Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Background : Male guramy grow rate is 20% faster than the female. To produce only the male guramy, an androgen
sintethic hormone named Methyltestoteron was used for dipping the larvae. The purpose of this research was to know
the influence of confirment methyltesteron hormone on deeping gouramy (Osphronemus gouramy) larvae with dose
deviation to farming malesex and to see dose of the best
Methods : The research was conducted on Mei until November 2005, at in Door Laboratory, Animal Husbandry and
Fisheries Faculty Muhammadiyan University of Malang and fish ponds in Blitar.. Method use in this research was
experimental and experiment design with complete Randome (CDR). The yield on anava analysis concluded
methyltestoteron hormone on larvae gouramy with deeping method was significant influence of change male sex
gouramy. Sex determination of male higher was C treatment (5 mg/l) = 83,11%; B (2,5 mg/l) = 77,33%; D (7,5 mg/l) =
64,44% and A treatment (0 mg/l) = 55,56% was lower of it.
Result : It was concluded that deeping gouramy larvae (Osphronemus gouramy) with methyltestoteron hormone that
the best yield sex determination for male sex gouramy (Osphronemus gouramy) was the treatment C (5 mg/l) = 83,11%.
And then higher survival rate C treatment = 73,2% and growth the best was treatment (7,5 mg/l) = 3,77 gram. It is
suggested for yield gouramy (Osphronemus gouramy) larvae of monosex role with deeping method of methyltestoteron
can be dose 5 mg/l.
ABSTRAK
Latar Belakang : Pada ikan gurami pertumbuhan ikan jantan lebih cepat dibandingkan ikan betina. Ini berarti
pertumbuhan jantan 20% lebih cepat dibandingkan betina. Sehingga dengan hanya memproduksi benih ikan jantan saja
dapat meningkatkan produksi dari usaha pembesaran ikan gurami. Hormon Metiltestoteron merupakan hormon
androgen sintetis. Hormon ini sudah banyak digunakan untuk mendapatkan benih ikan monosex jantan seperti pada
ikan Nila, ikan Tetra Kongo, ikan Cupang dan ikan Lauhan.
Metode : Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai November 2005 di Laboratorium Indoor Perikanan
Fakultas Peternakan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang dan kolam ikan di Blitar. Tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh hormon metiltestoteron, pada perendaman larva ikan gurami (Osphronemus gouramy)
dengan dosis yang berbeda terhadap keberhasilan pembentukan kelamin jantan serta untuk mengetahui dosis terbaik
perendaman larva ikan gurami (Osphronemus gouramy) terhadap pembentukan jenis kelamin jantan. Metode penelitian
yang digunakan yaitu eksperimen dan rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian hormon metiltestoteron pada ikan gurami dengan metode
perendaman memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan jenis kelamin jantan. Pembentukan kelamin jantan
tertinggi didapat pada perlakuan C (dosis 5 mg/l MT) sebesar 83,11%, disusul perlakuan B (dosis 2,5 mg/l MT) sebesar
77,33%, perlakuan D (dosis 7,5 mg/l MT) sebesar 64,44% dan perlakuan A (dosis 0 mg/l MT) menghasilkan jantan
terendah sebesar 55,66%.
Kesimpulan : Kesimpulan dari hasil penelitian adalah bahwa perendaman larva ikan gurami (Osphronemus gouramy)
berumur 15 hari dengan hormon metiltestoteron dosis terbaik menghasilkan perubahan jenis kelamin jantan ikan gurami
(Osphronemus gouramy) yaitu pada perlakuan C (dosis 5 mg/l) sebesar 83,11%. Data kelulushidupan tertinggi
perlakuan C (dosis 5 mg/l) sebesar 73,2% dan pertumbuhan mutlak terbaik perlakuan D (dosis 7,5 mg/l) sebesar 3,77
gram. Disarankan untuk menghasilkan ikan gurami (Osphronemus gouramy) monosex jantan dan metode perendaman
yang menggunakan hormon metiltestoteron sebaiknya menggunakan dosis 5 mg/l.
63
Handajani Jurnal Protein
Hal ini dikarenakan ikan gurami memiliki memproduksi benih ikan jantan saja dapat
beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis meningkatkan produksi dari usaha pembesaran
ikan air tawar lainnya, diantaranya adalah ikan gurami.
memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap
lingkungan hidupnya, rasa daging yang khas Hormon Metiltestoteron merupakan
(enak), tingkat kelulushidupan tinggi, sehingga hormon androgen sintetis. Hormon ini sudah
dapat dibudidayakan dalam kepadatan yang tinggi banyak digunakan untuk mendapatkan benih ikan
dalam berbagai kondisi perairan yang ada. monosex jantan seperti pada ikan Nila, ikan Tetra
Hingga tahun 2004 ini prospek pasar ikan
Kongo, ikan Cupang dan ikan Lauhan.11 Tetapi
gurami masih terbuka lebar dan setiap tahun
sampai saat ini belum didapatkan data tentang
semakin meningkat, baik untuk pasar lokal
dosis hormon Metitestoren yang efektif untuk
maupun ekspor. Beberapa negara yang siap
menghasilkan benih monosex jantan ikan gurami.
menampung komiditas ini diantaranya adalah
Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang
Singapura, Hongkong, Saudi Arabia, Amerika
pengujian dosis hormon metiltestoteron yang
Serikat dan negara-negara Eropa. Kecenderungan
berbeda terhadap keberhasilan pembentukan
masyarakat mengkonsumsi ikan di negara-negara
monosex jantan ikan gurami.
tersebut cukup besar, terlebih setelah terjadi
kasus sapi gila (mad cow) di Inggris dan Amerika,
MATERI DAN METODE PENELITIAN
flu burung di negara-negara Asia Tenggara.
Mereka khawatir penyakit tersebut menular Penelitian ini akan dilaksanakan dalam
kepada manusia. Selain itu, ikan dianggap sebagai waktu 8 bulan. Tempat penelitian di Laboratorium
makanan yang lebih aman dibanding daging- In door Perikanan Fakultas Peternakan Perikanan
daging ayam karena kolesterolnya relatif rendah. Universitas Muhammadiyah Malang.
Dengan semakin dikenalnya ikan gurami, Materi yang digunakan dalam penelitian
permintaan ikan gurami ukuran konsumsi semakin meliputi :
meningkat. Produksi ikan gurami ukuran 1. Benih Gurami
konsumsi (250300 gram/ekor) yang dihasilkan Benih Gurami yang digunakan dalam
saat ini kurang lebih mencapai 6,3 ton pertahun. penelitian ini yaitu yang berumur 15 hari
Dan produksi benih ikan gurami ukuran 10 cm yang berjumlah 7000 ekor.
dengan berat 1520 gram /ekor mencapai 100 juta 2. Hormon
ekor pertahun (Jangkaru, 2002). Peningkatan Hormon yang digunakan dalam penelitian
produksi ini tentunya akan diikuti oleh tingginya yaitu hormon metiltestosteron
permintaan benih ikan gurami. Namun pada 3. Alkohol 96% (etanol)
kenyataannya usaha pembenihan ikan gurami Alkohol 96% (etanol) digunakan untuk
belum banyak mendapat perhatian. Hal ini melarutkan hormon metiltestosteron
terbukti bahwa untuk mendapatkan benih ikan 4. Asetokarmin
gurami yang berkualitas masih cukup sulit. Untuk memberi warna pada gonad yang
Banyak cara untuk dapat meningkatkan diamati agar gonad tampak lebih jelas.
mutu benih ikan gurami diantaranya adalah 5. Pakan buatan jenis powder dan pellet
pemilihan induk unggul yang diperoleh dengan Pakan buatan jenis powder dan pellet ini
teknik persilangan atau hibadisasi, manipulasi digunakan untuk memberi makanan benih
kromosom atau dengan cara sex reversal untuk ikan gurami pada masa pemeliharaan selama
menghasilan benih monosex. 4 bulan.
Memproduksi benih monosex artinya
memproduksi ikan dengan satu jenis kelamin
yaitu jantan atau betina saja. Hal ini didasarkan
pada pola pertumbuhan ikan yang berbeda antara
ikan jantan dan betina. Pada ikan gurami
pertumbuhan ikan jantan lebih cepat dibandingkan
ikan betina, jantan berumur 1012 bulan dapat
mencapai berat rata-rata 250 gr /ekor, sedangkan
betina hanya 200 gram/ekor. Ini berarti
pertumbuhan jantan 20% lebih cepat
dibandingkan betina. Sehingga dengan hanya
64
Vol.13.No.1.Th.2006 Pengujian Hormon Metiltestoteron
65
Handajani Jurnal Protein
Dari data yang diperoleh persentase jantan terbaik yang terendah pada perlakuan C sebesar 12,89%.
pada perlakuan C (perendaman MT = 5 mg/l) Persentase kelulushidupan tertinggi pada
sebesar 83,11, hasil ini lebih besar dari perlakuan perlakuan C sebesar 73,2% dan terendah
A (perendaman MT = 0 mg/l) sebesar 55,56. perlakuan D sebesar 64,6%. Selanjutnya
Sedangkan yang terendah pada perlakuan D pertumbuhan mutlak tertinggi pada perlakuan D
(perendaman MT = 7,5 mg/l). Persentase betina sebesar 3,77 gram dan terendah pada perlakuan A
tertinggi pada perlakuan A sebesar 45,78%, dan sebesar 2,63 gram.
66
Vol.13.No.1.Th.2006 Pengujian Hormon Metiltestoteron
Gambar 1. Grafik Rata-rata Persentase ikan gurami (Osphronemus gouramy) jantan pada
dosisi perendaman hormon metiltestoteron yang berbeda.
Dari data yang diperoleh kemudian sidik ragam (uji F), hasil analisis tersebut
dilakukan analisis data dengan menggunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis sidik ragam data kelamin jantan ikan gurami (Osphronemus gouramy)
Ftabel
Sidik Ragam db JK KT Fhitung
5% 1%
Perlakuan 3 1395,407 465,136 6,709* 4,46 8,65
Galat 8 554,667 69,333
Total 11 1950,074
Keterangan: * berbeda nyata
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk mengetahui perlakuan mana yang
yang menunjukkan pengaruh yang berbeda menghasilkan persentase jantan terbaik
nyata pada masing-masing perlakuan, maka dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT).
Berdasarkan hasil uji BNT diketahui Pada dosis 7,5 mg/l MT gonad tidak
bahwa nilai terbaik untuk menghasilkan ikan berkembang karena dosis yang diberikan
gurami jantan berturut-turut adalah perlakuan terlalu tinggi sehingga gonad menjadi steril
C (dosis 5 mg/l MT), B (dosis 2,5 mg/l MT), atau gonad menjadi abnormal. Dari segi
D (dosis 7,5 mg/l MT) dan A (dosisi 0 mg/l efisiensi, dosis yang diinginkan adalah dosis
MT). Perlakuan C berbeda dengan perlakuan terendah, tetapi memberikan hasil yang
A, D dan B, perlakuan A tidak berbeda maksimal. Namun perlu diperhatikan bahwa
dengan perlakuan D. ada kecenderungan pemberian dosis yang
Hasil pengamatan persentase jenis terlalu rendah menyebabkan proses sex
kelamin jantan perlakuan C (dosis 5 mg/l reversal berlangsung kurang sempurna. Disisi
MT) menunjukkan nilai yang tertinggi lain dosis yang terlalu tinggi ada
sebesar 83,11%, dibandingkan dengan kecenderungan ikan akan menjadi steril
perlakuan-perlakuan lainnya, ini (Zairin, M. Jr., 2001).
membuktikan bahwa dengan dosis 5 mg/l MT
dalam perendaman benih gurami 2. Identifikasi Kelamin Betina
(Osphronemus gouramy) berumur 15 hari Hasil pengamatan persentase rata-rata
setelah penetasan cukup efektif menerima jenis kelamin betina ikan gurami
rangsangan hormon metiltestoteron (MT) (Osphronemus gouramy) dapat dilihat pada
dengan padat perendaman 500 ekor/l. Pada grafik Gambar 2.
perlakuan D, jantan hanya sebesar 64,44%.
67
Handajani Jurnal Protein
Gambar 2. Grafik Rata-rata Persentase ikan gurami (Osphronemus gouramy) betina pada
dosis perendaman hormon metiltestoteron yang berbeda.
Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan sidik ragam (uji
F) hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 5. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pembentukan Kelamin Betina
Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
Perlakuan C = 12,889 B = 21,333 D = 32,000 A = 45,778 Notasi
A = 12,889 - - - - a
D = 21,333 8,444tn - - - a
* tn
B = 32,000 19,111 10,667 - - b
C = 45,778 32,89** 24,445** 13,778* - c
Keterangan : tn = Tidak berbeda nyata
* = Berbeda nyata
** = Sangat berbeda nyata
68
Vol.13.No.1.Th.2006 Pengujian Hormon Metiltestoteron
Keterangan:
A = 0 mg /l MT C = 5 mg/lMT
B = 2,5 mg/l MT D = 7,5 mg /l MT
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan A (dosis 0 mg/l MT) dan C (dosis 5 mg/l MT)
terhadap tingkat kelulushidupan maka sebesar 71,267% dan C sebesar 73,2%. Hal
dilakukan analisis sidik ragam. Hasil dari ini dikarenakan aktivitas metabolisme ikan
analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel berjalan normal. Pada ikan yang diberi
6. perlakuan dengan dosis 7 mg/l MT
Dari hasil analisis sidik ragam menghasilkan tingkat kelulushidupan yang
menunjukkan tidak adanya pengaruh terendah sebesar 64,6%. Hal ini dikarenakan
perlakuan terhadap kelulushidupan ikan dosis yang terlalu tinggi menyebabkan
gurami selama pemeliharaan 60 hari. Tetapi aktivitas metabolisme ikan menjadi
jika dilihat pada Gambar 5.3 tingkat meningkat.
kelulushidupan yang tertinggi pada perlakuan
69
Handajani Jurnal Protein
Pertumbuhan mutlak benih gurami air dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari hasil
tertinggi didapatkan pada perlakuan D (7,5 pengukuran kualitas air diperoleh kisaran
mg/l MT) sebesar 3,77 gram kemudian diikuti suhu pada pagi hari (07.00 WIB) antara 23 oC
perlakuan C (5 mg /l) sebesar 2,99 gram, 26oC, pada siang hari (12.00 WIB) suhu
perlakuan B (2,5 mg/l MT) sebesar 2,84 gram berkisar antara 27oC 32oC, pada sore hari
dan perlakuan A (0 mg/l MT) sebesar 2,63 (17.00 WIB) suh berkisar antara 27oC 30oC.
gram. pH air pada pagi hari (07.00 WIB) sebesar 8,
Dari hasil ini dapat dilihat semakin pada siang hari (12.00 WIB) sebesar 8, dan
tinggi dosis yang diberikan maka pada sore hari (17.00 WIB) pH sebesar 8.
pertumbuhan ikan juga semakin meningkat. Untuk data DO atau oksigen terlarut pada
Hal ini dikarenakan semakin tinggi dosis yang pagi hari berkisar antara 5,53 5,59 ppm,
diberikan akan memacu aktivitas pada siang hari (12.00 WIB) berkisar antara
metabolisme, sehingga benih akan makan dan 6,38 6,45 ppm dan pada sore hari (17.00
makan terus selama ada makanan. WIB) berkisar antara 6,02 6,08 ppm.
Rendahnya tingkat pertumbuhan pada Dari kisaran suhu pagi sampai sore hari
perlakuan A disebabkan karena tidak adanya diperoleh kisaran suhu dari 23oC 32oC.
pengaruh hormon steroid yang mempengaruhi Suhu yang baik untuk ikan tropis adalah 25 oC
aktivitas metabolisme sehingga agresifitas 32oC. Untuk ikan gurami suhu yang optimal
makan ikan pada perlakuan A tidak sebesar adalah 25oC 30oC dan perubahan suhu
perlakuan yang diberi hormon. mendadak sebesar 5oC dapat menyebabkan
stress pada ikan atau mudah membunuh ikan.
5. Kualitas Air Shelton et al., (1982) dalam Sahly (1993)
Kualitas air media pemeliharaan diukur mengatakan bahwa suhu yang dibawah 21 oC
sebagai data penunjang, data ini meliputi pH, akan menurunkan laju pertumbuhan sehingga
suhu dan oksigen terlarut (DO). Data kualitas akan menurunkan kemampuan hormon untuk
70
Vol.13.No.1.Th.2006 Pengujian Hormon Metiltestoteron
71
Handajani Jurnal Protein
Jenis Kelamin Jantan. Laporan Penelitian. Fak. ICEARM Quartererly. Vol. 13. No, 34 July 1990.
Peternakan Perikanan. UMM. Malang. 3-5 p.
Handajani, H. dan Hariyadi, 2004. Penerapan Rustidja dan Irianto, 1999. Pengaruh
Teknologi Sex Reversal Dalam Upaya Perendaman Hormon Metiltestoteron Pada
Peningkatan Produksi Ikan Nila (Oreochromis Beberapa Tingkat Umur Ikan Mas Ginogenetic.
sp.) Pada Petani Ikan di Kota Batu. Laporan Laporan Kegiatan Balai Benih Ikan Punten. Dinas
Ipteks. Fakultas Peternakan Perikanan. UMM. Perikanan Propinsi Jawa Timur.
Malang.
Susanto, H., 1991. Budidaya Ikan di Pekarangan.
Hepher, B. and Y. Pruginin, 1982. Commercial Penebar Swadaya. Jakarta. 152 hal.
Fish Farming. John Wiley and Sons. New York.
Suseno, D. R., Nirmala dan L. Dharma. 1999.
261 p.
Hormon Fluoksomesteron dalam pakan untuk
Hariani, A.M., 1998. Pengaruh Dosis dan Lama Pengalihan Jenis Kelamin Ikan Nila Merah
Perendaman dalam Metiltestoteron Terhadap (Oreochromis nilaticus). Bull. Pen. Perikanan
Daya Hidup, Perubahan Kelamin, Pertumbuhan Darat. Pusat Penelitian dan Pengembangan
dan Kandungan Testoteron Ikan Nila Perikanan. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar.
(Oreochromis sp.). Tesis Program Pasca Sarjana Bogor. Vol. 11 No. 2 Juni 1999. 59-64 hal
Universitas Airlangga. Surabaya.
Suryabrata, S., 1995. Metodologi Penelitian.
Hoar, W.S., 1969. Reproduction. In: W.S. Hoar Universitas Gadjah Mada. Raja Grafindo Persada.
and J.H. Randall (eds). Fish Physiology. Vol. III. Jakarta. 115 hal.
Academic Press. New York. P. 1 69.
Yamazaki, F., 1983. Sex Control Manipulation in
Huet, M., 1972. Textbook of Fish Culture. Fish. In: N.P. Wilkins and E.M. Gosling (eds).
Breeding and Cultivation of Fish. Fishing News Genetic in Aquaculture Development in
Books Ltd. Famham. Surrey. England. 436 p. Aquaculture and Fisheries Science vol. 12.
Elsevier Science Publisher B.V. Amsterdam.
Jangkaru, 2002. Memacu Pertumbuhan Gurami.
Oxford. New York. P. 329 354.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Zairin, M. Jr., 2000. Pengaruh Pemberian
Matty, A.J., 1985. Fish Endocrinology. Croom
Bioenkapsulat 17-Metiltestosteron di dalam
Helm. London and Sidney. 267 p.
Artemia terhadap Nisbah Kelamin Ikan Cupang
Mudjiman, A., 1989. Makanan Ikan. Penebar (Betta splendens), Sains Akuantik, 3: 1-8,
Swadaya. Jakarta. 190 hal.
Zairin, M. Jr., 2002. Reversal Memproduksi Benih
Mujianto, 1999. Pengaruh Hormon Ikan Jantan Atau Betina. Penebar Swadaya.
Metiltestoteron pada Pakan Larva Ikan Nila Jakarta.
(Oreochromis sp) Dengan Umur Berbeda
Zairin, M. Jr., 2001. Waskitaningtyas, Nasrum,
terhadap Keberhasilan Pembentukan Jenis
dan K. Sumantadinata, Pengaruh Pemberian
Kelamin Jantan. Laporan Penelitian. Fakultas
Artemia yang Direndam di dalam Larutan 17-
Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.
Metiltestosteron Berdosis Rendah terhadap
Lagler, K.F., J.E. Bardach and R.E. Miller, 1977. Nisbah Kelamin Ikan Cupang (Betta splendens
Ichthyology. John Wiley and Sons. New York. 545 Regan), Aquaculture Indonesia, 2: 107-112.
p.
Zairin, M. Jr., O. Carman, dan E. Nurdiana, 2000,
Popma, T. J. and B. W., 1990. Sex Reversal of Pengaruh Perendaman Embrio di dalam
Tilapia in Eartern Ponds Aquaculture Production Larutan 17-Metiltestosteron terhadap Nisbah
Manual International Cebter for Aquaculture. Kelamin Ikan Tetra Kongo (Micralestes
Auburn University Research and Development interruptus) Jurnal Biosains, 5: 7-12.
Series no 35.
Zonneveld, N., E.A. Huisman and J.H. Boon,
Pandian, T. J. and K. Varadaraj, 1990. Techniques 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia.
for Produce 100% Male Tilapia. NAGA. The Jakarta. 318 hal.
72
Vol.13.No.1.Th.2006 Pengujian Hormon Metiltestoteron
73