You are on page 1of 7

Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,

Bandung, 27 November 2007

PERCEPTION OF SCIENCE TEACHER CANDIDATED


TOWARD PARTICIPATION LEARNING MODEL

Yanti Herlanti *)
yanti.herlanti@gmail.com

This research due to know perception of science teacher


candidated especially madrasha toward participation learning
model. Participation learning model is an adaptation from
teacher training model of Makmal Pendidikan Lembaga
Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (LPI DD). In
participation learning model, participant was activated by tutor,
so ratio activities tutor and participant is 30:70. Participation
learning model is like active learning in school, that is
implemented by adult. Participation learning model has two
main indicators, i.e. mental preparation and simulation
activities. Mental preparation makes participants ready to study.
Game and ice breakers are activities that are used in mental
preparation. Simulation is an activity to prepare the participants
to be as teacher. Metaphor, cooperative learning type two stay
and two stray, and lesson study are activities used in simulation.
About 40 candidated of science teacher candidated involved in
this research. The result of this research shows positive
perception of students toward participation learning model.
Metaphor and lesson study are more interesting than others.
Keywords: participation learning model, metaphor, cooperative
learning, lesson study

Pendahuluan
Dunia pendidikan Indonesia terutama pendidikan sains dihadapkan pada
masalah rendahnya prestasi siswa. Prestasi sains siswa SMP Indonesia dalam
Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 menunjukkan
peringkat ke 38 dari 45 negara partisipan, dengan rata-rata nilai 420. Prestasi
Indonesia pun berada di bawah rata-rata internasional (437). Bahkan prestasi
Indonesia berada jauh di bawah Malaysia yang berada diperingkat 20 dengan
skor 510. Terpurukya prestasi siswa Indonesia, seiring dengan rendahnya
kelayakan guru mengajar. Berdasarkan data dari Balitbang, Depdiknas (2004)
kelayakan mengajar guru untuk tingkat SMP hanya 54,12% pada guru negeri dan
60,99% pada guru swasta. Rendahnya kelayakan guru mengajar diperkuat oleh
hasil survey yang dilakukan oleh tim MBE USAID Project, yang hasilnya adalah
sebagai berikut: Guru mendominasi kelas, siswa di kelas dipandang sebagai objek
pengajaran secara sama, hampir 95% pertanyaan datangnya dari guru. Jenis
pertanyaan umumnya berupa ingatan, tertutup, satu jawaban benar, dijawab
dengan koor, jawaban ringkas saja, melulu low order thinking. Latihan soal
diberikan kurang sistematis, jumlah dan tipe soal sedikit, kurang menantang

* )Yanti Herlanti is a trainer of teacher in Makmal Pendidikan LPI DD, also Lecture of UIN Syarif
Hidayatulloh.

ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007

berpikir kritis. Interaksi belajar lebih banyak satu arah, yakni dari guru ke siswa.
Sumber belajar yang ada hanyalah guru dan buku (itu pun jarang), hampir tidak
ada alat bantu belajar selain talk dan chalk. Pembelajaran seringkali dilakukan
mengikuti urutan buku teks halaman demi halaman termasuk soal-soalnya. Siswa
datang, duduk mendengarkan guru bercerita, bertanya kalau ada, berlatih
mengerjakan soal, begitu setiap hari. Pengelolaan kelas yang klasikal, sesekali
individual hanya tempat duduknya saja. Penilaian hanya sejenis, yaitu tes formal
dalam bentuk ulangan harian atau ulangan umum.
Pada sisi lain, dunia pendidikan Indonesia menghadapi tantangan untuk
menyesuaikan dengan paradigma pendidikan dunia. Paradigma pendidikan dunia
telah berubah dari schooling menjadi learning, dari instructive menjadi facilitate,
dari goverment role menjadi community role, dan dari centralistic menjadi
decentralistic (Diknas, 2007). Pada akhirnya paradigma pembelajaran pun
diarahkan secara holistik, yaitu learning to know, learning to do, learning to be,
dan leaning to live together. Paradigma pembelajaran ini mengharuskan
perubahan metode pembelajaran di kelas yang semula teacher center menjadi
student center. Pada kurikulum 2004 (KBK dan KTSP) pembelajaran yang
berpusat pada siswa disebut PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan).
Perubahan paradigma ini harus pula disikapi oleh Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK). LPTK mempunyai fungsi pokok dalam rangka
mempersiapkan para calon guru yang kelak mampu melaksanakan tugasnya
selaku professional pada sekolah menengah pertama dan sekolah menengah
tingkat atas. LPTK dituntut untuk menyesuaikan dengan kebutuhan guru yang
akan bertugas di sekolah, yang telah menggunakan Kurikulum 2004 (KBK dan
KTSP). Menurut Madang (2007) LPTK perlu merevisi kembali kurikulum,
dengan mengkaji tingkat relevansinya. Kurikulum mendatang pada program
pendidikan sains diharapkan porsi kependidikan lebih besar dari 25%, sehingga
keilmuannya lebih mendalam. Menurut peneliti, penambahan porsi kependidikan
tidak selalu dilakukan dengan menambah mata kuliah baru, tetapi dilakukan
dengan kegiatan integrasi antara sains murni dengan muatan pedagogis. Integrasi
antara sains murni dan muatan pedagogis ini kemudian disebut model
pembelajaran roda pesertaan (Participantion Learning Model).

Model Pembelajaran Roda Pesertaan


Model pembelajaran roda pesertaan umumnya digunakan dalam kegiatan
pelatihan, termasuk pelatihan bagi guru. Model pembelajaran ini, dikatagorikan
sebagai model pembelajaran aktif. Model pembelajaran roda pesertaan
merupakan cara belajar aktif, menarik, penuh partisipasi, dan tidak hanya untuk
belajar, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran. Penelitian ini
menggunakan tiga tahapan roda pesertaan yaitu tahap persiapan, tahap
penyampaian, dan refleksi.
Tahap persiapan bertujuan mempersiapkan mental peserta untuk belajar.
Mental peserta yang pasif dari segala rintangan belajar dihilangkan terlebih
dahulu. Penciptaan sikap mental peserta dilakukan dengan memberi ice breakers.
Ice breakers adalah aktifitas pendek dan penuh dengan humor yang ditunjukan
pada semua peserta. Menurut Rae (2005) ice breakers adalah permainan

ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007

sederhana yang membuat setiap orang tertawa, menikmati, rileks, dan cocok
sebagai awal kegiatan yang lebih serius.
Pada tahap penyampaian, ada hal yang mengancam dan harus dihindari,
yaitu selalu mengawasi dan menyuapi peserta. Sikap seperti ini merupakan
ancaman serius bagi proses belajar. Tahap penyampaian bertujuan
mempertemukan peserta dengan materi belajar yang dilakukan secara aktif oleh
peserta. Aktifitas yang paling umum dilakukan pada tahapan ini adalah tanya
jawab. Menurut Rae (2005) Penggunaan tanya jawab dalam model partisipasi
harus menghindari pola tanya jawab fasilitator-peserta (Gambar 1). Tanya jawab
harus mengembangkan pola peserta – fasilitator- peserta-peserta (Gambar 2).

Gambar 1.
Gambar 2.
fasilitator-peserta
peserta-fasilitator-peserta-peserta

Keterangan : = peserta = fasilitator

Model partisipasi lainnya adalah diskusi kelompok, aktifitas kelompok


terstruktur, studi kasus dan simulasi. Diskusi kelompok adalah perluasan dari
tanya jawab, merupakan pembicaraan lebih dari dua orang terhadap suatu topik
yang memiliki tujuan tertentu. Aktifitas kelompok terstruktur adalah kelompok
peserta yang diberikan tugas melakukan kegiatan pada tempat berbeda-beda, dan
pada waktu yang telah ditetapkan berkumpul kembali untuk melakukan
pembahasan tentang hasil kegiatan. Studi kasus adalah aktifitas yang memberikan
“contoh peristiwa” bagi peserta untuk dikaji, didiskusikan, dan diselesaikan.
Simulasi adalah cabang dari studi kasus tetapi lebih berkembang, peserta harus
melakukan peran. Tahap penyampaian mengunakan prinsip “Yang dikatakan dan
dilakukan peserta adalah lebih penting daripada apa yang dikatakan dan
dilakukan fasilitator”. Oleh karena itu model pembelajaran roda pesertaan
mengunakan prinsip 30/70, kontribusi fasilitator 30% sedangkan kontribusi
peserta 70%.
Tahap refleksi adalah proses penyimpulan dari pengalaman yang
didapatkan pada kegiatan tahap pertama (persiapan) dan kedua (penyampaian).
Proses refleksi membuat peserta memahami manfaat, kelebihan, dan kelemahan
dari setiap tahapan kegiatan. Selanjutnya peserta dapat memperkirakan sikap dan
tindakan bila menghadapi hal yang sama dikemudian hari.
Makmal Pendidikan Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (LPI
DD) telah menerapkan model roda pesertaan pada pelatihan 5.200 guru di 12
propinsi di Indonesia. Hasilnya 98,3% peserta pelatihan tertarik dengan cara
penyampaian. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan keterkaitan yang
signifikan antara ketertarikan peserta terhadap cara penyampaian fasilitator
dengan penambahan pengetahuan peserta (Tabel 1). Ini berarti makin menarik

ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007

penyampaian materi, makin bertambah wawasan dan pengetahuan peserta baik


terhadap materi, maupun terhadap metode.

Tabel 1. Uji SPSS Spearman’s rho antara Cara Penyampaian fasilitator


dan Pengetahuan Peserta Pelatitahan
CARA
Correlation
Spearman's 1.000
Coefficient
rho CARA
Sig. (2-tailed) .
N 103
Correlation
.414**
Coefficient
PENGETAHUAN
Sig. (2-tailed) .000
N 103
** Correlation is significant at the .01 level (2-tailed).

Tujuan
Bagaimana jika model pembelajaran roda pesertaan yang biasa diterapkan
pada pelatihan guru, diadopsi oleh calon guru madrasah? Apakah calon guru
madrasah mempunyai persepsi yang sama dengan para guru yang pernah dilatih?
Seberapa besar calon guru merasakan manfaat dari integrasi antara materi murni
dan pedagogi, melalui model pembelajaran roda pesertaan?
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,
dengan fokus pada persepsi calon guru madrasah terhadap model pembelajaran
roda pesertaan.

Metode
Penelitan melibatkan empat puluh mahasiswa calon guru sains yang
mengambil mata kuliah Biologi Sel di UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta.
Penelitian bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan presepsi calon guru terhadap
model roda pesertaan. Model roda pesertaan yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Tahap 1. Persiapan
Pada tahap ini digunakan beberapa ice breakers, untuk mempersiapkan
mental peserta agar aktif mengikuti pembelajaran. Ice breakers yang
digunakan pada penelitian ini adalah brain game: dor dor an,
metagoknitif: ini satu, dan ini dua, kemudian tiga. Konsentrasi: tepuk
berirama.
Tahap 2. Penyampaian
Materi yang disampaikan pada perkuliahan adalah Biologi Sel. Materi
disampaikan melalui kegiatan simulasi, dengan melakukan peran sebagai
murid dan guru.
Apersepsi terhadap materi dilakukan dengan simulasi pembelajaran
metafora. Metafora adalah mengkiaskan satu hal dalam terminologi yang
lain (Rachel, 2005). Pada simulasi pembelajaran metafora, mahasiswa
diminta mengibaratkan dirinya sebagai ”sesuatu” yang ada di dalam sel.
Mahasiswa harus mengetahui alasan mengapa dirinya layak diibaratkan
dengan ”sesuatu” di dalam sel.
Topik sejarah teori sel yang disampaikan dengan simulasi terhadap

ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007

model two stay two stray cooperative learning. Pada simulasi model
pembelajaran two stay two stray cooperative learning, mahasiswa dibagi
menjadi sepuluh kelompok, per kelompok terdiri dari 4 orang. Setiap
kelompok diberi satu tema berkaitan dengan sejarah teori sel. Pada
kegiatan simulasi kelompok: dua orang bertugas sebagai penerima tamu
(stay) yang akan menjelaskan tema mereka, dan dua orang lagi bertugas
sebagai tamu bagi kelompok lain (stray), untuk mencari informasi tema
yang lain. Setelah semua tamu selesai dari kegiatan bertamunya, maka
tiap kelompok harus menyatukan semua tema dalam satu topik sejarah
teori sel. Selanjutnya secara acak dipilih satu kelompok saja yang
mempresentasikan.
Topik sel prokariot dan sel eukariot disampaikan melalui simulasi
lesson study. Kelompok pada kegiatan simulasi ini sama dengan
kelompok pada simulasi sebelumnya. Setiap kelompok diberikan
beberapa sub bab dari bab ”Touring of the Cell” buku Biology Concepts
and Connections karya Campbell, et.al (1997). Setelah diterjemahkan,
wacana pada bahan tersebut dianalisis dan dibuat ringkasannya dalam
bentuk struktur makro. Selanjutnya secara acak dipilih satu orang dari
kelompok untuk mempresentasikan sub bab tersebut. Satu orang tersebut
berperan sebagai guru. Pada tahap ini dilakukan simulasi lesson study,
yang kegiatannya adalah plan, do, see. Setiap kelompok merencanakan
cara penyampaian materi, menampilkan seseorang (berperan sebagai guru)
yang sudah terpilih secara acak untuk tampil membawakan materinya, dan
mahasiswa (berperan sebagai guru) yang lain memperhatikan penampilan.
Mahasiswa (berperan sebagai guru) yang melihat penampilan presenter
(berperan sebagai guru) memberi masukan yang sangat berarti bagi
perbaikan semua hadirin, presenter tersebut, dan presenter selanjutnya.
Tahap 3. Refeleksi
Refleksi diarahkan pada manfaat model ini bagi mahasiswa kelak ketika
mereka menjadi guru.

Presespsi mahasiswa terhadap model pembelajaran roda pesertaan


dilakukan dengan cara penyebaran kuisioner, dengan fokus pada metode
pembelajaran yang digunakan.

Hasil Penelitian
Persepsi mahasiswa secara umum terhadap model pembelajaran roda
pesertaan adalah positif. Sebanyak 95% mahasiswa menyatakan model
pembelajaran yang dilakukan menyenangkan dan mengesankan, karena mereka
mendapatkan wawasan baru berkaitan dengan metode-metode pembelajaran yang
disimulasikan. Sedangkan 5% menyatakan senang, tetapi membosan, karena
metode berbeda tetapi mekanisme sama.
Persepsi mahasiswa terhadap kegiatan simulasi yang dilakukan pada tahap
penyampaian model pembelajaran roda kesetaran dapat dilihat pada Gambar 2.
Persepsi positif yang paling besar adalah pada kegiatan simulasi metafora. Pada
simulasi ini sebagian besar (32%) mahasiswa mengibaratkan dirinya sebagai
nukleus. Mereka berpendapat bahwa, “nukleus adalah pengendali aktifitas sel,
‘leader of cell’. Sebagaimana manusia diciptakan alloh dan dilahirkan sebagai

ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007

khahifah di muka bumi. Sebagai pemimpin manusia harus dapat mengatur


dirinya, lingkungannya, dan orang lain yang berada di sekitarnya”. Mitokondria
adalah organel kedua yang banyak dipilih oleh 19% mahasiswa untuk
mengibaratkan dirinya. Mereka berpendapat, “mitokondria adalah alat respirasi
seluler yang menghasilkan energi. Sebagaimana dirinya yang ingin memberikan
semangat dan respirasi kecerian kepada semua orang”.
Persepsi terbesar kedua adalah lesson study. Menurut mahasiswa, lesson
study bermanfaat bagi mereka untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan,
sehingga bisa memperbaiki kualitas diri, untuk menjadi seorang guru yang lebih
baik”. Beberapa mahasiswa mengatakan, ”tidak mudah menerima kritikan,
karena sudah menyiapkan materi seoptimal mungkin, tetapi media ini dapat
memajukan kuliatas dan citra diri di masa depan”.
Sebanyak 16% mahasiswa tidak menyukai kegiatan simulasi two stay two
stray of cooperative learning. Mereka merasa jenuh harus menjelaskan materi
yang sama pada tamu-tamu yang berkunjung. Adapun mahasiswa yang
berpersepsi positif (78%) menyatakan, “metode ini membuat aktif mencari
pengetahuan untuk saling melengkapi materi, dan ketika menjadi penerima tamu
‘stay’ dapat lebih hapal dengan materi”.

120%

100%
100% 92%

78%
80%
Persentase

cooperative learning
60% metafora
lesson study
40%

20% 16%
5% 8%
0%
0%

positif negatif ragu


Presepsi Mahasiswa

Gambar 3. Prespesi Calon Guru terhadap Kegiatan Simulasi Pada Model


Pembelajaran Roda Pesertaan
Integrasi pedagogis pada mata kuliah murni (Biologi Sel) dengan model
pembelajaran roda pesertaan, dari sisi metode telah mampu membuat
pembelajaran menjadi menyenangkan dan menambah wawasan tentang aplikasi
pedagogis. Hal ini terekam dari kuisioner yang disebarkan pada mahasiswa,
ketika ditanyakan kesan terhadap model pembelajaran ini. Semua jawaban
mahasiswa bernada positif, misalnya amazing, mantap, menarik, penuh kejutan,
hebat, asyik tidak membosankan, mengesankan, suka, many metods many ideas
for us, dan lain-lain.
Kelemahan dari model ini, jika tidak diberikan tahap informing diakhir
perkuliahan, terutama yang berkaitan dengan materi murninya (biologi sel) atau
memacu mahasiswa mengakses lebih banyak lagi tentang konsep sel tersebut,
maka akan menimbulkan ketidakjelasan materi. Hal ini yang juga dirasakan oleh

ISBN: 979-25-0599-7
Proceding the Frist International Seminar on Science Education, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung, 27 November 2007

24% mahasiswa ketika tahap informing belum disampaikan, mereka mengatakan,


”materi murni yang masuk kepada mahasiswa kurang dan mengambang”.

Kesimpulan
Model pembelajaran roda pesertaan dapat dijadikan sebagai alternatif
untuk meningkatkan porsi kependidikan mahasiswa LPTK terutama jurusan
pendidikan sains. Hasil peneltian menunjukkan calon guru madrasah kebanyakan
memiliki presepsi yang positif terhadap integrasi pedagogis pada materi kuliah
biologi sel, dengan model pembelajaran roda pesertaan. Calon guru madrasah
mendapatkan wawasan baru tentang aplikasi suatu metode pembelajaran, melalui
kegiatan simulasi yang dilakukan pada model pembelajaran roda pesertaan.
Hal yang harus diperhatikan pada model pembelajaran roda pesertaan
adalah menjaga keseimbangan antara pedagogis dan ilmu murni yang juga harus
terpahami oleh mahasiswa.

Rujukan

Diknas. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran. Tersedia on line di


http://www.diknas.go.id.

Campbell, N.A, Mitchell, L.G., & Reece, J.B. (1997). Biology Concepts &
Connections. Menlo Park, California: An Imprint of Addison Wiley
Longman, Inc.

Mandang, K. (2007). Masalah-masalah yang Dialami Calon Guru dalam


Pembelajaran di LPTK dan Ketika Melaksanakan Paktik Pengalaman
Lapangan (PPL). Makalah Seminar Nasional Inovasi Pembelajaran 7
Agustus 2007. Tersedia on line di http://klinikpembelajaran.com

MBE Project. (2003). Summary of Findings. Tersedia on line di


http://mbeproject.net

Rae, L. (2005). The Art of Training and Development: Using acrivities,


Melibatkan pembelajar secara Aktif dalam Pendidikan dan Pelatihan.
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Rachel, H.E. (2005). Evaluating a Virtual Learning Environment in Medical


Education. Thesis. Edinburgh, Scotland: The University of Edinburgh.
Tersedia on line di http://www.lts.mvm.ed.ac.uk.

TIMSS. Dec 2004. Results achieved by Québec students on the 2003


Mathematics and Science Tests. Ministère de l’Éducation, Gouvernement
du Québec. ISBN: 2-550-43613-X

ISBN: 979-25-0599-7

You might also like