You are on page 1of 8

12 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 8, No.

1, 2014

Kitosan dari Limbah Udang sebagai Bahan Pengawet


Ayam Goreng
Ratna Sri Harjanti*
Program Studi Teknik Kimia, Politeknik LPP
Jl. LPP 1 A, Balapan, Yogyakarta

Abstract

Shrimp industries have to deal with shell solid waste. On the other hand, this shell solid waste can be utilized
to produce citin and citosan. One of the beneficiations of citosan is for food preservation. This ability is based
on the existence of poly cation with positive charge that is responsible for the inhibition of bacteria growth.
In this study, NaOH was varied to produce citosan from shrimp shell resulting rendemen and deasetilation
degree. Deproteination of the shrimp shell was done using NaOH (3,5% b/v) for 2 hours, at temperature of 65C,
while demineralization was conducted using HCl 1 N (1 gram of sample: 15 mL of HCl) for 1 hour at room
temperature. Deasetilation was done by heating citin in NaOH with concentration of 30%, 40%, 50%, and 60%
b/v for 4 hours at temperature of 100C. Further, observation on the ability of resulted citosan as food
preservation was conducted. Chicken meat was choosen as sample to represent the abundance restaurants selling
these product.
It has been found that citosan from shrimp shell solid waste can be utilized as food preservation agent for
chicken meat without changing the taste and texture of the meat. The optimum condition is 45 minutes with
citosan concentration of 2% with deasetilation degree of 70,34%.

Keywords: citosan, shrimp shell solid waste, food preservation, fried chicken.

Abstrak
Industri pengolahan udang banyak menimbulkan hasil samping berupa limbah kulit udang yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Hal ini menyebabkan limbah kulit udang kurang memiliki nilai ekonomis
dibanding dengan mengolahnya menjadi kitin dan kitosan. Kitosan banyak digunakan di berbagai industri antara
lain sebagai bahan pengawet pengganti formalin. Bahan pengawet merupakan bahan tambahan makanan yang
dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai dengan
harapan konsumen. Kemampuan kitosan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan kitosan memiliki
polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan kitosan dengan variasi konsentrasi NaOH, sehingga akan
diperoleh variasi rendemen dan derajad deasetilasi. Kulit limbah udang mengalami proses deproteinasi dengan
larutan NaOH (3,5% b/v) selama dua jam pada suhu 65C dan proses demineralisasi dalam larutan HCl 1 N (1
gram sampel : 15 mL larutan HCl) selama satu jam pada suhu kamar. Proses deasetilasi dilakukan dengan
memanaskan kitin dalam larutan NaOH (30%, 40%, 50%, dan 60% b/v) selama 4 jam pada suhu 100C.
Selanjutnya dilakukan pengamatan pengaruh derajad deasetilasi terhadap kemampuan kitosan sebagai bahan
pengawet. Pengamatan ini dilakukan dengan mengaplikasikan kitosan dalam pengawetan daging ayam. Dipilih
daging ayam karena sekarang ini banyak sekali dibuat ayam goreng yang dijual dalam gerobak-gerobak di
pinggir jalan yang menggunakan bahan kimia berbahaya sebagai pengawetnya.
Kitosan yang berasal dari limbah kulit udang dapat digunakan sebagai bahan pengawet daging ayam, tanpa
mengubah rasa dan aroma khas daging ayam. Waktu perendaman terbaik adalah 45 menit pada kitosan 2%.
Sedangkan aplikasi kitosan sebagai bahan pengawet diperoleh kondisi terbaik pada derajad deasetilasi 70,34%.

Kata kunci: kitosan, limbah udang, pengawet makanan, ayam goreng

Pendahuluan dengan beberapa cara seperti udang beku, udang


kering, udang kaleng, dan lain-lain (Goligo,
Potensi perairan di Indonesia kaya dengan 2009).
berbagai jenis invertebrata misalnya udang. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Udang merupakan bahan makanan yang Kementerian Kelautan dan Perikanan,
mengandung protein (21%), lemak (0,2%), menargetkan produksi udang tahun 2013
vitamin A dan B1, dan mengandung mineral mencapai 608.000 ton, yang sebelumnya pada
seperti zat kapur dan fosfor. Udang dapat diolah tahun 2012 sebesar 457.000 ton (Kompas, 2013).
__________ Banyaknya produksi udang ini akan
* Alamat korespondensi: ratna_sh@politeknik-lpp.ac.id
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 8, No. 1, 2014 13

menghasilkan limbah yang banyak sekitar depigmentasi ini dapat dilakukan dengan
250.000 ton per tahunnya, mengingat hasil mengekstrak endapan hasil demineralisasi
samping produksi yang berupa kepala, kulit, dengan aceton dan dibleaching dengan 0,315
ekor, dan kaki sekitar 35%-50% dari berat awal. NaOCl* (w/v)* selama 5 menit pada suhu kamar.
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan Perbandingan solid:solven 1:10* (w/v)*
udang, pengalengan udang, dan pengolahan (Hargono dkk., 2008). Tahap ini dapat dilewati
kerupuk udang berkisar 30%-75% dari berat karena sangat dipengaruhi oleh jenis udang,
udang (Rekso, 2001). apabila produk yang dihasilkan pada tahap
Limbah udang ini dapat mencemari demineralisasi sudah mengalami penghilangan
lingkungan di sekitar pabrik sehingga perlu warna akibat dari proses pemisahan mineral oleh
dimanfaatkan. Berdasarkan berbagai penelitian HCl. Penghilangan warna ditunjukkan dengan
yang telah dilakukan limbah udang ini memiliki adanya perubahan warna dari merah oranye
potensi yang besar sebagai penghasil kitin mendekati warna putih. Untuk mengubah kitin
(Synowiecki dkk., 2003). Kitin dapat diisolasi menjadi kitosan, dilakukan deasetilasi (Emma
dan diubah menjadi kitosan melalui proses dkk., 2010).
deasetilasi (Cervera, 2004). Kitin dan kitosan Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan
banyak diaplikasikan dalam bidang industri dimaksudkan untuk memutus ikatan antara gugus
maupun kesehatan. Beberapa aplikasinya antara asetil dengan atom nitrogen, sehingga berubah
lain industri tekstil, fotografi, kedokteran, menjadi gugus amina(-NH2).
fungisida, kosmetik, pengolahan pangan dan
penanganan limbah.
Kitosan diperoleh dengan cara mengkonversi
kitin, sedangkan kitin dapat diperoleh dari kulit
udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam
tiga tahap, yaitu demineralisasi, deproteinasi, dan
depigmentasi. Sedangkan kitosan diperoleh
dengan deasetilasi kitin dengan larutan basa
konsentrasi tinggi. Deproteinasi menggunakan
basa dengan konsentrasi tinggi dan
Gambar 1. Mekanisme Reaksi Pembentukan Chitosan
demineralisasi menggunakan asam (Muminah, dari Chitin (Suhardi, 1993)
2008).
Tahap deproteinasi adalah proses Derajad deasetilasi kitosan ditentukan dengan
penghilangan protein yang terdapat pada limbah Fourier transform infrared spectroscopy (FTIR)
udang, yang mana kadar protein dalam udang dengan panjang gelombang 4000 cm-1 sampai
sekitar 21% dari bahan keringnya (Solomon, 600 cm-1. Derajad deasetilasi ditentukan dengan
1980). Makin kuat basa dan suhu yang digunakan metode base line yang dirumuskan oleh Baxter.
proses pemisahannya semakin efektif (Karmas, Derajad deasetilasi dihitung dari perbandingan
1982). Berdasarkan hasil penelitian yang telah antara absorbansi pada 1655 cm-1 dengan
dilakukan Emma dkk., kondisi optimum untuk absorbansi pada 3450 cm-1.
proses ini adalah dengan menggunakan larutan Pengukuran derajad deasetilasi berdasarkan
NaOH 3,5% (b/v) pada suhu 65C selama 2 jam kurva yang tergambar oleh spektofotometer.
dengan perbandingan 1 gram : 10 mL antara Puncak tertinggi (Po) dan puncak terendah (P)
serbuk udang dan volume larutan NaOH (Emma dicatat dan diukur dengan garis dasar yang
dkk., 2010). dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan
Tahap demineralisasi bertujuan untuk rumus:
menghilangkan senyawa anorganik yang terdapat
pada limbah udang, misalnya CaCO3 dan (1)
Ca2(PO)4. Kondisi optimum pada tahap ini Po : P adalah perbandingan absorbansi pada
dilakukan dengan menggunakan larutan HCl 1 N 1655 cm-1 dengan absorbansi 3450 cm-1 . Dengan
secara perlahan pada suhu kamar dengan mengukur absorbansi pada puncak yang
perbandingan 1 gram sampel : 15 mL larutan HCl berhubungan, nilai N-deasetilasi dapat dihitung
1 N selama satu jam (Emma dkk., 2010). dengan rumus:
Tahap depigmentasi, yaitu tahap penghilangan
warna terjadi setelah tahap demineralisasi. Hasil - - (2)
dari proses depigmentasi disebut kitin. Tahap
14 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 8, No. 1, 2014

dicuci dengan air demineralisasi dicuci


dengan air dikeringkan (terbentuk kitin)
deasetilasi dicuci dengan air dan dikeringkan
terbentuk kitosan.
Pada penelitian ini tidak melakukan proses
depigmentasi dikarenakan pada tahap
demineralisasi oleh HCl telah terjadi
penghilangan warna dari merah oranye menjadi
putih.

Pembuatan kitosan
Gambar 2. Spektra IR kitosan (Kimura 2001) - Deproteinasi
Pada tahap ini protein dari limbah udang
Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dipisahkan dengan cara memasukkan 100
dalam pengawetan makanan yaitu molekul gram sampel limbah udang kering yang sudah
kitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dibersihkan dan dihaluskan kedalam 1000 mL
dengan senyawa pada permukaan sel bakteri larutan NaOH 3,5% (b/v) dan dipanaskan
kemudian teradsorbsi membentuk semacam layer pada suhu 65C selama 2 jam sambil terus
(lapisan) yang menghambat saluran transportasi diaduk menggunakan pengaduk magnetik.
sel sehingga sel mengalami kekurangan substansi Selanjutnya campuran ini didinginkan dan
untuk berkembang dan mengakibatkan matinya disaring dengan penyaring kain/kertas. Residu
sel. Selain telah memenuhi standar secara yang telah disaring, dicuci dengan air sampai
mikrobiologi, ditinjau dari segi kimiawi juga netral kemudian dibilas dengan aquades.
aman karena dalam prosesnya kitosan cukup Residu netral yang merupakan kitin kasar,
dilarutkan dalam asam asetat encer (1%) hingga dikeringkan dalam oven dengan suhu 65oC
membentuk larutan kitosan homogen yang relatif selama 24 jam dan ditimbang.
aman (Wardaniati, 2009).
- Demineralisasi
Metode Penelitian Endapan hasil deproteinasi dimasukkan
Bahan ke dalam larutan HCl 1 N secara perlahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pada suhu kamar dengan perbandingan 1
penelitian ini adalah kulit udang, NaOH, HCl, gram sampel : 15 mL larutan HCl 1 N
Asam asetat, aquadest, daging ayam, tepung, dan selama 1 jam. Proses pengadukkan
minyak untuk menggoreng. dilakukan menggunakan pengadukan
magnetik. Hasil reaksi disaring dengan
Rangkaian alat penelitian menggunakan kain. Residu yang disaring
Keterangan gambar: dicuci dengan air sampai netral kemudian
1. Statif dan Klem
dibilas dengan menggunakan aquades.
2. Termometer Residu dikeringkan dalam oven 65C
3. Beaker Glass selama 24 jam dan ditimbang.
4. Magnetic Stirer dan
Pemanas
- Deasetilasi
Endapan hasil demineralisasi dimasuk-
Gambar 3. Rangkaian alat deproteinasi, demineralisasi,
dan deasetilasi kan ke dalam larutan NaOH 10% (b/v)
selama 4 jam pada suhu 100C dengan
Pelaksanaan Penelitian perbandingan 1:10 (b/v). Campuran
tersebut diaduk dengan menggunakan
Pelaksanaan penelitian ini meliputi dua
pengaduk magnetik. Hasilnya disaring
tahapan, yaitu pembuatan kitosan dari kulit udang
dan penerapan kitosan sebagai pengawet daging
menggunakan penyaring kain. Residu
ayam. yang merupakan kitosan, dicuci dengan
Secara garis besar pembuatan kitosan air sampai netral dan dibilas
meliputi: cangkang udang basah dicuci dan menggunakan aquades. Kitosan
dikeringkan diblender deproteinasi dikeringkan dalam oven dengan suhu 65C
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 8, No. 1, 2014 15

selama 24 jam. Langkah yang sama Hasil dan Pembahasan


dilakukan untuk larutan NaOH 20%, 30%, Proses sintesis kitosan diawali dengan proses
40%, 50%, dan 60% (b/v). isolasi kitin dari limbah udang. Proses isolasi
kitin dilakukan melalui dua tahap proses, yaitu
- Penentuan Derajad Deasetilasi proses deproteinasi dan demineralisasi. Pada
Derajad deasetilasi kitosan ditentukan kedua tahap ini, akan terjadi pengurangan massa.
dengan Fourier transform infrared Pengurangan massa pada proses deproteinasi
spectroscopy (FTIR) dengan panjang disebabkan karena adanya protein yang
gelombang 4000 cm-1 sampai 600 cm-1. terkandung dalam kulit udang sekitar 21% dari
bahan keringnya (Solomon dkk., 1980). Pada
Penerapan kitosan sebagai pengawet daging penelitian ini, diperoleh pengurangan protein
ayam sekitar 50 60%, hal ini sesuai dengan tujuan
Serbuk kitosan sebanyak 1; 1,5; 2; 2,5; 3 gram deproteinasi yaitu pengambilan protein.
masing-masing ditambahkan dalam 100 mL Kandungan protein ini sangat dipengaruhi oleh
larutan asam asetat 1%. Campuran diaduk selama jenis udang, tempat pengambilan udang, dan
1 jam lalu disaring. Daging ayam yang akan musim pengambilan udang.
digoreng, sebelumnya direndam kedalam larutan Demineralisasi adalah tahap pemisahan
kitosan dengan variabel waktu 15, 30, 45, dan 60 mineral yang bertujuan untuk menghilangkan
menit masing-masing dalam larutan yang senyawa anorganik yang terdapat pada limbah
terpisah. Campuran diaduk selama 1 jam lalu udang, dimana keberadaan senyawa ini berkisar
disaring. Kemudian ayam digoreng. Pengamatan antara 40 sampai 50% dari berat bahan keringnya
dilakukan setiap hari selama 5 hari berturut-turut. (Suhardi, 1993). Kandungan mineral utamanya
Cara ini dilakukan pada semua serbuk kitosan adalah CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dalam jumlah kecil.
yang memiliki derajad deasetilasi yang berbeda- Kadar garam tersebut dihilangkan dengan larutan
beda sehingga akan diketahui pengaruh derajad HCl. Reaksi yang terjadi pada tahap ini adalah:
deasetilasi kitosan terhadap kemampuannya
sebagai bahan pengawet makanan. CaCO3 + 2 HCl CaCl2 + H2CO3 (3)
H2CO3 CO2 + H2O (4)
- Uji organoleptik
Uji organoleptik ini menggunakan score Gelembung-gelembung CO2 yang dihasilkan
sheet organoleptik berdasarkan Standar pada proses demineralisasi merupakan indikator
Nasional Indonesia (SNI). Nilai score berkisar adanya reaksi antara HCl dengan garam mineral.
antara 1 dan 9, score 9 untuk hasil yang paling Sebagaimana protein, kandungan mineral dalam
baik dan score 1 untuk hasil yang paling jelek, kulit udang juga sangat tergantung pada jenis,
sedangkan nilai ambang batas penerimaan habitat dan musim pengambilan udang.
adalah pada score 5. Uji yang dilakukan Limbah udang yang digunakan pada
meliputi spesifikasi terhadap kenampakan penelitian ini diperoleh dari Pasar Kranggan
secara keseluruhan (appearance), bau (odor) Yogyakarta termasuk kedalam jenis udang
dan rasa (taste), kekenyalan (tekstur) dan jerbung (Penaeus merguiensis). Udang jerbung
warna (colour). disebut juga udang putih, berkulit tipis dan licin.
Setelah melewati tahap deproteinasi dan
- Analisa blangko pada daging ayam tanpa demineralisasi, kitin yang dihasilkan berwarna
kitosan putih sehingga tidak memerlukan proses
Sebagai pembanding, dilakukan uji depigmentasi. Kitin kemudian diproses lanjut
organoleptik terhadap daging ayam segar menjadi kitosan dengan proses deasetilasi. Pada
tanpa perendaman dengan kitosan. Daging penelitian ini, deasetilasi dilakukan dengan
ayam segar dibiarkan dalam udara terbuka mereaksikan kitin dan NaOH dengan variasi
selama beberapa hari. konsentrasi NaOH 30%, 40%, 50%, dan 60%.
Di samping itu juga dilakukan uji Kitosan yang dihasilkan pada setiap variable
organoleptik terhadap daging ayam yang konsentrasi NaOH dianalisis derajad
digoreng, namun tidak melalui tahap deasetilasinya (DD) dengan Fourier Transform
perendaman kitosan terlebih dahulu. Infra Red (FTIR).
16 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 8, No. 1, 2014

bau, dan lendir. Optimasi waktu perendaman


dilakukan pada daging ayam segar yang
dimasukkan kedalam larutan kitosan 1%, dengan
derajad deasetilasi 67,29% daging ini dibiarkan
dalam udara terbuka selama beberapa hari. Hal
ini untuk mengetahui waktu rendaman yang
paling optimal untuk merendam daging ayam
segar. Akan dipilih waktu rendaman yang dapat
menghasilkan daging ayam dengan waktu
ketahanan paling lama, tanpa mengubah aroma
khas daging ayam.

Tabel 2. Optimasi waktu rendaman (kitosan 1% pada


derajad deasetilasi 67,29%)
Gambar 3. Spektra IR kitosan pada konsentrasi NaOH
60% Waktu Pengamatan hari Hari Hari
Rendaman ke-1 ke-2 ke-3
Berdasarkan persamaan 1 dan 2, derajad 15 menit Warna 8 6 4
deasetilasi dapat dihitung dengan mengukur jarak Kekenyalan 8 6 4
antara garis dasar dengan garis singgung antara Bau 8 5 3
Rasa 8 5 2
dua puncak tertinggi pada panjang gelombang Lendir 8 5 2
1655 cm-1 dan 3450 cm-1. Pada gambar 3 30 menit Warna 8 7 6
ditunjukkan bahwa Po untuk panjang gelombang Kekenyalan 8 7 6
1655 cm-1 adalah panjang garis DF dan Po untuk Bau 8 6 3
panjang gelombang 3450 cm-1 adalah panjang Rasa 8 5 2
Lendir 8 5 2
garis AC. 45 menit Warna 9 7 6
Sedangkan P untuk panjang gelombang 1655 Kekenyalan 9 6 5
cm-1 adalah panjang garis DE dan P untuk Bau 8 6 5
panjang gelombang 3450 cm-1 adalah panjang Rasa 8 6 5
garis AB. Lendir 8 6 4
60 menit Warna 9
Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap derajad Kekenyalan 9
deasetilasi dapat dilihat pada Tabel 1. Semakin Bau 5
tinggi penambahan konsentrasi NaOH maka Rasa 8
harga derajad deasetilasi semakin naik. Hal ini Lendir 8
disebabkan semakin besar konsentrasi NaOH
maka jumlah gugus asetil yang hilang semakin Nilai score berkisar antara 1 dan 9, score 9
banyak. Pada penelitian ini proses deasetilasi untuk hasil yang paling baik dan score 1 untuk
berlangsung pada suhu 100C dengan hasil yang paling jelek, sedangkan nilai ambang
perbandingan kitosan : NaOH adalah 1:10 (b/v). batas penerimaan adalah pada score 5. Pada
Pada penambahan konsentrasi menjadi 60%, waktu perendaman 60 menit, aroma bau daging
kenaikan derajad deasetilasi tidak signifikan, ayam terpengaruhi aroma bau kitosan, dan
sehingga untuk selanjutnya percobaan digunakan baunya sanyat menyengat, sehingga diberi nilai 5
derajad deasetilasi pada konsentrasi NaOH 50%. karena terjadi perubahan aroma bau pada daging
ayam yang diujikan. Berdasarkan pengamatan
Tabel 1. Pengaruh variasi konsentrasi NaOH terhadap pada Tabel 2, dapat diambil kesimpulan untuk
derajad deasetilasi waktu perendaman terbaik adalah selama 45
% NaOH Derajad Deasetilasi menit.
30 35,52
40 47,51
Berdasarkan pengamatan yang disajikan pada
50 67,29 Tabel 2, dapat diambil kesimpulan bahwa waktu
60 70,34 perendaman terbaik pada 45 menit. Pada
pengamatan selanjutnya dilakukan untuk
Aplikasi kitosan sebagai bahan pengawet perendaman 45 menit.
makanan Sebagai pembanding dilakukan uji
Aplikasi kitosan sebagai bahan pengawet organoleptik pada daging ayam yang tidak
makanan diuji cobakan pada daging ayam segar. mengalami perendaman kitosan.
Dilakukan pengamatan mengenai warna, tekstur,
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 8, No. 1, 2014 17

Tabel 3. Analisa blangko pada daging ayam segar Pada saat penambahan kitosan 3%, ternyata
(pemotongan pada jam 05.00 pagi) aroma bau kitosan sangat menyengat yang
Pengamatan Jam Jam Jam Jam Setelah mempengaruhi aroma khas daging ayam segar,
08.00 12.00 16.00 20.00 24 jam
sehingga dipilih penambahan konsentrasi 2%
Warna 9 7 6 5 3 untuk percobaan selanjutnya.
Kekenyalan 9 7 6 4 2 Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
Bau 9 6 5 4 2
Rasa 9 7 5 4 2 NaOH pada proses deasetilasi terhadap daya
Lendir 9 7 5 4 2 simpan ayam goreng dilakukan percobaan pada
kondisi perendaman 45 menit dengan konsentrasi
Tabel 4. Analisa blangko pada daging ayam goreng penambahan kitosan 2%. Hal ini dilakukan untuk
Pengamatan Hari Hari Hari semua variasi derajad deasetilasi. Daging ayam
ke-1 ke-2 ke-3 segar yang sudah direndam, dilumuri tepung
Warna 8 6 4 berbumbu kemudian digoreng. Selanjutnya
Kekenyalan 8 6 4 dibiarkan dalam udara terbuka untuk diamati
Bau 8 5 3 perubahan fisiknya.
Rasa 8 5 2
Lendir 8 5 2
Pada ayam goreng yang direndam kitosan
selama 45 menit dalam kitosan 2% dengan
Hasil uji organoleptik terhadap daging ayam derajad deasetilasi 70,34 % dapat bertahan pada
segar yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan ambang kewajaran selama 7 hari dalam udara
bahwa pada jam ke-11 (jam 16.00) setelah terbuka.
pemotongan ayam, telah mengalami perubahan Pembusukan pada daging ditandai dengan
terhadap warna, kekenyalan, bau, rasa, dan semakin kecilnya angka hasil uji organoleptik.
lendir. Bahkan apabila ditinjau dari segi bau, Pembusukan merupakan gejala yang terlihat dari
rasa, dan lendir daging ayam sudah tidak layak aktivitas mikroorganisme dengan perubahan bau,
dikonsumsi. Hal ini disebabkan karena rasa atau penampilan daging yang menyimpang.
penurunan konsistensi otot daging, Pembusukan dapat dikatakan juga sebagai
penyimpangan bau, dan berair. kerusakan daging oleh kerja mikroorganisme
Tabel 4 menunjukkan analisa blangko untuk yang merusak struktur daging menjadi produk
ayam goreng yang digoreng tanpa perendaman yang sangat lunak dan berair. Daging merupakan
kitosan terlebih dahulu. Hasil uji organoleptiknya sumber makanan yang baik bagi mikroorganisme
sama dengan hasil uji organolpetik pada waktu untuk berkembang biak secara cepat dan
perendaman kitosan 15 menit yang disajikan mengakibatkan terjadi pembusukan dalam waktu
pada Tabel 2. Ayam goreng yang dibiarkan pada yang singkat. Hal ini dapat dilihat pada hasil
udara terbuka tidak layak dikonsumsi pada hari pengaatan Tabel 3, dimana pembusukan mulai
kedua. terjadi 11 jam setelah pemotongan hewan.
Semakin meningkatnya derajad deasetilasi
Tabel 5. Optimasi konsentrasi larutan kitosan (waktu menyebabkan semakin banyaknya gugus asetil
rendaman 45 menit pada derajad deasetilasi yang terlepas atau semakin banyaknya gugus
67,29%) aktif amida bebas (-NH2) yang terdapat dalam
Konsentrasi Pengamatan Hari Hari Hari molekul kitosan yang memberikan efek
kitosan ke-1 ke-2 ke-3 antimicrobial karena dapat membentuk polikation
1% Warna 9 7 6 yang memiliki afinitas yang kuat terhadap sel
Kekenyalan 9 6 5
Bau 8 6 5 bakteri (Rabea dkk., 2003)
Rasa 8 6 5 Faktor yang berpengaruh terhadap
Lendir 8 6 4 kemampuan kitosan sebagai pengawet makanan
2% Warna 9 8 7 adalah banyaknya gugus amina yang terkandung
Kekenyalan 9 8 7
Bau 8 7 6
dalam senyawa kitosan. Banyaknya gugus amin
Rasa 8 7 6 tergantung pada gugus asetil yang terambil.
Lendir 8 7 6 Banyaknya gugus asetil yang terambil disebut
3% Warna 9 sebagai derajad deasetilasi. Sehingga semakin
Kekenyalan 9 tinggi derajad deasetilasi maka kemampuan
Bau 5
Rasa 8
kitosan sebagai bahan pengawet makanan
Lendir 8 semakin bagus.
18 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 8, No. 1, 2014

Tabel 6. Hasil uji organoleptik pengaruh derajad deasetilasi terhadap daya simpan ayam goreng (waktu rendaman
45 menit dan konsentrasi kitosan 2%)
Derajad Pengamatan Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
Deasetilasi ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7
30,52 % Warna 9 9 8 6 5
kekenyalan 9 9 8 6 5
Bau 8 8 7 6 5
Rasa 8 7 7 5 4
Lendir 8 8 7 6 5
47,51 Warna 9 9 8 7 5
kekenyalan 9 9 8 6 5
Bau 8 8 8 6 5
Rasa 8 8 7 5 4
Lendir 8 8 7 5 5
67,29 % Warna 9 9 8 7 7 6 5
kekenyalan 9 9 8 7 7 6 5
Bau 8 8 8 7 6 5 4
Rasa 8 8 7 7 6 5 4
Lendir 8 8 7 7 6 5 4
70,34 % Warna 9 9 8 8 7 7 6
kekenyalan 9 9 8 8 7 7 6
Bau 8 8 8 7 7 6 5
Rasa 8 8 7 7 7 6 5
Lendir 8 8 7 7 7 6 5

Kesimpulan Daftar Pustaka


Kitosan yang berasal dari limbah udang dapat Cervera, 2004. Solid-state characterization derived
digunakan sebagai bahan pengawet daging ayam, from lobster chitin, Carbohydrate Polymers, 58,
tanpa mengubah rasa dan aroma khas daging 401-408.
ayam. Waktu perendaman terbaik adalah 45 Emma, S., Soeseno, N., Adiarto, T., 2010. Sintesis
Kitosan, Poli (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa),
menit pada kitosan 2%. Sedangkan aplikasi
Skala Pilot Project dari Limbah Udang sebagai
kitosan sebagai bahan pengawet diperoleh Bahan Baku Alternatif Pembuatan Biopolimer,
kondisi terbaik pada derajad deasetilasi 70,34%. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia.
Kitosan dapat diproduksi dalam industri Goligo, I., 2009. Subsektor Perikanan, Makasar: Bone.
rumah tangga karena prosesnya yang sederhana Hartati, F. K., 2002. Faktor-faktor Yang Berpengaruh
dan mudah dipelajari. Terhadap Deproteinasi Menggunakan Enzim
Protease Dalam Kitin Dari Cangkang Rajungan
Daftar Lambang (Portunus Pelagicus), Biosain, 2.
Karmas, E., 1982. Poultry and Seafood Technology,
Po = Jarak antara garis dasar dengan garis Noyes Data Corporation, USA.
singgung antara dua puncak tetinggi Khan, T. A., Peh, K. K., Ching, H. S., 2002. Reporting
dengan panjang gelombang 1655 cm-1 degree of deacetylation values of chitosan: the
atau 3450 cm-1. influence of analytical methods, J. Pharm.
P = Jarak antara garis dasar dengan Pharmaceut. Sci., 5 (3), 205-212.
Kimura I. Y., 2001. Adequacy of Isotherm
lembah terendah dengan panjang
Adsorption of Black 5 Reactive Dye for
gelombang 1655 cm-1 atau 3450 cm-1 Crosslinked Chitosan Microspheres, Brasil:
A1655 = Absorbansi pada panjang gelombang Santa Chatarina. Maringa, 23(6) : 1313-1317.
1655 cm-1 Lukita, B. M., 2013. Udang Digenjot Jadi Andalan
A3450 = Absoebansi pada panjang gelombang Ekspor. (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/
3450 cm-1 2013/01/09/20441149/Udang.Digenjot.jadi.Andala
1,33 = konstanta untuk derajad deasetilasi n.Ekspor).
yang sempurna Muminah, 2008. Aplikasi Kitosan Sebagai Koagulan
Untuk Penjernihan Air Keruh, Tesis, Program
Pascasarjana, ITB, Bandung.
Rabea, E. E., Badawy, M .E .T., Stevens, C. V.,
Smagghe, G., and Steurbout, W., 2003. Chitosan
as Antimicrobial Agent: Aplication and Mode of
Action, Biomacromolecules, 4, 1457-1465.
Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 8, No. 1, 2014 19

Rekso, G. T., 2001. Pemanfaatan Limbah Perikanan, Synowiecki, J., dan Al-Khateeb, N. A., 2003.
Jakarta: Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi Production, Properties, and Some New
(P3TIR), Badan Teknologi Nasional. Applications of Chitin and its Derivaties, Critical
Solomons, Graham T. W., 1980. Organic Chemistry, Reviews in Food Science and Nutrition, 43 (2),
2nd ed., John willey & Sons Inc., New York. 145-171.
Suhardi, 1993. Kitin dan Kitosan, Pusat Antar Wardaniati, R. A dan Sugiyani S., 2009. Pembuatan
Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Chitosan dari Kulit Udang dan Aplikasinya dalam
Mada, Yogyakarta. Pengawetan Bakso. Makalah Penilitian Online
(http://eprints.undip.ac.id/1718/1/makalah_peneliti
an_fix.pdf).

You might also like