You are on page 1of 9

MODEL PEMBELAJARAN NILAI DAN KARAKTER

BERBASIS NILAI-NILAI KEHIDUPAN DI SEKOLAH DASAR

Sadun Akbar
FIP Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang
E-mail: sadun_akbar@yahoo.com

Abstract: Value-based Model for the Teaching and Learning of Characters in Primary Schools. This
is a descriptive study on the teaching and learning process and problems in the teaching and learning of
characters and values in primary schools across East Java. On the basis of the study, the article presents
a draft of a (proposed) model for the teaching and learning of values in primary schools. The study was
conducted in 13 municipalities/regencies in East Java. The data were collected through questionnaires
and interviews. The results indicate that primary schools in East Java have carried out integrated, yet not
systemic, teaching and learning of characters and values. One of the salient problems is that life values
have not been comprehensively accommodated in the visions, missions, and objectives of the schools, as
well as regulations in the schools. The draft of the proposed model takes the form of reformulating
schools visions and their implications for the physical and social arrangements of the schools.

Abstrak: Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-nilai Kehidupan di Sekolah Dasar.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penyelenggaraan dan masalah-masalah pembelajaran
nilai dan karakter yang terjadi di SD Jawa Timur, serta menghasilkan draf awal model pendidikan nilai-
nilai kehidupan di SD. Penelitian deskriptif ini dilakukan pada 13 kota/kabupaten di Jawa Timur. Data
dikumpulkan dengan angket dan observasi, serta dianalisis secara deskriptif. Hasilnya adalah SD di Jawa
Timur sudah menjalankan pendidikan nilai dan karakter secara terintegrasi, namun penyelenggaraannya
belum dilakukan secara sistemik. Masalah yang dihadapi antara lain nilai-nilai kehidupan belum seluruhnya
terakomodasi dalam visi, misi, tujuan, dan berbagai tata tertib yang berlaku di sekolah. Draf awal model
pendidikannya berupa reformulasi visi sekolah dan implikasinya terhadap program penataan fisik dan
sosial.

Kata Kunci: pendidikan nilai , karakter, nilai kehidupan, penataan fisik, penataan sosial

Di antara masalah pendidikan nilai dan karakter di diri sebagai tenaga teknis, bukan tenaga pengembang.
SD adalah rasa tanggungjawab dan rasa memiliki Motivasi berprestasinya rendah. Mereka mengabaikan
fasilitas sekolah pada siswa relatif rendah, bahkan tugas pokok di sekolah, kurang bersyukur, dan daya
ada perilaku yang cenderung merusak fasilitas seko- pengabdiannya relatif rendah. Demokrasi sering disa-
lah. Masalah lainnya adalah kesantunan dalam bertin- lah artikan. Kinerja belum optimal. Semangat mem-
dak. Terdapat siswa dari kelas tinggi suka memaksa bina kegiatan ekstrakurikuler juga kurang optimal,
dan menekan adik kelasnya, misalnya meminta uang karena masalah penghargaan. Bahkan ada guru yang
dan mainan, melarang adik kelas melintas di depan dinilai oleh guru lain sebagai trouble maker, cende-
kelas kakak kelasnya, kurang membaur dengan siswa rung membela yang salah.
lain yang statusnya ekonominya lebih rendah, kirim- Dalam hal penataan fisik, banyak kelas terkesan
mengirim gambar porno, dan tidak disiplin. gersang. Bangunan gedung tampak bagus, tetapi
Tidak hanya siswa, guru juga bermasalah. Di bagian dalam dan luarnya terkesan gersang, karena
antara masalah karakter guru adalah overestimate miskin asessories, poster, kata-kata bijak, yang ber-
terhadap dirinya, merendahkan orang lain, dan menyi- nuansa pendidikan nilai dan karakter. Ukuran kantin,
kapi pembelajaran nilai dan karakter secara overcog- tempat parkir, musholla, ruang serbaguna dan perpus-
nitive pada rumpun mata pelajaran yang cenderung takaan sekolah yang terlalu kecil, sehingga potensial
afektif seperti Pendidikan Agama dan Pendidikan untuk melahirkan perilaku yang kurang tertib. Di
Kewarganegaraan. Banyak guru yang memposisikan tempat-tempat tertentu, meskipun sudah disediakan

46
Akbar, Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-nilai Kehidupan di Sekolah Dasar 47

tempat sampah, di sekitar tempat sampah itu masih milik siswa tertinggal di sekolah, tetapi mereka tidak
dijumpai sampah yang berceceran, diduga karena mencarinya. Rasa memiliki terhadap barang-barang
kebiasaan melempar sampah dari jauh. milik sendiri rendah.
Di sekolah tertentu, terdapat fasilitas sekolah, Secara umum banyak SD yang membiarkan
misalnya meja, kursi, dinding sekolah, kamar mandi situasi pendidikan berjalan secara alamiah, kurang
dan WC yang dicorat-coret. Aroma menyengat (pe- sengaja ditata ke arah pendidikan nilai dan karakter,
sing) di sekitar WC. Banyak fasilitas AC yang dirusak, baik penataan fisik (tata ruang, tata bangunan, tata
dijejali uang logam, paku, dan besi. Tangan-tangan pertamanan, tata perabotan, dan asesoriesnya); mau-
usil siswa suka merusak fasilitas sekolah. Perasaan pun penataan sosial yang menyangkut cara pergaulan
memiliki fasilitas sekolah rendah. Di sekolah tertentu antara guru-guru, guru-siswa, guru-kepala sekolah,
ditemukan beberapa slot-kancing pintu WC sekolah siswa-siswa, dan guru-orang tua, sehingga suasana
rusak. Ketika masalah ini ditanyakan kepada kepala psikologisnya juga kurang terbangun dengan visi
sekolah, ia mengatakan setiap slot pintu WC di- pendidikan nilai dan karakter.
pasang, ada saja siswa yang usil melepaskannya. Gejala di atas diduga, karena praktik pendidikan
Di sekitar sekolah banyak penjual menjajakan dan pembelajaran yang cenderung overcognitive.
jajanan dengan kualitas rendah. Jajanan berwarna- Ranah afektif dan psikomor seringkali juga terpele-
warni dengan zat pewarna kain, menggunakan vitsin set pada ranah kognitif. Bahkan, praktik pendidikan
yang berlebihan, dan saos dengan pewarna yang tidak masa lalu di negeri ini cenderung mengabaikan ranah
sehat. Cara menjajakan makanan terbuka. Makanan konasi (willingness). Oleh karena itu wajar saja kalau
mudah terkena debu dan kotoran. Sekolah mem- ada gejala yang tampak bahwa banyak orang yang
biarkannya, sehingga perilaku jajan siswa SD juga pandai tetapi perilakunya seperti orang bodoh. Me-
menjadi kurang baik. reka tahu, tetapi tidak mau melakukan apa yang dia
Di beberapa sekolah ada poster-poster yang ketahui. Aspek konasinya kurang terbangun.
bernada melarang untuk berbuat tidak baik, misal- Persoalan ini dapat juga dipandang sebagai ke-
nya dilarang membuang sampah sembarangan, di- gagalan pendidikan nilai dan karakter. Praktik pendi-
larang kencing sambil berdiri, dilarang merokok, dikan kurang mampu membentuk karakter peserta
dan dilarang terlambat masuk kelas. Tampaknya la- didiknya. Pendidikan moral Pancasila, pendidikan
rangan-larangan tersebut kurang diindahkan oleh agama, pendidikan budi pekerti, pendidikan akhlaq,
pihak-pihak yang dituju. dan lainnya ikut juga memberi andil terhadap kega-
Hubungan antara orang tua dengan guru kurang galan dalam membangun karakter bangsa ini, karena
berjalan dengan baik. Orang tua melakukan inter- praktik pendidikan tersebut cenderung sekedar transfer
vensi yang berlebihan, ketika sekolah menghadapi pengetahuan tentang moral, budi pekerti, akhlaq, dan
masalah. Pergunjingan antar orang tua tentang keku- etika yang juga overcognitive.
rangan-kekurangan yang terjadi di sekolah begitu Secara teoretik, pendidikan karakter yang dila-
cepat menyebar lewat ngerumpi, dari orang tua yang kukan dengan sekedar memberi pengetahuan tentang
satu ke orang tua yang lain. Guru ragu-ragu mem- watak baik akan menjadi kurang bermakna. Watak
beri tindakan kepada siswa ketika siswa melakukan akan terbangun melalui pengalaman belajar yang
kesalahan, karena guru-guru khawatir akan mengan- menyeimbangkan antara aspek knowing, feeling,
cam kelangsungan pekerjaannya di sekolah yang ber- dan acting.
akibat pada pemecatan dirinya. Menurut Lickona (1991), tujuan pendidikan
Ada sekolah yang sudah mempunyai visi, misi, dan pembelajaran nilai dan watak adalah membentuk
dan tujuan yang didalamnya bermuatan pendidikan watak baik yakni hidup dengan perilaku yang benar
nilai dan karakter, tetapi visi dan misi tersebut disusun dalam hubungannya dengan manusia, alam lingkung-
oleh kepala sekolah atau guru tertentu. Ia kurang an, dan dengan diri sendiri. Character consist of ope-
disosialisasikan dan dipahami oleh seluruh komunitas rative value, value in action.
SD, sehingga kurang ada komitmen untuk mewujud- Untuk pendidikan dan pembelajaran nilai dan
kan visi dan misi tersebut. karakter, Lickona (1991) menawarkan sebuah teori
Anak lupa mengenakan seragam sekolah. Buku komprehensif yang mengaitkan antara moral knowing,
tertinggal di rumah. Beberapa siswa tidak menger- moral feeling, dan moral action. Untuk pendidikan
jakan pekerjaan rumah, datang terlambat, kurang nilai dan karakter terdapat tiga sisi yang perlu se-
termotivasi, daya kompetisi yang rendah, terbiasa cara bersama-sama dan proporsional dikembangkan,
mengolok-olok teman di sekolah, dan memakai ba- yaitu: (1) pengetahuan moral (moral knowing) yakni
rang teman tanpa ijin. Di SD KPS Balikpapan dan pengetahuan/wawasan tentang baik-buruk, halal-ha-
SD Cendana Pekanbaru, ditemukan barang-barang ram, layak-tidak layak, dan syah-tidak syah; (2) perasa-
48 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2010, hlm. 46-54

an moral (moral feeling) seperti empati, sayang, cinta, bangga sebagai anggota komunitas sekolah, komu-
dengan cara merasakan kehidupan dalam suasana yang nitas moral di antara orang dewasa, dan menyedia-
bermoral; dan (3) tindakan moral (moral action). kan waktu yang cukup untuk mempedulikan nilai-
Watak baik itu ditentukan oleh knowing the good, nilai dan karakter yang berkembang di sekolah.
desiring the good, dan doing the good yakni kebiasaan Penghargaan pada karya dapat dilakukan dengan
berpikir positif, berprasangka baik, dan berbuat baik. mengorientasikan pada kualitas terbaik. Guru mem-
Moral knowing memiliki unsur-unsur kesadaran bangun etik sebaya tentang karya. Guru menciptakan
moral, pengetauan nilai moral, pengambilan keputus- kultur ekselen secara konsisten, dan memberi du-
an moral, dan pengetahuan diri. Moral feeling menca- kungan yang tinggi pada anak. Guru mengajarkan
kup rasa empati, percaya diri, cinta kebaikan, pengen- gaya-gaya yang berbeda sesuai bakat dan minat siswa,
dalian diri, dan rasa kemanusiawian. Sedangkan moral dan membantu siswa dalam berkarya.
action mencakup kemampuan melakukan, kemauan Teori lain yang dipandang relevan dengan pen-
melakukan, dan kebiasaan melakukan. didikan karakter adalah teori social-cognitive. Asumsi
Jika guru ingin membelajarkan nilai penghar- dasar teori social-cognitive mencakup (a) hakekat
gaan kepada orang lain dan tanggung jawab misalnya, proses belajar berada pada latar alamiah, dan (b) ada
maka guru harus menciptakan budaya moral positif hubungan antara orang yang belajar dengan ling-
di sekolah; menjadikan sekolah, orang tua, dan komu- kungan. Dalam latar alamiah, siswa meniru perilaku
nitas sebagai partner; dan mengimplementasikan yang bervariasi dan seperangkat perilaku yang abstrak
strategi pembelajaran nilai dan watak di ruang kelas. dari aktivitas beberapa model. Pengamat dapat meng-
Strategi yang dapat dikembangkan adalah (1) guru abstraksikan sejumlah informasi dari perilaku orang
sebagai model, penasehat, dan bersifat ngemong; (2) lain. Pengamat juga dapat mengambil keputusan
komunitas kelas yang bermoral; (3) penerapan disiplin tentang perilaku yang mana yang diadopsi dan di-
moral; (4) lingkungan kelas yang demokratis; (5) pem- lakukan. Dalam menjelaskan kaitan antara siswa
belajaran nilai melalui kurikulum; (6) pembelajaran dan lingkungan, keterkaitan tiga faktor, yakni peri-
kooperatif; (7) kebiasaan penghargaan pada karya; dan laku, lingkungan, dan perisiwa-peristiwa internal
(8) pembelajaran mengatasi masalah (Lickona, 1991). yang mempengaruhi persepsi dan tindakan sangat
Guru yang dijadikan model, penasehat, dan nge- menentukan. Tiga faktor tersebut mempunyai hubung-
mong berarti menghindari fovoritisme dan pensakralan an yang saling mempengaruhi. Pengaruh lingkungan
kepada seseorang. Guru memperlakukan siswa dengan pada perilaku dimediasi oleh berbagai faktor inter-
kedekatan, keterbukaan, perlakuan positif dan ban- nal dan personal. Secara khusus perilaku, kognitif,
tuan. Guru mengkombinasikan contoh-contoh baik dan faktor personal lain, serta pengaruh lingkungan
atau keteladanan secara langsung dengan diskusi semua beroperasi secara interaktif sebagai determinan
isu-isu moral. Guru mengajarkan nilai-nilai moral, antara yang satu dengan yang lain.
dan memberi nasehat kepada satu-persatu siswa. Di dalam latar alamiah, individu belajar peri-
Dalam penciptaan komunitas moral di kelas, laku baru melalui pengamatan pada model dan me-
guru membantu siswa untuk saling memahami, misal- lalui efek tindakannya sendiri. Unsur yang hadir pada
nya belajar secara berpasangan, mengadakan direktori tindakan belajar mencakup perilaku yang diperankan
kelas, sahabat pena, dan mengundi tempat duduk. oleh model. Faktor lingkungan yang memberi kontri-
Upaya ini dipakai untuk menghindari pengaruh ke- busi pada perolehan pengamat pada perilaku model
lompok (geng), mengurangi rasa benci, dan keplek dan proses internal pada siswa. Bandura menya-
tangan untuk berbagi keberhasilan. Guru mengajar- takan bahwa standar performansi seseorang,
kan siswa untuk menghormat orang lain, mengem- perasaan efikasi diri, dan sandi moral seseorang
bangkan empati, dan mengakhiri kekejaman. Guru berkembang melalui interaksi dengan model. Pada
mengembangkan kebiasaan untuk saling membantu kasus moralitas, orang tua biasanya menjadi model
dan menasehati. Guru membantu siswa untuk me- moral dan regulasi yang pada akhirnya diinternalisasi
numbuhkan rasa bangga sebagai anggota kelas dan oleh anak (Hergenhahn, 1982: 341).
tanggungjawab kelompok. Urutan langkah-langkah dalam belajar obser-
Dalam penciptaan budaya moral positif, guru vasional menurut teori social-cognitive digambar-
menerapkan kepemimpinan moral, yakni perilaku kan oleh Greedler (1992: 317) pada Gambar 1.
yang menggambarkan adanya satunya keyakinan Teori yang berpusat pada diri juga relevan
yang benar dalam hati dengan ucapan dan perbuatan. dengan pendidikan karakter. Para ahli fenomenologi
Kepemimpinan moral inilah yang akan melahirkan menempatkan persepsi atau penafsiran seseorang pada
kharisma dan kepercayaan dari orang lain. Guru suatu fenomena sebagai masalah sentral. Teori ini
menciptakan lingkungan sekolah yang disiplin, rasa menyatakan bahwa seseorang merepons dunia seperti
Akbar, Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-nilai Kehidupan di Sekolah Dasar 49

yang ia lihat, seperti yang ia persepsikan, seperti Pribadi utuh adalah orang yang sepenuhnya terbuka
yang ia tafsirkan (Cook, 1984). pada data yang dialami dalam dirinya dan data yang
Perilaku adalah fungsi dari ruang hidup. Ruang dialaminya dari luar.
hidup mencakup orang dan lingkungan. Pada orang Pembelajaran nilai dan watak pada dasarnya ada-
ada perceptual motor dan inner personal. Pada ling- lah proses fasilitasi yang diberikan oleh guru kepada
kungan ada bagian-bagian ruang hidup. Masing-ma- siswa agar terjadi internalisasi nilai-nilai kehidupan,
sing ruang hidup berhubungan dengan fakta pada otak sehingga melahirkan watak baik. Untuk mengembang-
individu. Semua perilaku ditentukan dan dihubungkan kan watak baik perlu dterapkan praktik pendidikan
dengan medan fenomenal. Untuk memahami sese- yang melandaskan pada teori yang relevan yakni: teori
orang, orang yang bersangkutan harus memahami komprehensif, konteks sosial, dan teori-teori yang ber-
medan fenomenal. Apa yang dilakukan orang secara pusat pada diri, yang berorientasi konstruktivistik. Teori
psikologis berhubungan dengan cara ia mengantisi- komprehensif menyatakan bahwa untuk membangun
pasi suatu peristiwa. Orang adalah agen yang kon- sebuah karakter ketiga sisi (moral knowing, moral
struktif, positif, dan tidak menjadi korban yang pasif. feeling, dan moral action) secara bersamaan hendak-
Pendidikan memperhatikan manusia sebagai subjek, nya sama-sama dikembangkan. Teori konteks sosial
karena dengan potensinya, manusia mempunyai daya- menyatakan bahwa perilaku seseorang itu ditentukan
daya untuk mengembangkan diri yang seterusnya oleh faktor personal dan lingkungan. Teori-teori yang
menjadi makhluk yang berkepribadian dan berwatak berpusat pada diri menyatakan bahwa seseorang meres-
(Barnadib, 1988:17). pons dunia seperti yang ia lihat, seperti yang ia persep-
Pendekatan fenomenal lebih memandang perila- sikan, seperti yang ia tafsirkan. Dan perilaku seseorang
ku manusia sangat dipengaruhi oleh medan fenomenal. sangat tergantung pada penafsiran mereka, teori ini
Teori fenomenal menekankan pada bagaimana sese- juga sesuai dengan teori konstruktivistik.
orang melihat diri sendiri, teori yang berpusat pada Inti dari pembelajaran nilai kehidupan adalah
diri, di mana kesadaran diri ditempatkan pada titik upaya internalisasi nilai-nilai kehidupan pada diri
sentral. Hall & Lindzey (1978) begitu yakin bahwa siswa (El Mubarok, 2008). Karena nilai-nilai itu akan
dalam diri setiap orang terdapat potensi-potensi untuk mengendalikan tindakan (value in action), pembelajar-
menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif. Ia membe- an nilai dan moral yang terpusat pada peserta didik,
rikan tekanan yang kuat pada pengalaman-pengalam- memberdayakan, dan yang konstruktivistik, atau pem-
an, perasaan-perasaan, dan nilai-nilai sang pribadi, serta belajaran yang mendidik dan bermakna, hendaknya
semua yang teringkas dalam kehidupan batin. Ada dua menjadi pilihan dalam pembelajaran nilai dan watak.
konstruk dalam teori Rogers, yaitu organisme dan diri. Model pembelajaran nilai dan karakter untuk
Organisme adalah lokus semua pengalaman-penga- SD berbasis pada pembelajaran nilai kehidupan ini
laman yang meliputi segala sesuatu yang secara po- lebih terfokus pada bagaimana mengembangkan
tensial terdapat pada kesadaran organisme pada setiap situasi pembelajaran nilai dan watak yang kondusif,
saat. Keseluruhan pengalaman ini merupakan medan yang di dalamnya mementingkan pengembangan pe-
fenomenal atau frame of reference dari individu yang ngetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral;
hanya dapat diketahui oleh orang itu sendiri. Bagai- penataan fisik dan sosial, dan pengembangan kesa-
mana orang bertingkah laku tergantung pada medan daran diri peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan.
fenomenal itu (kenyataan subjektif) dan bukan hanya Situasi pembelajaran tersebut mencakup situasi pem-
pada keadaan-keadaan perangsangnya dari luar saja. belajaran di dalam kelas maupun di luar kelas.

Behavior Model attended to Behavior coded and


enacted by the learner retained by the learner
by the model

Acquisition of the
symbolic code

Learner is capable of Observer motivation


Performance
performing the behavior to enact behavior

Gambar 1. Langkah-langkah dalam Belajar Observasional


50 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2010, hlm. 46-54

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Di sebagian besar SD di Jawa Timur, nilai-
penyelenggaraan pembelajaran nilai dan karakter di SD nilai yang tersirat dalam visi, misi, dan yang terkan-
di Jawa Timur, mendeskripsikan masalah-masalah dung dalam berbagai peraturan sekolah masih cende-
praktik pembelajaran nilai dan karakter yang terjadi rung menonjolkan nilai kedisiplinan (kepatuhan) dan
di SD Jawa Timur, dan menyusun draf awal model tanggungjawab yang tinggi dari siswa. Mereka belum
pendidikan nilai-nilai kehidupan di SD. menonjolkan nilai-nilai kehidupan yang lain yang
sama-sama penting, misalnya nilai penghargaan kepada
METODE orang lain, kerjasama, demokrasi, kecintaan, toleransi,
dan kedamaian. Tabel 1 menunjukkan variasi nilai
Untuk mencapai tujuan penelitian, penelitian yang termuat dalam visi, misi, dan tujuan sekolah.
dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif mau- Masalah lainnya, penyusunan tata tertib untuk
pun kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan siswa masih didominasi oleh kepala sekolah dan
teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi yang guru, dan kurang melibatkan siswa dan orang tua
terfokus 3 SD inti dan 3 SD imbas yang tersebar di siswa. Nilai yang sangat menonjol yang tertulis secara
2 SD di Kabutaten Blitar, 2 SD di Kabupaten Bo- jelas dalam tata tertib siswa adalah nilai tanggung
jonegoro, dan 2 SD di Kabupaten Sidoarjo. Data jawab dan kepatuhan pada peraturan dengan aturan-
juga dikumpulkan dengan angket terhadap 75 orang aturan yang didominasi oleh siswa harus... Demikian
guru dan kepala sekolah yang berasal dari 30 SD pula, tata tertib guru didominasi oleh tuntutan tang-
inti dan 45 SD imbas yang diperoleh melalui res- gung jawab dan kepatuhan pada peraturan. Sedikit
ponden aksidental yang tersebar di 13 kabupaten/kota sekali SD yang memiliki tata tertib bagi kepala sekolah
wilayah Jawa Timur. Data dianalisis secara deskriptif, yang disosialisasikan kepada siswa dan guru-guru.
baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Tata tertib bagi kepala sekolah lebih berisi deskripsi
tugas kepala sekolah dari atasannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ditemukan beberapa sekolah yang kurang me-
lakukan sosialisasi nilai-nilai dan karakter yang tercan-
Penelitian ini menemukan hal-hal sebagai tum dalam visi, misi, dan tujuan sekolah. Banyak di
berikut. Di sebagian besar SD di Jawa Timur belum antara warga sekolah di Jawa Timur yang kurang
secara khusus mengembangkan pendidikan nilai dan memahami nilai-nilai yang dikembangkan dalam
karakter secara sistemik (belum ada grand desain pendidikan nilai dan karakter, karena kepala seko-
pendidikan nilai dan karakter, penataan fisik yang lah dan guru kurang mengadakan sosialisasi visi
bernuansa pendidikan nilai dan karakter, dan pena- dan misi sekolah. Warga sekolah kurang hafal visi
taan hubungan sosial antar warga besar sekolah). dan misi sekolah. Warga sekolah cenderung meng-
Pendidikan nilai dan karakter dilaksanakan secara anggap peraturan dan tata tertib yang disusun oleh
terintegrasi, namun kurang direncanakan, dikembang- atasan lebih penting untuk dilaksanakan dari pada
kan, dan dilaksanakan dengan baik. visi dan misi sekolah.

Tabel 1. Nilai-nilai Kehidupan dalam Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah


Kota/Kabupaten
Nilai Kehidupan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1. Kedamaian 70 80 100 0 40 67 50 19 0 0 100 50 18,8
2. Penghargaan dan toleransi 50 90 80 10 60 67 67 44 0 0 0 66,7 43,8
3. Kecintaan 40 50 40 0 80 50 33 13 0 0 0 33,3 12,5
4. Tanggung jawab 90 100 80 20 80 83 83 81 100 50 100 83,3 81,3
5. Kerjasama dan tolong menolong 70 70 70 10 60 67 83 56 0 0 0 83,3 56,3
6. Penghargaan kepada orang lain 10 40 20 0 40 67 67 63 0 0 0 66,7 6,3
7. Kepatuhan pada aturan 10 80 40 0 80 67 67 63 0 0 0 66,7 62,5
8. Demokrasi 40 60 20 0 80 50 83 31 0 0 0 83,3 31,3
9. Tidak ada nilai2 di atas yang ter- 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
cantum
Jumlah 380 570 450 40 520 518 533 370 100 50 200 533,3 312,8

Keterangan: (1) Bojonegoro, (2) Sidoarjo, (3) Blitar, (4) Ponorogo, (5) Pasuruan, (6) Surabaya, (7) Jombang, (8) Sampang,
(9) Mojokerto, (10) Tulungagung, (11) Jember, (12) Nganjuk, dan (13) Malang.
Akbar, Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-nilai Kehidupan di Sekolah Dasar 51

Komitmen warga sekolah dalam mewujudkan tidak hanya memahaminya tetapi juga perlu mem-
nilai-nilai kehidupan cenderung rendah. Di beberapa bangun komitmen bersama untuk mencapainya. Orang
SD Jawa Timur kurang penegakan tata tertib siswa, bijak menyatakan jika Anda berjalan tanpa tujuan
karena sekolah kurang memiliki komitmen untuk yang jelas, maka Anda akan sampai di tempat lain.
menegakkan tata tertib siswa, kurangnya kesadaran Penyelenggaraan pendidikan nilai dan karakter
siswa, dan kepala sekolah dan guru khawatir terhadap seharusnya dibangun berdasarkan teori pendidikan
protes orang tua siswa. nilai dan karakter. Tidak sedikit sekolah yang cende-
Kandungan nilai-nilai kehidupan pada tata tertib rung melaksanakan pendidikan nilai dan karakter,
siswa sebagai berikut. Nilai kepatuhan terhadap aturan misalnya melalui pendidikan agama, kewarganega-
lebih ditonjolkan dalam tata tertib siswa (86,19%). raan, akhlaq, dan budipekerti namun masih cende-
Peringkat berrikutnya adalah nilai tanggung jawab rung bersifat kognitivistik. Praktik pendidikan nilai
(80,02%). Nilai kerjasama dan tolong menolong dan karakter di sekolah banyak yang terpeleset menjadi
62,32%. Kandungan nilai penghargaan dan toleransi pendidikan yang overcognitivistik. Padahal, mestinya
hanya 36,07%, nilai kecintaan 36,07%, nilai ke- tidak demikian. Dalam teori pembelajaran nilai dan
damaian 29,74%, nilai penghargaan kepada orang karakter yang dikemukakan Lickona (1991) misalnya,
lain 22,37%, dan nilai demokrasi 16,47%. Untuk untuk mengembangkan nilai dan karakter seseorang
memotivasi siswa supaya senantiasa berperilaku sesuai perlu pengembangan secara seimbang antara moral
dengan nilai-nilai kehidupan, sekolah memberikan knowing, moral feeling, dan moral action. Siswa di
penghargaan bagi siswa yang menunjukkan perilaku samping perlu dikembangkan pengetahuan dan wa-
yang sangat baik. Bentuk penghargaan itu adalah wasannya tentang baik-buruk, khalal-kharam, mana
dengan memberikan alat-alat sekolah, buku, pujian yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
di dalam kelas atau saat upacara bendera pada hari dilakukan, perasaan dan kesadarannya perlu diper-
Senin, tepuk tangan, ditunjukkan kepada siswa lain- tajam dengan aktifitas pembelajaran yang menyentuh
nya, piagam, atau nilai yang bagus. hati, juga perlu dibiasakan melakukan praktik-praktik
Di SD Jawa Timur terdapat juga masalah- kehidupan yang bermoral secara nyata di lingkungan
masalah perilaku warganya. Masih banyak perilaku sekolah.
siswa yang kurang sesuai dengan nilai-nilai kehidup- Ditemukan fakta bahwa masih adanya kurang
an. Masih ditemukan perilaku guru yang kurang perhatian dari pihak sekolah untuk menata lingkungan
terpuji, sesuai dengan nilai-nilai kehidupan. Program- fisik dan sosial yang bermakna untuk pendidikan nilai
program pembelajaran nilai dan karakter di SD belum dan karakter di sekolah. Fakta itu adalah masih
terencanakan dengan baik. Pelanggaran hanya dinilai ditemukan WC sekolah yang aromanya menyengat
dengan poin-poin pelanggaran. Hukuman-hukuman pesing, sampah yang berceceran di sembarang tem-
fisik yang kurang mendidik masih ditemukan di be- pat, tempat sampah yang kurang disiapkan di tempat-
berapa sekolah. tempat yang mudah dijangkau, penempelan poster-
Temuan penelitian menunjukkan bahwa penye- poster yang bermakna pendidikan nilai dan moral
lenggaraan pendidikan nilai dan karakter di sekolah yang sangat minim, lantai yang kotor, dan corat-coret
belum dikelola dan dilaksanakan secara sistemik. dengan kata-kata yang kurang terpuji di tembok,
Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan pe- meja dan kursi. Fakta penataan fisik yang kurang
mahaman pihak sekolah terhadap pelaksanaan pen- diperhatikan tersebut, menurut peneliti perlu diper-
didikan nilai dan moral yang seharusnya. Pelaksanaan baiki, karena tidak hanya agar ada bedanya dengan
pendidikan nilai dan karakter di SD memang dilaksa- keadaan fisik di pasar dan terminal-terminal bus, tetapi
nakan secara terintegrasi, tetapi kurang terprogram yang lebih penting adalah agar lebih bermakna pen-
dengan baik. Penyelenggaraan pendidikan nilai dan didikan dan lingkungan fisik tersebut dapat men-
karakter kurang dilakukan sesuai dengan landasan didik nilai dan moral bagi siswa SD.
teoretiknya. Menurut teori medan, seseorang hidup dalam se-
Menurut peneliti, pendidikan nilai dan karakter, buah ruang hidup. Dalam ruang hidup terdapat feno-
meskipun dilaksanakan secara terintegrasi seharus- mena yang teramati, dan dari fenomena yang teramati
nya penyelenggaraan pendidikan nilai dan karakter itulah akan hadir fenomena yang terhayati, dan dari
hendaknya direncanakan dan dilaksanakan secara penghayatan itu akan terbangun persepsi, dan dari
sistemik. Nilai-nilai yang ingin dikembangkan hen- persepsi itulah akan menentukan perilaku. Perlu dike-
daknya secara eksplisit ataupun implisit tampak dalam mukakan di sini bahwa, masalah pendidikan nilai
visi, misi dan tujuan sekolah. Visi, misi, dan tujuan dan karakter adalah masalah perilaku. Pendidikan dan
pendidikan nilai dan karakter seharusnya juga di- pembelajaran juga merupakan upaya untuk mengem-
pahami oleh seluruh warga sekolah. Warga sekolah bangkan dan mengubah perilaku. Mengacu kepada
52 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2010, hlm. 46-54

teori medan ini, hakekat pendidikan adalah dialog. rut Sergiovani (1992) ditandai dengan satunya nilai-
Siswa akan berdialog dengan meja dan kursi, berdialog nilai yang diyakini dengan ucapan dan perbuatan.
dengan tata ruang, berdialog dengan tata perabotan. Satunya nilai, ucapan, dan perbuatan ini tercermin
Mereka berdialog juga dengan poster dan berbagai dalam perilaku yang berlandaskan nilai-nilai, ucapan
asesoris yang ada di dalam ruang kelas, entah nama- dan perbuatan yang konsisten. Dengan kepemim-
nya gambar pahlawan, kata-kata bijak, kutipan ayat- pinan moral inilah yang akan melahirkan kharisma.
ayat suci dari agama-agama. Mereka berdialog dengan Jika kepala sekolah, guru, dan siswa-siswa senior
lantai, berdialog dengan aroma kamar mandi dan mempunyai kharisma yang tinggi, maka keberhasilan
WC sekolah. Dalam konteks pendidikan, siswa ber- pendidikan nilai dan moral diperkirakan akan ber-
dialog juga dengan cara guru berpakaian, berdialog hasil dengan gemilang.
dengan kata-kata yang dilontarkan oleh guru, ber- Temuan penelitian menunjukkan bahwa tata-
dialog dengan cara-cara guru memperlakukan siswa, tertib sekolah, cenderung lebih mengatur kewajiban
berdialog dengan suasana kehidupan sosial yang ter- dan tanggungjawab siswa dari pada pemenuhan hak-
jadi di sekolah. Oleh karena itu suasana kehidupan hak siswa. Mestinya antara tanggungjawab dengan
sosial yang bermoral perlu dikembangkan dan di- hak diberi porsi yang seimbang. Banyak ditemukan
bangun di sekolah. Penelitian Mappiasse (2006) kata-kata yang mendominasi dalam tata-tertib seko-
menunjukkan bahwa iklim pendidikan kewargane- lah adalah kata-kata yang bernada mewajibkan,
garaan yang demokratis berpengaruh secara signifikan mengharuskan, dan melarang siswa untuk berbuat
terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam me- atau tidak berbuat sesuatu. Artinya, dalam pemilihan
mahami konsep kewarganegaraan dan lebih teram- kata-kata dalam tata tertib sekolah kurang dipilih
pil dalam menginterpretasikannya. kata-kata yang lebih mengundang kesadaran diri.
Agar siswa mengalami hidup dalam suasana Kata-kata dilarang membuang sampah sembarangan
kehidupan yang bermoral, praktik kehidupan sosial misalnya, mestinya dapat diperhalus dengan kata-
di sekolah yang seperti itu, tidak hanya sesuai dengan kata yang lebih bisa menumbuhkan kesadaran diri
teori medan, tetapi juga sesuai dengan teori konteks seperti simpanlah sampah di tempat sampah ini.
sosial. Perilaku seseorang itu sangat ditentukan baik Penataan situasi fisik dan sosial di sekolah perlu di-
faktor personal maupun lingkungan. Dengan demikian, bangun.
dalam upaya mengembangkan pendidikan nilai dan Penyusunan berbagai macam tata-tertib di seko-
karakter di sekolah, pola kehidupan sosial di sekolah lah yang masih didominasi oleh kepala sekolah dan
perlu dibangun. Hubungan-hubungan sosial antara guru adalah merupakan praktik penyusunan yang
siswa-siswa, guru-siswa, guru-guru, dan guru-kepala kurang sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan
sekolah, siswa-kepala sekolah perlu dibangun dengan nilai dan moral. Secara teoretik dinyatakan bahwa orang-
dengan baik. orang yang diatur akan dapat mematuhi aturan-aturan
Pentingnya membangun kultur kehidupan se- yang mengatur dirinya jika mereka dilibatkan dalam
kolah yang kondusif untuk pendidikan nilai dan proses penyusunan aturan itu. Oleh karena itu, ideal-
karakter ini juga sesuai dengan firman Allah dalam nya tata-tertib sekolah hendaknya disusun bersama
surat Al-Araf 58 Dan tanah yang baik tanaman- antara siswa, guru, kepala sekolah, dan orang tua
tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah, dan siswa. Dengan melibatkan semuanya, aspirasi akan
tanah yang tidak subur tanam-tanamannya tumbuh terserap semua, sehingga sangat potensial tata tertib
merana. Substansi isi ayat ini, dapat dijadikan sebuah yang diberlakukan dapat dipatuhi oleh semuanya.
analogi, pendidikan nilai dan karakter juga memer- Karena tata-tertib sekolah masih didominasi kepala
lukan situasi pendidikan nilai dan karakter yang kon- sekolah dan guru dalam proses penyusunannya, pan-
dusif dapat mengembangkan nilai dan karakter yang tas saja di antara orang-orang yang diatur kurang me-
baik. matuhi tata-tertib itu.
Persoalan keteladanan juga menjadi masalah Hukuman-hukuman yang mendasarkan pada
yang sangat mendasar dalam praktik pendidikan nilai jumlah poin kesalahan, ada kalanya bisa menimbul-
dan karakter. Suasana pembelajaran nilai dan karakter kan dilemma. Misalnya, jika siswa melakukan satu
akan sangat kondusif bila di tengah-tengah kehidupan kali merokok poin, maka kesalahannya sama dengan
sekolah; guru-guru, kepala sekolah, siswa-siswa senior, 10; kemudian jika siswa melakukan pelecehan seksual,
orang tua, dan berbagai pihak yang terlibat di dalam- maka jumlah poin kesalahannya 50. Persoalannya
nya patut di teladani. Banyak contoh pendidikan adalah samakah nilainya antara merokok lima kali
nilai dan karakter yang berhasil karena kepala se- merokok dengan satu kali pelecehan seksual? Oleh
kolah, guru, siswa dan semua pihak menjalankan ke- karena itu, perlu diterapkan hukuman-hukuman yang
pemimpinan moral. Kepemimpinan moral itu, menu- dapat menumbuhkan rasa kesadaran diri. Hukuman-
Akbar, Model Pembelajaran Nilai dan Karakter Berbasis Nilai-nilai Kehidupan di Sekolah Dasar 53

hukuman yang edukatif secara kelompok juga cukup memberi maaf, jujur dalam segala tindakan dan per-
baik untuk menumbuhkan kesadaran kelompok. kataan, antri, menghargai hasil karya, datang dan pu-
Artinya, hukuman-hukuman yang baik adalah hu- lang tepat waktu, hidup sederhana, santun dalam
kuman yang dapat menumbuhkan kesadaran diri, berbicara, memungut dan meletakkan sampah pada
dan bentuk-bentuk hukumannya disesuaikan dengan tempatnya, saling membantu dalam kebaikan, mende-
nilai-nilai apa yang sedang dikembangkan. ngarkan orang yang sedang berbicara, memberi
Berbagai macam perilaku yang kurang terpuji, salam, dan berperilaku santun dan murah senyum.
baik yang dilakukan oleh siswa, guru, kepala sekolah,
tenaga administratif sekolah, dan orang tua dapat SIMPULAN
dikurangi jika sekolah mengembangkan rancangan
pendidikan nilai dan karakter secara sistemik, disosiali- SD di Jawa Timur sudah menjalankan pen-
sasikan, dan dibangun kesepakatan bagi semua pihak didikan nilai dan moral secara terintegrasi pada
yang terlibat. Rancangan ini diyakini akan dapat berbagai mata pelajaran dan praktik kehidupan di
mengurangi berbagai tindak perilaku yang kurang sekolah. Namun demikian, penyelenggaraan pendi-
terpuji. dikan nilai dan karakter tersebut belum dilakukan
Draf awal model pendidikan nilai-nilai kehi- secara sistemik, terprogram secara khusus, dan masih
dupan di SD dirancang sebagai berikut. Visi sekolah belum optimal sesuai prinsip-prinsip pendidikan
adalah menjadikan warga sekolah yang tumbuh nilai dan karakter. Hampir diseluruh SD yang diteliti
pada dirinya nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam tidak mempunyai grand desain pendidikan nilai dan
kehidupan. Misinya untuk membangun kultur ke- karakter yang disengaja, dan tata-tertib sekolah disu-
hidupan sekolah yang kondusif untuk pertumbuhan sun secara sepihak. Visi, misi, dan tujuan pendidikan
nilai-nilai kehidupan melalui penataan fisik, sosial, nilai kurang jelas, kurang disosialisasikan kepada
dan psikologis kehidupan sekolah; melaksanakan seluruh sekolah, dan kurang adanya komitmen yang
program-program kegiatan pembelajaran nilai dan kuat untuk mewujudkannya.
karakter berbasis nilai-nilai kehidupan; dan menye- Basis nilai-nilai kehidupan yang ditawarkan
lenggarakan praktik pembelajaran nilai dan karakter dalam penelitian ini belum seluruhnya terakomo-
berbasis nilai-nilai kehidupan di kelas. Tujuan sekolah dasi dalam pendidikan nilai dan moral di SD Jawa
adalah terinternalisasikannya nilai kerjasama, kesetia- Timur. Nilai-nilai yang mendominasi dalam praktik
kawanan, kedamaian, penghargaan, kepatuhan, de- pendidikan nilai dan karakter di SD Jawa Timur
mokrasi, dan kebersihan pada warga sekolah. Visi, adalah nilai tanggungjawab, kedisiplinan, dan ke-
misi, dan tujuan sekolah diwujudkan dengan program patuhan pada peraturan. Nilai-nilai yang lain belum
kerja sekolah. dikembangkan secara optimal.
Program kerja sekolah seharusnya meliputi Masalah-masalah praktik pendidikan nilai dan
penataan situasi fisik, penataan situasi sosial, pem- karakter yang ditemukan dalam penelitian ini adalah:
biasaan, kegiatan rutin, dan kegiatan keteladanan. (a) pembelajaran nilai dan karakter belum dibangun
Penataan situasi fisik sekolah meliputi pembuatan secara sistemik sesuai prinsip-prinsip pendidikan
dan pemajangan poster kata-kata bijak yang terfo- nilai dan karakter, (b) nilai-nilai kehidupan men-
kus pada nilai-nilai kehidupan melalui perlombaan, dasar yang ditawarkan dalam penelitian ini belum
penyediaan sarana-prasarana penunjang untuk pen- seluruhnya terakomodasi dalam visi, misi, tujuan,
didikan nilai dan karakter, dan perlombaan pena- dan dalam berbagai tata tertib yang berlaku di seko-
taan ruang kelas yang berorientasi pada nilai-nilai lah; (d) visi, misi, dan tujuan pendidikan nilai dan
kehidupan. Penataan situasi sosial kehidupan sekolah karakter kurang tersosialisasikan, komitmen yang
meliputi penyusunan tata tertib untuk siswa; penyu- rendah, dan kurang dilaksanakan secara optimal; (e)
sunan tata-tertib untuk guru, tenaga administratif, dan berbagai tatanan yang diciptakan untuk menunjang
kepala sekolah; penyusunan tata-hubungan sekolah pelaksanaan pendidikan nilai dan karakter di sekolah
dengan orang tua siswa; dan pemilihan siswa berka- masih didominasi oleh guru dan kepala sekolah, dan
rakter berbasis nilai-nilai kehidupan. Program pem- belum banyak melibatkan siswa dan orang tua siswa;
biasaan menyangkut pengembangan program kegiatan serta cendrung menuntut kewajiban dan tanggung
rutin, insidental, dan keteladanan. Kegiatan rutin terdiri jawab dan kurang memperhatikan hak pihak-pihak
dari berdoa pada awal dan akhir kegiatan, menja- yang terkait; (f) berbagai tatanan tersebut kurang dite-
lankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing gakkan secara optimal; (g) masih banyak perilaku siswa,
siswa, piket harian, periksa kebersihan tubuh, dan guru, dan kepala sekolah yang kurang sesuai dengan
berbaris antri sebelum masuk kelas. Kegiatan kete- nilai-nilai kehidupan ideal; (h) di berbagai sekolah
ladanan misalnya saling menjenguk, meminta dan belum begitu banyak yang menerapkan hukuman
54 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2010, hlm. 46-54

berdasarkan kedasaran diri dan kesadaran kelompok atas aspek grand desain pembelajaran nilai dan karakter
berbagai pelanggaran aturan sekolah; dan (i) praktik- di SD; perumusan kembali visi, misi, dan tujuan sekolah
praktik pembelajaran nilai moral di kelas juga belum sehingga sesuai dengan pendidikan nilai dan karakter;
dilaksanakan secara optimal sesuai prinsip-prinsip pen- penataan situasi fisik untuk pendidikan nilai dan ka-
didikan nilai dan moral. rakter di SD; penataan kehidupan sosial di SD untuk
Berdasarkan kesimpulan di atas, perlu dikem- pendidikan nilai dan karakter di SD; penyempurnaan
bangkan draf model pembelajaran nilai dan karakter tata-tertib bagi siswa, guru, kepala sekolah, orang
di SD yang sistemik dengan dukungan berbagai ta- tua siswa, dan tenaga administratif untuk pembela-
tanan dan perangkat pendidikan nilai dan karakter jaran nilai dan karakter; dan program-program kegiatan
di SD. Spesifikasi model pembelajaran nilai dan untuk pembelajaran nilai dan karakter.
karakter di SD ini setidak-tidaknya mencakup aspek-

DAFTAR RUJUKAN

Barnadib, I. 1988. Ke Arah Perspektif Baru Pendidikan. Hegenhahn, B.R. 1982. An Introduction: Theories of Learn-
Jakarta: Ditjen Dikti-PPLPTK. ing. London: Prentice Hall, Inc.
Cook, M. 1984. Levels of Personality. New York: Preager Lickona, T., 1991. Educating for Character. New York:
Publisher. Bantam Books.
El Mubarok, Z. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai; Mappiasse, S. 2006. Influence of the Democratic Climate
Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang of Classrooms on Student Civic Learning. Jurnal
Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Ilmu Pendidikan, 13 (3): 182-195.
Penerbit Alfabeta. Sergiovanni, T.J. 1992. Moral Leadership: Getting to the
Greedler, M. E. 1992. Learning and Instruction Theory into Hearth of School Improvement. San Farancisco:
Practice. New York: Maxmillan Publishing Company. Jossey-Bass Publisher.
Hall, C.S. & Lindzey, G. 1978. Theories of Personality.
New York: John Willey Son.

You might also like