You are on page 1of 9

IDENTIFIKASI SPESIES IKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DNA

BARCODING

Oleh :
Annisa Fadwa Rhodiyah B1A015064
Ayunda
Hena
Fajar
Rombongan : VI
Kelompok :6
Asisten :

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017

BAB I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Barcode ditemukan pada tahun 1949 oleh dua orang Amerika, yaitu Bernard
Silver dan Norman Joseph Woodland. Meski barcode telah dipatenkan pada 7 Oktober
1952, tetapi sistem barcode dengan garis linier hitam-putih mulai digunakan secara
komersial lima belas tahun kemudian. Dari beberapa sistem barcode yang telah
digunakan, hanya Universal Product Code (UPC) yang terdiri dari 12 angka yang
dipakai oleh banyak industri. Barcode yang digunakan Indonesia adalah sistem
European Articles Numbering (EAN) yang memiliki 13 digit yang terdiri dari 12 angka
dan 1 cek digit. Semua produk berbarcode diatur oleh menteri perdagangan dunia.Setiap
negara memiliki kode barcode sendiri sehingga tidak tertukar dengan negara lain (Hebert
et al., 2003).
Identifikasi genetic biasanya dilakukan dengan menggunakan salah satu lokus
mitokondria, yaitu lokus cytochrome oxidase I (COI), yang juga
dikenaldenganistilahDNA barcoding. Namun, padabeberapaorganisme,lokus COI
tidakdapatdigunakanuntukidentifikasipadatingkatspesies,bahkankesulitandalammengam
plifikasilokustersebutsangattinggipadaorganismetertentu,contohnyapadaberbagaijeniskar
angkeras. Sulitnyaamplifikasilokus COI padabeberapaorganisme,
menyebabkandigunakannyalokuslain baikpada DNA inti maupun DNA
mitokondriauntukidentifikasispesiessecaragenetik (Pertiwi, 2015).
Barcoding menggunakan marker pada gen
mitokondriadapatmengidentifikasihampirsemuaspesieshewan. Mitokondriamerupakan
salah satuorganelsel yang memproduksienergiberupa ATP
danmemilikiorganisasigenomsendiri.
Beberapakeuntunganpenggunaangenommitokondriauntukidentifijasiantara lain mt-DNA
memilikijumlahsalinan DNA sangatbanyakdalamsatuorganelnya.
Padaumumnyadalamsatuselhanyaterdapatduasalinansekuens n-DNA danpadasel yang
samaterdapat 100-10.000 salinangenommitokondria (Ghassani, 2011).
Gen yang banyakdigunakansebagaipenanda barcodetersebutdari gen pengkode
protein antara lain cytochrome c oxidase I (COI) dancytochrome b (cyt-b),
sedangkandari gen RNA ribosomadalah 12s rRNAdan 16s rRNA. Penggunaan gen
ribosombiasanyauntuktaksa yang lebihtinggi, sepertitingkatsuku (famili) ataumarga
(ordo), sedangkanpada gen pengkode protein
dapatberadapadatingkatspesiesmaupunsubspesieshingga yang
memilikikekerabatansangatdekatsekalipun. DNA hampirterdapat di
seluruhbagiantubuhdan di fesesapabiladicermatikembaliketika proses pencernaanadasel-
selepiteldarisaluranpencernaaan yang lepasdanterakumulasi di
permukaanfesessehinggadarifesessekarangjamakdijadikansebagaisumber DNA (Hebert
et al., 2003).
Untuk barcoding, standardisasi ini dapat mempercepat pembentukan dan
konstruksi pustaka sekuens DNA yang komprehensif dan konsisten sehingga dapat
menjadi teknologi yang ekonomis untuk identifikasi spesies.Harapannya adalah setiap
orang kapanpun dan di manapun dapat mengidentifikasi spesies dari spesimen secara
cepat dan akurat bagaimanapun kondisi spesimen tersebut.Daftar spesies di dunia yang
sudah ter-barcode tersimpan dalam Barcode of Life Database yang data sekuens-
sekuensnya dapat diakses melalui Gene Bank(Amstrong & Ball, 2005).

B. Tujuan

Tujuan praktikum Identifikasi Spesies Ikan Dengan Menggunakan Metode Dna


Barcoding antara lain:
1. Mengidentifikasi ikan hingga tingkat spesies dengan metode DNA Barcoding
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Materi yang digunakan pada acara ini adalah laptop, software MEGA, serta
sekuens dari ikan yang akan diidentifikasi.
B. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Software MEGA dibuka di laptop.
2. Sekuens pertama dibuka, muncul kromatogram, lalu kromatogram di close.
3. Menu go to file dipilih, file import ditekan, sequence element file ditean, assesori
application ditekan, CAP contig assembly program ditekan.
4. Kemudian contig ditekan 2 kali.
5. Ganti namafile dengan nama “B3”, applied ditekan, lalu ditutup.
6. Dua sekuen diatas “B3” di block lalu dihapus.
7. File “B3” disimpan dengan eksistensi fasta.
8. langkah 2 hingga 7 dilakuakan pada 3 sekuen berikutnya.
9. Aplikasi google pada laptop dibuka, lalu website ORF FINDER dibuka.
10. Sekuen pertama dimasukkan dalam kotak sekuen yang tersedia di website tersebut.
11. Kolom minimal ORF dipilih 300, genetic code dipilih dipilih vertebrae
mitochondria, ATG dan alternative dipilih.
12. Nukleotida ditekan pada display ORF, lalu sekuen disalin dan dipindah ke notepad.
13. Lakukan langkah 10 hingga 12 untuk 3 sekuen berikutnya.
14. Website boldsystem.org dibuka
15. Menu identification dipilih, lalu menu animal identification dipilih dan sekuens
hewan yang diidentifikasi dimasukkan.
16. Keempat sekuen ORF digabung, lalu disimpan dengan nama “gabungan fas”.
17. Software bioedit dibuka, file gabungan dibuka, menu assesori application ditekan,
menu clustal w ditekan, run clustal ditekan, tombol OK ditekan.
18. Mode diubah menjadi edit, offeride diganti menjadi insert.
19. Sekuens yang hanya segaris di block lalu dihapus, sekuens yang ujungnya tidak sama
juga dihapus agar panjangnya sama.
20. File tersebut disimpan dengan eksistensi *txt atau *fas.
21. Software MEGA dibuka, lalu file “gabungan fas dibuka.
22. Menu analyze ditekan, menu nucleotide sequence ditekan, ”yes” ditekan, vertebrate
mitochondria ditekan, “OK” ditekan.
23. Digunakan neighbor joining untuk analisis filogeni, dengan bootsrap 1000, lalu
compute ditekan.
24. Setelah selesai, website NCBI dibuka, COI Cyprinus carpio dicari pada kolom
pencarian, sekuennya disalin dan dilakukan tahap-tahap yang sama di software
MEGA.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

B. Pembahasan

Barcode DNA sebagai ide ilmiah telah menarik perhatian dunia sebagai sistem
terbaru membuktikan identifikasi spesies secara cepat dan akurat menggunakan urutan
pendek DNA (Meier et al., 2006). Ruas DNA yang bisa digunakan untuk sistem tersebut
harus terstandardisasi sebagai label suatu spesies. Barcode DNA juga menjadi salah satu
alternatif pengganti dari identifikasi taksonomi kovensional yang kurang praktis
(Lahaye et al., 2008). Barcode DNA menjanjikan beberapa manfaat, antara lain
mengenali spesies, memastikan keamanan pangan, memastikan keberadaan dan atau
spesies larva, mengontrol hama pertanian, dan melacak asal usul vektor penyakit dan
serangan hama pada suatu area. Teknologi barcoding menggunakan penanda gen
sitokrom oksidase sub unit 1 (CO1) dalam genom mitokondria (mtDNA) dapat
mengidentifikasi hampir semua spesies hewan (Ward et al., 2005), baik interspesifik
maupun intraspesifik (Hebert et al., 2003).
Praktikum kali inini menggunakan istilah 'barcoding DNA' untuk merujuk pada
identifikasi spesies molekuler dengan bantuan gen 'barcode', yang merupakan urutan
singkat DNA yang sangat bervariasi antar spesies. Barcode DNA telah merevolusi studi
biologis dengan meningkatkan kecepatan dari konsep taksonomi Linnaean ke spesimen
biologis. Barcode dapat diterapkan pada sampel massal atau DNA lingkungan, yang kita
sebut disini 'DNA metabarcoding' (Somervuo et al., 2017). DNA barcoding di usulkan
pertama kali oleh Hebert etal. (2003), yang menyatakan bahwa semua spesiesorganisme
dapat diidentifikasi dengan menggunakansekuen pendek dari sebuah gen yang posisinya
di dalamgenom telah terstandarisasi (disepakati bersama) yangdisebut sebagai “DNA
Barcode”.DNA barcode adalah penggunaan sepotong pendek DNA untuk
mengkarakterisasi spesimen, yang telah menjadi sangat populer serta kontroversial
(Dasmahapatra dan Mallet 2006).Barcode DNA sebagai ide ilmiah telah menarik
perhatian dunia sebagai sistem terbaru membuktikan identifikasi spesies secara cepat
dan akurat menggunakan urutan pendek DNA. Ruas DNA yang bisa digunakan untuk
sistem tersebut harus terstandardisasi sebagai label suatu spesies. Barcode DNA juga
menjadi salah satu alternatif pengganti dari identifikasi taksonomi kovensional yang
kurang praktis.Barcode DNA menjanjikan beberapa manfaat, antara lain mengenali
spesies, memastikan keamanan pangan, memastikan keberadaan dan atau spesies larva,
mengontrol hama pertanian, dan melacak asal usul vektor penyakit dan serangan hama
pada suatu area (Meier et al. 2006).
Penggunaan barcode DNA dalam identifikasi ikan hias introduksi telah
dilakukan pertama kali oleh Collins et al. (2012), yaitu terhadap 172 spesies
Cyprinid.Ikan hias yang berasal dari famili Cyprinid umumnya adalah jenis-jenis ikan
hias yang digemari oleh masyarakat dan beredar sangat luas di pasar ikan hias
internasional, seperti jenis danio, rasbora, barb, puntius, dan lain-lain.Sebagian ikan-ikan
tersebut sulit diidentifikasi dengan menggunakan karakter morfologi karena fenomena
cryptic spesies, sehingga identifikasi ikan tersebut sulit dilakukan (Fahmi et al., 2017).
Teknologi barcoding menggunakan penanda gen sitokrom oksidase sub unit 1
(CO1) dalam genom mitokondria (mtDNA) dapat mengidentifikasi hampir semua
spesies hewan (Ward et al. 2005), baik interspesifik maupun intraspesifik (Hebert et al.
2003). Pada hewan, penggunaan mtDNA dalam analisis biogeografi dan sistematik
sering tidak sejalan dengan morfologi. Salah satu penyebabnya adalah karakter
morfologi seringkali memperlihatkan fenomena species cryptic.Sedangkan mtDNA
hewan merupakan genom sitoplasmik yang diwariskan secara uniparental dan tidak
mengalami rekombinasi sehingga species sibling bisa dipastikan mempunyai mtDNA
dengan nilai kesamaan yang tinggi. Salah satu ruas mtDNA yang banyak digunakan
sebagai barcode adalah cytochrome oxidase 1 (CO1) yang dipopulerkan oleh Hebert et
al. (2003). Gen cytochrome oxidase 1 (CO1) adalah segmen dari DNA mitokondria yang
terdiri atas 648pb.
Metode kerja dalam barcoding pun dapat dikatakan cukup mudah. Dimulai dari
sampling, isolasi DNA, kuantifikasi genomic DNA, amplifikasi polymerase chain
reaction (PCR), cycle sequencing, dan yang terakhir adalah analisis sekuens. Sekuens
yang didapat kemudian dibandingkan dengan sekuens referensi yang terdapat di
GenBank dan dihitung persentase homologinya sehingga pada akhirnya kita dapat
mengetahui seberapa besar kemiripan spesies sampel dengan referensi yang sudah ada.
Karena metode DNA barcoding cukup mudah serta keakuratan hasilnya yang baik,
maka metode DNA barcoding dapat digunakan untuk identifikasi hewan (Ghassani,
2011).
Beberapa keunggulan DNA barcoding menurut Virgilio et al. (2012) adalah
memerlukan spesimenyang sangat, mampu mendokumentasikan keragaman grup-grup
taksonomi yang belum dikenal atau grup-grup taksonomi yang berasal dari daerah yang
belum pernah teridentifikasi, mampu mengungkapkan variasibaru pada spesies-spesies
yangsebelumnya digolongkan pada satu species saja. MenurutBhalke dan Schmidt
(2012) DNA barcoding dapatdigunakan untuk dua tujuan, yaitu sebagai perangkat
baruuntuk membantu para ahli taksonomi yang biasa bekerjakeras pada spesimen-
spesimen yang sulit di identifikasi, dan merupakan perangkat inovatif bagi yang bukan
ahlitaksonomi dan untuk mengidentifikasi tanaman secaracepat.Sehingga identifikasi
hewan dengan menggunakanDNA barcoding bisa dilakukan oleh siapa saja (yang
bukanahli taksonomi) asal memiliki pengetahuan dan ketrampilanteknis tentang DNA
barcoding.Hal ini menjawabpermasalahan minimnya ahli taksonomi yang tersedia
danmasih sangat banyaknya keragaman hewan Indonesia yang belum teridentifikasi.
Genome sequencing telah menghasilkan sejumlah besar data sekuens DNA dari
berbagai organisme, akibatnya urutan data base gen tumbuh cepat. Dalam rangka
melakukan analisis data yang lebih efisien, ada suatu program komputer yang mudah
untuk digunakan, mengandung algoritma komputasi yang cepat dan metode statistic
yang berguna. Tujuan dari perangkat lunak MEGA adalah untuk memberikan alat untuk
mengeksplorasi, menemukan, dan menganalisis urutan DNA dan protein dari evolusi
perspektif. Versi pertama dikembangkan untuk komputasi terbatas sumber daya yang
tersedia pada komputer pribadi rata-rata di awal 1990-an. Software MEGA menekankan
integrasi urutan akuisisi dengan analisis evolusi. Ini berisi sebuah data array input dan
beberapa hasil penjelajah untuk representasi visual, penanganan dan mengedit data
urutan, mengurutkan sekuen, membuat pohon filogenetik, dan memperkirakan jarak
evolusi. Hal ini memungkinkan pengguna untuk browsing, mengedit, meringkas, ekspor,
dan menghasilkan keterangan publikasi berkualitas untuk mereka hasilkan.MEGA juga
termasuk penjelajah matriks dan filogeni jarak, serta sebagai modul grafis canggih untuk
representasi visual data masukan dan output hasil. Fitur-fitur ini, yang kita bahas
dibawah ini, selain mengatur MEGA lain urutan program analisis komparatif. Seperti
versi sebelumnya, MEGA 4 dirancang khusus untuk mengurangi waktu dibutuhkan
untuk tugas-tugas biasa dalam analisis data dan untuk menyediakan metode statistik
analisis genetik molekuler evolusi dalam komputasi mudah digunakan meja kerja
(Koichiro etal., 2007).
Identifikasi ikan yang dilakukan dalam praktikum kali ini menggunakan langkah-
langlah sebagai berikut.Pertama, software MEGA dibuka di laptop. Kemudian, sekuens
pertama dibuka, muncul kromatogram, lalu kromatogram di close.Menu go to file
dipilih, file import ditekan, sequence element file ditean, assesori application ditekan,
CAP contig assembly program ditekan. Kemudian contig ditekan 2 kali, ganti namafile
dengan nama “B3”, applied ditekan, lalu ditutup. Setelah itu, dua sekuen diatas “B3” di
block lalu dihapus, file “B3” disimpan dengan eksistensi fasta.Langkah 2 hingga 7
dilakuakan pada 3 sekuen berikutnya.
Langkah berikutnya yaitu aplikasi google pada laptop dibuka, lalu website ORF
FINDER dibuka.Sekuen pertama dimasukkan dalam kotak sekuen yang tersedia di
website tersebut.Kolom minimal ORF dipilih 300, genetic code dipilih dipilih vertebrae
mitochondria, ATG dan alternative dipilih.Nukleotida ditekan pada display ORF, lalu
sekuen disalin dan dipindah ke notepad.Lakukan langkah 10 hingga 12 untuk 3 sekuen
berikutnya.
Selanjutnya kita beralih ke website boldsystem.org, pada enu identification
dipilih, lalu menu animal identification dipilih dan sekuens hewan yang diidentifikasi
dimasukkan.Keempat sekuen ORF digabung, lalu disimpan dengan nama “gabungan
fas”. Setelah disimpan, file tersebut dibuka dalam software bioedit, file gabungan
dibuka, menu assesori application ditekan, menu clustal w ditekan, run clustal ditekan,
tombol OK ditekan.Mode diubah menjadi edit, offeride diganti menjadi insert.Sekuens
yang hanya segaris di block lalu dihapus, sekuens yang ujungnya tidak sama juga
dihapus agar panjangnya sama.File tersebut disimpan dengan eksistensi *txt atau *fas.
File “gabungan fas” tersebut kemudian dibuka pada software MEGA. Menu
analyze ditekan, menu nucleotide sequence ditekan, ”yes” ditekan, vertebrate
mitochondria ditekan, “OK” ditekan.Digunakan neighbor joining untuk analisis filogeni,
dengan bootsrap 1000, lalu compute ditekan.Setelah selesai, website NCBI dibuka, COI
Cyprinus carpio dicari pada kolom pencarian, sekuennya disalin dan dilakukan tahap-
tahap yang sama di software MEGA.Diusahakan agar menyalin sekuen yang panjangnya
sama dengan keempat sekuen ikan yang sedang diidentifikasi. Sekuen dari Cyprinus
carpio tersebut digunakan untuk membuat outgroup pada pohon filogeni.
DAFTAR REFERENSI

Armstrong, K.F. dan Ball, S.L.2005. DNA Barcodes for Biosecurity: Invasive species
Identification. Philos. Trans. R. Soc. B-Biol. Sci 360(1462): 1813-1823.

Dasmahapatra, K.K. dan Mallet, J. 2006.DNA barcodes: recent successes and future
prospects. Heredity 97(4): 254-255.

Fahmi, Melta Rini., Ruby Vidia Kusumah., Idil Ardi., Shofihar Sinansari., & Eni
Kusrini. 2017. Dna Barcoding Ikan Hias Introduksi. Jurnal Riset Akuakultur 12
(1).
Ghassani,Y.K. 2011. DNA Barcoding danKonservasiSatwa Liar. Yogyakarta :KMPV
Press.

Ghassani,Y.K. 2011. KMPV Pet and Wild Animal.Dalam :DNA Barcoding dan
Konservasi Satwa Liar. 30 November 2011. Yogyakarta.
Hebert, P.D.N., A. Cywinska, S. L. Ball, and J.R. deWaard. 2003. Biological
identifications through DNA barcodes. Proc. R. Soc. Lond. B. 270:313-321.
Hebert, P.D.N., Cywinska, S.L.,Ball, J.R& DeWaard. 2003. Biological Identifications
Through DNA Barcodes. B-Biol. Sci, 270 (15), pp. 313-321.

Koichiro Tamura, Dudley Joel Masatoshi Nei, Sudhir Kumar, 2007 Molecular
Evolutionary Genetics Analysis Version 4.0, Centre of Evlutionary Functional
Genomics, Biodesign Institute, Arizona State University.

Meier R, Shiyang K, Vaidya G, Peter. 2006. DNA barcoding and taxonomy in diptera: a
tale of high intraspecific variability and low identification success. Systematic
Biology 55(5): 715-728.
Pertiwi, Ni Putu Dian., Mahardika, I. G. N. K., Watiniasih, Ni Luh. 2015. Optimasi
Amplifikasi DNA Menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pada Ikan Karang Anggota Famili Pseudochromidae (Dottyback) Untuk
Identifikasi Spesies Secara Molekular. Jurnal Biologi, 19(2), pp. 53-57.

Somervuo, Panu.,DouglasW.Yu.,CharlesC.Y.Xu., Yinqiu Ji.,Jenni Hultman., Helena


Wirta.,&OtsoOvaskaine. 2017.
QuantifyingunCertaintyOfTaxonomicPlacementInDNA
BarcodingAndMetabarcoding. Journal of MethodsinEcologyandEvolution 8,
398–407.
Virgilio M, Jordaens K, Breman F, et al. 2012. Turning DNA barcodesinto an alternative
tool for identification: African fruit flies as a model(Poster). Consortium for the
Barcode of Life (CBOL)

Ward RD, Zemlak TS, Innes B, dan Last P. 2005. DNA Barcoding Australia’s fish
species.Philosophical Transactions of The Royal Society 360: 1847-1857.

You might also like