You are on page 1of 7

KUALITAS ASAP CAIR KULIT BUAH KAKAO DARI BERBAGAI

KONDISI PIROLISIS
Quality of Cocoa Pod Husk Liquid Smoke on Various Pyrolysis
Condition
Justus Elisa Loppies, Daniel Fajar Puspita dan Rahmad Wahyudi
e-mail: justusloppies@gmail.com
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Prof. Dr. Abdurahman Basalama No. 28, Makassar

ABSTRACT. A side from considered as waste which have broad impact on the environment, the
cocoa pod husk also has different properties and composition compared to other materials, so it is
necessary to study it as raw material for the production of liquid smoke. The quality of liquid
smoke is determined by the main component of raw materials, pyrolysis technique and refining
method (decomposition, oxidation, polymerization, and condensation). The aims of this study
was to determine the quality and optimum condition process of the liquid smoke production of
cocoa husk pod on various pyrolisis conditions. The methods used to obtain the liquid smoke were
carbonization (pyrolysis) and condensation on various of temperatrures and times. The determining
parameters of the liquid smoke quality were; phenol, pH, total acid (as acetic acid), benzo (a)
pyrene. The results showed that the quality liquid smoke with good quality was obtained after
pyrolysis at a temperature of 250 0C for 3 h, in which 75-80 ml of the liquid smoke was produced
from 4-5 kg of cocoa pod husk. The pyrolysis process at a temperature of 200-300 0C with a time
of 1-3 hours may affect phenol content, pH and total acid value of the liquid smoke. Generaly, the
optimum value of phenol and total acid was obtained from the pyrolysis at the temperatures of
250 0C with a time of three hours. The liquid smoke obtained showed that there was no trace of
benzo(a)pirene which is carcinogenic compounds but still contain some of water and the remains of
carbon. Therefor, it is required to refine the liquid smoke to get the better quality liquid smoke.
Keywords: quality, liquid smoke, cocoa pod husk, pyrolysis

RINGKASAN. Disamping sebagai limbah yang berdampak luas pada lingkungan, kulit buah
kakao juga memiliki sifat dan kandungan bahan penyusun yang berbeda dengan bahan lain,
sehingga perlu dikaji sebagai bahan baku untuk pembuatan asap cair. Kualitas asap cair
ditentukan oleh komponen utama penyusun bahan baku yang akan dipirolisis, teknik pirolisis dan
teknik pemurnian (dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi). Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan kualitas dan kondisi optimum produksi asap cair dari kulit buah kakao pada
berbagai kondisi pirolisis. Metode yang digunakan untuk mendapatkan asap cair adalah karbonisasi
(pirolisis) dan kondensasi pada berbagai suhu dan waktu. Parameter penentu kualitas asap cair
meliputi; fenol, pH, total asam (sebagai asam asetat), benzo(a)piren. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa asap cair dengan kualitas baik diperoleh setelah pirolisis pada suhu 250 0C selama 3 jam
dimana 75-80 ml asap cair diperoleh dari 4 - 5 kg bahan baku kulit buah kakao. Pirolisis pada suhu
200 – 300 0C dengan waktu 1 – 3 jam mempengaruhi nilai phenol, pH dan total asam asap cair.
Secara umum nilai phenol dan total asam optimum diperoleh dari hasil pirolisis pada suhu 250 0C
dengan waktu 3 jam. Asap cair yang diperoleh tidak mengandung beno(a)pirene yaitu senyawa
yang bersifat karsinogenik tetapi masih mengandung sejumlah air dan sisa-sisa karbon sehingga
perlu pemurnian untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik.
Kata kunci : kualitas, asap cair, kulit buah kakao, pirolisis
PENDAHULUAN akan mengalami pirolisis selama pembakaran
Kulit buah kakao merupakan limbah hasil dan menghasilkan berbagai macam senyawa
pasca panen pengolahan biji kakao yang dibuang antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol,
atau dibiarkan membusuk di sekitar perkebunan lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan
kakao. Hingga kini pemanfaatannya masih sebagainya. Mekanisme pembentukan asap cair
terbatas sebagai substitusi kayu bakar, pakan dimulai dengan pembakaran massa berbahan
ternak dan kompos. kayu untuk mendapatkan asap yang kemudian
dikondensasi menjadi cair.
Penanganan limbah kulit buah kakao yang Sifat fungsional asap cair antara lain;
keliru dapat menimbulkan masalah baru bagi sebagai pemberi aroma, rasa dan warna karena
pengembangan perkebunan kakao yaitu sebagai adanya senyawa fenol dan karbonil; sebagai
sumber hama penggerek buah kakao (PBK) bagi bahan pengawet alami karena mengandung
tanaman kakao di sekitarnya. senyawa fenol dan asam yang berperan sebagai
Pada industri pengolahan kakao, kulit antibakteri dan antioksidan (Pszcola, 1995).
kakao merupakan limbah yang jumlahnya sangat Selain itu, sifat asam dalam asap cair akan
melimpah. Satu buah kakao mengandung sekitar mempengaruhi cita rasa, pH dan umur simpan
70 % berat basah kulit kakao ( Adzimah, 2010). produk yang diawetkan dengan asap cair.
Chung et al (2002) dan Harimurti (2010) Sedangkan karbonil pada asap cair yang bereaksi
melaporkan bahwa kulit buah kakao terdiri atas dengan protein pada produk berpengaruh
70-80 % bagian kulit buah, 16-20 % biji, dan 2 % terhadap warna dari produk yang diawetkan
placenta. Bagian kulit buah kakao mengandung dengan asap cair sehingga akan menghasilkan
lignin 20-27,95 %, selulosa 36,23 % dan penyeragaman warna dan rasa.
hemiselulosa 1,14 % (Zain, 2009). Kualitas asap cair ditentukan oleh
Berdasarkan komposisi kimianya, kulit komponen utama penyusun bahan baku yang
buah kakao mengandung selulosa 36,23 %, akan dipirolisis dan teknik pemurnian
hemiselulosa 1,14 % dan lignin 20 – 27,95 % (dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan
(Amirroenas, 1990 dalam Luditama, 2006), kondensasi) (Nakai et al., 2006 dan Girard,
sehingga kulit buah kakao dapat dipirolisis untuk 1992). Terdapat tiga golongan atau tingkatan
menghasilkan berbagai senyawa yang bermanfaat mutu asap cair yaitu : Grade 1, dengan cirri-ciri
bagi industri. Proses pirolisis terjadi dari tiga berwarna bening, rasa sedikit asam, aroma netral
komponen utama yaitu selulosa, hemiselolosa dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya
dan lignin yang kemudian menghasilkan asap untuk diaplikasikan ke produk makanan. Asap
yang terkondensasi menjadi cairan. cair grade dua digunakan sebagai pengawet
Pirolisis adalah dekomposisi termal makanan (daging asap, ikan asap) dengan rasa
material organik dengan sedikit atau tanpa asap. Ciri-ciri asap cair ini adalah; berwarna
kehadiran oksigen atau reagen lainnya, dimana kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma
material mentah mengalami pemecahan struktur asap lemah. Asap cair grade tiga digunakan
kimia menjadi fase gas. Pirolisis berlangsung sebagai bahan pengawet kayu (anti rayap) dan
pada kisaran suhu 200°- 600° C. Pirolisis dalam pengolahan karet untuk menghilangkan
menghasilkan produk gas, cair dan padat bau. Sifat karsinogenik dan adanya kandungan tar
bergantung pada prosesnya ( Danarto, 2010). menyebabkan asap cair grade tiga tidak bias
Asap cair (wood vinegar, liquid smoke) digunakan sebagai pengawet bahan pangan.
merupakan suatu hasil kondensasi atau Karakteristik dari asap cair dipengaruhi
pengembunan dari uap hasil pembakaran secara oleh komponen utama yaitu selulosa,
langsung maupun tidak langsung dari bahan- hemiselulosa dan lignin yang kandungan
bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, bervariasi bergantung pada jenis bahan yang akan
hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya di pirolisis. Hemiselulosa adalah komponen kayu
(Darmadji, 2002). Bahan baku yang digunakan yang mengalami pirolisis paling awal
berasal dari berbabagai jenis kayu, bongkol menghasilkan fural, furan, asam asetat dan
kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas homolognya. Hemiselulosa tersusun atas
atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. pentosan dan heksosan sehingga apabila
Menurut Girrard (1992), komponen dari kayu
mengalami proses pirolisis, senyawa pentosan proximat dan ultimat arang, bahan baku arang
membentuk furfural, fural dan turunannya, dan spektrophotometer.
sedangkan pirolisis selulosa dan heksosan akan
membentuk asam asetat dan homolognya
(Darmadji, 2002 dan Pranata, 2007).
Dekomposisi hemiselulosa menjadi fural, furan,
asam asetat dan homolognya terjadi pada suhu
200-250 oC sedangkan fenol dihasilkan dari
dekomposisi lignin yang terjadi pada suhu 300 oC
dan berakhir pada suhu 400 oC (Girrard, 1992
dan Pranata, 2007). Proses selanjutnya yaitu
pirolisis selulosa yang menghasilkan senyawa
asam asetat dan senyawa karbonil seperti
asetaldehid, glikosal dan akreolin, sedangkan
pirolisa lignin akan menghasilkan senyawa fenol,
guaikol, siringol bersama dengan homolog dan
derivatnya ( Maga, 1988). Menurut Tranggono
(1996), sekitar 11 komponen utama yang
jumlahnya relatif cukup besar terdapat dalam
asap cair. Selain kandungan kimia yang Gambar 1. Unit pirolisis untuk pembuatan asap cair
bermanfaat, asap cair juga mengandung senyawa- dari kulit buah kakao (Daniel et al, 2014)
senyawa yang merugikan seperti tar dan senyawa
benzopiren yang bersifat toxik dan karsinogenik.
Senyawa ini juga dapat menyebabkan kerusakan Bahan
asam amino esensial dari protein dan vitamin. Bahan-bahan yang diperlukan pada
Sifat toksik dan karsinogenik disebabkan oleh peneltian ini antara lain : kulit buah kakao kering,
adanya sejumlah senyawa kimia dalam asap cair Na2CO3, metil merah, NaOH, KOH, aquadest.
yang bereaksi dengan komponen kimia dalam
bahan makanan (Pszcola, 1995). Tempat
Penelitian ini bertujuan untuk Penelitian dilaksanakan di Balai Besar
menentukan kualitas dan kondisi optimum Industri Hasil Perkebunan. Pengujian produk
proses produksi asap cair dari kulit buah kakao dilaksanakan di laboratorium Sucofindo
pada berbagai kondisi pirolisis. Cibitung-Bekasi.
Informasi dari hasil penelitian ini dapat
dijadikan rujukan untuk menetapkan arah
pengembangan produk asap cair menjadi Pelaksanaan Penelitian
produk-produk industri, farmasi, kesehatan Penyiapan bahan baku dan unit pirolisis
maupun pangan. Bahan baku berupa kulit buah kakao
dipotong dengan ukuran tertentu kemudian
METODOLOGI dijemur di bawah sinar matahari. Unit pirolisis
Alat terdiri atas: kolom pirolisis dilengkapi sistem
pembakaran untuk pembakaran awal, kolom
Alat-alat yang digunakan pada penelitian pendingin asap, penampung asap cair.
ini antara lain : 1) alat pirolisis yang terbuat dari
bahan tahan karat (stainless steel) dengan Percobaan penelitian dan pengujian
kapasitas reaktor 4-5 kg kulit buah kakao kering.
Alat ini memiliki kemampuan pirolisis pada suhu Proses Pirolisis
200 – 350 0C dengan suhu kondensasi 40-50 0C Kulit buah kakao kering (kadar air 5 - 7
(Gambar 1), 2) pisau pencacah kulit buah kakao, %) dengan jumlah tertentu dibakar di kolom
3) neraca/timbangan kapasitas 10 kg, 4) Alat uji pirolisis. Kolom pirolisis dibuat tertutup untuk
yang digunakan antara lain: GC-MS dan alat uji membatasi jumlah udara yang masuk. Beberapa
lubang kecil tersedia pada bagian bawah kolom berbagai tingkat suhu dan waktu pirolisis
pirolisis sebagai lubang masuknya udara diperoleh asap cair dengan kualitas yang berbeda.
pembakaran. Asap hasil pembahakaran Percobaan dengan menggunakan berat bahan
dilewatkan pada kolom pendingin yang kemudian kulit buah kakao 4-5 kg menghasilkan asap cair
dikondensasi menjadi massa cairan. Massa cairan dengan rendemen sebanyak 7,5 % atau sekitar 75
yang disebut sebagai asap cair ditampung pada - 80 ml.
kolom penampung asap cair dan udara sisa
dibuang ke lingkungan.
Kadar fenol (%)
Variabel penelitian dan parameter uji
0.14
Percobaan awal dilakukan untuk
mengetahui kinerja pembakaran dalam unit 0.12
pirolisis. Percobaan ini untuk mengetahui unjuk
kerja alat dan proses pirolisis. Proses selanjutnya 0.1
adalah menentukan suhu dan waktu pirolisis.
0.08
Asap cair yang diperoleh pada penelitian
ini merupakan hasil pirolisis tahap pertama (asap 0.06
cair kasar) yang belum dimurnikan
0.04
Variabel percobaan adalah suhu pirolisis
(200, 250, dan 350 0C) dan waktu pembakaran (1, 0.02
2, dan 3 jam).
Pengujian Kualitas 0
0 1 2 3Waktu (jam)
4
Kualitas asap cair ditentukan berdasarkan
pengujian beberapa parameter antara lain : kadar
200 C 250 C 300 C
fenol (Spectophotometric), kadar total asam
(Tetrimetric), pH (SNI 01-2891-1992),
benzo(a)piren (GC-MS). Gambar 2. Kadar fenol asap cair pada berbagai suhu
dan waktu pirolisis

HASIL DAN PEMBAHASAN Fenol


Fenol termasuk salah satu parameter
Kondisi Optimun Pirolisis penentu kualitas asap cair, dimana pada kadar
Hasil uji pada berbagai kondisi pirolisis tertentu dapat ditentukan arah penggunaannya.
menunjukkan bahwa, suhu optimum untuk proses Pengukuran fenol berkaitan dengan kemampuan
pengarangan atau pirolisis kulit buah kakao dekomposisi dari senyawa-senyawa yang
adalah + 300 0C pada kondisi terbuka (terdapat dikandung bahan baku pada proses pirolisis.
oksigen) dan + 250 0C pada kondisi tertutup Hasil pengujian (Gambar 2) menunjukkan
(tanpa udara). Proses pirolisis maksimum bahwa suhu pirolisis mempengaruhi kadar fenol
berlangsung selama 3 jam dengan waktu asap cair dari kulit buah kakao. Kadar fenol pada
optimum 2,5 jam.Volume air yang digunakan suhu 200 0C dan 300 0C berubah dengan
untuk proses kondensasi sebanyak 240 liter bertambahnya waktu pirolisis, sedangkan pada
dengan kecepatan alir 0,004 m3/menit. Kapasitas suhu 250 0C, kadar fenol tetap selama pirolisis 1
unit pirolisis maksimum 4- 5 kg bahan kulit buah – 3 jam. Namun pada suhu pirolisis 250 0C,
kakao kering dengan kadar air 12 % dan volume diperoleh kadar fenol yang lebih tinggi
asap cair yang dihasilkan 75 - 80 ml. dibandingkan pada suhu pirolisis 200 0C dan 300
0
C. Hal ini menunjukkan bahwa, dekomposisi
Asap Cair
lignin yang menghasilkan senyawa fenolat,
Hasil samping dari proses pengarangan terjadi juga pada suhu 250 0C. Meskipun terdapat
kulit buah kakao adalah asap cair, dimana pada banyak senyawa fenolat dengan titik didih yang
berbeda, namun pada kasus ini diduga masih ada ini diduga mulai terjadi pada suhu 250 0C dan
sejumlah senyawa fenolat dengan titik didih meningkat pada suhu 300 0C (Gambar 3).
tertentu terdekomposisi pada suhu 250 0C
meskipun hal ini masih perlu dibuktikan melalaui Total asam (%)
identifikasi terhadap jenis senyawa tersebut
maupun titik didihnya. 0.3
Pada suhu 200 C terjadi penurunan kadar
fenol selama pirolisis 2 jam namun meningkat 0.25
lagi pada pirolisis 3 jam. Hal ini berbeda dengan
pirolisis pada suhu 300 C dimana terjadi 0.2
penurunan kadar fenol selama pirolisis 3 jam.
Senyawa fenolat memiliki titik didih yang 0.15
bervariasi, sehingga dengan proses pirolisis pada
suhu yang berbeda akan menghasilkan kadar 0.1
yang berbeda. Senyawa fenolat terfraksinasi
berdasarkan titik didihnya. Hasil penelitian ini 0.05
menunjukkan bahwa terdapat senyawa fenolat
yang belum terfraksinasi pada suhu 300 0C 0
0 1 2 3 (jam) 4
Waktu
karena tidak memeiliki titik didih sekitar 300 C.
Hasil penelitian Girrard (1992) dan Pranata
(2007) menyatakan bahwa, fenol yang 200 C 250 C 300 C
merupakan hasil dekomposisi lignin umumnya
terjadi pada suhu 300 0C dan berakshir pada suhu
400 0C. Kasus ini berbeda pada pirolisis dengan Gambar 3. Kadar total asam (as. Asetat) asap cair
pada berbagai suhu dan waktu pirolisis
bahan baku kulit kakao, dimana dekomposisi
lignin sudah dimulai pada suhu 250 0C selama 1
– 3 jam. Hasil penelitian ini mendekati yang
Menurut Girrard (1992), dekomposisi
dilaporkan oleh Byrne dan Nagle (1997) bahwa
selulosa dan hemiselulosa yang merupakan
dekomposisi selulosa dan lignin menjadi fenol
senyawa dominan dalam bahan kayu, menjadi
terjadi pada suhu 240 – 400 0C.
senyawa-senyawa yang bersifat asam terjadi pada
suhu 200 - 300 0C. Hasil penelitian ini berbeda
Total Asam dengan hasi penelitian Girrard (1992) dimana
pada suhu 250 0C dan 300 0C selama pirolisis 2 -
Total asam merupakan salah satu 3 jam, kadar total asam menurun (Gambar 3).
parameter penentu kualitas asap cair, dimana Hal ini menunjukkan bahwa terdapat banyak
kehadiran komponen ini menunjukkan senyawa yang bersifat asam dari hasil
keberhasilan suatu proses pirolisis. dekomposisi selulosa dan hemiselulosa yang
Hasil uji sampel asap cair menunjukkan memiliki titik didih yang berbeda-beda, sehingga
bahwa suhu dan waktu perolisis mempengaruhi diduga pada kisaran suhu dan waktu pirolisis
kandungan total asam. Asap cair yang diperoleh tersebut hanya sedikit jenis asam tertentu yang
dari pirolisis pada suhu 200 0C selama satu jam terfraksinasi. Selanjutnya Girrard (1992),
meunjukkan kadar total asam yang rendah bila melaporkan bahwa hemiselulosa mengalami
dibanding dengan pirolisis pada suhu 250 0C dan pirolisis pada suhu 200-250 0C untuk
300 0C. Hal ini diduga sebagai akibat pada suhu menghasilkan furfural, furan, asam asetat dan
200 0C penggunaan waktu pirolisis yang terlalu homolognya, sedangkan selulosa mengalami
singkat (satu jam), menyebabkan dekomposisi pirolisis pada suhu 280-320 0C menghasilkan
selulosa dan hemiselulosa menjadi tidak asam asetat, dan senyawa karbonil seperti
sempurna. Kemungkinan lain dari rendahnya asetatdehida, glioksal dan akreolin. Senyawa ini
totak asam adalah terjadi kondensasi uap air yang selain memeiliki titik didih yang berbeda juga
mendominasi asap cair. Dekomposisi selulosa memiliki kandungan yang berbeda pada setiap
dan hemiselulosa menjadi asam pada penelitian bahan baku.
Pirolisis pada suhu 200 0C selama tiga ph
jam cenderung meningkatkan kadar total asam, 8
namun hasilnya mencapai optimal dan sama
dengan pirolisis pada suhu 300 0C. Hal ini 7.95
menjunjukkan bahwa pada suhu 300 0C dengan
waktu pirolisis tiga jam, proses dekomposisi 7.9

selulosa dan hemiselulosa telah mencapai batas


7.85
optimum.
7.8
pH
7.75
Pengukuran pH merupakan dasar
penentuan kualitas asap cair, disamping dapat 7.7
dijadikan rujukkan untuk menggambarkan
sampai sejauh mana terjadi proses penguraian 7.65
atau dekomposisi dalam suatu proses pirolisis. 0 1 2 3 4
Waktu (jam)
Hasil uji sampel asap cair menunjukkan
bahwa suhu dan waktu pirolisis mempengaruhi 200 C 250 C 300 C
nilai pH (Gambar 4). Nilai pH berinteraksi
dengan kadar total asam, dimana pola perubahan Gambar 4. pH asap cair pada berbagai suhu dan
total asam diikuti dengan pola perubahan nilai waktu pirolisis
pH. Peningkatan nilia pH terjadi pada suhu
pirolisis 200 0C dan 250 0C selama dua jam tetapi Kadar Benzo(a)pirene
kembali menurun pada jam ke tiga.
Meningkatnya nilai pH ini sejalan dengan Benzo(a)pirene merupakan senyawa yang
menurunnya kadar total asam dari hasil terdeposit pada saat asap berkontak langsung
dekomposisi senyawa selulosa dan hemiselulosa. dengan nyala api pada saat pembakaran. Senyawa
Nilai pH asap cair yang dipirolisis pada suhu 250 ini bersifat karsinogenik pada bahan makanan
0
C dan 300 0C lebih tinggi dari hasil pirolisis sehingga dapat membahayakan kesehatan.
pada suhu 200 0C. Hal ini menunjukkan bahwa Kehadiran benzo(a)pirene dalam asap cair akan
pada suhu 200 0C, dekomposisi selulosa, berdampak pada kualitas dan efisiensi proses
hemiselulosa dan lignin menjadi senyawa yang karena masih dibutuhkan proses lanjutan untuk
bersifat asam masih kurang. pemisahan dan pemurnian. Persyaratan kadar
Secara umum dari semua perlakuan, pH benzo(a)pirene yang ditetapkan oleh FAO/WHO
asap cair berada pada kisaran 7,70 – 7,99. Hal ini adalah sebesar 1 ug/kg.
menunjukkan adanya kondensasi uap air yang Hasil percobaan pada berbagai perlakukan
mendominasi proses pirolisis dibanding dengan suhu dan waktu pirolisis menunjukkan tidak
kandungan senyawa-senyawa yang bersifat asam, ditemukan kadar benzo(a)pirene dalam kondensat
sehingga persentasi kadar asam menjadi sangat asap cair. Hal ini menunjukkan bahwa proses
rendah. pirolisis secara umum tidak berlangsung pada
Sifat keasaman asap cair dipengaruhi oleh kondisi nyala (ignity) tetapi pada kondisi
sejumlah senyawa yang terkondensasi termasuk pembaraan (combusty). Sebagaimana diketahui
air. Optimalnya proses kondensasi dipengaruhi bahwa senyawa benzo(a)pirene dapat terbentuk
juga oleh waktu dan suhu pirolisis, suhu air pada suhu tinggi sebagai hasil deposit dari
pendingin dan panjang pipa spiral condenser. sejumlah senyawa yang berkontak langsung
Pada penelitian ini rata-rata suhu air pendingin dengan nyala api (ignity).
yang digunakan adalah 31 0C dan panjang pipa Tidak ditemukannya senyawa
spiral condenser adalah enam meter dengan benzo(a)pirene pada sampel uji menunjukkan
diameter 1,5 inci. bahwa prosduk asap cair hasil penelitin ini dapat
dikembangkan untuk digunakan pada produk
pangan.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa 3. Girrard, J.P. 1992. Smoking in Technology
kandungan phenol dan total asam yang of Meat Products. Clermont Ferrand. Ellis
merupakan parameter penentu kualitas asap cair Horwood, New York pp: 165:205.
masih rendah. Hal ini karena asap cair yang 4. Harimurti, N. 2010. Potensi Limbah
diperoleh merupakan hasil langsung pirolisis Kulit Kakao (Teobroma cacao L.)
tahap pertama dan belum mengalami pemurnian sebagai Bahan Baku Bioetanol Generasi
atau destilasi lanjutan. Kualitas asap cair ini II. Balai Besar Liltbang Pascapanen
dapat ditingkatkan melalui proses pemurnian Pertanian. Bogor.
untuk membebaskan sejumlah uap air dan sisa-
5. Joseph, G. H. dan J. G. Kindagen. 1993.
sisa karbon sehingga diperoleh phenol dan total
asam yang tinggi. Disamping itu perlu kajian Potensi dan Peluang Pengembangan
penggunaan suhu pirolisis di atas 300 0C dan Tempurung, Sabut dan Batang Kelapa
kajian titik didih untuk mendapatkan volume untuk Bahan Baku. Prosiding
optimum dengan senyawa fungsional yang Konperensi Nasional Kelapa III,
berkualitas. Yogyakarta.
6. Kollman, F. P. and Cote, W. A. 1984.
KESIMPULAN DAN SARAN Principles of Wood Science and
Technology. Sprenger Verlag, New York.
Kesimpulan 7. Luditama, C. 2006. Isolasi dan Pemurnian
asap Cair Berbahan Dasar Tempurung dan
Pirolisis pada suhu 200 – 300 0C dengan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Destilasi.
waktu 1 – 3 jam mempengaruhi nilai pH, kadar Institut Pertanian Bogor.
phenol dan kadar total asam asap cair. 8. Maga, J.A. 1988. Smoke in Food
Perubahan kandungan parameter uji (fenol, Processing. CRC Press, Inc. Boca Raton,
total asam dan pH asap cair) pada berbagai Florida: 1-3, 131-138.
perlakuan diduga berkaitan dengan kandungan 9. Nakai, T., S.N. Kartal, T. Hata, and Y.
senyawa penyusun bahan baku dan perbedaan Imamura. 2006. Chemical Characterization
titik didih senyawaan yang terdekomposisi. of Pyrolysis Liquids of Wood-Based
Secara umum diperoleh rata-rata volume Composites and Evaluation of their
asap cair sebesar 75 – 80 ml dengan kadar fenol Bioefficiency. Building Environmental. In
dan total asam rata-rata adalah 0,12 % dan 0,15 - Press.
0,28 % pada suhu pirolisis 250 0C selama 1 – 3 10. Patabang, D. 2011. Studi Karakteristik
jam. Termal Briket Arang Kulit Buah Kakao.
Benzo(a)pirene tidak ditemukan pada Jurnal Mekanikal, Vol. 2 No. 1: Januari
kondisi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa 2011:23-31
pengembangan asap cair dari kulit buah kakao 11. Pranata. 2007. Pemanfaatan Sabut dan
dapat diarahkan untuk industri pangan maupun Tempurung Kelapa serta Cangkang
non pangan. Sawit untuk Pembuatan Asap Cair
sebagai Pengawet Makanan Alami.
[Skripsi]. Aceh. Teknik Kimia
DAFTAR PUSTAKA Universitas Malikussaleh Lhoksmawe.
1. Byrne, C.E, and D.C. Nagle. 1997. 12. Pszczola, D. E. 1995. Tour Higlights
Carbonized Wood Monolits Production and Uses of Smoke Base
Characterization. Carbon 35(2):267-273. Flavors. Food Technol. (49): 70-74.
2. Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian 13. Solichin, M. 2007. Penggunaan Asap Cair
Asap Cair dengan Metoda Redistilasi. Deorub dalam Pengolahan RSS. Jurnal
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Penelitian Karet, Vol.25(1) : 1-12.
13(3), 267-271. 14. Tranggono, dkk. 1996. Identifikasi Asap cair
dari berbagai jenis kayu dan tempurung
kelapa. J. ilmu dan Tek. Pangan. Vol. 1(2) :
15-24.

You might also like