Professional Documents
Culture Documents
1-76
1
Sri Jayanthi, 2Retno Widhiastuti dan 3Erni Jumilawaty
1
Pascasarjana Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara; dan
2,3
Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara
Email: srijayanthizainoen@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di Desa Raya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara dan di
Laboratorium Sistematika Hewan Depatermen Biologi, Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan
januari - februari 2013. Penelitian dilakukan secara purposive random sampling dengan menggunakan
metode kuadrat dan hand sorting. Hasil penelitian ditemukan 1 spesies famili Glocossicidae (P.
corethrurus) dan 3 spesies famili Megascolidae (Amynthas sp., Megascolex sp. dan Pheretima sp.).
Kepadatan cacing tanah pada pertanian organik (128,000 ind/m2) dan anorganik (73,600 ind/m2). Ada
perbedaan komposisi komunitas cacing tanah pada lahan pertanian organik (Pheretima sp. 50,833%, P.
corethrurus 40,000%, Amynthas sp. 7,500%, Megascolex sp. 1,667%) dan anorganik (P. corethrurus
49,275%, Pheretima sp. 46,377%, Amynthas sp. 4,384%). P. corethrurus dan Pheretima sp. merupakan
jenis cacing tanah yang karakteristik pada lahan pertanian organik dan anorganik.
Kata Kunci: Anorganik, Cacing Tanah, Kabupaten Karo, Komunitas dan Organik
ABSTRACT
This study had been done in Raya subdistrict, Berastagi district, Karo, Sumatera Utara in Animal
Systematics Laboratory of Biology Department University of Sumatera Utara on January to February 2013.
The sample for this study taken by purposive random sampling using the least squares and hand sorting
method. The results of the research found that there were one family of Glocossicidae (namely species P.
corethrurus) and 3 species of family Megascolidae (namely: Amynthas sp., Megascolex sp., and Pheretima
sp.). The density of eartworm in organic farming was 128,000 ind/m2 and in inorganic one was 73,600
ind/m2. There were differences in community composition of earthworms on organic farms, they were
Pheretima sp. 50,833%, P. corethrurus 40,000%, Amynthas sp. 7,500%, Megascolex sp. 1,667%,
meanwhile, in inorganic farms were P. corethrurus 49,275%, Pheretima sp. 46,377%, Amynthas sp.
4,348%. P. corethrurus and Pheretima sp. were the characteristic of earthworms species
in organic and inorganic agricultural land.
PENDAHULUAN
abupaten Karo merupakan salah satu sentra sayuran dan buah-buahan [1] dan mensuplai
wilayah di Propinsi Sumatera Utara yang berbagai jenis sayur-sayuran dan buah-buahan
terletak di dataran tinggi pegunungan untuk kebutuhan daerah baik di perkotaan/
Bukit Barisan dan terkenal sebagai daerah kabupaten di Sumatera Utara, bahkan sampai ke
penghasil berbagai buah-buahan, bunga-bungaan Propinsi Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera
dan sayur-sayuran. Mata pencaharian penduduk Barat, Jambi, Batam dan sebagainya.
yang paling utama adalah usaha di bidang Kegiatan pertanian masyarakat di Kabupaten
pertanian pangan, hasil hortikultura dan Karo pada umumnya masih menggunakan pupuk
perkebunan rakyat. Kabupaten Karo terdiri dari 17 anorganik, namun demikian ada beberapa lahan
kecamatan, salah satunya adalah kecamatan pertanian yang telah menggunakan variasi pupuk
Berastagi yang memiliki iklim sejuk dan cocok anorganik dengan pupuk organik dan ada pula
sebagai lahan pertanian sayuran dataran tinggi. yang hanya menggunakan pupuk organik.
Daerah tersebut telah lama berfungsi sebagai Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus
[1]
Sri Jayanthi, dkk.
dalam jangka waktu yang lama dapat merusak sifat (Coffea), cabai (Capsicum annum), kacang koro
fisik, kimia, dan biologi tanah sedangkan (Phaseolus sp.), buncis (Phaseolus vulgaris),
penggunaan bahan organik ke dalam tanah gladiol (Gladiol spp) dan rosemary. Pupuk yang
diyakini dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan digunakan pada lahan ini adalah pupuk organik
biologi tanah [2]. yang berasal dari kotoran lembu yang telah diolah
Beberapa peneliti menyatakan bahwa menjadi kompos.
pengolahan tanah secara intensif, pemupukan dan
penanaman pertanian secara monokultur dan Pertanian Anorganik
polikultur serta penggunaan pestisida untuk Lahan pertanian anorganik berada pada
pemberantas hama pada sistem pertanian koordinat 03°09’49,8” BB dan 098°30’38” BT
konvensional dapat menyebabkan penurunan dengan ketinggian 1340 mdpl. Lokasi ini ditanam
biodiversitas makrofauna tanah, diantaranya dengan tanaman tomat (Solanum lycopersicum),
cacing tanah [3]. Cacing tanah mempunyai andil selada (Lactuca sativa), wortel (Daucus carota),
yang besar di dalam melakukan perombakan sawi (Brassica rapa), labu (Cucurbita muschota),
materi tumbuhan dan hewan yang telah mati, serta cabai (Capsicum annum), bunga krisan
turut berperan dalam menentukan fertilitas tanah. (Chrysanthemum morifolium), bunga dahlia
[4] (Dahlia pinata), jagung (Zea mays). Pupuk yang
digunakan pada lahan ini adalah pupuk kimia NPK
Deskripsi Area yang berasal dari pabrik.
Kecamatan Berastagi merupakan salah satu
dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Karo METODE PENELITIAN
dengan Ibukota Kecamatan Berastagi yang Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
berjarak 11 km dari Kabanjahe sebagai Ibukota Purposive Random Sampling yaitu pada dua areal
Kabupaten dan 65 km dari Medan ibukota tanah pertanian yaitu pertanian organik dan
Propinsi. Kecamatan Berastagi dengan luas ± pertanian anorganik, di Kecamatan Berastagi,
3.050 Ha berada pada ketinggian rata-rata 1375 m Kabupaten Karo. Disetiap lokasi diukur titik
dpl dengan temperatur 190C (Gambar 1). koordinatnya dengan GPS. Plot dibuat secara acak
dengan menggunakan metode kuadrat dan
pengambilan sampel cacing tanah dilakukan
dengan Metoda Sortir Tangan (Hand Sorting) [5],
[6], [7] dan [8].
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan sampel cacing tanah dengan
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Karo, metode kuadrat dan hand sortir
Provinsi Sumatera Utara Adapun tahapannya sebagai berikut: 1) Pada
masing-masing areal dibuat sebanyak 15 plot yang
Pertanian Organik berukuran 25 x 25 cm dengan menggunakan
Lahan pertanian organik berada pada bingkai (Plot pengambilan sampel cacing tanah
koordinat 03°08’46,1” BB dan 098°30’28,9” BT dapat dilihat pada gambar 2); 2) Tanah dari tiap
dengan ketinggian 1312 mdpl. Lokasi ini ditanam kuadrat diambil dengan kedalaman 20 cm
dengan tanaman brokoli (Brassica oleraceae), kemudian tanahnya dimasukkan ke dalam goni.
selada (Lactuca sativa), kol/ kubis (Brassica Pengambilan sampel dilakukan pada pukul 06.00-
oleraceae), daun bawang (Allium fistulosum), labu 09.00 WIB; 3) Selanjutnya tanah langsung disortir
(Cucurbita muschota), daun mint (Mentha untuk mendapatkan cacing tanah; 4) Cacing tanah
piperita), jipang, sawi (Brassica rapa), kopi yang didapat dikumpulkan dan dibersihkan dengan
[2]
Komposisi Komunitas Cacing Tanah pada Lahan Pertanian Organik dan Anorganik
Analisis Data
Jenis Cacing tanah dan jumlah individu
masing-masing jenis yang di dapatkan dihitung:
Kepadatan populasi, Kepadatan Relatif masing-
masing jenis, Frekuensi kehadiran, dan komposisi
komunitas (Wallwork, 1970 [4], Southwood, 1966
dalam Suin 1997 [4]) dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
[3]
Sri Jayanthi, dkk.
[4]
Komposisi Komunitas Cacing Tanah pada Lahan Pertanian Organik dan Anorganik
Family Megascolecidae, Megascolex sp. dengan tipe Perichaetin. Genus ini mempunyai
sepasang lubang jantan di segmen ke 18 dan satu
lubang betina di segmen ke 14.
[5]
Sri Jayanthi, dkk.
Menurut Buckman & Brady (1982) [5] menyatakan populasi cacing tanah pada lahan pertanian organik
bahwa bahan organik tanah sangat besar (128,000 individu/m2) dan anorganik (73,600
pengaruhnya terhadap perkembangan populasi individu/m2).
cacing tanah, karena bahan organik yang terdapat
didalam tanah sangat diperlukan oleh cacing tanah Tabel 4. Kepadatan (individu/m2), kepadatan
untuk melanjutkan kehidupannya. relatif (%) dan komposisi komunitas
Hasil analisis kandungan N, P dan K lebih populasi cacing tanah pada lahan
tinggi pada pertanian anorganik dibandingkan pertanian organik
dengan pertanian organik. Nilai N dipertanian Organik
organik sebesar 0,22%, P sebesar 16,52 ppm dan No Spesies
K R K
nilai K sebesar 1,921 m.e/100 sedangkan pada 1. Amynthas sp. 9,600 7,500 3
lahan pertanian anorganik nilai N sebesar 0,29%, P 2. Megascolex sp. 2,133 1,667 4
sebesar 21,30 ppm dan nilai K sebesar 2,350 3. Pheretima sp. 65,067 50,833 1
m.e/100. Tingginya nilai NPK pada lahan 4. P. corethrurus 51,200 40,000 2
pertanian anorganik disebabkan adanya Jumlah 128,000 100
pemupukan NPK kimia secara intensif pada lahan
pertanian anorganik. Namun tingginya kadar NPK
Tabel 5. Kepadatan (individu/m2), Kepadatan
dipertanian anorganik tidak diikuti dengan
Relatif (%) dan Komposisi Komunitas
meningkatnya kelimpahan cacing tanah dilahan
Populasi Cacing Tanah pada Lahan
tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tiwari
Pertanian Anorganik
(1993) [1] yang menyatakan bahwa penggunaan
Anorganik
pupuk NPK anorganik tanpa kombinasi dengan No Spesies
K KR KK
sampah organik tidak meningkatkan populasi
1. Amynthas sp. 3,200 4,348 3
maupun biomassa cacing tanah.
2. Pheretima sp. 34,133 46,377 2
Hasil analisa sifat fisik kimia tanah yang
3. P. corethrurus 36,267 49,275 1
didapatkan selain kelembapan, C-organik, N, P
Jumlah 73,600 100
dan K tanah, suhu tanah merupakan sifat fisik Keterangan:
tanah yang berpengaruh terhadap kehadiran cacing K = Kepadatan
tanah. Dari hasil analisis, suhu pada pertanian KR = Kepadatan Relatif
organik sebesar 15 °C sedangkan pada pertanian KK = Komposisi Komunitas
anorganik sebesar 15,4 °C. Hasil suhu pada kedua
lahan pertanian ini tidak jauh berbeda, sehingga Pada lahan pertanian organik terlihat spesies
faktor suhu tanah dianggap tidak terlalu Pheretima sp. yang memiliki nilai kepadatan
berpengaruh pada kondisi lahan ini dan kisaran tertinggi sebesar 65,067 individu/m2 dengan nilai
suhu 15 °C - 15,4 °C merupakan kisaran suhu kepadatan relatif 50,833%, nilai kepadatan
optimal untuk pertumbuhan dan perkembang- terendah yaitu spesies Megasscolex sp. sebesar
biakan cacing tanah. 2,133 individu/m2 dengan nilai kepadatan relatif
Selain suhu tanah, pH tanah atau keasaman 1,667%. Pada lahan pertanian anorganik
tanah berpengaruh pada kehadiran cacing tanah. P. corethrurus memiliki nilai kepadatan tertinggi
Hasil analisis pH pada pertanian organik sebesar yaitu spesies sebesar 36,267 individu/m2 dengan
6,9 dan pada pertanian anorganik sebesar 6,7. pH nilai kepadatan relatif 49,275%, nilai kepadatan
optimum cacing tanah dapat bertahan hidup adalah terendah yaitu pada spesies Amynthas sp. sebesar
pada pH netral. Maftu’ah & Maulia (2009) [2] 3,200 individu/m2 dengan nilai kepadatan relatif
menyatakan bahwa pH optimal untuk 4,348%. Spesies yang memiliki nilai kepadatan
kelangsungan hidup cacing tanah antara 6 - 7,2. tertinggi pada lahan pertanian organik dan
anorganik adalah spesies Pheretima sp. dan P.
Kepadatan (individu/m2) dan Kependudukan corethrurus. Hal ini disebabkan karena kedua
Relatif (%) Populasi Cacing Tanah spesies ini merupakan organisme kosmopolit.
Hasil penelitian didapatkan kepadatan cacing Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Suin
tanah yang sangat berbeda pada lahan pertanian (1997) [4] cacing tanah dari jenis P. corethrurus
organik dan anorganik (Tabel 4 dan 5), kepadatan dan Pheretima sp. ini sangat luas penyebarannya di
[6]
Komposisi Komunitas Cacing Tanah pada Lahan Pertanian Organik dan Anorganik
Indonesia dan banyak ditemukan pada semak yang memiliki kisaran toleransi yang luas pada
belukar, padang rumput, Tetapi tidak ditemukan di umumnya bersifat kosmopolitan.
hutan yang lebat. Dewi dkk (2007) [2] menyatakan
bahwa P. corethrurus merupakan spesies cacing Tabel 7. Cacing tanah yang kepadatan relatifnya
tanah eksotic endogeic yang dominan dan banyak (KR) ≥ 10% dan frekuensi kehadiran
ditemukan pada berbagai penggunaan lahan (FK) ≥ 25% pada lahan pertanian organik
pertanian di Lampung Barat. dan anorganik
Lokasi I Lokasi II
Frekuensi Kehadiran (FK) Spesies Cacing No Spesies KR FK KR FK
Tanah Pada Lahan Pertanian Organik dan (%) (%) (%) (%)
Anorganik 1. Pheretima sp. 50,8 36,36 46,38 45,83
Frekuensi kehadiran sering dinyatakan 2. P. corethrurus 40,0 39,39 49,28 45,48
sebagai konstansi kehadiran. Frekuensi kehadiran Keterangan:
itu dapat dikelompokkan atas spesies aksidental I = Lahan Pertanian Organik
(sangat jarang) bila konstansinya 0-25%, spesies II = Lahan Pertanian Anorganik
assesori (jarang) konstansinya 25-50%, konstan KR = Kehadiran Relatif
(sering) yang konstansinya 50-75% dan spesies FK = Frekuensi Kehadiran
absolut (sangat sering) bila konstansinya > 75%
(Suin, 1997) [4] (Tabel 6). Analisis Korelasi Pearson antara Faktor Fisik
Kimia Lingkungan dengan Kepadatan
Tabel 6. Nilai Frekuensi Kehadiran (Fk) Spesies Korelasi merupakan teknik analisis yang
Cacing Tanah termasuk dalam salah satu tehnik pengukuran
No. Spesies Lokasi I Lokasi II hubungan/asosiasi yang digunakan untuk
FK K FK K mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel
(%) (%) (Sarwono & Herlina, 2012) [5]. Berdasarkan hasil
1. Amynthas sp. 18,18 Ak 8,33 Ak analisis faktor fisik kimia tanah pada lahan
2. Megascolex sp. 6,06 Ak - - pertanian organik dan anorganik yang
3. Pheretima sp. 36,36 As 45,83 As dikorelasikan dengan kepadatan cacing tanah per
4. P. corethrurus 39,39 As 45,83 As plot maka diperoleh nilainya pada Tabel 8.
Jumlah 100 100
Tabel 8. Nilai analisis korelasi pearson antara
Cacing Tanah yang Karakteristik pada Lahan faktor fisik kimia lingkungan dengan
Pertanian Organik dan Anorganik kepadatan
Untuk mengetahui kondisi lingkungan yang Lokasi Spesies Suhu K H
baik dan dapat mendukung kehidupan dan O Amynthas sp. + 0,151 - 0,635* + 0,342
perkembangbiakan cacing tanah pada suatu habitat Megascolex sp. - 0,288 + 0,166 + 0,000
dapat diketahui berdasarkan nilai KR > 10% dan Pheretima sp. + 0,546* - 0,891** + 0,174
[4]
nilai FK > 25% (Suin, 1997) . Berdasarkan hasil P. corethrurus + 0,456 - 0,431 - 0,245
penelitian yang telah dilakukan pada lahan An Amynthas sp. - 0,173 + 0,212 + 0,371
pertanian organik dan anorganik didapatkan 2 jenis Pheretima sp. - 0,060 + 0,001 + 0,440
cacing tanah yang karakteristik (Tabel 7). P. corethrurus - 0,126 + 0,067 + 0,212
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa Pheretima Keterangan:
sp. (Megascoleidae) dan P. corethrurus O = Organik
(Glocossicidae) merupakan cacing tanah yang An = Anorganik
karakteristik pada lahan pertanian organik dan * = korelasi signifikan pada level 0,05
anorganik. Keadaan ini menunjukkan bahwa ** = korelasi signifikan pada level 0,01
cacing tanah tersebut merupakan spesies yang
memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap KESIMPULAN
kondisi lingkungan, karena dapat hidup dan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
berkembangbiak dengan baik. Hal ini sesuai yang mengenai komposisi komunitas cacing tanah pada
dijelaskan oleh Suin (2002) [4] bahwa cacing tanah lahan pertanian organik dan anorganik di Desa
[7]
Sri Jayanthi, dkk.
Raya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo Serta kehidupan cacing tanah dibandingkan dengan
Kajian Sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah lahan pertanian anorganik; 3) Komposisi
dapat disimpulkan bahwa: 1) Didapatkan 4 spesies komunitas cacing tanah pada lahan pertanian
cacing tanah yang termasuk kedalam 2 famili yaitu organik (Pheretima sp. 50,83 ind/m2, P.
famili Glossoscolecidae dan Megascolidae. Pada cerethrurus 40,00 ind/m2, Amynthas sp. 7,50
lahan pertanian organik didapat 4 spesies yaitu: P. ind/m2, Megascolex sp. 1,67 ind/m2) dan anorganik
Corethrurus (Glossoscolecidae), Amynthas sp., (P. cerethrurus 49,28 ind/m2, Pheretima sp. 46,38
Megascolex sp. dan Pheretima sp. (Megascolidae) ind/m2, Amynthas sp. 4,35 ind/m2); dan 4) Pada
dan pada lahan pertanian anorganik didapatkan 3 lahan pertanian organik dan anorganik didapatkan
spesies yaitu: P. corethrurus, Amynthas sp., dan 2 spesies cacing tanah yang karakteristik yaitu
Pheretima sp; 2) Faktor fisik kimia tanah pada Pheretima sp. dan P. corethrurus.
lahan pertanian organik lebih mendukung untuk
DAFTAR PUSTAKA
[1] Biro Pusat Statistik Kab. Karo. 2012. dengan Pusat Antar Universitas Ilmu
Kabupaten Karo dalam Angka. BPS Hayati Institut Teknologi Bandung.
Kab. Karo, hlm. i-ii, 163, 195-196. [10] Stephenson, J. 1923. The Fauna of British
[2] Parmelee, R.W, J. K, Whalen, C.A, Edward. India Including Ceylon and Burma
1998. Population Dynamics of Oligochaeta. Taylor and Francis, Red
Earthworm Communities in Corn Lion Court, Fleet Street. London.
Agroecosystem Receiving Organic or [11] Edward, C.A & J.R. Lofty. 1977. Biology of
Inorganic Fertilizer Amendments. Biol Earthworm. London. Chapman and
Fertil Soils. 27: 400-407. Hall. pp. 77-221.
[3] Ansyori. 2004. Potensi Cacing Tanah [12] Fender, W.M dan McKey-Fender, D.
Sebagai Alternatif Bio-Indikator Pertanian 1990.Oligochaeta: Megascolecidae and
Berkelanjutan. IPB. Bogor. Other Earthworm from Western North
[4] Hanafiah, K.A., A, Napoleon., N, Ghofar. America. Di dalam Soil Biology
2005. Biologi Tanah. PT. Raja Grafindo Guide.D.L, Dindal. Wiley-Interscience
Persada. Jakarta. Publication.New York, Chichester,
[5] Minnich, J. 1977. The Earthworm Book How Brisbane, Toronto, Singapore.
to Raise and Use Earthworms for Your [13] James, S.W. 1990. Oligochaeta:
Farm and Garden. Rodale Press Emmaus, Megascolecidae and Other Earthworm
PA. United States of America. from Southern and Midwestern North
[6] Lee, K.E. 1985. Earthworms Their Ecology America. Di dalam Soil Biology Guide.
and Relationships with Soils and Land D.L, Dindal. Wiley-Interscience
Use. Academic Press, San Diego, New Publication. New York, Chichester,
York, London, Toronto, Montreal, Brisbane, Toronto, Singapore.
Tokyo. [15] Buch AC, Brown GG, Niva CC, Sautter KD,
[7] Coleman, D.C., D.A, Crossley, Jr dan Paul, Lourencato LF. 2011. Life cycle
F.H. 2004. Fundamentals of Soil Ecology Pontoscolex corethrurus (Muller,1857).
Second Edition. Elsevier Academic Press. Pedobiologia. 54: S19-S25.
Amsterdam, Boston, Heidelberg, London, [16] Buckman, H.O. and N.C. Brady, 1982. Ilmu
New York, Oxford, Paris, San Diego, Tanah. Gadjah Mada University Press.
San Francisco, Singapore, Sidney, Tokyo. Yogyakarta.
[8] Bignell DE et al. 2008. Macrofauna. Di [17] Tiwari, S. C. 1993. Effect of Organic
dalam A Handbook of Tropical Soil Manure and NPK Fertilization of Eartworm
Biology Sampling and Characterization Activity in an Oxisol. Biology and
of Below-ground Biodiversity. Fertility of Soil. 16: 293-295.
Earthscan. London. New York. [18] Maftu’ah, E, Maulia, A. S. 2009. Komunitas
[9] Suin, N.M. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Cacing Tanah Pada Beberapa
Bumi Aksara Jakarta, Bekerja Sama Penggunaan Lahan Gambut di Kalimantan
[8]
Komposisi Komunitas Cacing Tanah pada Lahan Pertanian Organik dan Anorganik
[9]