perilaku dan gaya hidup antara lain
adanya perubahan pada pola makan yang lebih
cenderung mengkonsumsi makanan siap saji
(fast food) yang mudah didapat, harga
terjangkau dan makanan ini banyak
mengandung gula dan lemak.
Pola makan merupakan cara yang
ditempuh seseorang atau sekelompok untuk

memilih makanan dan mengkomsumsinya


sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,
budaya dan sosial (Soehardjo, 1996). Pola
makan berkaitan dengan rangkaian nilai dan
tata cara yang kompleks meliputi aspek fisik,
psikis, logis dan sosial. Kesalahan pola makan
dari aspek tersebut, tidak memperhatikan
kandungan gizi dalam makanan dan kesehatan.
(Hidayah, 2011).
Pola makan di kota-kota besar telah
berubah dari pola tradisional yang banyak
mengandung karbohidrat dan serat menjadi
pola modern dengan kandungan protein, lemak,
gula, dan garam yang tinggi tetapi miskin serat
(Muchtadi, 2001). Perubahan selera makan ini
cenderung
menjauhi
konsep
makanan
seimbang sehingga berdampak negatif terhadap
kesehatan dan gizi. Pola makan tinggi lemak
jenuh dan gula, rendah serat akan menyebabkan masalah kegemukan, gizi lebih,
serta meningkatkan radikal bebas yang dapat
memicu munculnya penyakit degeneratif
(Khomsan, dkk, 2004).
Upaya paling baik untuk mengurangi
kasus penyakit degeneratif adalah melalui
upaya pencegahan. Pencegahan yang paling
baik adalah dengan merubah faktor risiko
utama penyebab penyakit degeneratif, yaitu
dengan memperbaiki pola makan dan
meningkatkan aktifitas fisik. Faktor risiko ini
meningkat seiring dengan perubahan gaya
hidup seperti kebiasaan makan masyarakat
kearah konsumsi makanan tinggi lemak dan
gula dan jenis pekerjaan yang tidak banyak
mengeluarkan tenaga (sedentary) (Depkes,
2010).
Menurut WHO (2010) yang dikutip
oleh Sri (2011), Aktivitas fisik adalah setiap
gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya
aktivitas fisik) merupakan faktor risiko
independen untuk penyakit kronis, dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global.
Secara nasional hampir separuh
penduduk (48,2%) kurang melakukan aktifitas
fisik. Menurut kelompok umur, kurang aktifitas
fisik paling tinggi terdapat pada kelompok 75
tahun keatas (76%) dan umur 10 40 tahun
(66,9%), dan perempuan (54,5%) lebih tinggi
dibanding laki-laki (41,4%). Berdasarkan
tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan

semakin tinggi prevalensi kurang aktifitas fisik.


Prevalensi kurang aktifitas fisik penduduk
perkotaan (57,6%) lebih tinggi dibanding
pedesaan (42,4%) (Riskesda, 2007).
Berbagai
penelitian
baik
yang
dilakukan di luar negeri maupun di Indonesia
menunjukkan bahwa keadaan gizi kurang dapat
menghambat aktifitas kerja yang akan
menurunkan produktifitas kerja. Hal ini
disebabkan karena kemampuan kerja seseorang
sangat dipengaruhi oleh jumlah energi yang
tersedia, dimana energi tersebut diperoleh dari
makanan sehari-hari dan bila mana jumlah
makanan sehari-hari tak memenuhi kebutuhan
tubuh, maka energi didapat dari cadangan
tubuh. (Septi, 2010).
Menurut Manik (1999) dikutip oleh
Rini (2007), gizi merupakan faktor penting
yang menentukan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan manusia. Status gizi yang baik
adalah hasil keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan responden (Depkes, 2003). Status
gizi di tentukan oleh apa yang dikomsumsi oleh
seseorang dan bagaimana penyerapan dan
penggunaan makanan yang di komsumsi orang
tersebut yang dapat dilihat dari keadaan tubuh.
Status gizi seseorang dikatakan baik apabila
terdapat keseimbangan dan keserasian antara
fisik dan perkembangan mental orang tersebut,
serta merupakan salah satu tolak ukur untuk
menentukan kualitas hidup manusia yang
menentukan tingkat produktivitas kerja dan
kemampuan berfikir (Rini, 2007).
Gizi tidak bisa dilepaskan dari
makanan, sebab masalah gizi timbul akibat
kekurangan atau kelebihan kandungan zat gizi
dalam makanan. Bukan hanya masalah
kekurangan gizi, kebiasaan mengkomsumsi
makanan yang melebihi kecukupan gizi juga
dapat menimbulkan masalah gizi lebih.
Peningkatan pendapatan pada kelompok usia
produktif seperti karyawan pekerja, yang
ditandai dengan peningkatan angkatan kerja di
pekotaan menyebabkan adanya perubahan gaya
hidup. Pekerjaan yang dilakukan sehari-hari
dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang,
terutama dalam hal pola makan, aktifitas fisik
serta status gizi (Khasanah, 2012).
Sektor informal adalah segala jenis
pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan
yang tetap, tanpa ada perlindungan negara dan
atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak. Ciriciri kegiatan informal adalah mudah masuk,

artinya setiap orang dapat kapan saja masuk


kejenis usaha informal ini. Bersandar pada
sumber daya lokal, biasanya usaha milik
keluarga, padat karya, keterampilan diperoleh
dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur
dan pasar kompetitif (Saparini dkk, 2012).
UD Alfa Star Busana dan Pendidikan
Luar Sekolah (PLS) Ervina merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang sektor
usaha
informal
yaitu
usaha
jahitan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang telah
dilakukan pada UD Alfa Star Busana dan PLS
Ervina karyawannya memiliki jam kerja yang
berbeda-beda, ada yang kerja separuh hari dari
jam 8 pagi sampai dengan 6 sore dan ada yang
sampai lembur yang menginap di perusahaan.
Karyawannya bekerja menjahit pakaian wanita.
Aktifitas karyawan sehari-hari adalah membuat
pola, menjahit, membordir, belanja bakal,
memayet dan lain-lain. Dengan kegiatan
tersebut perusahaan tidak menyediakan makan,
maka karyawan membawa masing- masing
makanan dari rumah atau membeli. Pola makan
karyawan masih rendah dalam mengonsumsi
makanan lengkap (menu seimbang) dan
konsumsi air minum.
Aktifitas
karyawan
yang
sibuk
membuat pola makan tidak teratur serta
pemikiran yang praktis dan serba instan (cepat
saji) dalam memilih makanan sehingga dapat
menimbulkan
berbagai
penyakit
serta
mempengaruhi penampilan fisik seseorang dan
produktifitas kerja. Keadaan status gizi di
perusahaan ini ada yang gemuk. Produktifitas
diperusahaan masih rendah dalam membuat
pola karyawan perorang hanya menyiapkan 2-3
pola/hari targetnya 5 potong/hari. menjahit 1
pakaian siap 3 hari jika kebaya sedangkan baju
biasa 1 pakaian/hari, membordir 1 pakaian/hari
targetnya 2-3 pakaian/hari, memayet 3-6 hari 1
pakaian targetnya 2 hari 1 pakaian, karena
produksi pakaian siap tergantung model dan
kesulitan yang dialami. Target perusahaan
dalam memproduksi pakaian lebih dari 7
potong/minggu untuk 1 orang sedangkan
produksi di kedua perusahaan ini 2-5
potong/minggu 1 orang sehingga beban
produksi menjadi tidak efisien.
Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola
makan, aktifitas fisik dan status gizi pada
karyawan UD Alfa Star dan PLS Ervina Medan
Tahun 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk


mengetahui gambaran pola makan, aktifitas
fisik dan status gizi karyawan UD Alfa Star
dan PLS Ervina Medan Tahun 2012.
Adapun manfaat penelitian ini adalah
memberikan informasi kepada perusahaan dan
karyawan penjahit tentang pola makan yang
baik dan seimbang, aktifitas fisik yang teratur
dan sehat serta status gizi di UD Alfa Star
Busana dan PLS Ervina sehingga dapat
menambah wawasan, pengetahuan bagi
pembaca.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
desain cross-sectional. Penelitian ini di lakukan
di UD Alfa Star dan PLS Ervina Medan.
Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan
yang bekerja di UD Alfa Star dan PLS Ervina
yaitu sebanyak 100 orang.
Pengumpulan data Primer meliputi
karakteristik responden dan aktifitas fisik
menggunakan koesiuner dengan teknik
wawancara, data status gizi dengan cara
pengukuran berat badan dan tinggi badan dan
data pola makan dikumpulkan dengan
menggunakan koesiuner food recall dan food
frequency. Data sekunder tentang gambaran
umum UD Alfa Star Busana dan PLS Ervina.
Analisis data secara deskriptif, disajikan
dalam bentuk tabel distribusi dengan melihat
persentase dari data tersebut dengan bantuan
software komputer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun karakteristik karyawan penjahit
pada penelitian ini, dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Dari tabel 1 Penelitian ini dilaksanakan
di UD Alfa Star Busana dan PLS Ervina
Medan yang menjadi responden dalam
penelitian ini adalah karyawan penjahit.
Berdasarkan hasil penelitian jumlah karyawan
terbanyak di UD Alfa Star Busana dan PLS
Ervina Medan menurut jenis kelamin adalah
Perempuan yaitu sebanyak 92 orang (92,0%).
Banyaknya karyawan berjenis kelamin
perempuan yang berpropesi sebagai penjahit di
perusahaan ini lebih banyak dibandingkan lakilaki. Hal ini karena perusahaan ini banyak
menerima tempahan pakaian wanita.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karyawan


Berdasarkan Karakteristik Di
UD Alfa Star Busana dan PLS
Ervina Medan Tahun 2012
No
1
2

1
2
3
4

1
2

1
2

Jenis Kelamin
Laki laki
Perempuan
Jumlah
Kelompok Umur
15 -25 Tahun
26 - 35 Tahun
36 - 45 Tahun
> 45 Tahun
Jumlah
Agama
Islam
Kristen Protestan
Jumlah
Status Pernikahan
Belum Menikah
Menikah
Jumlah

Frekuensi
n
%
8
8,0
92
92,0
100
100,0
62
26
10
2
100

62
26
10
2
100

79
21
100

79
21
100

61
39
100

61
39
100

Berdasarkan usia, karyawan di UD Alfa


Star Busana dan PLS Ervina Medan terbanyak
pada kelompok umur 15-25 Tahun yaitu
62,0%. Berdasarkan agama, karyawan di UD
Alfa Star dan PLS Ervina Medan terbanyak
pada agama islam yaitu sebanyak 79,0%.
Berdasarkan status pernikahan karyawan di UD
Alfa Star dan PLS Ervina Medan terbanyak
belum menikah yaitu sebanyak 61,0%.
Sebagian besar karyawan yang belum menikah
menginap diperusahaan.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pola Makan
Karyawan Di UD Alfa Star
Busana dan PLS Ervina Medan
Tahun 2012
No
1
2

Pola
Makan
Kurang baik
Baik
Jumlah

Frekuensi
N
%
72
72,0
28
28,0
100
100,0

Dari tabel 2 diketahui hasil penelitian


menunjukkan bahwa 72% karyawan penjahit di
UD Alfa Star Busana dan PLS Ervina Medan
mempunyai pola makan yang kurang baik.
Adapun pola makan yang baik adalah makanan
pokok + lauk pauk + sayuran + buah +
makanan jajanan/selingan dalam frekuensi
setiap
hari
(7-6x/minggu).
Tingginya
persentase karyawan yang memiliki pola
makan yang kurang baik dipengaruhi oleh cara
karyawan memperoleh atau mendapatkan
bahan makanan tersebut. Hal ini disebabkan
karena perusahaan tidak menyediakan makan,
maka karyawan membawa masing-masing dari
rumah atau membeli. Pola makan karyawan
dalam susunan jenis makanan masih tidak
lengkap (menu seimbang). Mereka tidak
mengonsumsi sayuran dan buah-buahan setiap
hari. Hal ini disebabkan jangkauan ke pasar
lebih jauh, mahal, tidak suka makan sayur dan
memilih mengkonsumsi makanan pokok, lauk
pauk dan makanan jajanan atau selingan saja.
Dari hasil food recall 24 jam energi dan protein
yang dikonsumsi cukup dan berlebih
merupakan pola makan yang kurang baik
karena tidak sesuai dengan Angka Kecukupan
Gizi (AKG) individu.
Pola makan yang baik dapat menunjang
tercapainya kecukupan gizi. Frekuensi makan
perhari merupakan salah satu aspek kebiasaan
makan, dimana frekuensi makan akan menjadi
penduga tingkat kecukupan konsumsi gizi.
Artinya semakin tinggi frekuensi makan
seseorang maka peluangnya terpenuhinya
kebutuhan gizi semakin besar (Khomsan,
2004).
Dari tabel 3 hasil penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan formulir food
recall 24 jam, dapat diketahui bahwa jumlah
konsumsi energi pada karyawan penjahit di UD
Alfa Star Busana dan PLS Ervina Medan
terbanyak berada pada kategori cukup yaitu
46,0% dan Protein terbanyak berada pada
kategori rendah yaitu sebanyak (62,0%). Hal
ini disebabkan karena karyawan penjahit Pada
umumnya mengkonsumsi roti, keripik, bakso,
gorengan dan sebagainya pada saat menjahit
dimana makanan tersebut mengandung kalori,
karbohidrat dan kurang protein setiap hari.
Disamping
itu,
kebiasaan
karyawan
mengonsumsi teh manis, kopi, minuman
kemasan dan susu juga berpengaruh terhadap

tingkat konsumsi proteinnya karena minuman


tersebut mengandung gula dan didalam gula
tersebut hanya terdapat kalori sedangkan
protein tidak ada. Tingkat konsumsi energi
yang cukup dan protein yang rendah dimana
karyawan selalu mengonsumsi makanan/
minuman yang mengandung tinggi kalori,
energi, garam dan gula setiap hari.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Energi dan
Protein Karyawan Di UD Alfa
Star Busana dan PLS Ervina
Medan Tahun 2012
Frekuensi
No
Energi
n
%
1
Rendah
10
10,0
2
Cukup
46
46,0
3
Tinggi
44
44,0
Jumlah
100
100,0
No
Protein
n
%
1
Rendah
62
62,0
2
Cukup
29
29,0
3
Tinggi
9
9,0
Jumlah
100
100,0
Karyawan lebih banyak mengkonsumsi
makanan yang tinggi energi seperti makanan
jajanan dari pada makanan yang tinggi protein
dari lauk nabati. Hal ini karena karyawan lebih
mudah
mendapatkan
makanan
jajanan
sedangkan protein harus memasaknya sebelum
konsumsi, repot dan tidak suka. Konsumsi
energi karyawan berada pada 1280 sampai
4023 kkal/hari dan protein 37 sampai 77
gr/hari. Konsumsi energi dan protein masih
tidak sesuai dengan AKG karyawan.
Energi dalam tubuh manusia dapat
timbul dikarenakan adanya pembakaran
karbohidrat, protein dan lemak. Dengan
demikian agar manusia selalu tercukupi
energinya diperlukan pemasukan zat-zat
makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya.
Kelebihan energi di dalam tubuh disimpan
dalam bentuk jaringan lemak yang dapat
mengakibatkan kegemukan (Kartasapoetra,
2008). Protein dapat digunakan sebagai bahan
bakar apabila keperluan energi tubuh tidak
terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno
1997).
Protein
merupakan
pembentuk
hemoglobin.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik


Karyawan Di UD Alfa Star
Busana dan PLS Ervina Medan
Tahun 2012
No
1
2
3

Aktifitas Fisik
Ringan
Sedang
Berat
Jumlah

Frekuensi
n
%
6
6,0
84
84,0
10
10,0
100
100,0

Dari tabel 4 menunjukkan bahwa


aktifitas fisik karyawan penjahit di UD Alfa
Star Busana dan PLS Ervina Medan
berdasarkan frekuensi terbanyak mempunyai
aktifitas fisik sedang yaitu sebanyak 84,0%.
Pembagian aktifitas kerja yang dilakukan di
UD Alfa Star Busana dan PLS Ervina medan
yaitu membuat pola, memotong, menjahit,
membordir, memayet, penyelesaian, berbelanja
dan sebagainya. Bekerja dari hari Senin hingga
Sabtu, mulai pukul 08.30 sampai 17.00 WIB.
Waktu yang di gunakan untuk menjahit 7 jam
dan 1 untuk istirahat. Waktu istirahat
digunakan untuk makan siang dan beribadah.
Beban kerja karyawan berbeda-beda dari 7 jam
sampai 9 jam karena ada karyawan yang
menginap diperusahaan dan memiliki tanggung
jawab penyelesaian untuk pelanggan serta
kegiatan menjahit dirumah sebagai tambahan
penghasilan keluarga. Selain bekerja di
perusahaan mereka juga melakukan aktifitas
sehari-hari dirumah seperti membersihkan
rumah, memasak, mencuci piring/pakaian,
menyetrika dan sebagainya. Sedangkan waktu
istirahat dirumah seperti tidur, santai,
komunikasi sesama rekan kerja, teleponan dan
menonton televisi. Aktifitas fisik untuk
menggerakkan badan seperti olahraga, berjalan,
naik sepeda hanya dilakukan oleh beberapa
karyawan saja untuk berangakat kerja
selebihnya naik kendaraan untuk pergi
keperusahaan. Karyawan yang bekerja lebih
banyak bergerak dalam pekerjaan tertentu dari
pada duduk dan istirahat dikatakan aktifitasnya
berat dan sebaliknya.
Selama bekerja, karyawan selalu
mengonsumsi makanan jajanan sebelum
beraktifitas atau pada saat beraktifitas.
Makanan jajanan sering dibeli di pedagang

yang berjualan dengan kendaraan, pedagang


kaki lima dan toko yang ada di daerah
perusahaan. Dengan harga yang terjangkau dan
cukup mengenyangkan karyawan pada saat
menjahit. sebagian besar karyawan tidak
makan dahulu sebelum pergi bekerja sehingga
pagi
hari
mereka
lebih
cenderung
mengonsumsi roti, mi dan ubi dengan teh
manis sebagai sumber tenaga mereka. Setelah
sampai di perusahaan mereka mengonsumsi
makanan yang mengandung kabohidrat, seperti
: mi goreng, nasi goreng, nasi gurih, indomi
kuah dan sebagainya. Hal ini dapat
menyebabkan kegemukan pada karyawan
penjahit tersebut.
Dalam
penelitian
Hadi
(2003),
menyatakan bahwa rendahnya dan menurunnya
aktifitas fisik merupakan faktor yang paling
penting bertanggung jawab terjadinya obesitas.
Hasil penelitian Aziiza (2008), korelasi
Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan positif antara aktivitas fisik
dengan tingkat kecukupan energi (r=0,371*;
p<0,05). Hasil tersebut dapat mengindikasikan
bahwa dengan tingkat kecukupan energi yang
baik, dapat melakukan aktivitas fisik yang
semakin banyak. Khumaidi (1994) juga
menyatakan hal yang sama, yaitu energi untuk
memenuhi kegiatan jasmani berbeda menurut
berat ringannya kegiatan. Makin berat kegiatan
jasmani, makin besar energi yang diperlukan.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Status Gizi
Karyawan Di UD Alfa Star
Busana dan PLS Ervina Medan
Tahun 2012
No
1
2
3
4

Status Gizi
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas
Jumlah

Frekuensi
n
%
6
6,0
50
50,0
39
39,0
5
5,0
100
100,0

Dari tabel 5 diketahui hasil penelitian


menunjukkan bahwa status gizi karyawan
penjahit di UD Alfa Star Busana dan PLS
Ervina Medan dengan Indeks Massa Tubuh
terbanyak Normal (50,0%) dan gemuk
(39,0%). Dari penelitian tersebut banyaknya

jumlah karyawan yang status gizi normal


disebabkan karena asupan kalori yang
diperoleh dari makanan jumlahnya mencukupi
bahkan berlebihan.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan didasarkan pada patokan berat
badan untuk masing-masing kelompok umur,
jenis
kelamin,
dan
aktifitas
fisik
(Khasanah,2012). Seseorang yang normal dan
gemuk mempunyai status gizi yang melebihi
kebutuhan metabolisme karena kelebihan
masukan energi dan penurunan penggunaan
kalori (energi). Artinya masukan kalori tidak
sesuai dengan penggunaanya yang pada
akhirnya
berangsur-angsur
berakumulasi
meningkatkan berat badan (Nurachmah, 2001).
Status gizi mempunyai korelasi positif
dengan kualitas fisik manusia. Makin baik
status gizi seseorang semakin baik kualitas
fisiknya. Tenaga kerja yang sehat akan bekerja
lebih giat, produktif dan teliti sehingga dapat
mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi
dalam bekerja. Bila banyaknya makanan yang
dikonsumsi energi dan protein setiap hari tidak
seimbang dengan tenaga yang dikeluarkan
maka tubuh akan mengalami gangguan
kesehatan. Jika makanan yang dimakan
berlebih dibanding tenaga yang dikeluarkan
maka tubuh akan menjadi gemuk dan
sebaliknya. Masalah kesehatan ini akan
mempengaruhi derajat kesehatan seseorang dan
akhirnya akan berpengaruh pada efisiensi dan
produktifitas kerja.
Perusahaan UD Alfa Star dan PLS
Ervina mempunyai target dalam menyiapkan
pakaian yaitu 7 potong/minggu untuk 1 orang
dari target tersebut masih banyak karyawan
yang belum mencapai target hanya beberapa
saja yang mencapai target hal tersebut karena
masalah gizi dan kesehatan yang timbul seperti
mudah capek, angka absensi. Dengan gizi
seimbang maka kesehatan tenaga kerja dapat
dipertahankan dan tenaga kerja akan dapat
bekerja dengan baik, tidak mudah lelah/ capek,
tidak mudah terserang penyakit, tidak menghambat pertumbuhan organ dan jaringan tubuh,
aktifitas dan produktifitas meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian Aziiza
(2008), Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan
positif antara status gizi dengan produktivitas
kerja (r=0,419*; p<0,05). Hasil analisis
tersebut mengindikasikan bahwa semakin baik

status gizi seseorang, maka semakin baik


produktivitas kerjanya.
KESIMPULAN
1.
Pola makan karyawan penjahit di kedua
perusahaan yaitu kurang baik dalam
konsumsi makanan tidak seimbang dan
lengkap serta energi dan protein yang
dikonsumsi karyawan lebih banyak
mengkonsumsi makanan yang tinggi
energi dari pada tinggi protein dari lauk
nabati. Konsumsi karyawan tidak sesuai
dengan Angka Kecukupan (AKG)
individu.
2.
Jenis dan frekuensi makan karyawan
penjahit di kedua perusahaan rata-rata
jarang (1-2x/minggu) dalam konsumsi
sayur-sayuran, buah-buahan dan lauk
nabati. Sedangkan konsumsi makanan
pokok, lauk hewani dan makanan
jajanan yaitu sering (3-5x/minggu)
dikonsumsi dan sudah bervariasi.
3.
Jumlah energi yang dikonsumsi
karyawan penjahit di kedua perusahaan
yaitu cukup/sesuai standar dan jumlah
protein yang dikonsumsi karyawan
penjahit yaitu rendah. Karyawan
mengonsumsi makanan/minuman tinggi
kalori,
garam,
gula
sedangkan
proteinnya tidak ada atau rendah.
4.
Aktifitas fisik karyawan penjahit di
kedua perusahaan yaitu aktifitas fisik
sedang. Dalam aktifitas bergerak/
pekerjaan tertentu lebih atau sama
dengan waktu duduk dan istirahat serta
karyawan masih jarang melakukan
aktifitas gerak yang membakar energi
seperti olahraga.
5.
Status gizi karyawan penjahit di kedua
perusahaan yaitu normal dan gemuk.
Karyawan penjahit tergolong masih
kurang aktifitas gerak dengan konsumsi
energi yang cukup dan berlebih
sehingga beresiko terhadap kesehatan
dan gizi.

SARAN
Perlunya
perhatian
dari
pihak
perusahaan dan karyawan untuk dapat
mengkonsumsi menu makanan lengkap
(seimbang) terutama sayur-sayuran dan buahbuahan setiap hari. Melakukan aktifitas fisik
seperti
olahraga
dan
kegiatan
yang
mengeluarkan energi agar menjadi sehat dan
bugar setiap hari.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, AH. 2009. Perilaku Makan Khas
Remaja. Dikutip dari. Hhtp:// www.
kompas.com.
Aziiza, Farah. 2008. Analisis Aktifitas Fisik,
Komsumsi Pangan, dan Status Gizi
Dengan Produktifitas Kerja Pekerja
Wanita Di Industri Konveksi. Bogor.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan DEPKES RI. 2007.Riset
Kesehatan Dasar.
Hadi, H. 2003. Beban Ganda Masalah Gizi
dan
Implikasinya
Terhadap
Kebijakan Pembangunan Kesehatan
Nasional. Yogyakarta. Dikutip dari.
Hhtp://www.gizi.net/download/beban%
20ganda%20masalah%20gizi.pdf.
Diakses pada tanggal 3 September
2012.
Hidayah, Ainun. 2011. Kesalahan-Kesalahan
Pola
Makan
Pemicu
Seabrek
Penyakit Mematikan. Penerbit Buku
Biru. Jogjakarta.
Kartasapoetra, G, dan Marsetyo. 2008. Ilmu Gizi
(Korelasi
Gizi,
Kesehatan,
dan
Produktivitas Kerja), Cetakan Keenam.
PT.Rineka Cipta. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2010-2014. Jakarta.
Khasanah, Nur. 2012. Waspadai Beragam
Penyakit Degeneratif Akibat Pola
Makan. Penerbit Laksana. Jogjakarta.
Khomsan, A, dkk. 2004. Pangan dan Gizi
Untuk Kesehatan. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Khumaidi. 1994. Gizi Masyarakat. BPK
Gunung Mulia. Jakarta.
Nadimin. 2011. Gaya Hidup dan Status Gizi
Pegawai Dinas Kesehatan Sulawesi
Selatan. Jurnal jurusan Gizi Politeknik

Kesehatan. Makassar. Volume X. Edisi


2. Hal 26-30.
Ramadha W. 2009. Gaya Hidup Pada
Mahasiswa Penderita Hipertensi.
Dikutip dari. Hhtp:///etd. eprints. ums.
ac.id. Diakses tanggal 12 Juli 2012.
Rini, Mutia. 2007. Gambaran Status Gizi
Dan
Ketersediaan
Komsumsi
Makanan Pada Santri Putri Di
Pondok Pesantren Islam Ibadur
rahman Payamabar Stabat. Skripsi
FKM USU. Medan.
Septi, Latifa. 2010. Gizi Dan Produktifitas
Kerja. Semarang. Dikutip dari.
http://www.scribd.com/doc/33529683/
Gizi-Dan-Produktivitas-Kerja. Diakses
tanggal 12 Maret 2013.
Sri, Maulina. 2011. Hubungan Tingkat
Pendidikan dan Aktifitas Fisik
Dengan Fungsi Kongnitif pada
Lansia di Kelurahan Darat. Thesis
FK-USU. Medan.
Supariasa, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian
Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran
ECG. Jakarta.
Soehardjo. 1996. Pangan, Gizi dan
Pertanian. UI Press. Jakarta.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya.
Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Winarno, F.G.1997. Pangan Gizi, Teknologi
dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

You might also like