Professional Documents
Culture Documents
KONDISI PIROLISIS
Quality of Cocoa Pod Husk Liquid Smoke on Various Pyrolysis
Condition
Justus Elisa Loppies, Daniel Fajar Puspita dan Rahmad Wahyudi
e-mail: justusloppies@gmail.com
Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Jl. Prof. Dr. Abdurahman Basalama No. 28, Makassar
ABSTRACT. A side from considered as waste which have broad impact on the environment, the
cocoa pod husk also has different properties and composition compared to other materials, so it is
necessary to study it as raw material for the production of liquid smoke. The quality of liquid
smoke is determined by the main component of raw materials, pyrolysis technique and refining
method (decomposition, oxidation, polymerization, and condensation). The aims of this study
was to determine the quality and optimum condition process of the liquid smoke production of
cocoa husk pod on various pyrolisis conditions. The methods used to obtain the liquid smoke were
carbonization (pyrolysis) and condensation on various of temperatrures and times. The determining
parameters of the liquid smoke quality were; phenol, pH, total acid (as acetic acid), benzo (a)
pyrene. The results showed that the quality liquid smoke with good quality was obtained after
pyrolysis at a temperature of 250 0C for 3 h, in which 75-80 ml of the liquid smoke was produced
from 4-5 kg of cocoa pod husk. The pyrolysis process at a temperature of 200-300 0C with a time
of 1-3 hours may affect phenol content, pH and total acid value of the liquid smoke. Generaly, the
optimum value of phenol and total acid was obtained from the pyrolysis at the temperatures of
250 0C with a time of three hours. The liquid smoke obtained showed that there was no trace of
benzo(a)pirene which is carcinogenic compounds but still contain some of water and the remains of
carbon. Therefor, it is required to refine the liquid smoke to get the better quality liquid smoke.
Keywords: quality, liquid smoke, cocoa pod husk, pyrolysis
RINGKASAN. Disamping sebagai limbah yang berdampak luas pada lingkungan, kulit buah
kakao juga memiliki sifat dan kandungan bahan penyusun yang berbeda dengan bahan lain,
sehingga perlu dikaji sebagai bahan baku untuk pembuatan asap cair. Kualitas asap cair
ditentukan oleh komponen utama penyusun bahan baku yang akan dipirolisis, teknik pirolisis dan
teknik pemurnian (dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi). Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan kualitas dan kondisi optimum produksi asap cair dari kulit buah kakao pada
berbagai kondisi pirolisis. Metode yang digunakan untuk mendapatkan asap cair adalah karbonisasi
(pirolisis) dan kondensasi pada berbagai suhu dan waktu. Parameter penentu kualitas asap cair
meliputi; fenol, pH, total asam (sebagai asam asetat), benzo(a)piren. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa asap cair dengan kualitas baik diperoleh setelah pirolisis pada suhu 250 0C selama 3 jam
dimana 75-80 ml asap cair diperoleh dari 4 - 5 kg bahan baku kulit buah kakao. Pirolisis pada suhu
200 – 300 0C dengan waktu 1 – 3 jam mempengaruhi nilai phenol, pH dan total asam asap cair.
Secara umum nilai phenol dan total asam optimum diperoleh dari hasil pirolisis pada suhu 250 0C
dengan waktu 3 jam. Asap cair yang diperoleh tidak mengandung beno(a)pirene yaitu senyawa
yang bersifat karsinogenik tetapi masih mengandung sejumlah air dan sisa-sisa karbon sehingga
perlu pemurnian untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik.
Kata kunci : kualitas, asap cair, kulit buah kakao, pirolisis
PENDAHULUAN akan mengalami pirolisis selama pembakaran
Kulit buah kakao merupakan limbah hasil dan menghasilkan berbagai macam senyawa
pasca panen pengolahan biji kakao yang dibuang antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol,
atau dibiarkan membusuk di sekitar perkebunan lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan
kakao. Hingga kini pemanfaatannya masih sebagainya. Mekanisme pembentukan asap cair
terbatas sebagai substitusi kayu bakar, pakan dimulai dengan pembakaran massa berbahan
ternak dan kompos. kayu untuk mendapatkan asap yang kemudian
dikondensasi menjadi cair.
Penanganan limbah kulit buah kakao yang Sifat fungsional asap cair antara lain;
keliru dapat menimbulkan masalah baru bagi sebagai pemberi aroma, rasa dan warna karena
pengembangan perkebunan kakao yaitu sebagai adanya senyawa fenol dan karbonil; sebagai
sumber hama penggerek buah kakao (PBK) bagi bahan pengawet alami karena mengandung
tanaman kakao di sekitarnya. senyawa fenol dan asam yang berperan sebagai
Pada industri pengolahan kakao, kulit antibakteri dan antioksidan (Pszcola, 1995).
kakao merupakan limbah yang jumlahnya sangat Selain itu, sifat asam dalam asap cair akan
melimpah. Satu buah kakao mengandung sekitar mempengaruhi cita rasa, pH dan umur simpan
70 % berat basah kulit kakao ( Adzimah, 2010). produk yang diawetkan dengan asap cair.
Chung et al (2002) dan Harimurti (2010) Sedangkan karbonil pada asap cair yang bereaksi
melaporkan bahwa kulit buah kakao terdiri atas dengan protein pada produk berpengaruh
70-80 % bagian kulit buah, 16-20 % biji, dan 2 % terhadap warna dari produk yang diawetkan
placenta. Bagian kulit buah kakao mengandung dengan asap cair sehingga akan menghasilkan
lignin 20-27,95 %, selulosa 36,23 % dan penyeragaman warna dan rasa.
hemiselulosa 1,14 % (Zain, 2009). Kualitas asap cair ditentukan oleh
Berdasarkan komposisi kimianya, kulit komponen utama penyusun bahan baku yang
buah kakao mengandung selulosa 36,23 %, akan dipirolisis dan teknik pemurnian
hemiselulosa 1,14 % dan lignin 20 – 27,95 % (dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan
(Amirroenas, 1990 dalam Luditama, 2006), kondensasi) (Nakai et al., 2006 dan Girard,
sehingga kulit buah kakao dapat dipirolisis untuk 1992). Terdapat tiga golongan atau tingkatan
menghasilkan berbagai senyawa yang bermanfaat mutu asap cair yaitu : Grade 1, dengan cirri-ciri
bagi industri. Proses pirolisis terjadi dari tiga berwarna bening, rasa sedikit asam, aroma netral
komponen utama yaitu selulosa, hemiselolosa dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya
dan lignin yang kemudian menghasilkan asap untuk diaplikasikan ke produk makanan. Asap
yang terkondensasi menjadi cairan. cair grade dua digunakan sebagai pengawet
Pirolisis adalah dekomposisi termal makanan (daging asap, ikan asap) dengan rasa
material organik dengan sedikit atau tanpa asap. Ciri-ciri asap cair ini adalah; berwarna
kehadiran oksigen atau reagen lainnya, dimana kecoklatan transparan, rasa asam sedang, aroma
material mentah mengalami pemecahan struktur asap lemah. Asap cair grade tiga digunakan
kimia menjadi fase gas. Pirolisis berlangsung sebagai bahan pengawet kayu (anti rayap) dan
pada kisaran suhu 200°- 600° C. Pirolisis dalam pengolahan karet untuk menghilangkan
menghasilkan produk gas, cair dan padat bau. Sifat karsinogenik dan adanya kandungan tar
bergantung pada prosesnya ( Danarto, 2010). menyebabkan asap cair grade tiga tidak bias
Asap cair (wood vinegar, liquid smoke) digunakan sebagai pengawet bahan pangan.
merupakan suatu hasil kondensasi atau Karakteristik dari asap cair dipengaruhi
pengembunan dari uap hasil pembakaran secara oleh komponen utama yaitu selulosa,
langsung maupun tidak langsung dari bahan- hemiselulosa dan lignin yang kandungan
bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, bervariasi bergantung pada jenis bahan yang akan
hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya di pirolisis. Hemiselulosa adalah komponen kayu
(Darmadji, 2002). Bahan baku yang digunakan yang mengalami pirolisis paling awal
berasal dari berbabagai jenis kayu, bongkol menghasilkan fural, furan, asam asetat dan
kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas homolognya. Hemiselulosa tersusun atas
atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. pentosan dan heksosan sehingga apabila
Menurut Girrard (1992), komponen dari kayu
mengalami proses pirolisis, senyawa pentosan proximat dan ultimat arang, bahan baku arang
membentuk furfural, fural dan turunannya, dan spektrophotometer.
sedangkan pirolisis selulosa dan heksosan akan
membentuk asam asetat dan homolognya
(Darmadji, 2002 dan Pranata, 2007).
Dekomposisi hemiselulosa menjadi fural, furan,
asam asetat dan homolognya terjadi pada suhu
200-250 oC sedangkan fenol dihasilkan dari
dekomposisi lignin yang terjadi pada suhu 300 oC
dan berakhir pada suhu 400 oC (Girrard, 1992
dan Pranata, 2007). Proses selanjutnya yaitu
pirolisis selulosa yang menghasilkan senyawa
asam asetat dan senyawa karbonil seperti
asetaldehid, glikosal dan akreolin, sedangkan
pirolisa lignin akan menghasilkan senyawa fenol,
guaikol, siringol bersama dengan homolog dan
derivatnya ( Maga, 1988). Menurut Tranggono
(1996), sekitar 11 komponen utama yang
jumlahnya relatif cukup besar terdapat dalam
asap cair. Selain kandungan kimia yang Gambar 1. Unit pirolisis untuk pembuatan asap cair
bermanfaat, asap cair juga mengandung senyawa- dari kulit buah kakao (Daniel et al, 2014)
senyawa yang merugikan seperti tar dan senyawa
benzopiren yang bersifat toxik dan karsinogenik.
Senyawa ini juga dapat menyebabkan kerusakan Bahan
asam amino esensial dari protein dan vitamin. Bahan-bahan yang diperlukan pada
Sifat toksik dan karsinogenik disebabkan oleh peneltian ini antara lain : kulit buah kakao kering,
adanya sejumlah senyawa kimia dalam asap cair Na2CO3, metil merah, NaOH, KOH, aquadest.
yang bereaksi dengan komponen kimia dalam
bahan makanan (Pszcola, 1995). Tempat
Penelitian ini bertujuan untuk Penelitian dilaksanakan di Balai Besar
menentukan kualitas dan kondisi optimum Industri Hasil Perkebunan. Pengujian produk
proses produksi asap cair dari kulit buah kakao dilaksanakan di laboratorium Sucofindo
pada berbagai kondisi pirolisis. Cibitung-Bekasi.
Informasi dari hasil penelitian ini dapat
dijadikan rujukan untuk menetapkan arah
pengembangan produk asap cair menjadi Pelaksanaan Penelitian
produk-produk industri, farmasi, kesehatan Penyiapan bahan baku dan unit pirolisis
maupun pangan. Bahan baku berupa kulit buah kakao
dipotong dengan ukuran tertentu kemudian
METODOLOGI dijemur di bawah sinar matahari. Unit pirolisis
Alat terdiri atas: kolom pirolisis dilengkapi sistem
pembakaran untuk pembakaran awal, kolom
Alat-alat yang digunakan pada penelitian pendingin asap, penampung asap cair.
ini antara lain : 1) alat pirolisis yang terbuat dari
bahan tahan karat (stainless steel) dengan Percobaan penelitian dan pengujian
kapasitas reaktor 4-5 kg kulit buah kakao kering.
Alat ini memiliki kemampuan pirolisis pada suhu Proses Pirolisis
200 – 350 0C dengan suhu kondensasi 40-50 0C Kulit buah kakao kering (kadar air 5 - 7
(Gambar 1), 2) pisau pencacah kulit buah kakao, %) dengan jumlah tertentu dibakar di kolom
3) neraca/timbangan kapasitas 10 kg, 4) Alat uji pirolisis. Kolom pirolisis dibuat tertutup untuk
yang digunakan antara lain: GC-MS dan alat uji membatasi jumlah udara yang masuk. Beberapa
lubang kecil tersedia pada bagian bawah kolom berbagai tingkat suhu dan waktu pirolisis
pirolisis sebagai lubang masuknya udara diperoleh asap cair dengan kualitas yang berbeda.
pembakaran. Asap hasil pembahakaran Percobaan dengan menggunakan berat bahan
dilewatkan pada kolom pendingin yang kemudian kulit buah kakao 4-5 kg menghasilkan asap cair
dikondensasi menjadi massa cairan. Massa cairan dengan rendemen sebanyak 7,5 % atau sekitar 75
yang disebut sebagai asap cair ditampung pada - 80 ml.
kolom penampung asap cair dan udara sisa
dibuang ke lingkungan.
Kadar fenol (%)
Variabel penelitian dan parameter uji
0.14
Percobaan awal dilakukan untuk
mengetahui kinerja pembakaran dalam unit 0.12
pirolisis. Percobaan ini untuk mengetahui unjuk
kerja alat dan proses pirolisis. Proses selanjutnya 0.1
adalah menentukan suhu dan waktu pirolisis.
0.08
Asap cair yang diperoleh pada penelitian
ini merupakan hasil pirolisis tahap pertama (asap 0.06
cair kasar) yang belum dimurnikan
0.04
Variabel percobaan adalah suhu pirolisis
(200, 250, dan 350 0C) dan waktu pembakaran (1, 0.02
2, dan 3 jam).
Pengujian Kualitas 0
0 1 2 3Waktu (jam)
4
Kualitas asap cair ditentukan berdasarkan
pengujian beberapa parameter antara lain : kadar
200 C 250 C 300 C
fenol (Spectophotometric), kadar total asam
(Tetrimetric), pH (SNI 01-2891-1992),
benzo(a)piren (GC-MS). Gambar 2. Kadar fenol asap cair pada berbagai suhu
dan waktu pirolisis