You are on page 1of 10

POTENSI DAN ETNOBOTANI AREN (Arenga pinnata Merr.

) DI DESA PEMATANG PURBA DAN DESA


BULUH AWAR, SUMATERA UTARA
The Potential and Ethnobotany of Aren (Arenga pinnata Merr.) To Communities in Pematang Purba Village and Buluh
Awar Village, North Sumatera 1)

Andayani Oerta 2), Ervizal AM Zuhud 3), Agus Hikmat 4)

ABSTRACK
Aren is a multipurpose plant that has many benefits and economic value that is widely spread throughout the
archipelago. The utilization of palm in Pematang Purba Village and Buluh Awar Village has been done since hereditary.
This research was conducted in February-March 2017, conducted by in-depth interviewing, analysis of vegetation and
penitikan GPS. Result of research indicate that people in Pematang Purba Village only utilize aren as tuak drink, palm
fiber as roof of hut in field, and yellow janur for wedding ceremony. While in Buluh Awar village used as raw material
of brown sugar, sugar ant and tuka drink. Vegetation analysis shows the species diversity that grows around the high
aren. Palm habitat is composed by various species identified as 79 species from 34 families. Aren palm is done to illustrate
the pattern of aren palm distribution. The pattern of palm distribution in Pematang Purba Village is clustering.

Keywords: Aren, Vegetation Analysis, Village Pematang Purba, Buluh Awar Village

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan pohon serbaguna yang sejak lama sudah dikenal menghasilkan bahan-
bahan industri. Permintaan produk aren semakin lama semakin meningkat mengingat banyak manfaat yang ditawarkan
dari pohon aren. Hampir semua bagian pohon aren dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, mulai dari bagian fisik (akar, ijuk, batang, daun dll) maupun hasil produksinya (nira, pati/tepung dan buah).
Sayangnya tumbuhan ini masih kurang mendapat perhatian untuk dikembangkan dan dibudayakan oleh berbagai pihak.
Pemanfaatan aren juga sebagian besar masih secara tradisional oleh masyarakat adat di sekitar hutan.
Bagi masyarakat yang hidup di sekitar hutan, nilai hutan dan segala isinya bukan sekedar komoditi melainkan
sebagai bagian dari sistem kehidupan mereka sehingga pemanfaatannya tidak didasari pada kegiatan eksploitatif. Sebagai
masyarakat yang erat interaksinya dengan hutan, masyarakat lokal mempunyai dan mengembangkan pranata budaya yang
juga terkait dengan hutan (Gunawan 1998). Salah satu masyarakat yang masih memanfaatkan tumbuhan aren adalah
masyarakat di Desa Pematang Purba dan Desa Buluh Awar. Permasalahan pokok pengembangan aren yaitu pada
umumnya aren belum dibudidayakan secara massal. Masyarakat di Desa Buluh Awar sudah mulai melakukan budidaya
aren bahkan telah membuka kelompok tani di desanya Data dan informasi mengenai pemanfaatan aren dan budidaya
seharusnya dapat digunakan sebagai acuan dan pertimbangan bagi pihak pemerintah maupun lembaga konservasi dalam
pengembangan pengelolaan pemanfaatan aren. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah penelitian yang mengkaji ekologi
dan pemanfaatan aren oleh masyarakat di Desa Pematang Purba dan Desa Buluh Awar.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi upaya pengembangan untuk konservasi aren di Desa Air Merah.
Tujuan penelitian ini dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kondisi vegetasi habitat aren
2. Mengidentifikasi tingkat regenerasi dan persebaran spasial aren
3. Mengidentifikasi potensi dan etnobotani aren

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan aren oleh masyarakat adat
sehingga dapat dijadikan sebagai masukan dan pertimbangan dalam pengembangan pengelolaan aren secara
berkelanjutan agar dapat menunjang kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat Suku Rejang di Desa Air Merah.
METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada masyarakat suku Rejang di Desa Air Merah, Kecamatan Curup Tengah, Kabupaten
Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Waktu penelitian dimulai dari Februari hingga Maret 2017.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang
diperoleh secara langsung dari lapangan atau hasil wawancara kepada responden. Sedangkan data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa terkait karakteristik lokasi penelitian. Jenis dan teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
1)
Makalah merupakan bagian dari skripsi Program Sarjana Departemen KSHE Fakultas Kehutanan IPB, disampaikan
pada forum seminar hasil penelitian
2)
Mahasiswa S1 Departemen KSHE Fakultas Kehutanan IPB
3)
Pembimbing 1, dosen pada Departemen KSHE Fakultas Kehutanan IPB
4)
Pembimbing 2, dosen pada Departemen KSHE Fakultas Kehutanan IPB
Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data
Jenis data Data dan informasi yang Metode pengumpulan data Alat dan bahan
dukumpulkan
Kondisi umum 1. Letak dan luas Wawancara, observasi Alat tulis, kamera dan
lokasi penelitian 2. Kondisi topografi dan lapang dan studi literatur perekam suara
iklim
3. Sosial ekonomi
masyarakat
Karakteristik 1. Umur Wawancara Alat tulis, kamera, perekam
responden 2. Jenis kelamin suara dan tallysheet
3. Mata pencaharian
Pemanfaatan aren 1. Budidaya aren Wawancara dan observasi Alat tulis, kamera, perekam
2. Penyadapan aren lapang suara dan tallysheet
3. Pemanenan aren
4. Pengawetan aren
5. Pola distribusi hasil
produksi
Persebaran aren Peta titik persebaran aren Marking GPS, alat tulis, kamera,
hagameter, tallysheet
Pola regenerasi aren Tingkat pertumbuhan aren Observasi lapang Alat tulis, kamera,
(semai, pancang, tiang, pohon) hagameter/walking stick
dengan parameter tinggi batang
bebas pelepah
Kondisi habitat aren Keanekaragaman vegetasi di Analisi habitat (petak Kompas, pita meter,
sekitar aren tunggal plot permanen) kamera, alat tulis,
dan studi literatur tallysheet

Metode pengumpulan data yang dilakukan antara lain yaitu:


1. Studi literatur, mengumpulkan data dan informasi terkait karakteristik lokasi penelitian.
2. Wawancara, metode pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara secara mendalam (depth
interview). Wawancara secara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara yang berisi
daftar pertanyaan. Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling atau teknik pemilihan
responden dengan kriteria atau pertimbangan tertentu. Kriteria responden yaitu masyarakat yang memanfaatkan
aren.
3. Observasi lapang, dilakukan untuk memperoleh data pemanfaatan aren, persebaran spasial aren dengan cara
menitikkan koordinat aren yang ditemukan dan mencatat diameter serta tinggi totalnya. Pohon aren yang didata
merupakan aren yang tumbuh secara alami dan memiliki tinggi batang bebas pelepah 3 m.
4. Analisis vegetasi, dilakukan untuk mendapatkan Indeks Nilai Penting (INP) yang dapat menunjukkan kondisi
vegetasi dan habitat aren. Pengambilan datanya dilakukan dengan metode petak tunggal plot permanen (Gambar
1). Petak permanen memiliki luas 100 x 100 m (1 ha) dan dibagi menjadi sub petak yang berukuran 20 x 20 m
sehingga di dapatkan 25 sub petak. Areal pengamatan yang akan diambil seluas 2 ha sehingga petak pengamatan
yang dibuat seluas 100 x 200 m dengan sub petak sebanyak 50 petak. Data mengenai aren dan vegetasi di
sekitarnya dicatat ke dalam tally sheet. Awal pembuatan petak pengamatan yaitu pada saat menemukan aren
pertama dari titik pengamatan. Arah panjang petak memotong kontur/ketinggian.

Kriteria untuk tingkat pertumbuhan pohon adalah sebagai berikut:


1. Semai = tinggi < 1,5 m
2. Pancang = tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm
3. Tiang = diameter > 10 19 cm
4. Pohon = diameter > 20 cm
5.
Sedangkan kriteria untuk tingkat pertumbuhan aren adalah sebagai berikut
(Permentan 134/2013):
1. Semai = tinggi batang bebas pelepah < 0,5 m
2. Pancang = tinggi batang bebas pelepah > 0,5 1,5 m
3. Tiang = tinggi batang bebas pelepah > 1,5 3 m
4. Pohon = tinggi batang bebas pelepah > 3 m

Prosedur Analisis Data


Analisis data karakteristik responden
Jumlah responden berusia tertentu
a. Struktur umur = x 100%
Jumlah seluruh responden
Jumlah responden berjenis kelamin tertentu
b. Jenis kelamin = x 100%
Jumlah seluruh responden
Jumlah responden bermata pencaharian tertentu
c. Mata pencaharian = x 100%
Jumlah seluruh responden

Analisis data vegetasi


Analisis data vegetasi pohon, tiang, pancang dan semai dilakukan untuk melihat komposisi jenis vegetasi pada
komunitas hutan di lokasi penelitian dengan cara menghitung Indeks Nilai Penting (INP) pada petak pengamatan
(Kusmana 1997). Parameter vegetasi yang dihitung adalah:
Jumlah individu suatu spesies
a. Kerapatan (K) =
Luas unit contoh
Kerapatan suatu spesies
b. Kerapatan Relatif (KR) = x 100%
Kerapatan total spesies
Jumlah plot ditemukannya suatu spesies
c. Frekuensi (F) =
Jumlah total plot
Frekuensi suatu spesies
d. Frekuensi Relatif (FR) = x 100%
Frekuensi total spesies
Luas bidang dasar suatu spesies
e. Dominansi (D) =
Luas unit contoh
Dominansi suatu spesies
f. Dominansi Relatif (DR) = x 100%
Dominansi total spesies
g. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR (semai, tumbuhan bawah dan pancang)
h. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR (tiang dan pohon)
Analisis habitat aren
Habitat aren dianalisis menggunakan beberapa formula yaitu:
a. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Mawazin dan Subiakto 2013):

H = - { }

Keterangan:
H = Indeks Keanekaragaman
ni = jumlah individu
n = jumlah total individu
dengan kriteria:
H < 1 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah
1>H>3 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang
H>3 = Menunjukkan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi
b. Indeks kemerataan dapat dihitung dengan rumus:

e =
ln()
Keterangan:
e = Indeks Kemerataan
H = Indeks Shanon
S = jumlah jenis (Odum 1996)
Jika nilai e semakin tinggi menunjukkan jenis-jenis dalam komunitas tersebut semakin menyebar.
c. Kekayaan jenis pada suatu habitat dapat diketahui dengan menggunakan Indeks Kekayaan Margalef (1958)
dalam Santosa (1995), sebagai berikut:
1
R=
ln()
Keterangan:
R = Indeks Kekayaan jenis
S = jumlah total jenis dalam suatu habitat
N = jumlah individu pada suatu habitat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan data primer yang diperoleh langsung melalui hasil wawancara. Data ini
meliputi jenis kelamin, struktur umur, pendidikan dan mata pencaharian.

Jenis kelamin
Jenis kelamin dapat mempengaruhi jenis data yang diperoleh dalam wawancara. Hal ini dikarenakan peran yang
berbeda dan terpisah antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sehari-hari. Laki-laki pada umumnya lebih banyak
bekerja sedangkan perempuan lebih aktif pada kegiatan sosial.
Total responden yaitu sebanyak 25 orang didominasi oleh laki-laki yaitu 88% atau 22 orang sedangkan perempuan
sebanyak 12% atau 3 orang. Hal ini dikarenakan kebanyakan kegiatan pemanfaatan aren membutuhkan tenaga yang
cukup besar serta kaum laki-laki memiliki tingkat mobilitas yang lebih tinggi dibanding dengan kaum perempuan. Kaum
laki-laki kebanyakan dijumpai di ladang dalam penyadapan aren sedangkan kaum perempuan lebih banyak ditemukan
dirumah seperti menjual hasil produksi nira.

Struktur umur
Pengetahuan seseorang salah satunya dipengaruhi oleh struktur umur. Responden yang diwawancarai didominasi
oleh kelas umur dewasa. Responden pada kelas umur 17-15 tahun (remaja akhir) sebanyak 1 orang, responden pada kelas
umur 26-35 tahun (dewasa awal) sebanyak 8 orang, responden pada kelas umur 36-45 (dewasa akhir) sebanyak 8 orang,
kelas umur 46-55 (lansia awal) sebanyak 4 orang, kelas umur 56-65 tahun (lansia akhir sebanyak 4 orang) dan tidak
terdapat responden pada kelas umur manula (Depkes RI 2009).
Responden didominasi oleh kelas umur dewasa, baik dewasa awal maupun dewasa akhir. Hal ini dikarenakan
kelas umur tersebut merupakan usia produktif dan pengetahuan yang dimiliki mengenai pemanfaatan aren sudah baik.

Mata pencaharian
Mata pencaharian masyarakat Desa Pematang Purba terdiri dari petani, pedagang dan berkebun,PNS,peternak,
pengusaha kecil dan seniman. Sedangkan di Desa Buluh Awar petani, buruh tani, buruh bangunan, pedagang dan sebagian
kecil sebagai pegawai negeri. Mata pencaharian paling banyak yaitu petani dan buruh tani. Masyarakat Desa Buluh Awar
menanam banyak tumbuhan singkong, jagung, pohon aren, kelapa, pohon pinang, kopi dan cokelat. Hasil tanaman
biasanya dijual kepada pengumpul atau ke pasar serta dikonsumsi pribadi. Mata pencaharian yang paling dominan dari
total responden adalah petani aren. Masyarakat di Desa Pematang Purba menanam banyak tumbuhan padi, jagung, tomat,
kopi, cabai, jeruk dan sayur-sayuran. Selain itu masyarakat banyak yang memenafaatkan aren yang tumbuh secara liar di
kebun-kebun kopi mereka.

Vegetasi Habitat Aren


Analisis vegetasi merupakan suatu metode untuk mendeskripsikan struktur dan komposisi tumbuhan. Menurut
Soerinegara dan Indrawan (2002), komposisi tumbuhan merupakan keanekaragaman spesies tumbuhan yang menyusun
suatu komunitas atau ekosistem, serta dapat menggambarkan keadaan tumbuhan di hutan. Analisis vegetasi dilakukan
menggunakan metode petak permanen dengan jumlah plot sebanyak 50 unit. Hasil analisis vegetasi diperoleh komposisi
famili serta komposisi spesies pada setiap tingkat pertumbuhan.

Komposisi famili
Habitat di sekitar aren disusun oleh beberapa spesies tumbuhan dari berbagai macam famili. Berdasarkan hasil
analisis vegetasi menggunakan petak permanen di Desa Pematang Purba ditemukan sebanyak 79 spesies dari 34 famili.
Komposisi famili yang teridentifikasi di Desa Air Merah dapat dilihat pada Gambar 1.

Zingiberaceae
Poaceae
Asteraceae
Fabaceae
Famili

Lauraceae
Meliaceae
Myrtaceae
Moraceae
Burseraceae
Rubiaceae

0 1 2 3 4 5
Jumlah spesies
Gambar 1 Komposisi famili yang memiliki jumlah spesies 2

Spesies dari famili Rubiaceae dan Moraceae merupakan yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian dengan
jumlah spesies yaitu sebanyak 4 spesies. Spesies dari famili Asteraceae yang ditemukan antara lain kopi, siduruma,
gambir dan arang batu . Sedangkan spesies dari famili Moraceae yang ditemukan antara lain pohon buah, motung,
beringin dan homsil. Menurut sofiah et al. (2013) komposisi dan keanekaragaman spesies tumbuhan pada suatu wilayah
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, yaitu, hara dan mineral, kelembapan, topografi, cahaya matahari,karakteristik
tanah,struktur kanopi, batuan induk, dan sejarah tata guna lahan.

Komposisi spesies pada tingkat semai dan tumbuhan bawah


Berdasarkan hasil analisis vegetasi, teridentifikasi spesies tumbuhan pada tingkat semai dan tumbuhan bawah
adalah yang terbanyak dibanding tingkat pertumbuhan lainnya. Spesies pada tingkat semai ditemukan sebanyak 13
spesies dari 11 famili. Sedangkan spesies tumbuhan bawah ditemukan sebanyak 22 spesies dari 17 famili. Pada tiap
tingkat pertumbuhan dihitung Indeks Nilai Penting (INP). INP merupakan nilai yang menggambarkan peranan
keberadaan suatu jenis dalam komunitas (Kainde et al. 2011). Makin besar INP suatu jenis makin besar pula peranan
jenis tersebut dalam komunitas. Daftar 5 spesies yang memiliki INP paling tinggi pada tingkat semai dan tumbuhan bawah
disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Spesies yang memiliki INP tertinggi pada tingkat semai
No Nama Ilmiah Nama Famili K (Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%)
1. Coffea canephora Rubiaceae 1450 42.02 0.14 24.13 66.16
2. Sandoricum koetjape Meliaceae 500 14.49 0.12 20.68 35.18
3. Psychotaria sp Rubiaceae 500 14.49 0.12 20.68 35.18
4. Turpinia cf.pomifera Staphyleaceae 450 13.04 0.12 20.68 33.73
5. Ficus sp Moraceae 250 7.24 0.02 3.44 10.69

Tabel 3 Spesies yang memiliki INP tertinggi pada tumbuhan bawah


No Nama Ilmiah Nama Famili K (Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%)
1. Bidens pilosa Asteraceae 5250 20.54 0.28 8.91 29.46
2. Pteris sp Pteridaceae 3750 14.67 0.46 14.64 29.32
3. Caladium sp Araceae 2500 9.78 0.54 17.19 26.98
4. Dryopteris campylopter Dryopteridaceae 2650 10.37 0.36 11.46 21.83
5. Cyrtandra sp Gesneriacea 2300 9.00 0.32 10.19 19.19

Komposisi spesies pada tingkat pancang


Berdasarkan hasil analisis vegetasi pada tingat pancang teridentifikasi tumbuhan sebanyak 24 spesies dari 16
famili tumbuhan yang hidup disekitar aren. Daftar 5 spesies pada tingkat pertumbuhan pancang yang memiliki INP paling
tinggi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Spesies yang memiliki INP tertinggi pada tingkat pancang
No Nama Lokal Nama Ilmiah K (Ind/ha) KR (%) F FR (%) INP (%)
1. Psychotaria sp Rubiaceae 304 40.42 0.76 40.42 80.84
2. Arytera littoralis Sapindaceae 72 9.57 0.18 9.57 19.14
3. Saurauia bracteosa Actinidaceae 72 9.57 0.18 9.57 19.14
4. Shorea platyclados Dipterocarpaceae 32 4.25 0.08 4.25 8.50
5. Sandoricum koetjape Meliaceae 32 4.25 0.08 4.25 8.50

Komposisi spesies pada tingkat tiang


Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada tingkat pertumbuhan tiang teridentifikasi sebanyak 15
spesies dari 11 famili tumbuhan yang hidup disekitar aren. Komposisi spesies pada tingkat tiang lebih rendah
dibandingkan pada tingkat semai dan tumbuhan bawah serta pancang. Menurut Kiyono (1990), tumbuhan pada masa
pertumbuhan tersebut terbatas dan beberapa mati dalam satu periode sampai beberapa tahun. Daftar 5 spesies pada tingkat
pertumbuhan tiang yang memiliki INP tertinggi disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Spesies yang memiliki INP tertinggi pada tingkat tiang
No Nama Ilmiah K (Ind/ha) KR (%) F FR (%) D (m2/ha) DR (%) INP (%)
1 Arytera littoralis 14 17.95 0.1 15.15 2.14 17.61 50.71
2 Toona ciliata 10 12.82 0.06 9.09 1.69 13.93 35.84
3 Sabdoricum koetjape 8 10.25 0.08 12.12 1.46 11.98 34.35
4 Shorea platyclados 10 12.82 0.06 9.09 1.02 8.44 30.35
5 Canarium sp 6 7.69 0.06 9.09 9.97 8.17 24.95

Komposisi spesies pada tingkat pohon


Berdasarkan hasil analisis vegetasi, tumbuhan pada tingkat pohon yang ditemukan adalah sebanyak 8 spesies dari
8 famili. Jumlah spesies pada tingkat pohon merupakan yang paling sedikit ditemukan. Sesuai pernyataan Fujimori (2001)
bahwa pada tingkat pertumbuhan, tingkat pohon memiliki keanekaragaman yang lebih rendah dibandingkan tingkat semai
karena memiliki struktur yang kompleks dan ukuran yang lebih besar dalam penggunaan ruang. Berikut daftar 5 spesies
yang memiliki INP paling tinggi pada tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Spesies yang memiliki INP tertinggi pada tingkat pohon
No Nama Ilmiah K (Ind/ha) KR (%) F FR (%) D (m2/ha) DR (%) INP (%)
1 Canarium sp 5 20 0.16 22.22 7.61 33.79 76.01
2 Shorea platyclados 7 28 0.12 16.67 3.07 13.63 58.30
3 Arytera littoralis 5.5 22 0.16 22.23 2.45 10.91 55.14
4 Ficus variegata 2 8 0.08 11.11 4.15 18.45 37.56
5 Santiria tomentosa 2 8 0.08 11.11 3.58 15.91 35.02
Tingkat Keanekaragaman, Kemerataan dan Kekayaan Spesies
Keanekaragaman spesies merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya
yang dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas (Soegianto 1994). Nilai indeks keanekaragaman, kemerataan
dan kekayaan spesies pada setiap tingkat pertumbuhan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan spesies
No Tingkat Pertumbuhan Indeks Keanekaragaman (H) Indeks Kemerataan (e) Indeks Kekayaan (R)
1. Tumbuhan bawah 2.65 0.82 24.83
2. Semai 1.93 0.8 10.76
3. Pancang 2.22 0.75 18.77
4. Tiang 2.51 0.92 14.73
5. Pohon 1.88 0.90 7.74
Menurut Magurran (1988) tingkat kestabilan keanekaragaman spesies dapat dilihat melalui nilai indeks
keanekaragaman (H) yang diperoleh dengan parameter kekayaan spesies dan proporsi kelimpahan masing-masing
spesies. Pada lokasi penelitian, nilai indeks keanekaragaman pada tiap tingkat pertumbuhan termasuk dalam kategori
keanekaragaman sedang. Hal ini dapat disebabkan karena komunitas dikuasai hanya oleh beberapa spesies dominan.
Tingkat kestabilan spesies dalam suatu komunitas dapat diukur menggunakan nilai indeks kemerataan spesies (e).
Semakin tinggi nilai e, maka keanekaragaman spesies dalam komunitas semakin stabil dan semakin rendah nilai e, maka
kestabilan keanekaragaman spesies dalam komunitas tersebut semakin rendah (Soerianegara & Indrawan 1978; Odum
1993). Pada lokasi penelitian terlihat bahwa spesies pada tingkat pertumbuhan tiang memiliki persebaran yang lebih
merata sehingga memiliki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan lainnya.
Nilai R menunjukkan tingkat kekayaan spesies pada tiap tingkat pertumbuhan (Magguran 1988). semua Tumbuhan
bawah memiliki nilai kekayaan spesies paling tinggi dikarenakan kemampuan adaptasi dan hidup bersaing yang lebih
tinggi dibandingkan spesies pada tingkat pertumbuhan lainnya.

Tingkat Regenerasi dan Persebaran Spasial Aren


Tingkat regenerasi aren
Tingkat regenerasi aren diketahui untuk mengidentifikasi tingkat keberlangsungannya di dalam kawasan. Tingkat
regenerasi aren dapat dilihat dari jumlah individu aren setiap tingkat pertumbuhannya. Tingkat regenerasi aren
berdasarkan jumlah individu dapat dilihat pada Gambar 2.

1000 950
500 88 12 11
0

Tingkat pertumbuhan

Gambar 2 Tingkat regenerasi aren


Berdasarkan hasil analisis vegetasi, ditemukan jumlah semai lebih banyak dibandingkan tingkat pertumbuhan
lainnya. Sementara pada tingkat pohon ditemukan jumlah aren paling sedikit (Gambar 2). Shankar (2001) menyatakan
bahwa kondisi regenerasi dapat dinilai berdasarkan kategori berikut: good, jika jumlah semai lebih banyak daripada
pancang, dan jumlah pancang lebih banyak daripada pohon. Berdasarkan kriteria tersebut, maka tingkat regenerasi aren
di Desa Pematang Purba termasuk ke dalam kriteria good . Selanjutnya, penilaian kelestarian tumbuhan dilakukan
berdasarkan kategori struktur populasi tumbuhan dari Shankar (2001) yaitu kategori lestari jika kondisi regenerasi spesies
tumbuhan lebih banyak termasuk ke dalam kategori good. Berdasarkan kriteria penilaian tersebut, maka kelestarian aren
di Desa Pematang Purba dikatakan lestari.

Persebaran spasial aren


Persebaran spasial adalah cara atau pola suatu spesies tumbuhan di dalam suatu area. Persebaran aren diidentifikasi
dengan cara menitikkan koordinat aren. Persebaran aren di Desa Pematang Purba dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Peta persebaran aren di Desa Air Merah
Berdasarkan peta persebaran aren di Desa Air Merah, terlihat bahwa persebaran aren yaitu mengelompok
mengikuti aliran sungai. Pada petak pengamatan juga terlihat bahwa persebaran aren cenderung mengelompok. Hal ini
cenderung disebabkan oleh tidak adanya distribusi aren pada saat semai sehingga semai aren yang tumbuh di sekitar
indukan aren cenderung merumpun. Aren dapat tumbuh baik pada ketinggian 500-1200 mdpl (Lutony 1993), seperti aren
yang terdapat di sekitar Desa Air Merah ini tumbuh pada ketinggian 800-1000 mdpl.

Etnobotani Aren

Pemanfaatan tumbuhan merupakan aset budaya yang ada di Indonesia agar tetap terjaga kelestariannya
(Damayanti et al. 2009). Disiplin ilmu lain yang terkait kajian etnobotani adalah ilmu taksonomi, ekologi dan geografi
tumbuhan, pertanian, kehutanan, sejarah, antropologi dan ilmu yang lain (Suryadarma 2008).

Bentuk pemanfatan aren


. Pemanfaatan aren oleh masyarakat di Desa Pematang Purba dan Desa Buluh Awar yaitu air nira. Desa Pematang
Purba mengolah air nira untuk menjadi tuak, sedangkan pemanfaatan oleh masyarakat di Desa Buluh Awar untuk gula
aren dan tuak.

Proses produksi nira


Masyarakat di Desa Pematang Purba dan Desa Buluh Awar memanfaatkan air nira sebagai bahan baku pembuatan
tuak dan gula aren. Pengambilan air nira dari pohon aren dengan cara disadap. Produksi rata-rata dalam sehari petani aren
di Desa Pematang Purba dan Desa Buluh Awar dapat menyadap 3-5 pohon. Satu pohon aren rata-rata memiliki 2-3 tandan
bunga aren yang dapat menghasilkan air nira. Soeseno (1991) mengemukakan bahwa dari setiap tandan bunga aren yang
disadap seharinya hanya dapat dikumpulkan 2 sampai 4 liter/tandan.. Pada tanaman aren yang sehat setiap tandan bunga
jantan bisa menghasilkan nira sebanyak 900-1.800 liter/tandan (Lutony 1993).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bunga jantan tumbuh setelah bunga betina. Bunga jantan inilah yang
nantinya disadap air niranya. Bunga jantan yang tumbuh di Desa Pematang Purba berbeda dengan di Desa Buluh
Awar.Satu pohon aren biasanya terdapat 3-4 bunga jantan yang siap disadap. Masyarakat menyadap satu tandan bunga
janten aren yang bisa menghasilkan air selama 5-6 bulan Sedangkan di Desa Buluh Awar biasanya terdapat 4-5 bunga
jantan yang dapat disadap. Menurut masyarakat di Desa Buluh Awar satu tandan bunga jantan aren dapat menghasilkan
air selama 6-8 bulan Hal ini sesuai penyataan Ramadani et al. (2008) bahwa tanaman aren yang pertumbuhannya baik
akan menghasilkan 4-5 tandan bunga jantan. Tandan atau tanganan aren yang siap disadap dapat dikenali dengan ciri-
ciri: aren yang daunnya warna hijau mengkilap dan kelihatan berminyak , memiliki bunga jantan yang tua berwarna
kecokelatan serta berbunga dan ketika dipukul bunga jantan pecah dan sudah memiliki bunga betina.
Penyadapan di Desa Pematang Purba tidak berbeda dengan di Desa Buluh Awar. Sebelum disadap, tandan aren
yang sudah menunjukkan ciri-ciri siap sadap diberikan pukulan menggunakan alat pukul yang dinamakan bal-bal oleh
masyarakat Desa Pematang Purba dan pentungan yang dinamakan oleh masyarakat Desa Buluh Awar. Pukulan dilakukan
7-8 kali yang dilakukan setiap 3 hari sekali selama sebulan. Sedangkan di Buluh Awar dilakukan 5 kali selang seminggu.
Pukulan dimaksudkan untuk memperbesar pori-pori tempat keluarnya nira sehingga produksi lebih lancar. Setelah
dipukul-pukul kemudian tandan bunga dipotong. Menurut tradisi masyarakat di Desa Pematang Purba, sebelum
penyadapan dilakukan terlebih dahulu berdoa dan menyanyikan lagu yang sedih agar air nira yang dikeluarkan lebih
banyak. Lagu sedih yang biasa dinyanyikan dahulu adalah tangiskon la tangismu, yang artinya tangiskanlah tangismu.
Setelah dipukul lalu tandan bunga jantan dapat dipotong, tandan tersebut diiris tipis kemudian diberi tampungan
menggunakan jerigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang menyatakan bahwa setiap melakukan
penyadapan terlebih dahulu mengiris tongkol aren tempat keluarnya nira agar saluran atau pembuluh kapiler terbuka,
sehingga nira dapat keluar dengan lancar. Masyarakat menyadap nira setiap pagi dan sore hari.
Setelah penampungan di pagi hari maka tandan tersebut diiris setipis mungkin yang bertujuan untuk memperlancar
pemanenan di sore harinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunanto (1993) yang mengatakan bahwa penyadapan air nira
dapat dilakukan 2 kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore hari karena tandan aren cepat mengalami pengeringan.
Pemanfaatan air nira
Pemanfaatan air nira di Desa Pematang Purba hanya untuk minuman tuak, sedangkan di Desa Buluh Awar untuk
bahan baku pembuatan gula aren dan minuman tuak. Pengolahan air nira menjadi minuman tuak sama di kedua desa. Air
nira yang sudah disadap dicampur dengan batang kulit pohon raru ( Xylocarpus moluccensis) yang masuk kedalam suku
meliaceae. Menurut Heyne (1987) kuit batang Xylocarpus moluccensis berfungsi sebagai bahan pengawet agar tuak tahan
lama, mencegah terbentuknya rasa asam dan menimbulkan cita rasa sepat/kelat serta dapat menutupi rasa asam nira.
Biasanya masyarakat memasukan kulit pohon raru dalam jerigen sebelum penampungan air nira, hal ini dipercaya
masyarakat agar proses fermentasi lebih cepat dan tuak yang dihasilkan lebih segar. Pembuatan tuak sama seperti
pengambilan nira yaitu pagi dan sore hari.
Air nira yang dihasilkan di Desa Buluh Awar dimanfaatkan untuk pembuatan gula aren dan gula semut. Air nira
yang telah dipanen dicampur dengan batang tuba (Derris eliptica) dalam bahasa lokal disebut raru ndupar. Raru ini
berbeda dengan raru yang dicampur untuk pembuatan tuak. Menurut Wibowo (2006) batang tuba merupakan tumbuhan
liana yang merambat pada pohon dengan panjang mencapai 20 m dan berdiameter 10 cm. Akar berwarna cokelat
kemerahan. Batang yang digunakan berdiameter 5-7 cm, dimemarkan kemudian dimasukkan ke dalam bumbung sebelum
penyadapan dilakukan. Masyarakat memasak air nira menggunakan tungku yang dibuat sendiri menggunakan semen
dengan bahan bakar kayu atau ranting kering dan kompor gas. Proses pemasakan air nira membutuhkan waktu yang
cukup lama yaitu 3-4 jam. Dalam pemasakan nira perlu juga ditambahkan minyak goreng atau kemiri (Aleurites
moluccanus) sebanyak 3 buah untuk 20 liter nira dengan tujuan pengawetan alami dan membuat gula lebih cepat kental.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Prasetya (2016) yang menyatakan bahwa dengan penambahan minyak atau kemiri
dapat meningkatkan ketahanan gula aren hingga awet sampai 89 hari (3 bulan). Pemberian kemiri dilakukan pada saat
gula aren dimaskak di kompor gas.
Gula aren yang sudah matang diangkat dari kompor gas, lalu dilakukan pencetakan. Sebelum melakukan
pencetakan, pastikan terlebih dahulu media cetak sudah dibersihkan agar gula aren tidak lengket dengan media cetak.
Media cetak terbuat dari bambu berbentuk lingkaran yang dinamakan tagan-tagan. Gula aren yang sudah kering
kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan dijaga agar selalu kedap udara. Hal ini dikarenakan udara yang masuk dapat
menyebabkan gula meleleh kembali. Kemudian gula aren dijual kepada pengumpul atau warug aren.
Pembuatan gula semut, tidak jauh berbed dengan gula aren. Proses pembuatan gula semut sama dengan gula aren,
bedanya proses akhir gula semut tidak dicetak melainkan dibiarkan didalam pemasakan. Kemudian dihaluskan dan
diayak. Hasil ayakan dikemas dan kemudian ditampung oleh agen untuk dipasarkan.

Distribusi hasil aren oleh masyarakat


Air nira yang diolah menjadi tuak, tidak hanya dipasarkan didalam desa tetapi ada yang keluar desa bahkan keluar
kecamatan. Terkadang tidak ada perantara antara pembuat tuak dan konsumen.
pembuat tuak

Pembuat Pengecer
Petani aren Konsumen
tuak/pengumpul

Petani aren Pembuat tuak Konsumen


Gambar 4 Alur distribusi minuman tuak
Harga tuak yang dijual tergantung distribusi tuak, petani aren yang membuat tuak dan menjual langsung ke konsumen
seharga Rp 12.000,- per liter. Jika petani aren membuat tuak dan menjual ke pengecer maka harga tuak sebesar Rp
8.000,- per liter. Harga tuak jika dijual pergelas sebesar Rp 2.000,-. Berbeda dengan harga jual tuak di Desa Buluh
Awar tuak dijual dengan harga sangat murah yaitu Rp 2.000,- per liter ke pengecer.
Pemasaran nira yang telah diolah menjadi gula merah di Desa Buluh Awar, biasanya petani aren juga pembuat gula
merah lalu didistribusikan ke pengumpul, pengecer dan konsumen.

Petani aren/pembuat Pengumpul Pengecer Konsumen


gula merah

Gambar 5 Alur distribusi hasil produksi gula aren

Budidaya Aren
Pengembangan budidaya aren secara intensif belum ada padahal potensi dari tanaman aren sangat tinggi dalam
pemenuhan kebutuhan diversifikasi pangan (Furqoni 2014). Perbenihan yang dilakukan di desa ini juga masih sangat
sederhana dan tidak mendapat perlakuan kimia dan pematahan dormansi. Benih diambil langsung dari alam,
pengumpulan biji yang telah jatuh dari pohon induk. Ciri-ciriya pohonnya tinggi, diameter besar, banyak buah ( bunga
betina) dan mayang (bunga jantan), daunya mengkilap seperti berminyak.
Proses perkecambahan benih dilakukan dengan menyimpan benih goni selama 3 bulan, jika ingin lebih cepat
berkecambah maka campur dengan tuak sehingga dapat berkecambah hanya 2 bulan tanpa melakukan dormansi. Benih
aren digolongkan kedalam kelompok rekalsitran. Salah satu ciri benih rekalsitran yaitu benih memiliki kadar air yang
tinggi (Song et al. 2003). Kadar air yang tinggi dan daya berkecambah yang tinggi pula, merupakan salah satu karakter
benih rekalsitran (Matana 2013). Maka tanpa perlakuan dormansi pun, aren dapat berkecambah dengan baik.
Benih yang berhasil menjadi kecambah dipindahkan kedalam polybag ukuran 15 cm yang berisi tanah dan arang
sekam dengan perbandingan 1:1. Berdasarkan hasil penelitian Rofik dan Muniarti (2013)benih aren memiliki persentase
tumbuh yang tinggi dengan menggunakan media arang sekam. Kecambah aren dimasukkan kedalam sungkup (rumah
kaca) yang dibuat dari bambu dan beratapkan plastik putih untuk terhindar dari sinar matahari selama 1-2 bulan
Hal ini mungkin terjadi karena bibit aren pada kondisi lingkungan alami membutuhkan naungan dalam siklus hidupnya
(Harada et al. 2005; Pongsattayapipat dan Barfod 2009) dan pertumbuhan bibit aren terhambat. Setelah dua bulan, bibit
aren diletakkan diluar tapi tidak terkena cahaya matahari secara langsung hingga menjadi semai dengan ketinggian 30-
50 cm. Harga yang ditawarkan tergantung tinggi semai, harga dimulai dari 5.000,10.000 dan 15.000. Namun jika dijual
ke masyarkat cuma seharga 2000/bibit. Sayangnya sertifikasi untuk bibit aren ini belum ada dan masih dalam tahap
pembuatan
Proses penanaman hingga perawatan semai masih sangat sederhana. Mulai dari penyiapan lahan dengan
membuat lubang untuk menanam bibit sekitar 15 cm dengan jarak tanam 5 m. Lalu bibit siap ditanaman. Perawatan
setelah penanaman dilakukan selama 3 bulan, dan penamanam ini tidak memakai pupuk hanya secara rutin disiram air
setiap hari selama 3 bulan . Ketika bibit aren sudah mulai dewasa perawatan dilakukan selama enam bulan sekali selama
2 tahun, setelah itu tidak melakukan perawatan lagi.

Upaya Konservasi Aren

Masyarakat di Desa Pematang Purba telah lama memanfaatkan potensi aren sebagai komoditas serbaguna.
Masyarakat juga telah memahami kegunaan dari berbagai bagian aren serta tahu cerita tentang aren dan cara penyadapan.
Penilain kelestarian berdasarkan kategori struktur populasi tumbuhan dari Shankar (2001) telah menunjukkan bahwa
tingkat regenerasi aren di Desa Pematang Purba termasuk kategori cukup lestari. Namun yang menjadi masalah saat ini
adalah masyarakat yang kurang minat untuk memanfaatkan aren sebagai komoditi penghasil ekonomi.
dokumen Desa Pematang Purba, masih ada masyarakat yang miskin. Aren merupakan salah satu tanaman
berpotensi yang cukup besar dikembangkan di Indonesia, karena merupakan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan
dari akar hingga daun (Sunanto, 1993). Namun masyarakat sebagian besar masih belum mau memanfaatkan aren, karena
masyarakat menganggap pertumbuhan aren terlalu lama sehingga tidak dapat langsung dimanfaatkan. Masyarakat lebih
memilih bertani untuk komoditas seperti cabai, kentang, tomat, jeruk, kopi dan jenis sayuran laiinnya, karena pendapatan
ekonominya tinggi dan dapat panen dua kali dalam setahun.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dukungan dari pemerintah untuk sosialisasi aren sebagai tumbuhan
penghasil ekonomi dan pembinaan terhadap masyarakat. Dulu masyarakat di Desa Pematang Purba masih memanfaatkan
aren untuk gula, sagu, atap rumah dan minuman tuak. Namun saat ini masyarakat menyadap aren hanya untuk minuman
tuak. Aren yang cukup lestari di Desa Pematang Purba bisa menjadi komoditas penghasil ekonomi sehingga keberadaanya
tidak sia-sia. Kegiatan pemanfaatan nantinya bisa diikuti dengan pelatihan budidaya aren.
Masyarakat di Desa Buluh Awar telah sadar akan pentingnya aren sebagai tumbuhan penghasil ekonomi.
Penanaman aren dan budidaya aren juga sudah dilakukan di Desa Buluh Awar. Namun yang menjadi masalah adalah
masyarakat dan kelompok tani masih menjual hasil pemanfaatan aren pada agen. Maka perlu adanya pendampingan dari
pemerintah untuk penampungan penjualan hasil pemanfaatan masyarakat di pasar.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1. Sebaran spasial aren di Desa Pematang Purba adalah mengelompok. Aren yang ditemukan pada penelitian
berada pada ketinggian 1200-1400 mdpl dan tumbuh liar di hutan garapan masyarkat. Regenerasi aren di Desa
Air Merah tinggi dengan kondisi regenerasi good dan kelestariannya masuk ke dalam kategori lestari.
Persebaran spasial aren di Desa Air Merah termasuk mengelompok.
2. Keanekaragaman jenis yang tumbuh di sekitar aren tergolong tinggi, didominasi oleh pohon kayu keras.
Keaneakaragaman tumbuhan bawah juga tinggi sebesar 2.65.
3. Masyarakat di Desa Pematang Purba dan Desa Buluh Awar mmiliki pengetahuan serta keterampilan tradisional
yang baik mengenai aren. Masyarakat di Desa Pematang Purba dahulu memanfaatkan aren sebagai komoditi
ekonomi. Saat ini masyarakat sedikit menyadap aren untuk kepentingan ekonomi dan dimanfaatkan hanya untuk
minuman tuak. Masyarakat di Desa Buluh Awar masih memanfaatkan aren sebagai komoditi ekonomi. Saat ini
masyarakat sudah mulai melakukan budidaya sejak tahun 2015.
Saran
Perlu adanya penelitian dan analisis mendalam untuk meningkatkan pasar aren baik ditingkat lokal maupun global
supaya manfaat ekonomi dari aren bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Pematang Purba. Peran pemerintah dan
perguruan tinggi sangat diperlukan untuk peningkatan kapasitas masyarakat terhadap pengelolaan aren yang
berhubungan dengan pasar aren, agar masyarakat mendapatkan posisi tawar yang lebih tinggi terhadap harga hasil
pemanfaatan aren di pasaran.
DAFTAR PUSTAKA

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta (ID): Departemen
Kesehatan RI.
Fujimori T. 2001. Ecological and Silvicultural Strategiesfor Sustainable Forest Management. Elsevier Science B.V.
All rights reserved. Japan (JP).
Furqoni H. 2014. Karakteristik benih dan perkecambahan aren (Arenga pinnata (Wurmb.)Merr.) serta respon
pertumbuhan bibit terhadap intensitas naungan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia 1. Jakarta (ID) : Badan Litbang Departemen Kehutanan.
Gunawan D. 1998. Tumbuhan Obat Indonesia. Yogyakarta (ID): Pusat Penelitian Obat UGM.
Kainde RF, Ratang SP, Tasirin JS, Faryati D. 2011. Analisis Vegetasi Hutan Lindung Gunung Tumpa. Eugenia Journal.
Vol.17 (3).
Kiyono Y. 1990. Dynamics and control of understories in Chamaecyparis obtusa plantations. Bull. For. & For. Prod. Res.
Inst. 359. 1-122.
Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lutony TL. 1993. Tanaman Sumber Pemanis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Magurran AE. 1988. Ecologycal Diversity and Its Measurement. London (US): Croom Helm Limited.
Matana YR. 2013. Pengaruh penyadapan dan posisi tandan terhadap mutu benih serta teknik konservasi kecambah
terhadap pertumbuhan bibit aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mawazin dan Subiakto A. 2015. Keanekaragaman dan komposisi jenis permudaan alam hutan rawa gambut bekas
tebangan di Riau. Indonesian Forest Rehabilitation Journal Vol. 1 No. 1, September 2013: 59-73
Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. T. Samingan, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
_________. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. T. Samingan, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2013. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 134 Tahun 2013
tentang Pedoman Budidaya Sagu (Metroxylon spp) yang Baik.
Prasetya N. 2016. Pembuatan gula merah dari tebu. Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 3 No. 1 (2016): 116-120
Ramadani P, Khaeruddin I, Tjoa A, Baharuddin IF. 2008. Pengenalan Jenis- Jenis Pohon yang Umum di Sulaweasi. Palu
(ID): UNTAD Press.
Rofik A, Muniarti E. 2008. Pengaruh perlakuan deoperkulasi benih dan media perkecambahan untuk meningkatkan
viabilitas benih aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.). Bul Agron. 36(1):33-40.
Shankar U. 2001. A Case of high tree diversity in a sal (Shorea robusta)-dominated lowland forest of Eastern Himalaya:
Floristic composition, regeneration and conservation. Curr. Sci. 81:776-786.
Soegianto A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode Analisa Populasi Dan Komunitas. Surabaya (ID): Usaha Nasional.
Soerianegara I dan Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soeseno S. 1991. Bertanam Aren. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sunanto H. 1993. Aren Budidaya dan Multiguna. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Suryadarma IGP. 2008. Etnobotani. [diktat kuliah]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.
Song SQ, Berjak P, Pammenter N, Ntuli TM, Fu JR. 2003. Seed recalcitrance: a current assessment. Acta Botanica
Sinica. 45(6): 638-643.
Wibowo S , Sentot A S. April 2005. Kajian pengolahan dan sistem pemasaran gula merah aren di Desa Kuta Raja, Tiga
Binanga Tanah Karo, Sumatera Utara. Info Hasil Hutan (2): 41-49.

You might also like