You are on page 1of 28

REFERAT

HEPATITIS B DALAM KEHAMILAN

DISUSUN OLEH :
IWA FATHI SYAHDIA
1102012133

PRESEPTOR :
Dr. H. DADAN SUSANDI, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


YARSI
SMF OBSTETRI dan GINEKOLOGI
RSU dr.SLAMET GARUT

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan
kepada penyusun sehingga penyusunan Referat yang berjudul HEPATITIS B DALAM
KEHAMILAN ini dapat diselesaikan.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Obsetri dan Ginekologi di RSU Dr.Slamet Garut.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.

dr. H. Dadan Susandi, SpOG., M.Kes selaku dokter pembimbing.

2. Para Bidan dan Pegawai di Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.Slamet
Garut.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr.Slamet Garut.
Segala daya upaya telah di optimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.
Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Garut, Oktober 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Menurut International Task Force on Hepatitis-B Immunization, Indonesia termasuk
dalam kelompok endemis sedang dan tinggi hepatitis B, dengan prevalensi di populasi 7%10%. Setidaknya 3,9 % ibu hamil di Indonesia merupakan pengidap hepatitis dengan risiko
penularan maternal kurang lebih 45 %. Saat ini diperkirakan terdapat lebih dari 11 juta
pengidap penyakit Hepatitis B di Indonesia. Di Negara dengan prevalensi hepatitis B
rendah sebagian besar pengidap berusia 20-40 tahun, sedangkan dinegara dengan prevalensi
hepatitis B tinggi sebagian besar pengidap merupakan anak-anak.
Risiko terjadinya hepatitis B jauh lebih besar (90%) bila infeksi terjadi pada awal
kehidupan dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada usia dewasa. Sementara infeksi
pada masa dewasa muda biasanya menimbulkan hepatitis yang akut secara klinik tetapi risko
menjadi kronik hanya 1-2%. Transmisi vertical tergantung dari umur kehamilan saan
terinfeksi. Infeksi pada dua trimester pertama berisiko sebesar 8%-10% dan meningkat secara
bermakna pada trimester ketiga kehamilan sebesar 67%.
Tidak dilakukannya uji saring hepatitis B pada ibu hamil di Indonesia memberikan
pemikiran bahwa imunisasi hepatitis B yang pertama dilakukan pada usia 0-7 hari. Imunisasi
HB diberikan 3 dosis dengan jadwal pemberian imunisasi HB1 pada umur 0-7 hari. HB2 dan
HB3 pada umur 2 dan 3 bulan. Jadwal tersebut diberikan pada bayi baru lahir dimaksudkan
untuk mencegah adanya transmisi vertical hepatitis B dari ibu ke bayinya.
Hepatitis virus adalah infeksi sistemik yang menyerang hati. Penyakit hepatitis B
tersebar luas dengan tingkat endemisitas yang berbeda menurut geografis dan etnis. Tingkat
endemisitas di Indonesia tergolong sedang-tinggi dengan prevalensi HbsAg bervariasi
menurut geografis. Data prevalensi HbsAg di Indonesia sangat bervariasi ini, dapat
dimengerti mengingat Indonesia memiliki daerah yang sangat luas, dengan perilaku dan
budaya yang beraneka ragam.
Penularan nonperkutaneus melalui ingesti oral telah dicatat sebgai jalur pemajanan
potensial tetapi efisiensinya cukup rendah. Di lain pihak, dua jalur penularan nonperkutaneus
yang dianggap memiliki dampak terbesar adalah melalui hubungan seksual dan perinatal.
3

Penularan perinatal terutama ditemukan pada bayi yang dilahirkan dari ibu karier HBsAg
atau ibu yang menderita hepatitis B akut selama kehamilan trimester ketiga atau selama
periode awal pascapartus. Meskipun kira-kira 10% dari infksi timbul kira-kira pada saat
persalinan dan tidak berhubungan dengan proses menyusui. Pada hampir semua kasus,
infeksi akut pada neonatus secara klinis asimtomatik, tetapi anak itu kemungkinan besar
menjadi seorang karier HbsAg.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan infeksi virus
hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari
seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus
nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel
hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hepar.
Faktor Penjamu
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25
- 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada
anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang
dewasa 3-10%.8 Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk
menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B,
terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum
mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna.
d. Kebiasaan hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya
hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian
akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah,
dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka

dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja,
air kemih).
Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat
imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr
yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah,
Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan
adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan
China.
Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan

kondisi

dan

pengaruh

luar

yang

mempengaruhi

perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah,


a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah
f. Daerah tempat pembersihan
g. Daerah dialisa dan transplantasi.
h. Daerah unit perawatan penyakit dalam
Etiologi

Gambar 1. Morfologi virus hepatitis B.


Virus Hepatitis B merupakan virus berkapsul, berdiameter 42 nm yang termasuk
dalam keluarga Hepadinaviridae dan memiliki genom yang tersusun melingkar dengan
panjang molekul 3,2 kb terdiri dari molekul DNA Ganda. Molekul tersebut mengandung 4
6

rangkaian yang saling tumpang tindih yaituprotein permukaan (HBsAg), Protein inti/core
(HBc/HBeAg), polymerase virus serta transaktivator transkripsi HBx.
Telah ditemukan beberapa bentuk antigen yang penting secara klinis dalam
mengkonfirmasi perkembangan infeksi virus hepatitis B, yaitu HepatitisVirus B s antigen
(HBsAg) yang menandakan adanya infeksi virus hepatitis B, Hepatitis B e Antigen (HBeAg)
yang menandakan adanya replikasi virus, serta transaktivator HBx yang berkaitan dengan
kemampuan virus tersebut dalam menyatukan genomnya dengan genom host serta
kemampuan nya dalam menyebabkan suatu bentuk penyakit keganasan (onkogenisitas).

Patofisiologi
Perjalanan alami penyakit HBV sangat kompleks, dengan adanya kemajuan dalam
pemeriksaan HBV DNA, siklus HBV, respon imun dan pemahaman mengenai genom HBV
yang lebih baik, maka perjalanan alami penyakit HBV dibagi menjadi 4 fase, yaitu
1. Immune tolerance
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang tinggi, kadar ALT
yang normal dan gambaran histology hati yang normal atau perubahan yang minimal.
Fase ini dapat berlangsung 1-4 dekade. Fase ini biasanya berlangsung lama pada
penderita yang terinfeksi perinatal, dan biasanya serokonversi spontan jarang terjadi, dan
terapi untuk menginduksi serokonversi HBeAg biasanya tidak efektif. Fase ini biasanya
tidak memberikan gejala klinis.
2. Immune clearance
Ditandai dengan keberadaan HBeAg positif, kadar HBV DNA yang tinggi atau
berfluktuasi, kadar ALT yang meningkat dan gambaran histology hati menunjukkan
keradangan yang aktif, hal ini merupakan kelanjutan dari fase immune clearance. Pada
beberapa kasus, sirosis hati sering terjadi pada fase ini. Pada fase ini biasanya saat yang
tepat untuk diterapi.
3. Inactive HBsAg carrier state
Fase ini biasanya bersifat jinak (70-80%), ditandai dengan HBeAg negative, antiHBe
positif (serokonversi HBeAg), kadar HBV DNA yang rendah atau tidak terdeteksi,
gambara histologi hati menunjukkan fibrosis hati yang minimal atau hepatitis yang
ringan. Lama fase ini tidak dapat dipastikan, dan biasanya menunjukkan prognosis yang
baik bila cepat dicapai oleh seorang penderita.
4. Reactivation
Fase ini dapat terjadi pada sebagian penderita secara spontan dimana kembalinya
replikasi virus HBV DNA, ditandai dengan HBeAg negative, Anti HBe positif, kadar
7

HBV DNA yang positif atau dapat terdeteksi, ALT yang meningkat serta gambaran
histology hati menunjukkan proses nekroinflamasi yang aktif.

Transmisi Virus Hepatitis B


Penyakit HBV sudah dapat di tularkan kepada semua orang dan semua kelompok umur.
Dengan percikan sedikit darah yang mengandung virus hepatitis B sudah dapat menularkan
penyakit.
Pada umumnya cara penularan dari HVB adalah parenteral. Semula penularan HVB
diasosiasikan dengan transfuse darah atau produk darah, melalui jarum suntik. Tetapi setelah
ditemukan bentuk dari HBV makin banyak laporan yang ditemukan cara penularan lainnya.
Hal ini disebabkan karena HBV dapat ditemukan dalam setiap cairan yang dikeluarkan dari
tubuh penderita atau pengidap penyakit, misalnya melalui : darah, air liur, air seni, keringat,
air mani, air susu ibu, cairan vagina, air mata dan lain-lain. Oleh karena itu dikenal penularan
horizontal dan vertikal.
Cara penularan horizontal yang dikenal ialah : transfuse darah yang terkontaminasi
oleh HBV, mereka yang sering mendapat hemodalise. Selain daripada itu HBV juga masuk ke
dalam tubuh kita melalui luka atau lecet kulit dan selaput lendir misalnya tertusuk jarum
suntik yang kotor atau kurang steril. Penggunaan alat-alat kedokteran dan alat-alat perawatan
gigi yang disterilisasikan kurang sempurna/ kurang memenuhi syarat akan dapat menularkan
HVB.
Penularan juga dapat melalui penggunaan alat cukur bersama, sirkulasi, garuk konde
dan lain-lain. Daerah endemis berat dapat diduga nyamuk, kutu busuk, parasit dan lain-lain
dapat juga ikut menularkan HVB, walaupun belum ada laporan. Cara penularan tersebut
penularan perkutan. Sedangkan cara penularan secara non-kutan diantaranya ; melalui
semen, cairan vagina yaitu kontak seksuil ( baik homoseks maupun heteroseks)

dengan

pengidap/ penderita HVB, atau melalui saliva yaitu bercium-ciuman dengan penderita
/pengidap HVB, dapat juga melalui tukar pakai sikat gigi, dan lain-lainnya. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena selaput lendir yang diskontinuitas, sehingga virus hepatitis
B mudah menembusnya.
Penularan secara vertikal dapat diartikan sebagai penularan infeksi dari seseorang ibu
pengidap/penderita HVB kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan dan
beberapa saat setelah persalinan. Penularan vertikal sebagian besar (95%) terjadi pada saat
persalinan (perinatal), hanya sebagian kecil saja (5%) yang terjadi selama bayi di dalam
8

kandungan ( intrauterin), dan sebagian besar (90%) bayi yang tertular akan menjadi
pengidap

HBV kronik.

Di

Indonesia

cara

penularan

vertikal

ini

diperkirakan

menyumbangkan kira-kira 25-30 % dari seluruh pengidap HBV kronik. Dengan demikian
penularan HBV dari sauatu generasi ke generasi erikutnya, terutama terjadi melalui cara
vertikal dalam hal ini HBV-DNA dapat dianalogikan dengan DNA mitokondria, sebagai
petanda genetic untuk nenek moyang ibu ( maternal ancestry ). Usia pada saat terinfeksi
menentukan kemungkinan kronisitas infeksi tersebut akan menjadi pengidap kronis; namun
bila infeksi terjadi pada dewasa sebagian kecil (5%) saja yang menjadi pengidap kronis,
Apabila seorang ibu menderita HVB akut pada perinatal yaitu trimester ke-3 kehamilan,
maka bayi yang baru dilahirkan akan tertulari. Risiko infeksi pada bayi dari seorang ibu yang
terinfeksi hepatitis B, dulu diperkirakan penularan intero hanya terjadi pada 5-15 % bayi
yang dilahirkan dari ibu HBsAg dan HBeAg positif, namun terdapat bukti bahwa penularan
inutero lebih tinggi dari angka-angka tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar bayi yang tertular HVB secara vertikal. Mendapat penularan pada masa perinatal yaitu
terjadi pada proses persalinan. Karena itu bayi yang mendapat penularan vertikal sebagian
besar mulai terdeteksi HBsAg positif pada saat usia 3-6 bulan yang sesuai dengan masa
tunas infeksi VHB yang paling sering didapatkan. Penularan yang terjadi pada masa
perinatal dapat melalui maternofetal micro infusion yang terjadi pada saat terjadi kontraksi
uterus, tertelannya cairan amnion yang mengandung VHB serta masuknya VHB melalui lesi
yang terjadi pada kulit bayi pada waktu melalui jalan lahir. Penularan infeksi vertikal juga
dapat terjadi setelah persalinan.

Transmisi HBV
Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh HBV, sebuah virus yang memiliki envelope
dan mengandung untai ganda, serta memiliki genom DNA. Diklasifikasikan dalam famili
hepadnavirus. Nukleokapsid inti berukuran 27 nm diameter dan di mana hepatitis B inti
antigen ( HbcAg) berasal. Inti ini dikelilingi oleh envelope lipoprotein atau amplop, yang
merupakan HbsAg. Amplop lipoprotein diproduksi dalam jumlah yang berlebihan dan
dilepaskan ke dalam sirkulasi sebagai HBsAg.
HBV mengganggu fungsi hati sementara replikasi di hepatosit. Sistem kekebalan
tubuh kemudian diaktifkan untuk menghasilkan reaksi spesifik untuk memerangi dan
berusaha untuk membasmi virus. Intraseluler HBV tidak sitopatik. Respon inflamasi
berkembang sebagai akibat dari respon imun.
9

HBV tidak dapat melewati sawar plasenta karena ukurannya, dan itu tidak bisa
menginfeksi janin kecuali ada celah atau kerusakan pada amternal barrier, seperti yang terjadi
pada saat amniosentesis. Wanita yang terinfeksi dapat menularkan HBV untuk bayi nya saat
melahirkan. Akibatnya, kecuali profilaksis yang memadai disediakan, bayi baru lahir beresiko
tinggi untuk mengembangkan infeksi HBV kronis, dengan komplikasi jangka panjang yang
diketahui.
Penularan perinatal dari ibu ke bayinya yang baru lahir saat persalinan merupakan
salah satu penyebab infeksi yang paling serini. Jika seorang wanita hamil adalah pembawa
HBV dan juga positif hepatitis B "e" antigen (HBeAg), bayi baru lahir memiliki
kemungkinan 90% terinfeksi. Sekitar 25% dari bayi yang terinfeksi akan menjadi pembawa
kronis. Sebagian besar operator HbsAg tidak menunjukkan gejala, berpotensi menular, dan
sumber konstan infeksi baru.
Kurang sering, tapi penting, cara penularan HBV termasuk pemindahan melalui
kontak perkutan atau parenteral dengan darah yang terinfeksi, cairan tubuh, dan dengan
hubungan seksual. Sebuah istirahat di kulit atau mukosa penghalang diperlukan untuk
transmisi.
Infeksi HBV adalah sementara di sekitar 90% dari orang dewasa dan 10% dari bayi
yang baru lahir dan terus-menerus dalam sisanya. Sekitar 5-10% dari orang dewasa kemajuan
untuk menjadi pembawa asimtomatik dan mengembangkan hepatitis kronis. Hal ini dapat
menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler.
Pada daerah endemik, cara penting dalam penularan hepatitis B dari individu ke
individu yang lain diperankan oleh kontak dengan pasien (bagi tenaga kesehatan), kontak
seksual serta penggunaan obat-obatan melalui intravena. Sedangkan pada daerah yang
memiliki prevalensi rendah, cara penularan yang sangat berperan adalah melalui parenteral
atau perkutaneus seperti saat melakukan piercing, membuat tato atau saat berbagi pisau cukur
maupunpun sikat gigi. Selain itu, tindakan operasi dan perawatan gigi dapat menjadi sumber
infeksi sedangkan penularan infeksi melalui transfusi darah di negara berkembang telah
menurun angka kejadiannya oleh karena telah diterapkannya pemeriksaan serologi serta
molekuler darah namun tetap menjadi suatu sumber infeksi di Negara-negara miskin. Cara
penularan lainnya yang juga merupakan cara penularan yang menyebabkan angka kroniksitas
yang tinggi adalah melalui transmisi ibu-anak.

10

Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara tradisional disebut sebagai infeksi perinatal.
Transmisi ini merupakan transmisi yang terpenting diantara transmisi vertical lainnya dalam
hal penyebab terbentuknya penyakit hepatitis B kronik. Dari definisinya periode perinatal
yang dimulai dari usia gestasional 28 minggu-28 hari postpartum maka infeksi diluar masa
tersebut tidak termasuk dalam infeksi perinatal, oleh karena itu saat ini istilah tersebut telah
berubah menjadi transmisi ibu-anak yang mencakup keseluruhan infeksi yang terjadi
sebelum, saat dan sesudah kelahiran, termasuk infeksi yang terjadi pada usia dini.
Transmisi ibu-anak secara garis besar dapat dibagi atas :
1. Transmisi intrauterine/ prenatal
2. Transmisi intrapartum/ saat melahirkan
3. Transmisi Postpartum (selama perawatan bayi )
1. Transmisi intrauterin (transmisi prenatal)
Mekanisme pasti terjadinya infeksi prenatal/ intrauterine ini masih belum jelas, namun
demikian terdapat beberapa kemungkinan diantaranya:
Kerusakan sawar plasenta
Kebocoran transplasenta yang terjadi oleh karena kontraksi uterus selama
kehamilan dan adanya robekan pada sawar plasenta merupakan cara yang sering
menjadi penyebab infeksi intrauterine. sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa
tindakan amniosisntesis yang dilakukan pada wanita hamil dengan HBsAg positif
dapat menyebabkan darah ibu yang infeksius terbawa melalui jarum amniosintesis ke
dalam rongga intrauterine, namun demikian transmisi dengan cara ini sangat jarang
terjadi.
Infeksi plasenta dan transmisi transplasenta
Penelitian Wang & Zhu menunjukkan kemampuan hepatitis B untuk
bergabung dengan jaringan plasenta dan mengakibatkan terbentuknya fokus infeksi.
Penelitian Zhang dkk menunjukkan adanya konsentrasi dari 2 antigen (HBsAg dan
HBeAg) yang turun dari sisi ibu ke fetus melalui sel-sel desidua maternal > sel-sel
trofoblas> sel-sel vili mesenkim> sel endotel kapiler. dengan hasil tersebut, peneliti
menyimpulkan bahwa cara ini merupakan

cara yang dominan

pada transmisi

intrauterine. Suatu penelitian mengungkapkan adanya DNA HBV pada oosit dan
11

sperma individu yang terinfeksi, oleh karena itu infeksi pada fetus dapat terjadi
selama masa konsepsi.
2. Transmisi intrapartum / saat melahirkan
Transmisi virus hepatitis B ke bayi saat lahir dimungkinkan oleh adanya beberapa
faktor diantaranya perpindahan dari ibu ke janin saat kontraksi selama persalinan atau
sebagai konsekuensi rupture membran plasenta yang terjadi, selain itu dapat pula terjadi
melalui cairan amnion, darah maupun sekret yang terdapat sepanjang jalan lahir tertelan
oleh bayi.
Okada dkk menemukan 85 % dari infeksi neonatal terjadi selama intrapartum hal ini
disebabkan oleh karena paparan darah dan sekret vagina yang infeksius.7
3. Transmisi Postpartum / post natal/ saat perawatan
Walaupun DNA HBV, HBsAg dan HBeAg telah terbukti di eksresikan bersama
dengan kolostrum dan air susu pada ibu yang terinfeksi hepatitis B, tidak ditemukan bukti
bahwa menyusui meningkatkan resiko transmisi secara ibu-anak.
Mekanisme pasti mengenai cara transmisi postnatal belum diketahui secara pasti,
namun beberapa literature menduga transmisi terjadi melalui ciuman ibu ke mulut bayi
dan akibat kontaminasi air susu ibu dengan eksudat yang terbentuk dari luka disekitar
putting susu ibu.
Transmisi Perinatal HBV
TransmisiperinatalmerupakancarayangpalingumumterjadipadatransmisiHBV.Sekitar
sepertiga infeksi HBV didapatkan melalui transmisi perinatal. Infeksi HBV pada neonatus di
definisikansebagaididapatkanHBsAgpositif6bulansetelahlahir.AntibodiuntukantiHBedananti
hepatitisBcoreantigendapatmelewatisawarplasentadanmenghilangsebelumusia12dan24bulan.
Jadi,itumerupakanantibodiibutransplasentadanbukanmerupakanindikatorinfeksiHBV.
Infeksi perinatal dimediasi melalui tiga cara utama: 1) transmisi intrauterine; 2) transmisi
intrapartumataulabor;3)transmisipostnatal.Mekanismetransmisiintrauterinemasihbelumbanyak
diketahui tapi terdapatnya infeksi intrauterine diperlihatkan dalam beberapa studi, diindikasikan
denganditemukannyaHBsAgdanHBVDNApadabayibarulahirdandariplasentadanstudiPCR.
FaktorresikountukterjadinyainfeksiintrauterineadalahibudenganHBeAgpositif,DNAHBVyang
terdeteksi, mutasi spesifik allel pada HBV ibu, riwayat partus prematurus iminens, dan infeksi

12

hepatitisBakutdidapatsaathamil,terutamasaattrimesterakhir.HBeAgnegatifpadaibudengan
viralloadyangtinggi(DNAHBVload>10 8IU/mL)merupakanresikoyangtinggiuntukterjadinya
transmisiviruskepadajanindiintrauterine.
SejaklamaparaahliberpendapatbahwapartikelVHButuh(partikelDane)dalamkeadaan
biasatidakdapatmenembusplasenta.DahuludidugalewatnyapartikelDanemelaluiplasentahanya
terjadibilaterdapatkebocoranplasenta,misalnyabilaterjadirobekandanlainlain.Namun,banyak
bukti menunjukka bahwa dalam keadaan tertentu tanpa kebocoran plasenta juga dapat terjadi
perpindahanvirus.Buktibuktitersebutantaralain43,8%darijaringanhatidanserumbayiyang
dilahirkanolehibuHBsAgpositifyangmengalamiabortusternyatamenunjukkanDNAVHByang
positifdanbahkan33,3%bayibayitersebuttelahmengalamiintegrasiDNAVHBdalamgenomsel
hati.Disampingitu,banyakneonatusyangmenunjukkaHBsAgpositifdengantiteryangsangattinggi
padadarahtalipusatataupundarahbayiyangdiambilpadahariharipertamasetelahlahir.Halini
menunjukkanbahwaVHBtelahmengalamireplikasisebelumbayidilahirkan.
SampaisaatiniseorangbayidikatakantelahmendapatinfeksiVHBinuterobiladalamjangka
waktu kurang dari 6 minggu (yang merupakan masa tunas terpendek VHB) bayi tersebut telah
menunjukkanHBsAgyangpositif.UntukmudahnyabilaseorangbayisudahHBsAgpositifpadausia
1 bulan, bayi tersebut telah mendapat infeksi VHB inutero. Sampai sekarang belum diketahui
bagaimanaVHBdapatmelewatiplasenta.Salahsatuteorimengatakanbahwapadakeadaantertentu
yangmenyebabkankontraksiuterusterjadi maternofetalmicroperfusion.Halinidapatterjadipada
trimester2dan3.
Transmisiintrapartumataulabordapatterjadijikaterdapattransfusidarahibukefetussaat
kontraksi;akibatdariketubanpecah;daridarahibuyangterkontaminasiHBVataucairanketuban
ataucairanvaginayangtertelanbayiataumasukkesirkulasidarahbayimelaluirupturplasenta;atau
melaluikontaklangsungfetusdengandarahataucairanyangterinfeksimelaluijalanlahiribu.Jumlah
HBVsebanyak108IU/mLdaridarahibuyangmasukkejanindapatmenyebabkaninfeksiHBVpada
janin.
Transmisi postpartum terjadi dalam jumlah yang sedikit dan mekanismenya masih belum
diketahuidenganjelas.Mekanismeyangmungkinterjadiadalahterdapatkontaklangsungdaribayi
terhadapsekretibuyangterkontaminasiinfeksiHBV.Dapatjugaterjadimelalui:kontaklangsung
dariibukebayisepertumenciumbayidenganmulutkemulut,selainitujugadapatterjadiakibat
infeksinosocomialyaitukurangnyahigenitastenagakesehatanyangberhubungandenganbayidan
ibu.

13

Tanpaprofilaksisresikotransmisiibukebayisangattinggi.Bervariasitergantungdaristatus
HBeAg/antiHBe ibu. 70%90% pada ibu dengan HBeAg positif, 25% pada ibu dengan HBeAg
negatif/HBeAbnegatif,dan12%padaibudenganHBsAgnegatif/antiHBepositif.Programskrining
padaibuhamilbertujuanuntukmengidentifikasiHBsAgpositifpadaibumerupakanpemeriksaan
yangumumnyadilakukanpadakehamilandikebanyakannegara.SaatHBsAgpositifteridentifikasi
maka bayi akan mendapatkan imunoprofilaksis aktif dan pasif untuk mencegah penularan secara
vertikaldariibukebayi.ImunoprofilaksispasifadalahdenganmemberikanimunoglobulanHepatitis
B(HBIG)danimunoprofilaksisaktifadalahdenganmemberikanvaksinhepatitisB.
MeskipundenganpemberianprofilaksisiniefektifdalammencegahpenularanHBVmelalui
ibu,namunbeberapaanak(3%13%)yanglahirdariibudenganHBsAgpositif,terutamadengan
HBeAg akan menjadi karier HBsAg meskipun telah diberikan imunoprofilaksis baik secara aktif
maupunpasif.
HBeAgibudapatmelewatiplasentadariibukefetusdanmerangsangtoleransiselTdalam
uterus.MekanismeinfeksiHBVintrauterinemasihbelumdiketahuidenganjelasnamunpenyebab
utamanya adalah gagalnya blockade imun. Serum DNA HBV yang tinggi pada wanita hamil
merupakanfaktorresikoutamauntukterjadinyainfeksiHBVintrauterine,berhubungandengankadar
DNAHBVdalamdarahumbilicaldantiterHBsAg.HBVdapatmenginfeksisemuaselpadaplasenta
(desidua,trofoblastik,mesenkimalvilli,selendotelkapilervili)danDNAHBVterdapatpadasemua
generasiselspermatogenikdanspermapadalakilakidenganinfeksiHBV,cairanfolikulardanpada
ovarium.AdanyaviruspadaselspermadapatmenjadisalahsatupenyebabtransmisiinfeksiHBV
padaneonatus.

Pengaruh infeksi virus hepatitis b pada kehamilan


Infeksi VHB kronis atau akut pada kehamilan sama dengan populasi pada umumnya.
Infeksi VHB tidak menyebabkan peningkatan mortalitas maupun menyebabkan efek
teratogenik. Namun, pada infeksi VHB akut insidensi untuk terjadinya berat bayi lahir rendah
dan prematur lebih tinggi. Dimana diabetes gestasional, perdarahan antepartum dan
persalinan prematur lebih sering terjadi pada infeksi VHB kronik.
Kelahiran prematur meningkat sebesar 15-35%, yang kemungkinan disebabkan karena
keadaan penyakitnya yang berat, pengaruh virus pada janin atau plasenta. Diperkirakan
bahwa kenaikan kadar asam empedu dan asam lemak bebas bersama dengan timbulnya
ikterus dapat meningkatkan tonus otot uterus dan memulai persalinan.
Tidak didapatkan adanya efek teratogenik maupun kondisi akut pada janin, sehingga
14

dianggap outcome bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi VHB sama dengan bayi yang
dilahirkan dari ibu yang tidak terinfeksi. Pada umumnya yang menjadi permasalahan di sini
adalah penularan vertikalnya saja. Bila ibu hamil terinfeksi VHB pada kehamilan trimester I
dan II maka penularan vertikal hanya kurang dari 10%. Tetapi bila infeksi VHB terjadi pada
kehamilan trimester III, penularan vertikal menjadi lebih tinggi yaitu 76%.
Infeksi

akut

VHB

pada

kehamilan

trimester

III

sering

berkembang

menjadi/menyebabkan hepatitis fulminant dan persalinan prematur sedangkan pada


persalinan dapat menyebabkan perdarahan postpartum terutama bila terjadi gangguan fungsi
hati. Dikarenakan adanya gangguan pada fungsi hati maka terjadi perpanjangan waktu
protrombin

dan

waktu

aktivasi

parsial

tromboplastin

yang

dapat

menyebabkan

kecenderungan perdarahan, terutama perdarahan post partum.


Pengaruh kehamilan pada infeksi Hepatitis B
Pada ibu hamil normal sering terlihat tanda-tanda seperti yang kita dapatkan pada
penderita sirosis hati misalnya spider angioma dan eritema palmaris. Hal ini wajar pada
kehamilan sebagai akibat meningkatnya kadar estrogen. Selama kehamilan masih dalam
batas normal, fungsi hati tidak akan terganggu. Pada tes laboratorium faal hati sering
didapatkan nilainya yang berubah pada kehamilan trimester III. Hal ini mungkin disebabkan
karena meningkatnya volume plasma darah sehingga terjadi hemodilusi yang digambarkan
dengan menurunnya protein total, albumin, gama globulin dan asam urat. Plasenta yang
sedang berkembang menghasilkan alkali fosfatase sehingga kadar alkali fosfatase meningkat
dalam darah. Demikian juga kolesterol, globulin dan fibrinogen akan meningkat. Bilirubin,
transaminase, asam empedu tidak berubah atau bila berubah meningkat sedikit dan akan
menurun lagi pada saat aterm.
Resiko infeksi VHB pada kehamilan adalah sama dengan pada wanita yang tidak hamil.
Bahaya infeksi tersebut adalah sama pada semua trimester kehamilan. Pada masyarakat
dengan gizi yang baik, angka kematian dari infeksi VHB pada wanita hamil maupun wanita
tidak hamil adalah sama. Tetapi pada masyarakat dengan masalah malnutrisi, angka
kematiannya adalah lebih tinggi tetapi tetap sama pada wanita hamil maupun tidak. Bila
infeksi VHB terjadi pada kehamilan trimester I atau permulaan trimester II, maka gejalagejalanya akan sama dengan gejala infeksi VHB pada wanita tidak hamil. Sedangkan infeksi
VHB yang terjadi pada ibu hamil trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala yang lebih
berat bahkan dapat menunjukkan gejala-gejala hepatitis fulminant. Hal ini disebabkan karena
15

pada kehamilan trimester III terdapat defisiensi faktor lipotrofik disertai kebutuhan janin akan
nutrisi yang meningkat. Hal ini menyebabkan ibu mudah jatuh ke dalam akut hepatic
nekrosis. Angka kejadian hepatitis fulminant pada wanita hamil berkisar 10-20%, terutama
terjadi pada kehamilan trimester III.
Selama kehamilan terjadi beberapa perubahan pada sistem imun ibu, seperti pergeseran
pada keseimbangan Th1-Th2 ke respon Th2, peningkatan jumlah dari regulator sel T, dll,
yang berkontribusi terhadap penurunan respon imun terhadap HBV. Tujuan dari perubahan
ini adalah untuk mencegah terjadinya penolakan terhadap fetus yang sebagian bersifat
alogenik terhadap sistem imun ibu. Perubahan ini menyebabkan peningkatan DNA HBV dan
penurunan level aminotransferase. Setelah persalinan terjadi perbaikan kembali sistem imun
yang menyebabkan hal yang sebaliknya. Terjadi peningkatan alanine aminotransferase (ALT)
yang signifikan dan penurunan DNA HBV pada saat itu.

Penanganan Hepatitis B
Beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan terapi bagi wanita usia reproduktif yang
terinfeksi virus hepatitis B diantaranya adalah keamanan saat bersalin dan menyusui
efektivitas agen terapi, lama masa terapi dan yang paling penting adalah akibat dari terapi
tersebut bagi ibu dan janin.
Keputusan untuk memulai terapi selama kehamilan harus mempertimbangkan
beberapa hal mengenai resiko dan keuntungan bagi ibu serta janin yang dikandungnya,
bahkan harus pula dipikirkan mengenai kapan atau pada trimester berapa terapi harus
dimulai.
Pada kasus hepatitis B akut, Tidak diberikan penanganan khusus, penanganan hanya
berupa tira baring (bedrest) dan tinggi protein, diet rendah lemak. Sedangkan indikasi untuk
rawat inap seperti anemia berat, diabetes, mual muntah hebat, gangguan protrombin time,
kadar serum albumin yang rendah, kadar bilirubin >15mg/dl. Bagi wanita hamil yang merasa
dirinya telah terpapar dengan virus hepatitis B dapat diberikan immunoglobulin hepatitis B
(HBIG) guna melawan virus tersebut, idealnya diberikan dalam 72 jam pertama setelah
paparan. Selain itu guna meningkatkan profilaksis, pasien tersebut dapat diberikan vaksin
hepatitis B dalam 7 hari pertama setelah terpapar, dilanjutkan dengan 1 dosis pada bulan

16

berikutnya (vaksin yang kedua) dan 1 dosis (vaksin yang ketiga) lagi setelah 5 bulan dari
vaksin ke dua atau 6 bulan dari saat terpapar.
Pada kasus tertentu, obat-obatan antiviral harus digunakan. Terdapat 7 pengobatan
antivirus yang telah diterima oleh Food & Drugs Administration (FDA) sebagai terapi untuk
hepatitis B. Namun tidak satu pun dari obat-obat tersebut yang diterima untuk digunakan pada
ibu hamil.

Tabel 1 : Terapi hepatitis B yang diterima oleh FDA.

Tabel 2 : Pengolongan obat yang digunakan pada pasien yang sedang mengandung.
17

Obat-obatan antiviral memiliki kemampuan dalam menghambat nukleotida maupun


polimerasenya, walaupun targetnya adalah RNA-dependent DNA polymerase virus hepatitis
B, namun karena obat ini mampu dengan bebas melalui plasenta, mereka juga dapat
mengganggu replikasi DNA dalam mitokondria, jika hal ini terjadi maka akan menganggu
organogenesis janin oleh karena itu pasien yang sedang dalam terapi obat antivirus yang
kemudian menjadi hamil harus menghentikan pengobatan tersebut khususnya bagi pasien
yang tidak memiliki penyakit hati yang berat, selain itu pengobatan saat kehamilan muda juga
tidak disarankan untuk diterapkan pada wanita hamil yang infeksinya masih berada dalam
fase toleransi imun (serum HBV-DNA tinggi namun kadar ALT normal serta hasil biopsy
hani normal). Hal tersebut diterapkan guna mengurangi paparan antiviral pada fetus selama
trimester pertama. Sedangkan bagi mereka yang ingin hamil, harus mengatur rencana
kehamilannya. sebagai contoh, pasien yang sebelumnya menggunakan terapi interferon harus
menghentikan terapi tersebut selama minimal 6 bulan sebelum merencanakan kehamilannya,
oleh karena interferon merupakan obat antipolimerase yang menjadi kontraindikasi bagi
kehamilan.
Penggunaan antiviral selama kehamilan didasarkan pada data keamanan penggunaan
antiviral virus hepatitis B yang berasal dari 2 sumber utama yaitu Antiviral Pregnancy
Registry (APR) dan Development of Antiretroviral Therapy Study (DART).8
Data dari APR yang dilaporkan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa lamivudine dan
tenovovir merupakan 2 obat dengan pengalaman penggunaan secara in vivo di trimester
pertama kehamilan yang paling aman.

Tabel 3. Data Antiviral Pregnancy Registry (APR).8


Oleh sebab itu didunia saat ini terdapat 2 jenis obat yang paling sering digunakan
sebagai terapi hepatitis B pada ibu hamil, yaitu lamivudin dan tenovovir. Walaupun
18

lamivudine digolongkan obat kelas C oleh FDA atas dasar ditemukannya toksisitas saat
penggunaanya di kelinci hamil saat trimester pertama. Namun penelitian di Cina telah
menunjukkan kesuksesan lamivudine dalam menghambat transmisi vertical selama trimester
ke 3 kehamilan, saat digunakan pada pemberian pertama di usia kehamilan 28 minggu ,
dengan kadar DNA-HBV

108 IU/ml. Penelitian ini juga menunjukkan penurunan kadar

DNA-HBV hingga 106 IU/ml bagi pasien dengan kadar DNA-HBV 108 IU/ml yang
mendapatkan terapi lamivudine. Penelitian lain yang juga menggunakan lamivudin selama
trimester 3 kehamilan menunjukan penurunan angka transmisi intrauterine dan tidak
ditemukannya abnormalitas pada bayi baru lahir dalam kelompok tersebut.
Tenovovir termasuk kategori kelas B, obat ini memiliki kelebihan tambahan berupa
kemampuannya dalam mancegah resistensi virus, bahkan hingga saat ini tidak terdapat
laporan mengenai terjadinya resistensi virus hepatitis B terhadap obat ini.
Obat lain yang mulai digunakan adalah telbivudin yang masuk dalam kategori kelas B
menurut FDA, namun penggunaanya masih terbatas oeh karena kurangnya data keamanan
penggunaan obat ini dalam penelitian in vivo pada ibu hamil dan mudahnya obat ini menjadi
resisten.
Penelitian yang melibatkan penggunaan telbivudine telah dilaksanakan pada wanita
hamil dengan usia kehamilan 20-32 minggu yang memiliki HBsAg positif dan kadar DNAHBV

107 IU/ml menunjukan adanya penurunan angka transmisi perinatal, selain itu

terjadi penurunan kadar HBV-DNA, HBeAg dan normalnya kadar ALT sebelum tiba saatnya
bersalin.
Terapi pada wanita hamil dengan HBsAg positif harus didasarkan pada evaluasi dasar
seperti kondisi kadar HBV-DNA, HBV-M (HBsAg, HBeAg, anti-HBe) serta penyulitpenyulit lain seperti fibrosis hati berat ( kadar ALT meningkat lebih dari 2 kali nilai normal,
kadar HBV-DNA > 105 kopi/ml), atau telah mengalami sirosis hepatis. Dengan kondisi diatas
maka terapi antiviral harus dimulai sejak kehamilan muda. jika pada pemeriksaan awal fungsi
hati, ALT, kadar HBV-DNA didapatkan dalam keadaan normal maka evaluasi ulang harus
dilakukan kembali pada usia kehamilan 26-28 minggu. Jika pada saat itu ditemukan kadar
HBV-DNA > 107 kopi/ml atau pasien memiliki riwayat melahirkan anak yang mengidap
hepatitis B maka antiviral seperti lamivudin, tenofovir harus diberikan saat usia kehhamilan
19

28-30 minggu hingga 6 bulan setelah melahirkan, selanjutnya pengobatan dapat dilanjutkan
tergantung dari kondisi pasien, namun sebaiknya terapi dihentikan bila ibu yang ingin
menyusui karena antiretroviral tidak di anjurkan saat menyusui. Pemantauan ALT dan HBVDNA harus dilakukan pada bulan ke 1, 3 dan 6 setelah melahirkan.

Bagi ibu dengan HBsAg negative, pemberian vaksinasi sangat dianjurkan, sama halnya
dengan pemberian vaksinasi bagi bayi yang dilahirkannya. Selanjutnya pemberian vaksinasi
pada bayi mengikuti jadwal yang telah ada.
Penanganan Infeksi HBV pada Kehamilan
Penanganan infeksi VHB pada kehamilan harus mempertimbangan semua resiko dan
keuntungan pada ibu dan fetus. Masalah utama pada fetus adalah mengenai bahaya
teratogenik dari obat saat embryogenesis. Tujuh obat yang telah disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk pengobatan hepatitis B adalah PEG-interferon alpha 2a,
20

Interferon alpha 2b, lamivudine, adefovir, entecavir, telbivudine dan tenofovir.


Interferon kontraindikasi diberikan saat hamil, dapat digunakan pada wanita usia subur
karena biasanya diberikan pada periode tertentu (48-96 minggu). Pemberian interferon
direkomendasikan diberikan bersama penggunaan kontrasepsi selama pengobatan.
Agen antivirus oral seperti nukleosida atau anolog nukleosida bekerja dengan
menginhibisi polymerase virus, biasanya digunakan dalam jangka waktu yang lama. Obat ini
dapat mempengaruhi replikasi DNA mitokondria sehingga berpotensi untuk menyebabkan
toksisitas pada mitokondria yang berpengaruh terhadap perkembangan fetus.
Tabel 2. Kategori obat antiviral untuk hepatitis B pada kehamilan
Obat
Lamivudin
Entecavir
Telbivudin
Adefovir
Tenofovir
Interferon alpha 2a
Pegylated-Interferon alpha 2a

Kategori kehamilan
C
C
B
C
B
C
C

FDA mengklasifikasi obat menjadi 5 kategori (A,B,C,D dan X) tergantung dari


kemungkinan efek teratogenik pada manusia maupun hewan. 5 obat oral analog nukleotida
untuk terapi HBV diklasifikasikan sebagai kategori B atau kategori C. Obat yang tergolong
dalam kategori C adalah lamivudine, adefovir, dan entecavir merupakan obat yang
memperlihatkan efek teratogenik atau embriosidal pada binatang percobaan dan tidak ada
studi terkontrol pada wanita hamil.
Obat yang tergolong dalam kategori B adalah telbivudine dan tenofovir dimana obat ini
tidak memperlihatkan adanya resiko pada janin pada studi terhadap binatang percobaan dan
tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil atau pada binatang percobaan memperlihatkan
adanya efek samping yang tidak terjadi pada studi terkontrol terhadap wanita hamil
trisemester 1 dan tidak ada bukti mengenai resiko pada trisemester selanjutnya.
Pemilihan terapi anti-HBV pada wanita hamil sangat sulit. Terdapat beberapa parameter
yang biasanya digunakan untuk menentukan terapi pada hepatitis B (usia, stadium penyakit,
komobiditas, jumlah virus, genotype, kekuatan dari agen, barrier genetik, dll), pemilihan obat
pada wanita usia subur dipertimbangkan juga keamanan obat selama kehamilan, menyusui
21

dan lamanya terapi.


Pada kasus dimana perempuan yang tidak mendapat pengobatan HBV dan berencana
untuk hamil, maka terapi dapat ditunda setelah persalinan. Contohnya, jika perempuan
tersebut berada pada fase imuntoleransi saat infeksi (tingginya kadar DNA HBV dengan ALT
normal dan biopsi hepar inaktif) terapi dapat ditunda setelah persalinan. Namun, perempuan
dengan HBeAg positif dan viral load yang tinggi maka profilaksis harus diberikan pada
trisemester ketiga untuk mengurangi transmisi.
Pada perempuan yang dalam pengobatan dan hamil, jika terdapat fibrosis yang
signifikan makan terapi harus tetap dilanjutkan untuk mengurangi resiko terjadinya
dekompensasio dari penyakit hepar. Ini memiliki efek yang negatif terhadap kesehatan fetus.
Jika memungkinkan dapat diganti dengan agen antiviral yang lebih aman untuk kehamilan.
Kesimpulannya, pemilihan terapi anti-HBV pada perempuan hamil tergantung dari
tujuan pengobatan apakah untuk menangani penyakit hepat akut dimana terapi tidak dapat
ditunda atau untuk mencegah transmisi infeksi pada fetus dari tingginya viremia pada ibu
tanpa kelainan hepar yang signifikan. Pada perempuan yang sedang dalam pengobatan dan
hamil makan obat dapat dilanjutkan atau dihentikan atau diganti dengan obat kategori B.
Semua perempuan hamil pada trisemester pertama harus melakukan skrining terhadap
infeksi HBV. Jika hasilnya negatif, tidak diperlukan vaksinasi yang rutin selama hamil,
meskipun aman dan harus diberikan pada mereka dengan resiko tinggi: berganti-ganti
pasangan (lebih dari dua dalam waktu 6 bulan terakhir), riwayat penyakit menular seksual
atau terinfeksi penyakit menular seksual, Intravenous drug users, tinggal di daerah endemik
HBV, dan mereka dengan pasangan HBsAg positif. Pada bayi diberikan vaksinasi terhadap
hepatitis B dan vaksinasi lainnya. Jika pada perempuan hamil didapatkan hasil yang positif
pada awal kehamilan, perlu diketahui status dari penyakit tersebut. Jika perempuan tersebut
didapatkan infeksi HBV yang sangat aktif (peningkatan ALT yang signifikan dengan viral
load yang tinggi), atau dengan suspek sirosis, terapi harus diberikan tanpa melihat usia
gestasi. Jika perempuan tersebut terinfeksi dalam keadaan yang inaktif (ALT rendah dan Viral
load rendah) terapi tidak diperlukan dan pengawasan berlanjut tetap dilakukan untuk
mencegah resiko terjadi peningkatan VHB nantinya pada kehamilan dan beberapa bulan
setelah postpartum.
Kuantitas dari DNA HBV direkomendasikan pada semua perempuan yang terinfeksi
22

pada akhir trisemester kedua (usia kehamilan 26-28 minggu) : jika viral load >10 6 kopi/mL,
profilaksis antiviral untuk transmisi HBV pada neonatus dapat diberikan pada awal
trisemester ketiga (28-30 minggu).

BREAST FEEDING
Dengan

tepat

imunoprofilaksis

hepatitis

B,

menyusui

tampaknya

tidak

menimbulkan risiko tambahan untuk transmisi dari pembawa virus hepatitis B yang terinfeksi
kepada bayi mereka . Ehrhardt S, et al. melaporkan bahwa data saat ini tidak mendukung
kontraindikasi untuk penggunaan lamivudine atau tenofovir disoproxil selama menyusui.
Selain itu, obat ini mungkin perlu dilanjutkan untuk periode setidaknya singkat setelah
melahirkan untuk mencegah flare ibu peradangan hati, WHO merekomendasikan bahwa
perempuan yang memiliki infeksi HIV harus terus obat antivirus mereka selama menyusui
( tenofovir dan lamivudine termasuk) .
Pada tahun 1975, sebelum ketersediaan imunisasi neonatal, Beasley et al
melaporkan tingkat akuisisi HBV dari 53% di payudara-makan dan 60% pada bayi yang
diberi susu formula yang lahir dari ibu HBsAg positif. Dengan diperkenalkannya
imunoprofilaksis, tingkat yang sama infeksi pada bayi yang diberi ASI dan susu formula (0%
dan 3%) ditemukan . Meskipun tingkat penularan vertikal yang tinggi bingung tingkat
sebenarnya dari akuisisi dari menyusui, pedoman saat ini menyatakan bahwa menyusui tidak
kontraindikasi pada ibu yang terinfeksi HBV yang tidak pada terapi antiviral dan yang
bayinya menerima imunoprofilaksis . Untuk ibu-ibu pada terapi antiviral dengan lamivudine

23

atau tenofovir, menyusui tidak dianjurkan karena sedikit data yang tersedia tentang keamanan
paparan antivirus selama menyusui .

ASI dan hepatitis B


Didapatkannya virus hepatitis B dalam jumlah kecil pada ASI menimbulkan
pertanyaan tentang peran ASI tersebut dalam penularan hepatitis B. Untuk diketahui bahwa
saat ini segala sesuatu keputusan terutama di bidang kedokteran didasarkan pada bukti ilmiah
yang didapat dari penelitian-penelitian yang ada, bukan dari teori saja. Banyak penelitian
tentang ASI dihubungkan dengan kejadian hepatitis B telah banyak dilakukan di dunia dan
membuktikan bahwa ASI tidak meningkatkan risiko penularan hepatitis B. Berikut adalah
penelitian di Taiwan yang mengikut sertakan 147 bayi baru lahir dari ibu pembawa virus
hepatitis B yang kemudian terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah bayi-bayi
yang minum ASI dan kelompok kedua adalah bayibayi yang minum susu formula. Hasilnya
adalah bahwa ASI tidak terbukti meningkatkan risiko penularan hepatitis B terbukti dari tidak
adanya perbedaan kejadian hepatitis B pada ke 2 kelompok. Dengan demikian tidak ada
alasan untuk tidak memberikan ASI untuk bayinya bagi ibu penderita hepatitis B.
Pencegahan penularan VHB
Untuk mencegah penularan dari ibu pengidap hepatitis B ke bayi yang dilahirkan dan
untuk mencegah terjadinya penularan horizontal berikutnya, disarankan untuk memberikan
vaksin hepatitis B yang pertama segera setelah lahir (dalam 24 jam pertama) yang kemudian
dilanjutkan dengan pemberian yang ke 2 dan ke 3 seperti jadwal yang telah ditentukan. Dapat
diberikan juga Imunoglobulin (antibodi) selain vaksin bagi yang mampu.

Kewaspadaan universal (universitas precaution)


Hindari hubungan seksual dan pemakaian alat atau bahan dari pengidap. Vaksinasi
HB bagi seluruh tenaga kesehatan sangat penting, terutama yang sering terpapar
dengan darah.

Skrinning HbsAg pada ibu hamil


Skrinning HbsAg pada ibu hamil, terutama pada daerah dimana terdapat prevalensi
tinggi.
24

Imunisasi
Penularan dari ibu ke bayi sebagian besar dapat dicegah dengan imunisasi.
Pemerintah telah menaruh perhatian besar terhadap penularan vertikan VHB dengan
membuat program pemeberian vaksinasi HB bagi semua bayi yang lahir di fasilitas
pemerintah dengan dosis 5 mikrogram pada hari ke 0, umur 1, dan 6 bulan, tanpa
mengetahui bayi tersebut lahir dari ibu dengan HbsAg positif atau tidak.

Di samping global imunisasi seperti disampaikan sebelumnya, selektif imunisasi dilakukan


pada bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif, yaitu dengan pemeberian Hepatitis B
Immunoglobulin + vaksin HB, vaksin mengandung pre S2 atau pemakaian vaksin dengan
dosis dewasa pada hari 0, 1 bulan, dan 2 bulan.
Pencegahan
Semua perempuan yang datang untuk perawatan prenatal harus diuji secara rutin
untuk HBsAg awal kehamilan mereka untuk mengidentifikasi mereka yang berisiko untuk
transmisi vertikal. Dalam kasus-kasus di mana informasi prenatal tidak tersedia atau tidak
diperoleh, status HBsAg harus ditetapkan pada saat masuk. Hal ini akan memungkinkan
berisiko bayi baru lahir harus tepat diimunisasi setelah lahir. Vaksinasi rutin dari semua bayi
pada saat lahir mungkin paling efektif biaya di negara-negara berkembang. Kehamilan dan
menyusui tidak dianggap kontraindikasi untuk imunisasi HBV.
Preexposure profilaksis
Preexposure imunisasi (vaksin hepatitis b) direkomendasikan untuk individu yang
berisiko tinggi, dari mana kelompok yang paling penting untuk mengimunisasi adalah
populasi yang baru lahir. Selanjutnya, bayi atau remaja yang sebelumnya tidak diimunisasi
harus divaksinasi, karena mereka adalah kelompok yang paling penting berikutnya berisiko
untuk eksposur.
Ada kelompok-kelompok tertentu berisiko tinggi yang juga manfaat dari imunisasi,
seperti orang dengan risiko pekerjaan, mahasiswa profesi kesehatan, penyedia layanan dalam
program penitipan anak merawat perkembangan cacat, pasien hemodialisis, pasien yang
menerima produk darah atau transfusi, intravena (IV ) pengguna narkoba, individu dengan
beberapa mitra seksual tanpa memandang jenis kelamin, narapidana di lembaga
pemasyarakatan, kontak rumah tangga individu yang terkena, calon transplantasi, dan
wisatawan ke daerah dengan tingginya insiden penyakit.
25

Post-exposure prophylaxis
Imunisasi pasca pajanan dengan hepatitis B imunoglobulin (HBIG) terutama harus
dipertimbangkan untuk neonatus yang lahir dari ibu yang positif HBsAg. bayi seperti itu
sering memperoleh infeksi kronis, terutama ketika ibu HBeAg positif, di antaranya risiko
menjadi operator kronis sangat tinggi (90%). Ketika HBIG diberikan dalam jam pertama,
hingga 24 jam setelah lahir, risiko infeksi HBV dapat dikurangi sampai 20%.
Imunisasi pasif dengan HBIG diberikan segera sebelum atau dalam waktu 48 jam
setelah terpapar HBV memberikan perlindungan segera tapi sementara selama 3-6 bulan.
HBIG biasanya tidak digunakan untuk profilaksis preexposure karena biaya, ketersediaan,
dan efektivitas jangka pendek. Tingkat transmisi vertikal menurun secara drastis ketika HBIG
diberikan dengan dosis pertama vaksin HBV.
Vaksin HBIG ditambah HBV
Ketika diberikan dalam waktu 24 jam setelah lahir, HBIG dan vaksinasi adalah 8595% efektif dalam mencegah infeksi HBV dan carrier kronis. Sebaliknya, pemberian vaksin
HBV saja dimulai dalam waktu 24 jam setelah lahir adalah 70-95% efektif dalam mencegah
infeksi HBV perinatal. Dengan vaksinasi meluas, jumlah individu yang rentan secara teoritis
akan menurun, render kebutuhan prenatal HbsAg pengujian yang tidak perlu. Masalahnya
adalah bahwa program vaksinasi tidak menyediakan cakupan 100%, dan ada populasi
imigran yang besar yang belum menerima imunisasi yang memadai.
Titer anti-HBs lebih besar dari 10 IU / L setelah 2-3 bulan dianggap sebagai
pelindung. paparan berulang dikaitkan dengan respon anamnestic cepat setelah reexposure.
The kekebalan yang disebabkan oleh vaksin telah ditunjukkan untuk bertahan setidaknya 15
tahun, jika tidak lagi. dosis Booster tidak dianjurkan. CDC telah merekomendasikan
memperpendek interval untuk pengujian postvaccination serologi yang menilai respon bayi
terhadap vaksinasi HepB dari usia 9-18 bulan untuk usia 9-12 bulan.

26

DAFTAR PUSTAKA
America College of Obstetricians and Gynecologist. 2015. Infections During Pregnancy.
Diakses pada:

http://perinatology.com/exposures/Infection/HepatitisB.htm, pada tanggal

tanggal 17 Oktober 2016


Contag,

Stephen

A.

2016.

Hepatitis

in

Pregancy.

Diakses

pada:

http://emedicine.medscape.com/article/1562368-overview#a3 , pada tanggal 16 Oktober 2016


The American College of Obstetricians and Gynecologist. 2015. Hepatitis B and Hepatitis C
in Pregnancy. Diakses pada http://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq093.pdf , pada
tanggal 17 Oktober 2016
Terrault, Norah A. 2015. AASLD Guidelines for Treatment of Chronic Hepatitis B. Diakses
pada: https://www.aasld.org/sites/default/files/guideline_documents/hep28156.pdf , pada
tanggal 13 Oktober 2016
Bzower,

Natalie

H.

Hepatitis

Theraphy

in

Pregnancy.

Diakses

pada

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2945465/, pada tanggal 16 Oktober 2016


SA Maternal & Neonatal Community of Practice. 2016. Clinical Practice guideline on
hepatitis

in

Pregnancy.

Goverment

of

South

Australia.

Diakses

pada:

https://www.sahealth.sa.gov.au/wps/wcm/connect/b8cae3804ee484c881678dd150ce4f37/hep
atitis+b+in+pregnancy.pdf?
MOD=AJPERES&CACHEID=b8cae3804ee484c881678dd150ce4f37.

Pada

tanggal

19

Oktober 2016.
Hepatitis B Foundation Cause for a Cure. 2013. Hepatitis B Guidelines for Pregnant Women.
Diakses pada: https://www.hepb.org/assets/Uploads/pregnancy.pdf.
Borgia, Guglielmo; Carleo Maria A, etc. 2012. Hepatitis B in Pregnancy. World Journal of
Gastroenterology. Diakses pada https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3442205/,
pada tanggal 17 Oktober 2016.
Soewigno; Stephanus (2008),Hepatis Virus B Edisi ke-2 Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta

27

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.
Cunningham, Garry F. 2015. Obstetri Williams Ed 23. EGC. Jakarta
Kumar, Manoj. 2012. Chronic Hepatitis B Virus Infection and Pregnancy. Diakses pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3940289/. Pada tanggal 22 Oktober 2016.

28

You might also like