Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
yaitu ketidakmampuan melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
lingkungan.
Melihat kompleknya permasalahan yang timbul akibat cidera yang mengenai
tulang belakang (vertebra) ini, dibutuhkan tim yang terdiri dari multi disiplin yang
memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Tim tersebut terdiri dari dokter, perawat, fisioterapis,
okupasiterapis,psikolog, dan orthosis prostesis. Dalam hal ini fisioterapis berperan
dalam pemeliharan dan peningkatan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional.
Dimulai sejak penderita berada dalam stadium tirah baring hingga pasien
menjalani program rehabilitasi. Sehingga penderita mampu untuk kembali
beraktifitas secara mandiri dengan mengoptimalkan kemampuan yang ada
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(2)
Gambar (1). Columna vertebralis. (2). Os vertebrae aspek superior dan lateral
Sumber : http://www.uscspine.com/spine-health-education/spinal-anatomy.cfm diakses
pada 25 Oktober 2016
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra (body), diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale
3
anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina,
kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat
otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae
antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint). Tulang
vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang rawan.
Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan
ligamentum longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis.
Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak
terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock
absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.
Diskus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari
nukleus pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat
mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan
ekstensi columna vertebralis.
Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya
adalah bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka
nyeri adalah:
Lig. Longitudinale anterior
Lig. Longitudinale posterior
Corpus vertebra dan periosteumnya
Articulatio zygoapophyseal
Lig. Supraspinosum
Fasia dan otot
Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus
intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan
otot (aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini
4
stabilitas daerah pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan
refleks otot-otot sakrospinalis, abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti
oleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur,
dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-
S1 sangat lemah, sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.
Medulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Syaraf Pusat. Terbentang
dari foramen magnum sampai dengan L1, di L1 melonjong dan agak melebar
yang disebut conus terminalis atau conus medullaris. Terbentang dibawah conu
terminalis serabut-serabut bukan syaraf yang disebut filum terminale yang
merupakan jaringan ikat.
Tiga puluh satu pasang nervus spinal keluar dari medulla spinalis melalui
foramen intervertebralis. Mereka meninggalkan sistem saraf pusat dan menjadi
awal dari sistem saraf perifer. Tiga puluh satu pasang saraf ini diberi nama sesuai
dengan tingkat kolom vertebra:
Cervical (C) - 8 pasang saraf
Thoracic (T) - 12 pasang saraf
Lumbar (L) - 5 pasang saraf
Sacral (S) - 5 pasang saraf
Coccygeal - 1 sepasang saraf
Nervus spinalis ini mengandung serabut eferen (motor) yang membawa
impuls saraf dari medulla spinalis ke perifer seperti otot, dan serabut aferen
(sensorik) yang membawa impuls sensorik dari perifer ke medulla spinalis.
5
Gambar (3). Spinal chord
Sumber : http://www.chiro-online.com/lc/principles/module5/module5_7.html diakses
pada 25 Oktober 2016
Medulla Spinalis adalah bagian dari sistem saraf pusat (SSP), yang
memanjang kearah kaudal dan dilindungi oleh struktur vertebra. Medulla spinalis
dibungkus oleh tiga lapisan sama seperti otak yakni duramater, arachnoidmater
dan yang paling dalam piamater. Pada orang dewasa kebanyakan hanya
menempati bagian atas dua-pertiga dari kanalis vertebralis sebagai pertumbuhan
tulang yang menyusun tulang punggung secara proporsional lebih cepat
dibandingkan dengan sumsum vertebra.
Sepanjang median sagittal, fissure anterior dan posterior membagi medulla
spinalis menjadi dua bagian simetris, yang terhubung oleh commisura anterior dan
posterior. Di kedua sisi lateralnya, dimana terdapat fissura anterolateral dan
posterolateral, disitu terdapat titik dimana radiks spinalis keluar yang akhirnya
membentuk medulla spinalis.
Tidak seperti otak, pada medulla spinalis substantia nigra dikelilingi substantia
alba. Substantia alba secara konvensional dibagi menjadi funikulus dorsal,
dorsolateral, lateral, ventral dan ventrolateral. Separuh dari tiap bagian berbentuk
bulan sabit, walaupun susunan dari substantia nigra dan substantia alba berbeda di
setiap tingkatan rostrocaudal.
6
Substansia nigra dapat dibagi menjadi cornu dorsalis, cornu intermedia, cornu
ventralis, dan bagian ventromedial mengelilingi canalis medulla spinalis.
Substantia alba semakin berkurang sampai di akhiran medulla spinalis, dan
bersatu dengan subtantia nigra membentuk membentuk conus terminalis, dimana
radiks spinalis yang secara paralel membentuk cauda equine.
Setiap pasangan nervus spinalis mempersarafi daerah tertentu dari tubuh
dengan neuron sensorik dan motorik. Serabut saraf sensorik dan stimulus dari
daerah kulit yang dipersarafi disebut dermatom. Serabut saraf motorik dan otot-
otot yang dipersarafi disebut myotomes.
Pusat saraf vertebra terdiri dari substantia nigra, sel body neuron dari akson
tidak bermielin neuron motorik dan juga interneuron, yang menghubungkan saraf
aferen dan eferen. Substantia nigra tampak seperti gambaran kupu-kupu di sekitar
kanal pusat dan dibagi menjadi tiga pasang cornu. Cornu dorsalis neuron sensorik,
cornu ventralis neuron motorik dan cornu lateral menginervasi sistem saraf
simpatik. Substantia nigra medulla spinalis dikelilingi oleh upper dan lower
neuron sensorik dan motorik yang terdiri dari materi putih bermielin. Ramus
komunikans substantia alba bercabang dari saraf vertebra khusus di daerah dada
dan bagian atas vertebra lumbar. Mereka adalah serabut preganglionik yang
memanjang dari saraf vertebra ke ganglion saraf simpatik. Ramus komunikans
substantia nigra adalah serabut postganglionik dari cranial kembali ke vertebra.
7
pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.
Kedua saraf motorik tersebut mempunyai peranan penting di dalam sistem
neuromuscular tubuh. Sistem ini yang memungkinkan tubuh kita untuk bergerak
secara terencana dan terukur.
8
Susunan Somestesia
Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang
maupun otot dikenal sebagai somestesia. Terdiri dari:
a. Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
b. Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa
tekan, rasa gerak dan rasa sikap.
c. Perasaan luhur: diskriminatif & dimensional.
B. PATOLOGI
1. Defenisi
Paresis merupakan kelemahan atau kelumpuhan parsial yang ringan atau tidak
lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau
gerakan terganggu, kelemahan disini berupa hilangnya sebagian fungsi otot untuk
satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas
bagian yang terkena. Paresis pada anggota gerak dibagi menjadi 4 macam yaitu :
c. Hemiparesis : kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atas
dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama
9
Paralisis adalah kehilangan atau gangguan fungsi motorik pada suatu
bagian akibat lesi pada mekanisme saraf atau otot.
KLASIFIKASI
a. Paraparesis Spastik
b. Paraparesis Flaksid
2. Etilogi
10
3. Fistula arteriovenous atau kelainan vaskular lainnya (trombosis arteri
spinalis anterior)5
4. Mielitis transversa
Kelainan pada hemisfer serebral yang dapat menyebabkan paraparesis
akut yakni anterior cerebral artery ischemia (reflex mengangkat bahu dapat
terganggu), superior sagittal sinus atau cortical venous thrombosis, dan acute
hydrocephalus. Jika tanda UMN disertai adanya drowsiness, confusion,
seizures, atau tanda hemisferik lainnya tanpa adanya gangguan sensoris maka
penegakan diagnosis dimulai menggunakan MRI otak. Paraparesis merupakan
bagian dari sindrom kauda equine yang dapat disebabkan oleh trauma pada
punggung bawah, HNP, dan tumor intraspinal.2
11
berakhir pada daerahyang mengalami cedera. Gejala-gejala yang timbul
tergantung dari penyebabnya,bila terjadi secar tiba-tiba akan mengalami
spinal shock yang ditandai denganflaccid paralysis. Kerusakan diatas L1
memberikan gambaran lesi UMN sedangkan kerusakan di bawah L1
memberikan gambaran LMN.
4. Patofisiologi
Lesi yang mendesak medula spinalis sehingga merusak daerah jaras
kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot–otot
bagian tubuh yang terletak di bawah tingakt lesi. Lesi yang memotong
melintang (transversal) medula spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5
dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot yang berada di bawah C5,
yaitu sebagian dari kedua otot – otot kedua lengan yang berasal dari miotoma
C6 sampai miotoma C8, kemudian otot – otot thorax dan abdomen serta
segenap muskular kedua tungkai. Kelumpuhan semacam ini disebut sebagai
paraplegi.
Akibat terputusnya lintasan somatosensorik dan lintasan autonom
neurovegetatif asenden dan desenden, maka tingkat dari lesi kebawah,
penderita tidak merasakan buang air besar dan buang air kecil serta tidak
memperlihatkan reaksi nuerovegetatif.
Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada tingkat seluler
atau tingkat lumbal yang mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya
yang serupa denga lesi yang terjadi pada daerah servikal, yaitu pada tingkat
lesi dan dibawah tingkat lesi terdapat kelumpuhan UMN. Kelumpuhan LMN
pada tingkat lesi melibatkan kelompok otot yang merupakan sebagian kecil
dari muskular toraks dan abdomen, namun kelumpuhan tidak begitu jelas
dikarenakan peranan dari muskular tersebut tidak begitu jelas.
Tingkat lesi transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh
batas defisit sensorik. Dibawah batas tersebut, tanda – tanda UMN dapat
ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap.
12
5. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi
13
A. Pendekatan Intervensi Fisioterapi
1. Positioning
Teknik :
14
c. Fisioterapis memberikan gerakan abduksi-adduksi dan eksorotasi-
endorotasi hip serta dorso-plantar flexi ankle secara pasif pada kedua
tungkai.. Pemberian pasif exercise juga diperlukan untuk ext. atas otot
untuk menguatkan otot ext. atas untuk membantu
4. Streaching exercise
Tujuan : Untuk mencegah kontraktur sekaligus sebagai koreksi postur
5. ADL exercise
Tujuan : untuk meningkatkan ADL tidur dan persiapan bangun ketidur
15
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
B. Data-data Medis
Anamnesis Umum
a. Nama : Tn. R
b. Umur : 29 tahun
f. Pekerjaan : Wiraswasta
Anamnesis Khusus
16
e. Penyebab : Trauma (Terjatuh)
Pernafasan : 20 x/menit
Temperature : 37 oC
E. Inspeksi
a. Statis
- Pasien tidur terlentang di atas bed raut wajah lemas, pucat, dan cemas
b. Dinamis
17
F. Palpasi
Suhu : Hangat
Nyeri :
Menggunakan
Skala 0-4 mm : Tidak nyeri (Tidak ada rasa sakit. Merasa normal).
Skala 5-44 mm : Nyeri ringan (Masih bisa ditahan, aktifitas tak
terganggu).
Skala 45-74 mm : Nyeri sedang (Mengganggu aktifitas fisik).
Skala 75-100 mm : Nyeri berat (Tidak dapat melakukan aktifitas
secara mandiri).
Hasil : 7,1 => Skala 45-74 mm : Nyeri sedang (Mengganggu aktifitas fisik).
18
Grade Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot
Tes Refleks
1. Refleks Fisiologis
- Biceps
Fisioterapi memegang lengan pasien yang di semiflexikan sambil
menempatkan ibu jari di atas tendon m. Biceps, lalu ibu jari diketuk
Hasil : Normal/ Ada Refleks
- Triceps
Fisioterapi memegang lengan bawah pasien yang di
semiflexikan.Setelah itu, ketok pada tendon m. Triceps, yang berada
sedikit di atas olekranon.
Hasil : Normal/ Ada Refleks
19
- Knee Pess Reflex
Tungkai diflexikan dan digantungkan, lalu ketok pada tendon m
Quadriceps Femoris (dibawah patella pada tuberositas tibia)
Hasil : Normal/ Ada Refleks
2. Refleks Patologis
- Chaddok
Prosedur :Pasien tidur terlentang, kemudian tarik garis kedepan
pada kulit dorsum kaki lateral melingkari malleolus
Hasil : Tidak ada refleks / Hyporefleks
- Babinsky
Prosedur : Pasien dalam posisi tidur terlentang, kemudian tarik garis
dari tumit ke sepanjang arah lateral kaki ke arah jari-jari
kaki dengan cepat.
Hasil : Tidak ada refleks / Hyporefleks
- Gordon
Prosedur : Pasien tidur telentang, kemudian memencet/mencubit
otot gastrocnemius.
Hasil : Tidak ada refleks / Hyporefleks
- Refleks Schaefer
Prosedur : Memencet (mencubit) tendon achilles.
Hasil : Tidak ada refleks / Hyporefleks
20
Tes Sensorik
- Tes Tajam Tumpul
Prosedur : Fisioterapimenyentuh atau menggoreskan ujuang
hammer pada kedua tungkai pasien
Hasil : Tidak terasa
HURUF/ ISTLAH
NO DEFINISI
GRADE KLASIFIKASI
21
Gerakan sesuai ROM secara penuh tapi dengan
posisi tubuh dimana gaya gravitasi di hilangkan
2+ P+ Poor plus
dan ditingkatkan hingga ½ ROM melawan gaya
gravitasi
Gerakan sesuai ROM secara penuh dengan
posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan
3- F- Fair minus
dan ditingkatkan hingga ROM lebih dari ½
dengan melawan gaya gravitasi
Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan
3 F Fair
gravitasi
Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan
3+ F+ Fair plus gravitasi bumi dan dapat melawan resisten
minimal
Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan
4 G Good
gravitasi dan dapat melawan tahanan sedang
Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan
5 N Normal gravitasi dan dapat menahan beban secara
maximal
Tes Keseimbangan
Tujuan : Melatih keseimbangan
Tekhnik : Pasien dalam posisi duduk, kemudian fisioterapi memberikan
aproksimasi atau dorongan ke kanan, kiri, depan dan belakang, apabila
pasien terdorong atau jatuh dan tidak dapat mempertahnkan
keseimbangannya maka hasil tes positif.
Hasil :
22
Tes kemampuan fungsional
Kuesioner ADL Index Barthel (BAI)
23
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
TOTAL SKOR
24
H. Pemeriksaan Tambahan
Hasil X-Ray (Foto Polos) Foto Thoracal 2 posisi
Foto Thoracolumbal AP/Lat :
CT SCAN-LUMBAL
Hasil laboratorium
25
I. Diagnosa dan problematik Fisioterapi ( sesuai konsep ICF)
Nama pasien : Tn.R
Umur : 29 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Kondisi/Penyakit :
Gangguan Motor Function Paraparese UMN Et Causa Fraktur Kompresi Medulla
Spinalis L1
26
K. Rencana intervensi Fisioterapi
1. Passive ROM Exercise
2. Streatching Exercise
3. Strenghtening
4. Positioning
5. ADL Exercise
6. Breathing Exercise
7. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF)
8. Latihan keseimbangan
Teknik :
3. Streaching exercise
27
Tujuan : Untuk mencegah kontraktur sekaligus sebagai koreksi postur
pasien yang tidak sesuai
4. Strenghtening
5. Positioning
Tujuan : Untuk mencegah terjadi dekubitus
Dosis : Kurang lebih 2 jam melakukan miring kanan dan miring kiri
6. ADL exercise
Tujuan : Untuk meningkatkan ADL tidur dan persiapan bangun dari tidur
7. Breathing exercise
Teknik 1 :
- Pasien dalam keadaan tidur telentang diatas bed dengan posisi fleksi
knee
- Berikan fiksasi pada angkle pasien agar tungkai tidak terangkat
- Berikan stimulasi agar pasien mengangkat pantatnya
Teknik 2 :
- Pasien dalam keadaan tidur telentang diatas bed dengan posisi fleksi
knee
- Minta pasien untuk meluruskan tangannya kedepan dan saling
mengenggam/bertautatan
- Kemudian posisikan pasien untuk duduk dan sedikit serong ke kiri dan
kanan jika tidak mampu secara mandiri berikan bantuan
- Minta pasien untuk mempertahankan posisi tersebut
Dosis : Setiap hari 6x repetisi
M. Evaluasi Fisioterapi
Setelah dilakukan intervensi Fisioterapi pada pasien tersebut, tampak
tidak ada peningkatan kekuatan otot dan secara keseluruhan belum
menunjukkan peningkatan yang progressive
29
N. Edukasi
- Menganjarkan dan memberikan contoh kepada pasien dan keluarga pasien
latihan positioning yaitu berupa balik ke kanan dan ke kiri untuk
mencegah tirah baring/decubitus
- Menganjarkan dan memberikan contoh kepada keluarga pasien latihan
passive ROM berupa gerakan menekuk atau gerakan fleksi ekstensi,
adduksi abduksi, internal rotasi dan eksternal rotasi pada ke dua tungkai
secara bergantian untuk mencegah atropi dan kontraktur pada otot
- Pasien harus menyemangati dirinya sendiri untuk berfikir positif untuk
kesembuhannya.
30
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paraparese adalah terjadinya gangguan antara kedua anggota gerak tubuh
bagian bawah . Hal ini terjadi karena adanya defek antara sendi facet superior
dan inferior (pars interartikularis). paraparese adalah adanya defek pada pars
interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata. paraparese terjadi pada 5%
dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala atau gejalanya
hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif
memberikan hasil yang baik. paraparese dapat terjadi pada semua level
vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian
bawah(Iskandar, 2002).
Ada pun Pendekatan Intervensi Fisioterapi yang akan digunakan adalah :
1. Passive ROM exercise 6. Breathing Execrcise
2. Streaching exercise 7. Latihan keseimbangan
3. Strenghtening
4. Positioning
5. ADL exercise
B. Saran
1. Penanganan fisioterapi dapa memberikan perubahan yang baik sesuai dengan
yang di inginkan terhadap pasien yang tangani sehingga pasien dapat
beraktivitas kembali dalam kehidupan sehari-hari.
2. Fisioterspi memberikan latihan home program kepada pasien
31