You are on page 1of 20

FARMASETIKA

FF UI 2016

PRAKTIKUM
FARMASETIKA 2

Tentir
Maxius Gunawan Kevin Tanuputra
1
Alur Pengerjaan Obat Sediaan Cair

2
PERBEDAAN LARUTAN, SUSPENSI DAN EMULSI

Faktor Larutan Suspensi Emulsi


Fase - Campuran homogen 2 - Sistem dua fase dua fase.
/ lebih bahan - Tdd: Salah satu cairannya terdispersi kedalam
- ZA larut dalam - bahan padat tak larut cairan pembawa dalam bentuk butiran
pelarut - terdispersi dalam kecil
- Stabil scr cairan pembawa
termodinamik - distabilkan dg zat
pensuspensi
Alasan Mudah ditelan Ada bahan yang tidak Ada dua fase yang tidak saling bercampur
Cepat di absorbsi larut
Zat Aktif Larut
Sifat zat Larut dalam cairan Tidak larut dalam air Larut dalam minyak atau Larut dalam air
aktif pembawa (air)
Stabil
Komposisi 1. Zat aktif  larut 1. Zat aktif  tidak larut 1. Fase minyak  zat aktif yang larut
air air minyak
2. Pelarut : 2. Cairan pembawa: air 2. Fase air
melarutkan ZA n 3. Zat pensuspensi 3. Emulgator
slrh bhn dlm (suspending agent)  - surfaktan
formula, jernih, polimer - polimer : alam, semi sintetik
tdk toksik, inert, - polimer alam: gom, - solid particle : clay
tidak berbau, tidak tragakan, alginat 4. Bahan padat
berwarna, harga - polimer - Bahan padat larut minyak
terjangkau. semisintetik: derivat - Bahan padat larut air
3. Corigen solubilis selulosa, carbomer - Bahan padat larut alkohol
4. Perasa - clay: bentonit - Bahan padat tdk larut
5. Pengaroma 4. Surfaktan 5. Perasa
6. Pewarna 5. Elektrolit 6. Pengaroma
7. Antioksidan 6. Perasa 7. Pewarna
8. Pengatur pH 7. Pengaroma 8. Antioksidan
9. Pengawet 8. Pewarna 9. Pengatur pH
9. Antioksidan 10. Pengawet
10. Pengatur pH
11. Pengawet

Keuntungan 1. Obat diabsorbsi 1. Untuk ZA yg tidak 1. Untuk ZA berupa minyak, atau ZA


segera larut dalam cairan yang larut dalam minyak
2. Dosis fleksibel pembawa 2. Mengurangi rasa berminyak
3. Dapat untuk 2. Menutupi rasa pahit 3. Meningkatkan absorbsi obat
berbagai rute (mis: kloramfenikol) 4. Memungkinkan pencampuran dua
administrasi 3. Meningkatkan bahan dengan kelarutan berbeda pada
4. Tidak perlu stabilitas obat (mis: masing2 fasenya
mengocok kemasan prokain-penisilin) 5. Mudah ditelan
5. Mudah ditelan 4. Controlled/sustained
drug release (mis: Zn-
insulin)

3
5. Absorbsi lebih baik
dibanding sediaan
padat
6. Mudah ditelan

Kerugian 1. Stabilitas ZA: 1. Perlu dikocok 1. Perlu dikocok


hidrolisis, oksidasi, 2. Akurasi dosis 2. Akurasi dosis  perlu alat ukur
kontaminasi 3. Kemasan rentan volume
2. Sulit menutupi pecah 3. Kemasan rentan pecah
rasa 4. Masalah stabilitas 4. Rentan mikroba  emulsi pecah
3. Kemasan besar fisik dan sedimentasi 5. Stabilitas fisik emulsi
& rentan pecah
4. Perlu alat ukur/
takar  pengukuran
dosis yang akurat
5. Tdk cocok
untuk ZA yang sukar
larut
Kriteria 1. Zat terlarut harus • Partikel yang Emulsi dikatakan tidak stabil bila
sediaan yang larut sempurna dalam terdispesi tidak cepat mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
baik pelarutnya mengendap. Jika 1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi
2. Zat harus stabil, mengendap, edapan menjadi 2 lapisan, dimana yang satu
baik pada suhu kamar harus mudah mengandung fase dispers lebih
dan pada penyimpanan disuspensikan banyak daripada lapisan yang lain.
3. Jernih kembali dg Creaming bersifat reversible artinya
4. Tidak ada pengocokan ringan bila digojok perlahan-lahan akan
endapan • Mudah dituang terdispersi kembali.
• Memiliki warna, rasa 2. Koalesen dan cracking (breaking)
dan bau yang enak adalah pecahnya emulsi karena film
• Stabil secara fisik, yang meliputi partikel rusak dan butir
kimia dan minyak akan
mikrobiologi koalesen(menyatu).Sifatnya
• Untuk sed. parenteral irreversible ( tidak bisa diperbaiki).
 partikel hrs dpt Hal ini dapat terjadi karena :
melalui syringe dan  Peristiwa kimia, seperti
dapat disterilkan penambahan alkohol, perubahan
pH, penambahan CaO/CaCl2
exicatus.
 Peristiwa fisika, seperti
pemanasan,penyaringan,
pendinginan,pengadukan.
3. Inversi adalah peristiwa berubahnya
sekonyong-konyong tipe emulsi w/o
menjadi o/w atau sebaliknya.
Sifatnya irreversible.

4
Pelarut dan Tipe Larutan
Outline : Pelarut
Zat pelarut disebut juga solvent, sedangkan zat yang terlarut disebut solute.
1. Pelarut Solvent yang biasa dipakai adalah
2. Tipe Larutan 1. Air untuk macam-macam garam
2. Non-Air :
a) Spiritus , misalnya untuk kamfer, iodium , menthol.
b) Gliserin, misalnya untuk tannin, zat samak, borax, fenol.
c) Propilenglikol
d) Eter, misalnya untuk kamfer, fosfor , sublimat.
e) Minyak, misalnya untuk kamfer dan menthol.
f) Parafin Liquidum, untuk cera, cetaceum, minyak-minyak, kamfer,
menthol, chlorobutanol.

Tipe Larutan
Bila zat A dilarutkan dalam air atau pelarut lain akan terjadi tipe larutan sebagai berikut :
1. Larutan encer, yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut.
2. Larutan, yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut.
3. Larutan jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larut dalam air pada tekanan
dan temperatur tertentu.
4. Larutan lewat jenuh, yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi batas kelarutannya di
dalam air pada temperatur tertentu.

5
Faktor Pengaruh Kelarutan
Outline : Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
1. Sifat dari solute atau solvent.
1. Polaritas Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya garam-
garam anorganik larut dalam air. Solute yang nonpolar larut dalam solvent
2. Kosolvensi yang nonpolar pula. Misalnya alkaloid basa (umumnya senyawa organik)
3. Kelarutan larut dalam chloroform.

4. Temperatur 2. Cosolvensi.
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya
5. Salting Out penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya Luminal tidak
6. Salting In larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air – gliserin atau solutio petit

7. Pembentukan 3. Kelarutan.
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut , zat yang sukar larut
Kompleks memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang digunakan dalam
farmasi umumnya adalah : Dapat larut dalam air.
 Semua garam klorida larut , kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2.
 Semua garam nitrat larut, kecuali nitrat base, seperti bismuthi subnitras.
 Semua garam sulfat larut, kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4 (sedikit larut)
Tidak larut dalam air.
 Semua garam karbonat tidak larut , kecuali K2CO3, Na2CO3,
(NH4) 2CO3.
 Semua oksida dan hidroksida tidak larut , kecuali KOH, NaOH, NH4OH,
BaO, dan Ba(OH)2.
 Semua garam posphat tidak larut, kecuali K3PO4, Na3PO3, (NH4)3PO4

4. Temperatur.
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat tersebut dikatakan bersifat endoterm, karena
pada proses kelarutannya membutuhkan panas.

Zat terlarut + pelarut + panas  Larutan


Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut, zat tersebut dikatakan bersifat
eksoterm, karena pada proses kelarutannya menghasilkan panas.
Zat terlarut + pelarut  Larutan + panas
Contoh : K2SO4, KOH, CaHPO4, Calsium gliseropospat, minyak atsiri, gas-gas yang larut.
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh dipanaskan, misalnya :
a. Zat-zat yang atsiri, misalnya etanol, minyak atsiri
b. Zat yang terurai, misalnya Natrii bicarbonas
c. Saturatio
d. Senyawa – senyawa calsium, misalnya aqua calcis

6
5. Salting Out.
Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar di banding zat
utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia.
Contoh :
a. Kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.
Disini kelarutan NaCl dalam air lebih besar dibanding kelarutan minyak atsiri dalam air, maka minyak atsiri
akan memisah.
b. Reaksi antara Papaverin HCl dengan solutio charcot menghasilkan endapan papaverin base.

6. Salting In.
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih
besar. Contohnya : riboflavin (vitamin B2) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan yang mengandung
nicotinamidum (terjadi penggaraman riboflavin + basa NH4 ).
7. Pembentukan kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tak larut dengan zat yang larut
dengan membentuk garam kompleks.
Contohnya : Iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.

Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh :


 Ukuran partikel ; makin halus solute, makin kecil ukuran partikel ; makin luas permukaan solute yang kontak
dengan solvent, solute makin cepat larut.
 Suhu ; umumnya kenaikan suhu menambah kelarutan solute.
 Pengadukan.

7
Cara Mengerjakan Obat dalam Larutan
Outline : 1. Natrium bicarbonas, harus dilakukan dengan cara gerus tuang (aanslibben)

1. Na-bic 2. Natrium bicarbonas + Natrium salicylas, Bic natric digerus tuang ,


kemudian ditambah natrium salicylas.Untuk mencegah terjadinya perubahan
2. Na-bic + Na-Salicyl warna pada larutan harus ditambahkan Natrium pyrophosphat sebanyak 0,25
3. Sublimat % dari berat larutan.

4. PK
3. Sublimat (HgCl2), untuk obat tetes mata harus dilakukan dengan
5. ZnCl2 pemanasan atau dikocok-kocok dalam air panas, kemudian disaring setelah
6. Kamfer dingin. NaCl dapat meningkatkan kelarutan sublimat, tetapi menurunkan
daya baktericidnya. Kadar Sublimat dalam obat mata 1 :4000
7. Tanin
8. Extract Opii 4. Kalium permanganat (KMnO4), KMnO4 dilarutkan dengan pemanasan .
Pada proses pemanasan akan terbentuk batu kawi ( MnO2) , oleh sebab itu
9. Argenti Protein setelah dingin tanpa dikocok – kocok dituangkan ke dalam botol atau bisa
10. Succus Liq juga disaring dengan gelas wol .
11. Calcii Lactas
5. Seng klorida,, melarutkan seng klorid harus dengan air sekaligus, kemudian
12. Codein disaring . Karena jika airnya sedikit demi sedikit maka akan terbentuk seng
13. Obat Keras oksi klorid yang sukar larut dalam air. Bila terdapat asam salisilat larutkan
seng klorid dengan sebagian air kemudian tambahkan asam salisilat dan sisa
14. Pengenceran air baru disaring.
15. Pepsin
16. Nipagin-Nipasol 6. Kamfer, kelarutan dalam air 1: 650. Dilarutkan dengan spiritus fortior ( 96
% ) 2 X berat kamfer dalam botol kering kocok-kocok kemudian tambahkan
17. Fenol air panas sekaligus , kocok lagi.
18. Pemanasan
19. Minyak Atsiri 7. Tanin, tanin mudah larut dalam air dan dalam gliserin. Tetapi tanin selalu
mengandung hasil oksidasi yang larut dalan air, tetapi tidak larut dalam
20. SASA gliserin sehingga larutannya dalam gliserin harus disaring dengan kapas yang
dibasahkan. Jika ada air dan gliserin, larutkan tanin dalam air kocok baru
21. Alkaloid basa tambahkan gliserin.
22. Gentian violet
23. Piperazin 8. Extract opii dan extract ratanhiae, dilarutkan dengan cara ditaburkan ke
dalam air sama banyak, diamkan selama ¼ jam.
24. Hidrogen Peroksida
9. Perak protein, dilarutkan dalam air suling sama banyak, diamkan selama ¼ jam , di tempat yang gelap.

10. Succus liquiritiae,


a. dengan gerus tuang (aanslibben), bila jumlahnya kecil.
8
b. dengan merebus atau memanaskannya hingga larut.
11. Calcii Lactas dan Calcii Gluconas, kelarutan dalam air 1 : 20
Bila jumlah air cukup , setelah dilarutkan disaring untuk mencegah kristalisasi. Bila air tidak cukup
disuspensikan dengan penambahan PGS dibuat mixtura agitanda.

12. Codein :
a. direbus dengan air 20 X nya, setelah larut diencerkan sebelumdingin.
b. dengan alkohol 96 % sampai larut ,lalu segera encerkan dengan air.
c. diganti dengan HCl Codein sebanyak 1,17 X-nya.

13. Bahan-bahan obat yang bekerja keras harus dilarutkan tersendiri.

14. Bila terdapat bahan obat yang harus diencerkan dengan air, hasil pengenceran yang diambil paling sedikit
adalah 2 CC

15. Pepsin, tidak larut dalam air tapi larut dalam HCl encer.
Pembuatan : pepsin disuspensikan dengan air 10 X nya kemudian tambahkan HCl encer. Larutan pepsin hanya
tahan sebentar dan tidak boleh disimpan.

16. Nipagin dan Nipasol, kelarutan 1 : 2000


Nipagin berfungsi sebagai pengawet untuk larutan air
Nipasol berfungsi sebagai pengawet untuk larutan minyak
a. dilarutkan dengan pemanasan sambil digoyang-goyangkan
b. dilarutkan dulu dengan sedikit etanol baru dimasukkan dalam sediaan yang diawetkan.

17. Fenol, diambil fenol liquefactum yaitu larutan 20 bagian air dalam 100 bagian fenol. Jumlah yang diambil
1,2 x jumlah yang diminta.

18. Pemanasan tidak diperbolehkan pada pembuatan larutan dari:


• Acetylosalicylas calcicus (Ascal) dan Acidum Acetulosalicylicum (Aspirine)  akan terurai menjadi asam
cuka dan asam salisilat
• Phenylaethylobarbituras natricus  membentuk phenylaethylacetyl ureum

19. Jika di dalam resep terdapat oleum menthae piperitae


• Dapat diteteskan terakhir
• Atau diganti dengan aqua menthae piperitae
• 1 tetes ol. menthae pip. setara dengan 19 mg
• Tiap gram aqua menthae pip. mengandung 1 mg ol.menthae pip

20. Solutio Ammoniae Spirituosa Anisata


9
• Jika tdpt sirup  SASA dicampur dengan sirup dalam botol
• Jika tidak terdapat sirup  SASA ditambahkan terakhir
Komposisi:
Ol Anisi 4
Etanol 90% 76
Ammonia liq 20
Cara membuatnya:
Ol anisi dilarutkan dalam etanol 90% + Ammon Liq, aduk hingga homogen. Harus hati2 karena campuran ini
bersifat alkalis terutama terhadap garam alkaloid yang akan mengendap.

21. Alkaloid basa


• Dilarutkan dalam asam
• Contoh: Codein + HCl, Papaverin + HCl

22. Gentian violet


Ditaburkan dalam wadah berisi air, biarkan ± 15 menit tanpa diaduk, setelah larut baru diaduk.
23. Piperazin
Dalam persediaan dalam bentuk heksahidrat (bereaksi alkalis), perlu dinetralkan dengan asam sitrat sehingga
membentuk senyawa piperazin sitrat yang larut dalam air.

24. Beberapa zat yang tidak stabil dalam larutan:


• Luminal natrium  terurai menjadi fenil etil ureum
• Veronal natrium  terurai menjadi dietil ureum
• Aminofilin  terurai menjadi teofilin dan etilendiamin
• Solusi:
– Mengganti dengan senyawa base nya (berdasarkan BM)
– Jika senyawa base nya sukar larut dalam pelarut yang digunakan maka dibuat suspensi

25. Sol H2O2 (Hidrogen Peroksida)


Dilarutkan terakhir tanpa pengocokan.

10
Metode Pengerjaan Suspensi Emulsi
Outline : Sebelum kita membahas metode pengerjaan suspensi dan emulsi, kita akan
mereview mengenai suspending agent atau emulgator yang digunakan
dalam sediaan suspensi dan emulsi. Apa saja suspending agent dan
25. Suspending agent Emulgator yang biasa kita gunakan? Berapa Jumlahnya? Dan Berapa air
dan Emulgator yang dibutuhkan?
26. Metode Pengerjaan 1. Suspensi
suspensi dan emulsi a) Untuk obat oral, biasanya Pulvis Gummosus (PGS) sebanyak 1% (tidak
berkhasiat keras) atau 2% (berkhasiat keras) dari total sediaan dengan
% menyesuaikan sesuai FI IV. Air yang digunakan untuk membuat
corpus sebanyak 7x PGS
b) Untuk obat topikal, biasanya Gummi Arabicum (PGA) sebanyak 1-2% dari total sediaan. Sedangkan
air yang digunakan untuk membuat corpus sebanyak 1,5x PGA
c) Gelling agent. (untuk topikal), dalam Praktikum Farmasetika II ini yang digunakan adalah CMC Na
sebanyak 1% dengan air untuk membuat corpus sebanyak 20x CMC Na (digunakan air panas)
2. Emulsi
a) Biasanya digunakan PGA sebagai emulgator.Jumlah PGA disesuaikan dengan minyak
i) Minyak – minyak lemak : Gunakan PGA ½ x Minyak, air untuk corpus 1,5x PGA
ii) Minyak – minyak padat : Gunakan PGA aa, air untuk corpus 2-3 x PGA (aqua panas)
iii) Oleum Ricini : Gunakan PGA 1/3 x Minyak, air untuk corpus 2,5x PGA
iv) Oleum Iecoris Aseli : Gunakan PGA 30% x Minyak, air untuk corpus 2,5x PGA
v) Minyak atsiri : Gunakan PGA aa, air untuk corpus 1,5x PGA
b) Surfaktan untuk sediaan topikal (cream) biasanya merupakan campuran dari tween dan span dengan
jumlah disesuaikan dengan HLB Butuh
Setelah kita mengetahui jenis-jenis suspending agent dan emulgator, kita akan membahas metode-metode
dalam pengerjaan sediaan suspensi dan emulsi
1. Metode Gom Basah
Suspending agent / Emulgator dalam mortir, ditambah aqua pro corpus, gerus hingga terbentuk
mucilago, masukan zat padat / minyak kedalam mucilago, gerus homogen, encerkan dengan syrup
atau air, masukan kedalam botol
2. Metode Gom Kering
Zat padat atau minyak digerus dengan Suspending agent / Emulgator dalam mortir, ditambah aqua
pro corpus, gerus hingga homogen, encerkan dengan syrup atau air, masukan kedalam botol
3. Gelling Agent
Gelling agent ditaburkan diatas aqua panas (dimortir) tunggu 15-30 menit hingga mengembang,
kemudian digerus, masukan zat padat / minyak kedalam gelling agent, gerus homogen, encerkan
dengan syrup atau air, masukan kedalam botol
4. Surfaktan
Span (fase minyak) dicampur dengan fase minyak yang lain. Begitu pula dengan Tween (fase air),
dicampur dengan fase air yang lain. Kemudian fase minyak dan fase air dimasukan kedalam mortir
panas, digerus kuat hingga homogen

11
Dasar 1 Hitungan Farmasi

Kelarutan dan Pengenceran

Kelarutan
Kelarutan zat yang tercantum dalam farmakope dinyatakan dengan istilah sebagai berikut :
Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan
untuk melarutkan satu bagian zat.

Sangat mudah larut Kurang dari 1


Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut lebih dari 10.000

Farmakope Indonesia Edisi IV memberikan 3 bentuk persen yaitu :


1. Persen bobot per bobot (b/b)
Menyatakan jumlah gram zat dalam 100 gram campuran atau larutan.
2. Persen bobot per volume (b/v)
Menyatakan jumlah gram zat dalam 100 ml larutan, sebagai pelarut dapat digunakan air atau pelarut lain.
3. Persen volume pervolume (v/v)
Menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml larutan.
4. Persen volume pervolume (v/b)
Menyatakan jumlah ml zat dalam 100 gram larutan.

Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah padat , yang dimaksud
adalah b/b, untuk larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan yang dimaksud adalah b/v dan untuk larutan
cair di dalam cairan yang dimaksud adalah v/v dan untuk larutan gas dalam cairan yang dimaksud adalah b/v.

V1 atau B1 x K1 = V1 atau B2 x K2
Contoh Soal.
1. Hendak dibuat 60ml etanol 70% v/v dari etanol 96% v/v. Berapa ml etanol 96% v/v yang diperlukan?
Jawab : V1 x K1 = V2 x K2
60 x 70% = x.96%
X = 43,75 ml
12
2. Hitung berapa gram zat penambah diperlukan pada pembuatan 400 gram campuran dengan kadar 20 %,
bila yang tersedia 200 gram zat 25 % dan zat 15% yang belum diketahui jumlahnya
Jawab : B1 x K1 + B2 x K2 = B3 x K3
200 x 25% + B2 x 15% = 400 x 20%
B2 = 200 gram
Zat penambah = 400 gram – (200+200) gram = 0 gram (tidak diperlukan zat penambah)

Latihan Soal Pengenceran.


1. Berapa %b/b kadar etanol jika mencampurkan 200 gram etanol 72% v/v dengan air 100cc?
2. Berapa %v/v kadar etanol jika mencampurkan 200 cc etanol 72% b/b dengan air 100gram?
3. Hitung kadar akhir etanol ketika mencampurkan spiritus dilutus dengan air sama berat dan sama volume!
4. Jika kita mencampur 500 gram etanol X% b/v dengan air 300cc maka Bjnya berubah menjadi 0,9600.
Berapa persen etanol sebelum dicampurkan dengan air?
5. Jika kita mencampurkan 100cc etanol 70% v/v dengan air maka kadar etanol berubah menjadi 51% b/b.
Berapakah jumlah air yang ditambahkan?
6. Berapa bobot zat A dalam 200 gram campuran 5% b/v jika diketahui BJ campuran = 1,2 ?
7. Kedalam 30 mililiter boorwater 30% b/v ditambah 70ml air. Berapa kadar boorwater setelah diencerkan?
8. Jika 25 gram boorzalf 10% dicampur dengan 25 gram boorzalf 5%. Hitunglah kadar boorzalf setelah
dicampur!
9. Dalam campuran 5% b/v zat A diketahui mengandung 10 gram zat A. Hitung berat campuran tersebut!
10. Dalam Obat Batuk Hitam mengandung 10% SASA. Dicampur dengan 200ml Obat Batuk Putih yang
menandung SASA 2%. Jika %SASA setelah dicampur adalah 5%, hitung berapa gram Obat Batuk Hitam
yang dicampurkan! (BJ campuran = 1,3)
11. 100 gram Bedak Salicyl dicampur dengan 50 gram Bedak Purol yang mengandung 3% Acid Salicyl. Jika
kadar Acid Salicyl setelah dicampurkan adalah 2% maka berapakah kadar Acid Salicyl dalam bedak
Salicyl?
12. Hitung berapa gram larutan NaCl 90% harus ditambahkan pada 10 gram NaCl 10% supaya diperoleh 100
gram larutan NaCl 15%
13. 50mg alkaloid beladonna dicampur denan 1 gram ekstrak belladon dengan kadar 1,5%. Berapa gram
campuran ekstrak belladon 1,3% yang diperoleh dan berapa gram zat penambah yang diperlukan?
14. Hitung berapa gram larutan glukosa 15% dan berapa gram larutan glukosa 10% yang harus ditambahkan
pada 200 gram larutan glukosa 25% supaya diperoleh 500 gram larutan glukosa 18%.
15. Hitung berapa gram ekstrak belladon 10%, 40%, 50% yang harus digunakan untuk membuat 350 gram
ekstrak belladon 20%

13
1. 2
Dasar Hitungan Farmasi
Perhitungan Dosis Obat dalam Sediaan Cair

Langkah-langkah menghitung dosis pemakaian obat dalam sediaan cair


1
1. Perhatikan BJ sediaan (lihat kadar syrup jika ≥ 6, BJ sediaan dianggap mendekati 1,3)

2. Perhatikan total sediaan, apakah dalam berat (gram) atau dalam volume (ml)
3. Perhatikan jumlah bahan per resep, apakah untuk
a. total sediaan : ditandai dengan tidak ada keterangan, adde
b. per dosis : ditandai dengan adde pds, /dose
c. per sendok : ditandai dengan adde pro sendok (misal: adde pro cth), /sendok (misal: /cth)
4. Ingat! bahwa satuan sendok obat adalah ml.
5. Dalam kasus jumlah bahan untuk total sediaan, Jika total sediaan dalam gram, maka volume sendok
harus diubah menjadi gram dengan cara dikali BJ sebaliknya jika total sediaan dalam bentuk ml, maka
volume sendok tidak perlu dikali BJ. (satuan pembilang dan penyebut dalam menghitung dosis harus
sama)
6. Dalam kasus jumlah bahan untuk per dosis, satu kali pemakaian adalah yang tertera didalam resep
(tidak tergantung pada BJ sediaan)
7. Dalam kasus jumlah bahan untuk per sendok, satu kali pemakaian adalah banyaknya sendok dikali
dengan volume sendok 1x pemakaian dibagi dengan volume sendok per bahan obat. (tidak tergantung
pada BJ sediaan)
8. Dosis 1Hari, dosis 1x pemakaian dikali dengan berapa kali diminum dalam satu hari

14
Perhatikan perbedaannya.
R/ CTM 50mg R/ CTM 50mg R/ CTM 50mg R/ CTM 50mg
Syr Simplex 10 Syr Simplex 10 Syr Simplex 30 Syr Simplex 30
Aquadest ad 100 Aquadest ad 100 ml Aquadest ad 100 Aquadest ad 100 ml
S t dd cth II S t dd cth II S t dd cth II S t dd cth II
Kadar syrup : Kadar syrup : Kadar syrup : Kadar syrup :
10 𝑔 1 1 10 𝑔 ∶ 1,3 𝑔/𝑚𝑙 1 1 30 𝑔 3 1 30 𝑔 ∶ 1,3 𝑔/𝑚𝑙 3 1
= 10 < 6 → BJ = 1 = 13 < 6 → = 10 ≥ 6 → BJ = 1,3 = ≥ →
100 𝑔 100 𝑚𝑙 100 𝑔 100 𝑚𝑙 13 6
2 𝑥 5𝑚𝑙 𝑥 1 𝑔/𝑚𝑙 BJ = 1 2 𝑥 5𝑚𝑙 𝑥 1,3 𝑔/𝑚𝑙 BJ = 1,3
1x x 50mg 1x x50mg
100 𝑔𝑟𝑎𝑚 100 𝑔𝑟𝑎𝑚
2 𝑥 5𝑚𝑙 2 𝑥 5𝑚𝑙
1x x 50mg 1x x 50mg
= 5 mg 100 𝑚𝑙 = 6,5 mg 100 𝑚𝑙

= 5 mg = 5 mg
R/ CTM 2mg / cth R/ CTM 2mg / cth R/ Syr Simplex 30 R/ Syr Simplex 30
Syr Simplex 10 Syr Simplex 10 Adde pro cth CTM 2mg Adde pro cth CTM 2mg
Aquadest ad 100 Aquadest ad 100 ml Aquadest ad 100 Aquadest ad 100 ml
S t dd cth II S t dd cth II S t dd cth II S t dd cth II
Kadar syrup : Kadar syrup : Kadar syrup : Kadar syrup :
10 𝑔 1 1 10 𝑔 ∶ 1,3 𝑔/𝑚𝑙 1 1 30 𝑔 3 1 30 𝑔 ∶ 1,3 𝑔/𝑚𝑙 3 1
= 10 < 6 → BJ = 1 = 13 < 6 → = 10 ≥ 6 → BJ = 1,3 = 13 ≥ 6 →
100 𝑔 100 𝑚𝑙 100 𝑔 100 𝑚𝑙
2 𝑥 5𝑚𝑙 BJ = 1 2 𝑥 5𝑚𝑙 BJ = 1,3
1x x 2mg 1x x 2mg
5𝑚𝑙 5𝑚𝑙
2 𝑥 5𝑚𝑙 2 𝑥 5𝑚𝑙
= 2 x 2mg = 4mg 1x x 2mg = 2 x 2mg = 4mg 1x x 2mg
5𝑚𝑙 5𝑚𝑙

= 2 x 2mg = 4mg = 2 x 2mg = 4mg


R/ Syr Simplex 10 R/ Syr Simplex 10 R/ CTM 2mg / dose R/ CTM 2mg / dose
Adde pds CTM 2mg Adde pds CTM 2mg Syr Simplex 20 Syr Simplex 20
Aquadest ad 100 Aquadest ad 100 ml Aquadest ad 100 Aquadest ad 100 ml
S t dd cth II S t dd cth II S t dd cth II S t dd cth II
Kadar syrup : Kadar syrup : Kadar syrup : Kadar syrup :
10 𝑔 1 1 10 𝑔 ∶ 1,3 𝑔/𝑚𝑙 1 1 30 𝑔 3 1 30 𝑔 ∶ 1,3 𝑔/𝑚𝑙 3 1
= 10 < 6 → BJ = 1 = 13 < 6 → = 10 ≥ 6 → BJ = 1,3 = 13 ≥ 6 →
100 𝑔 100 𝑚𝑙 100 𝑔 100 𝑚𝑙

1x 2mg BJ = 1 1x 2mg BJ = 1,3


1x 2mg 1x 2mg

15
2. 3
Dasar Hitungan Farmasi
Perhitungan Pengambilan Bahan dalam Sediaan Cair

Langkah-langkah menghitung pengambilan bahan dalam sediaan cair


Hal pertama yang harus diperhatikan adalah BJ sediaan. Satuan penyebut dan pembilang harus disamakan.
𝒃𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒈𝒓𝒂𝒎
BJ = 𝒗𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 = 𝒎𝒍

1. Ingat! Rumus Pengambilan Bahan dalam Praktikum Farmasetika 1


𝑅/
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 = 𝑥 𝑅𝑒𝑠𝑒𝑝 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝑎𝑑
Contoh : R/ OBH 100 (BJ sediaan dianggap mendekati 1)
Dalam Resep standar 300ml OBH mengandung 10 gram Glycryhizae succus, 6 gram SASA, 6 gram
Amonii Chlorid
100 𝑔∶1 𝑔/𝑚𝑙
Maka pengambilan Glycyrhizae succus = 𝑥 10 𝑔 = 3,33 𝑔
300𝑚𝑙

2. Pengambilan Bahan jika diketahui per dosis obat atau per sendok
Klue : Per dosis = adde pds, / dose
Per sendok = adde pro sendok (misal: adde pro cth), /sendok (misal: /cth)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐴𝑑
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 = 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑜𝑘
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑜𝑘
Contoh :
R/ CTM 2mg / cth R/ CTM 2mg / dose
Syr simplex 20% Syr simplex 20%
Aq ad 60 (Bj mendekati 1,3) Aq ad 60ml (Bj mendekati 1,3)
S t dd cth II S t dd cth II
60 𝑔𝑟𝑎𝑚 ∶ 1,3 𝑔/𝑚𝑙 60 𝑚𝑙
𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 = 𝑥 2𝑚𝑔 = 18 𝑚𝑔 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛 = 𝑥 2𝑚𝑔 = 12 𝑚𝑔
5 𝑚𝑙 2 𝑥 5 𝑚𝑙
3. Perbedaan antara duplex dan duplo (misal : OBH duplex, Gagarisma Khan duplex, Eliksir
Diphenhidramin I duplex, dll)
Menurut terjemahan bahasa latin, Duplex dan duplo adalah dua kalinya, yang membedakan adalah
Duplex : Zat aktif saja yang dikali dua (Obat dengan kekuatan sediaan 2xnya)
Duplo : Zat aktif + Zat pembawa (semuanya) dikali dua (2 Obat yang sama dalam 1 kemasan)
Mari kita lihat dalam kasus OBH
R/ Glycyrhizae succus 10
Amonii Chlorid 6 X2 Duplex
X2 Duplo
SASA 6
Aquadest ad 300ml

16
4. Penggantian bentuk aktif sediaan obat
𝐵𝑀 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑛𝑡𝑖
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑛𝑡𝑖 = 𝑥 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛
𝐵𝑀 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛
Penggantian Bentuk Chloramphenicol (demikian juga untuk obat-obat yang lain yang ada bentuk
esternya)
Untuk oral : gunakan chloramphenicol palmitat (bentuk esternya; berperan sebagai prodrug : akan pecah
menjadi molekul sederhana jika lewat reaksi enzimatik), alasannya chloramphenicol base sangat pahit
Untuk topikal : gunakan chloramphenicol basa, karena jika dalam bentuk esternya tidak akan dipecah
melalui reaksi enzimatik (khasiat berkurang), juga rasa yang sangat pahit tidak mempengaruhi pasien.
Contoh lain adalah Hidrokortison diganti Hidrokortison acetas, Aminophylin diganti Theophylin,
Luminal Na diganti dengan Luminal, Codein diganti dengan Codein HCl, dll.
Contoh :
R/ Kloramphenicol 5
Mf potio
561,56
Kloramfenikol base diganti kloramfenikol palmitat = x 5 = 8,69 g ≈ 8,7gram
323,13

5. Penggantian bentuk minyak atsiri kedalam aqua aromatika


Misal Oleum Mentahe Pip diganti Aqua MP
Menurut NP V hal 720, 1 tetes Oleum Menthae pip sama dengan 19 mg
Menurut NP V hal 104 Aqua MP
R/ Ol MP 1
Aqua suam kuku 99
Aquadest 900
Kesimpulan: Dalam 1000 gram Aqua MP mengandung 1 gram Oleum MP atau dalam 1 gram Aqua MP
mengandung 1 mg Ol MP
1 𝑔𝑟𝑎𝑚
Maka jika diminta Oleum MP 2 tetes maka perhitungannya, x 2 x 19mg = 38 gram
1 𝑚𝑔

17
Format Jurnal
Resep : Tabel Kelengkapan Bahan :
Nama GO UD TM Kelarutan Khasiat Referensi
Obat
Nama dari Golongan Dosis Takaran Kelarutan Kegunaan Daftar /
bahan Obat Lazim Maksimum bahan Obat Buku
RESEP komponen Bebas, orang orang dapat referensi
dalam Terbatas, dewasa dewasa dilihat di dari
resep Keras, monografi nama
Psikotropika, bahan bahan
Narkotika (semisolid beserta
+ liquid) halaman
I. Kelengkapan Resep
 Isi sesuai dengan administratif resep
Referensi Bahan : II. OTT
 Resep Standar  Permasalahan yang muncul terkait resep
 Kandungan obat  Pemasalahan mengenai interaksi obat
paten III. Usul
 Tulis Referensi buku  Menyelesaikan masalah yang terdapat pada OTT
IV. Perhitungan TM
Pengenceran : No Nama Bahan Dosis Dosis %
 Hitungan Maximal Pemakaian Pemakaian
1 Nama Bahan 1x DM 1x 1x pakai 𝐷𝑝 1𝑥
Pengenceran x100%
𝐷𝑀 1𝑥
(Dosis Maksimal
1H DM 1H 1H pakai 𝐷𝑝 1𝐻
Dewasa) x100%
𝐷𝑀 1𝐻

V. Perhitungan Bahan
No Nama Bahan Perhitungan Kelarutan Penimbangan
1 Nama Obat Perhitungannya untuk (optional) Hasil
mengambil/menimbang untuk menghitung perhitungan
bahan obat jumlah air yg bahan obat
diperlukan untuk dengan satuan
melarutkan bahan yang jelas
VI. Langkah Kerja
Menulis langkah kerja dari mempersiapkan alat dan bahan sampai proses
pengemasan
VII. Wadah
Tulis Wadah sediaan yang digunakan, misal botol coklat, botol tetes, dll.
VIII. Penandaan
Etiket: Putih (Obat dalam) Biru (Obat luar)
LABORATURIUM FARMASETI LABORATURIUM FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIV. INDONESIA FAKULTAS FARMASI UNIV. INDONESIA
APOTEKER : APOTEKER :
No. Tgl. No. Tgl.
Nama pasien
Nama pasien Aturan pakai
Aturan pakai OBAT LUAR
Label : NI (jika mengandung obat keras), Kocok Dahulu (jika Bj berbeda, sediaan tidak
larut, seperti suspensi, emulsi), Label Sisa pengenceran (jika ada)
TIDAK BOLEH DIULANG
KOCOK DAHULU
TANPA RESEP DOKTER
Peringatan Obat Bebas Terbatas
18
Resep Latihan
R/ Alkohol 70% rp 100 R/ Tetes telinga R/ Camphora R/ Dwizolina I gutt
S uc Kanamisin 20ml Sulfur aa 2 nasal 20ml
Pro : Andi S b dd II gtt Aqua Rosae S b dd gtt II
Aqua calcis aa 20 Pro : Siska
Aquadest ad 100
Mf lotion
R/ Konidin syr 60ml R/ Loco Listerine R/ Mylanta Forte rp no I R/ OBP duplex 100
Adde Antiseptic mounthwash S b dd cth I ½hac contin
Salmiak 100mg/cth 100ml Pro : Gunawan CTM 50mg
S t dd cth II S gargel S prn
Pro : Desi (6 tahun) Pro : Edy Pro : Hanna
R/ Ol. Olivae 4 R/ Ol. Olivarum R/ Eliksir
R/ Loco Obat Kurap cap Ol. Ricini 3 Flores Zinci diphenhidramin II duplx
Kapak no I Bals peru 1 Aqua calcis aaa 5 60 ml
S ue Aqua ad 60 Mf linimen adde pds
Pro : Roni Mf potio d sue S ue CTM 2mg
Pro : Wanada S t dd cI
Pro : Ayu (12 tahun)
R/ Coffein 0,1 R/ Bactrim IV R/ Calcii Lactas 1,5 R/ Codein 0,15
Thyamin HCl 0,2 Ephedrin HCl 200mg Aminophylin 2 Acetosal 2
Ol. MP gtt II Ol. Anisi gtt II Aneurin HCl 0,5 Ephedrin HCl 0,2
Syr simplx 20 Syr Thymi Bromatus 30 Syr Menthae 15 Ol MP gtt I
Aqua ad 100 Aqua ad 100 Aqua ad 100 Syr simplx 10
Mf potio S t dd cI Mf potio Aqua ad 100
S ad 3 vis pro 1 hari Pro : Daniar, 12 tahun S t dd cth I Mf potio
R/ Ol. Olivae 6 R/ Diphenhidramin 2% R/Succus liq R/ Papaverin HCl 20mg
Camphora 1 Menthol 0,5 Kloramon Belladon extr 5mg
PGA qs Calamin 5 SASA aa 2 PCT 125mg
Belladon tab no II PGA qs Syr Thymi 20 Syr citri 1
Syr simplex 20 Aqua rosae 20 Ol. MP gtt I Aqua ad 5
Aqua ad 100ml Etanol 60% rp ad 60 Aqua ad 60 Mf potio 60ml
Mf emulsi Mds Obat biang keringat Mf potio S prn b dd C I
S t dd CI S t dd Cp I
Pro : Risma Pro : Asa

19
Daftar Acuan
Ansel, h.c.,1981 " Introduction to pharmaceutical dosage forms ", Lea & Febiger,
Philadelphia.
" Farmakope Indonesia edisi III" tahun 1979 dengan Extra Farmakopenya.
" Farmakope Indonesi edisi IV " tahun 1995
Moh.Anief, 1990 " Ilmu meracik obat " Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Moh.Anief, 1994 " Farmasetika " Gajah Mada University Press, Yogyakarta

20

You might also like