Professional Documents
Culture Documents
Yanti Herlanti *)
yanti.herlanti@gmail.com
Pendahuluan
Dunia pendidikan Indonesia terutama pendidikan sains dihadapkan pada
masalah rendahnya prestasi siswa. Prestasi sains siswa SMP Indonesia dalam
Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 menunjukkan
peringkat ke 38 dari 45 negara partisipan, dengan rata-rata nilai 420. Prestasi
Indonesia pun berada di bawah rata-rata internasional (437). Bahkan prestasi
Indonesia berada jauh di bawah Malaysia yang berada diperingkat 20 dengan
skor 510. Terpurukya prestasi siswa Indonesia, seiring dengan rendahnya
kelayakan guru mengajar. Berdasarkan data dari Balitbang, Depdiknas (2004)
kelayakan mengajar guru untuk tingkat SMP hanya 54,12% pada guru negeri dan
60,99% pada guru swasta. Rendahnya kelayakan guru mengajar diperkuat oleh
hasil survey yang dilakukan oleh tim MBE USAID Project, yang hasilnya adalah
sebagai berikut: Guru mendominasi kelas, siswa di kelas dipandang sebagai objek
pengajaran secara sama, hampir 95% pertanyaan datangnya dari guru. Jenis
pertanyaan umumnya berupa ingatan, tertutup, satu jawaban benar, dijawab
dengan koor, jawaban ringkas saja, melulu low order thinking. Latihan soal
diberikan kurang sistematis, jumlah dan tipe soal sedikit, kurang menantang
* )Yanti Herlanti is a trainer of teacher in Makmal Pendidikan LPI DD, also Lecture of UIN Syarif
Hidayatulloh.
ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007
berpikir kritis. Interaksi belajar lebih banyak satu arah, yakni dari guru ke siswa.
Sumber belajar yang ada hanyalah guru dan buku (itu pun jarang), hampir tidak
ada alat bantu belajar selain talk dan chalk. Pembelajaran seringkali dilakukan
mengikuti urutan buku teks halaman demi halaman termasuk soal-soalnya. Siswa
datang, duduk mendengarkan guru bercerita, bertanya kalau ada, berlatih
mengerjakan soal, begitu setiap hari. Pengelolaan kelas yang klasikal, sesekali
individual hanya tempat duduknya saja. Penilaian hanya sejenis, yaitu tes formal
dalam bentuk ulangan harian atau ulangan umum.
Pada sisi lain, dunia pendidikan Indonesia menghadapi tantangan untuk
menyesuaikan dengan paradigma pendidikan dunia. Paradigma pendidikan dunia
telah berubah dari schooling menjadi learning, dari instructive menjadi facilitate,
dari goverment role menjadi community role, dan dari centralistic menjadi
decentralistic (Diknas, 2007). Pada akhirnya paradigma pembelajaran pun
diarahkan secara holistik, yaitu learning to know, learning to do, learning to be,
dan leaning to live together. Paradigma pembelajaran ini mengharuskan
perubahan metode pembelajaran di kelas yang semula teacher center menjadi
student center. Pada kurikulum 2004 (KBK dan KTSP) pembelajaran yang
berpusat pada siswa disebut PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan).
Perubahan paradigma ini harus pula disikapi oleh Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK). LPTK mempunyai fungsi pokok dalam rangka
mempersiapkan para calon guru yang kelak mampu melaksanakan tugasnya
selaku professional pada sekolah menengah pertama dan sekolah menengah
tingkat atas. LPTK dituntut untuk menyesuaikan dengan kebutuhan guru yang
akan bertugas di sekolah, yang telah menggunakan Kurikulum 2004 (KBK dan
KTSP). Menurut Madang (2007) LPTK perlu merevisi kembali kurikulum,
dengan mengkaji tingkat relevansinya. Kurikulum mendatang pada program
pendidikan sains diharapkan porsi kependidikan lebih besar dari 25%, sehingga
keilmuannya lebih mendalam. Menurut peneliti, penambahan porsi kependidikan
tidak selalu dilakukan dengan menambah mata kuliah baru, tetapi dilakukan
dengan kegiatan integrasi antara sains murni dengan muatan pedagogis. Integrasi
antara sains murni dan muatan pedagogis ini kemudian disebut model
pembelajaran roda pesertaan (Participantion Learning Model).
ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007
sederhana yang membuat setiap orang tertawa, menikmati, rileks, dan cocok
sebagai awal kegiatan yang lebih serius.
Pada tahap penyampaian, ada hal yang mengancam dan harus dihindari,
yaitu selalu mengawasi dan menyuapi peserta. Sikap seperti ini merupakan
ancaman serius bagi proses belajar. Tahap penyampaian bertujuan
mempertemukan peserta dengan materi belajar yang dilakukan secara aktif oleh
peserta. Aktifitas yang paling umum dilakukan pada tahapan ini adalah tanya
jawab. Menurut Rae (2005) Penggunaan tanya jawab dalam model partisipasi
harus menghindari pola tanya jawab fasilitator-peserta (Gambar 1). Tanya jawab
harus mengembangkan pola peserta – fasilitator- peserta-peserta (Gambar 2).
Gambar 1.
Gambar 2.
fasilitator-peserta
peserta-fasilitator-peserta-peserta
ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007
Tujuan
Bagaimana jika model pembelajaran roda pesertaan yang biasa diterapkan
pada pelatihan guru, diadopsi oleh calon guru madrasah? Apakah calon guru
madrasah mempunyai persepsi yang sama dengan para guru yang pernah dilatih?
Seberapa besar calon guru merasakan manfaat dari integrasi antara materi murni
dan pedagogi, melalui model pembelajaran roda pesertaan?
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,
dengan fokus pada persepsi calon guru madrasah terhadap model pembelajaran
roda pesertaan.
Metode
Penelitan melibatkan empat puluh mahasiswa calon guru sains yang
mengambil mata kuliah Biologi Sel di UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta.
Penelitian bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan presepsi calon guru terhadap
model roda pesertaan. Model roda pesertaan yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Tahap 1. Persiapan
Pada tahap ini digunakan beberapa ice breakers, untuk mempersiapkan
mental peserta agar aktif mengikuti pembelajaran. Ice breakers yang
digunakan pada penelitian ini adalah brain game: dor dor an,
metagoknitif: ini satu, dan ini dua, kemudian tiga. Konsentrasi: tepuk
berirama.
Tahap 2. Penyampaian
Materi yang disampaikan pada perkuliahan adalah Biologi Sel. Materi
disampaikan melalui kegiatan simulasi, dengan melakukan peran sebagai
murid dan guru.
Apersepsi terhadap materi dilakukan dengan simulasi pembelajaran
metafora. Metafora adalah mengkiaskan satu hal dalam terminologi yang
lain (Rachel, 2005). Pada simulasi pembelajaran metafora, mahasiswa
diminta mengibaratkan dirinya sebagai ”sesuatu” yang ada di dalam sel.
Mahasiswa harus mengetahui alasan mengapa dirinya layak diibaratkan
dengan ”sesuatu” di dalam sel.
Topik sejarah teori sel yang disampaikan dengan simulasi terhadap
ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007
model two stay two stray cooperative learning. Pada simulasi model
pembelajaran two stay two stray cooperative learning, mahasiswa dibagi
menjadi sepuluh kelompok, per kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap
kelompok diberi satu tema berkaitan dengan sejarah teori sel. Pada
kegiatan simulasi kelompok: dua orang bertugas sebagai penerima tamu
(stay) yang akan menjelaskan tema mereka, dan dua orang lagi bertugas
sebagai tamu bagi kelompok lain (stray), untuk mencari informasi tema
yang lain. Setelah semua tamu selesai dari kegiatan bertamunya, maka
tiap kelompok harus menyatukan semua tema dalam satu topik sejarah
teori sel. Selanjutnya secara acak dipilih satu kelompok saja yang
mempresentasikan.
Topik sel prokariot dan sel eukariot disampaikan melalui simulasi
lesson study. Kelompok pada kegiatan simulasi ini sama dengan
kelompok pada simulasi sebelumnya. Setiap kelompok diberikan
beberapa sub bab dari bab ”Touring of the Cell” buku Biology Concepts
and Connections karya Campbell, et.al (1997). Setelah diterjemahkan,
wacana pada bahan tersebut dianalisis dan dibuat ringkasannya dalam
bentuk struktur makro. Selanjutnya secara acak dipilih satu orang dari
kelompok untuk mempresentasikan sub bab tersebut. Satu orang tersebut
berperan sebagai guru. Pada tahap ini dilakukan simulasi lesson study,
yang kegiatannya adalah plan, do, see. Setiap kelompok merencanakan
cara penyampaian materi, menampilkan seseorang (berperan sebagai guru)
yang sudah terpilih secara acak untuk tampil membawakan materinya, dan
mahasiswa (berperan sebagai guru) yang lain memperhatikan penampilan.
Mahasiswa (berperan sebagai guru) yang melihat penampilan presenter
(berperan sebagai guru) memberi masukan yang sangat berarti bagi
perbaikan semua hadirin, presenter tersebut, dan presenter selanjutnya.
Tahap 3. Refeleksi
Refleksi diarahkan pada manfaat model ini bagi mahasiswa kelak ketika
mereka menjadi guru.
Hasil Penelitian
Persepsi mahasiswa secara umum terhadap model pembelajaran roda
pesertaan adalah positif. Sebanyak 95% mahasiswa menyatakan model
pembelajaran yang dilakukan menyenangkan dan mengesankan, karena mereka
mendapatkan wawasan baru berkaitan dengan metode-metode pembelajaran yang
disimulasikan. Sedangkan 5% menyatakan senang, tetapi membosan, karena
metode berbeda tetapi mekanisme sama.
Persepsi mahasiswa terhadap kegiatan simulasi yang dilakukan pada tahap
penyampaian model pembelajaran roda kesetaran dapat dilihat pada Gambar 2.
Persepsi positif yang paling besar adalah pada kegiatan simulasi metafora. Pada
simulasi ini sebagian besar (32%) mahasiswa mengibaratkan dirinya sebagai
nukleus. Mereka berpendapat bahwa, “nukleus adalah pengendali aktifitas sel,
‘leader of cell’. Sebagaimana manusia diciptakan alloh dan dilahirkan sebagai
ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007
120%
100%
100% 92%
78%
80%
Persentase
cooperative learning
60% metafora
lesson study
40%
20% 16%
5% 8%
0%
0%
ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007
Kesimpulan
Model pembelajaran roda pesertaan dapat dijadikan sebagai alternatif
untuk meningkatkan porsi kependidikan mahasiswa LPTK terutama jurusan
pendidikan sains. Hasil peneltian menunjukkan calon guru madrasah kebanyakan
memiliki presepsi yang positif terhadap integrasi pedagogis pada materi kuliah
biologi sel, dengan model pembelajaran roda pesertaan. Calon guru madrasah
mendapatkan wawasan baru tentang aplikasi suatu metode pembelajaran, melalui
kegiatan simulasi yang dilakukan pada model pembelajaran roda pesertaan.
Hal yang harus diperhatikan pada model pembelajaran roda pesertaan
adalah menjaga keseimbangan antara pedagogis dan ilmu murni yang juga harus
terpahami oleh mahasiswa.
Rujukan
Campbell, N.A, Mitchell, L.G., & Reece, J.B. (1997). Biology Concepts &
Connections. Menlo Park, California: An Imprint of Addison Wiley
Longman, Inc.
ISBN: 979-25-0599-7