Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
Mutiara (021721019)
FISIOTERAPI PROGRAM B
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
2
kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom. Penyakit ini menyebabkan penderita
tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.7-9
Pengobatan Penyakit Parkinson saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala
motorik dan memperlambat progresivitas penyakit. Tetapi selain gangguan motorik
penyakit Parkinson juga mengakibatkan gejala non motorik seperti depresi dan
penurunan kognitif, disamping terdapat efek terapi obat jangka panjang. Hal tersebut
tentu saja mempengaruhi kualitas hidup penderita Parkinson. Peningkatan kualitas hidup
adalah penting sebagai tujuan pengobatan.7-9
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah
Parkinson’s Disease (Penyakit Parkinson) adalah penyakit neurodegeneratif yang
bersifat kronis progresif, dan merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia
Alzheimer. Penyakit ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun
keluarga.6 Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James
Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang
mengalami ganguan pergerakan.7
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya; resting tremor,
rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut
merupakan akibat dari degenerasi neuron dopaminergik pada sistem nigrostriatal.
Namun, derajat keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien
sering disertai depresi, disfungsi kognitif, gangguan tidur, dan disfungsi autonom.8
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit Gejala awalnya muncul sebelum usia
40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan,
pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa,
meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.8,9
2.2. Definisi
Parkinson’s Disease (Penyakit Parkinson) merupakan suatu penyakit karena
gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/neostriatum (striatal dopamine
deficiency).10
Penyakit parkinson merupakan proses degeneratif yang melibatkan neuron
dopaminergik dalam substansia nigra (daerah ganglia basalis yang memproduksi dan
menyimpan neurotransmitter dopamin). Daerah ini memainkan peran yang penting
dalam sistem ekstrapiramidal yang mengendalikan postur tubuh dan koordinasi gerakan
motorik volunter, sehingga penyakit ini karakteristiknya adalah gejala yang terdiri dari
bradikinesia, rigiditas, tremor dan ketidakstabilan postur tubuh (kehilangan
keseimbangan).31, 32
4
Parkinson’s Disease adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari
neuron dopaminergik substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies.
Neurodegeneratif pada parkinson juga terjadi pada daerah otak lain termasuk lokus
ceruleus, raphe nuklei, nukleus basalis Meynert, hipotalamus, korteks cerebri, motor
nukelus dari saraf kranial, serta sistem saraf otonom.11
2.3. Epidemiologi
Penyakit parkinson merupakan salah satu kelumpuhan yang paling umum di
Amerika Serikat. Penyakit tersebut terjadi pada satu dari setiap seratus orang yang
berusia lebih dari 60 tahun dan lebih mempengaruhi pria daripada wanita. Secara kasar
60.000 kasus baru didiagnosis tiap tahun di Amerika Serikat, dan insidensnya
diprediksikan akan meningkat seiring pertambahan usia populasi. 32
Penyakit parkinson menyerang penduduk dari berbagai etnis dan status sosial ekonomi.
Penyakit parkinson diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah
penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat penyakit parkinson di
Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia dengan
prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.13
2.4. Klasifikasi
Parkinsonism dapat dibagi atas 3 bagian besar, yaitu :14
a. Primer atau idiopatik : Penyakit Parkinson, Juvenile Parkinsonism
b. Sekunder atau simtomatik : berhubungan dengan infeksi, obat, toksin, penyakit
vaskuler, trauma, dan tumor otak.
5
c. Parkinson plus (disebut juga sebagai paraparkinson) : progressive supranuclear
palsy, degenerasi kortikobasal ganglionik, kelainan herediter seperti penyakit
Wilson, penyakit Huntington, dan lain-lain.
2.5. Etiologi
Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di
antaranya ialah; infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi
abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum
diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.11
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana kerusakan itu terjadi belum jelas benar.
Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut:11
1. Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra.
2. Genetik
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada Parkinson’s
Disease. Yaitu mutasi pada gen sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1)
pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal
resesif, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom.
Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria.15
Adanya riwayat Parkinson’s Disease pada keluarga meningkatkan faktor resiko
menderita Parkinson’s Disease sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8
kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh
keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di
USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa.
Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita.
Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena
kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.13
6
3. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan
mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intra-utero diduga turut menjadi faktor predesposisi
Parkinson’s Disease melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada Parkinson’s Disease. Sebaliknya, kopi
merupakan neuroprotektif.
e. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan Parkinson’s Disease, meski
mekanismenya masih belum jelas benar.
f. Stres dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stres dihubungkan dengan Parkinson’s Disease karena pada stres
dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stres
oksidatif.
g. Ras
Angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit
hitam.
2.6. Patofisiologi 11
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta
(SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy bodies)
dengan penyebab multifaktor. 31, 33
Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di
otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat
kontrol/koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter
7
yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan
keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan
untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur
pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara).
Dopamin diproyeksikan ke striatum dan seterusnya ke ganglion basalis. Reduksi ini
menyebabkan aktivitas neuron di striatum dan ganglion basalis menurun, menyebabkan
gangguan keseimbangan antara inhibitorik dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol
sirkuit neuron di ganglion basalis untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi
terhadap jaras langsung dan eksitasi terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis
motorik ataupun non-motorik. Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di
sistem saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia),
tremor, kekakuan (rigiditas) dan hilangnya refleks postural.31, 33, 34
Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo
perifer dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia
nigra adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson, karena
terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami
patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem
ekstrapiramidal.33
Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada
dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang
otak. Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis, sedangkan
yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan.
Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan
gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram.33
Ganglia Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:33
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum) Neostriatum terdiri dari putamen
(Put) dan Nucleus Caudatus (NC).
2. Globus Palidus (GP)
3. Substansia Nigra (SN)
4. Nucleus Subthalami (STN)
Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB
dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis.
Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan
supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke
8
GPi (Globus Palidus internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)
melalui GPe (Globus Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke inti-
inti talamus (antara lain: VLO: Ventralis lateralis pars oralis, VAPC: Ventralis anterior
pars parvocellularis dan CM: centromedian). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana
jalur tersebut berasal. Masukan dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik
kortiko spinalis (traktus piramidalis).33
Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan di ganglia
basalis oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok inti disitu sangat kompleks
dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang bermacam-macam.
Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk dapat mengerti perannya
dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis.33
Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan, yaitu berdasarkan cara kerja
obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf
kolinergik, dan perubahan keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalur indirek
(eksitasi). 33
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc
adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal,
seperti dopamin quinon yang dapat bereaksi dengan α-sinuklein (disebut protofibrils).
Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway,
sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu
dipertimbangkan antara lain: 33
Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan
nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
Kerusakan mitikondria akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan
akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya
menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel.
Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang
memicu apoptosis sel-sel SNc.
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal pada
penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
9
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron nigrotriatal,
karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal oksi lainnya. Walaupun
ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan dari stress oksidatif, namun pada
usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berperan pada proses neurodegenerasi
pada Parkinson.
Pandangan saat ini menekankan pentingnya ganglia basal dalam menyusun
rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam melakukan gerakan, dan bagian yang
diperankan oleh serebelum ialah mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan
balik mengenai pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah
mengumpulkan program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan
melakukan pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal adalah gerakan
involunter.
Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis (kaudatus, putamen,
palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia nigra, nukleus rubra, lokus
seruleus).
Secara sederhana, penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai
berikut :
1) Piramidal: kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek
superfisial yang abnormal
2) Ekstrapiramidal: didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter
3) Serebelar: ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai nistagmus
4) Neuromuskuler: kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun
12
Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat
(marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu
membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.10
(1) tubuh condong ke depan, (2) bahu adduksi, (3) siku fleksi 90˚, (4) pergelangan
tangan ekstensi, (5) Hip dan lutut semifleksi.
i. Gejala Lain
Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas
pangkal hidungnya (tanda Myerson positif)10
13
- kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan
warna.
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
ortostatik, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan
penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan -
berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau
anosmia).
2.8. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada setiap kunjungan penderita :
1. Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk
mendeteksi hipotensi ortostatik.
2. Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan
diekstensikan, menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan
rigiditas yang san gat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3. Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh
menulis kalimat sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris
14
dengan tangan kanan dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk
perbandingan waktu follow up berikutnya.
4. Pemeriksaan penunjang
I. Terapi Farmakologik
17
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa
melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami
perubahan enzimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron
di ganglia basal. Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah
diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun
tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama
semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal
pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan
obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis,
COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.
2. Agonis dopamin32, 33, 35
18
Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin. Biasa
dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat
ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah
insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia.
B. Bekerja pada sistem kolinergik
Antikolinergik33
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi
neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu
mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat
mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak
digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan
benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin). Efek
samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis
ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun,
karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
C. Bekerja pada Glutamatergik
Amantadin33
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat
ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat
menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada
penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan
mengantuk.
D. Bekerja sebagai pelindung neuron
Neuroproteksi33
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi
akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :
a. Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap
kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron. Termasuk dalam
19
kelompok ini adalah BDNF (brain derived neurotrophic factor), NT 4/5
(Neurotrophin 4/5), GDNT (glia cell line-derived neurotrophic factorm artemin),
dan sebagainya. Semua belum dipasarkan.
b. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan
neurotoksis (MPTP, Glutamate). Termasuk disini antagonis reseptor NMDA, MK
801, CPP remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.
c. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat
serangan radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7-nitroindazole, nitroarginine
methyl-ester, methylthiocitrulline, 101033E dan 104067F, termasuk didalamnya.
Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas.
Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E (tocopherol) tidak menunjukkan efek
anti oksidan.
d. Bioenergetic suplements, yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi
di mitokondria. Coenzym Q10 ( Co Q10 ), nikotinamide termasuk dalam
golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada
hewan model dari penyakit parkinson.
e. Rotigotine, rotigotine transdermal yang disampaikan adalah tambahan yang
secara klinis inovatif dan berguna untuk kelas agonis dopamin reseptor.
Rotigotine transdermal patch mewakili pilihan efektif dan aman untuk
pengobatan pasien dengan awal untuk maju penyakit Parkinson. Kemungkinan
non-invasif dan mudah digunakan formulasi yang memberikan stimulasi terus-
menerus dopaminergik mungkin langkah menuju meminimalkan komplikasi
yang timbul dari stimulasi pulsatil dopaminergik. Karena pasien penyakit
Parkinson biasanya harus mengambil banyak dosis obat setiap hari, patch ini
diharapkan akan membantu banyak penderita.
f. Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk
penyakit parkinson, yaitu nikotin. Pada dasawarsa terakhir, banyak peneliti
menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya
sebagai neuroprotektan. Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R
nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis, misalnya
glutamat lewat R NMDA , asam kainat, deksametason dan MPTP. Bahan
nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia.8 Terapi
neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif
adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics,
20
antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering
digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and
rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme
Q10.
Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan
antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan
jaringan premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya
fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial
glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat
21
immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga
masa hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat
mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya
menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur
bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis
maupun perijinan.
a. Rehabilitasi medik
Peranan rehabilitasi medik pada penyakit Parkinson adalah :
- Mencegah kontraktur oleh karena rigiditas, dengan gerakan pasif perlahan namun
full ROM.
- Meningkatkan nilai otot secara general dengan fasilitasi gerak yang dimulai dari
sendi proximal, misalnya dengan menggunakan PNF, NDT atau konvensional.
- Meningkatkan fungsi koordinasi.
- Meningkatkan transfer dan ambulasi disertai dengan latihan keseimbangan.
Fisioterapi
Gelombang Panjang
Gelombang panjang ini diatas 12.000 A sampai dengan 150.000 A. Penetrasi
sinar ini hanya sampai pada lapisan superficial epidermis, yaitu sekitar 0,5 mm.
22
Gelombang Pendek
Panjang gelombang ini antara 7.700 A sampai dengan 12.000 A. Daya penetrasi
ini lebih dalam dari gelombang panjang, yaitu sampai jaringan subcutan darah
kapiler, pembuluh lymph, ujung-ujung saraf dan jaringan lain dibawah kulit.
Berdasarkan tipe sinar infra red dapat dibedakan sebagai berikut:
Tipe A: panjang gelombang 780 – 15000 mm, penetrasi dalam
Tipe B: panjang gelombang 1500 – 3000 mm, penetrasi dangkal
Tipe C: panjang gelombang 3000 – 10.000 mm, penetrasi dangkal
Efek Fisiologis
Pengaruh sinar infra red jika sinar infra red diabsorbsi oleh kulit, maka panas
akan timbul pada tempat sinar tadi diabsorbsi. Dengan adanya panas ini temperature
naik dan pengaruh-pengaruh lain akan terjadi antara lain adalah:
Meningkatkan proses metabolisme
Vasodilatasi pembuluh darah
Pigmentasi
Pengaruh terhadap jaringan otot
Menaikkan temperatur tubuh
Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
Efek Terapeutik
Relaksasi otot
Meningkatkan suplai darah
23
Posisi pasien dalam keadaan tidur terlentang dengan menggunakan kaca mata
pelindung
Daerah yang akan diterapi bebas dari pakaian
Sinar infra red diarahkan tegak lurus pada daerah yang akan diterapi
3. Dosis
Intensitas
Durasi
Frekwensi
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Sebelum terapi
Perhatikan daerah yang akan diterapi, apakah ada bengkak atau tidak, suhunya
normal atau tidak, jika ada bengkak ataupun suhu tidak normal maka sinar infra
red jangan mengenai daerah tersebut.
Pada saat terapi
Apabila pasien merasakan pusing, mual, menggigil, keringat dingin, maka terapi
segera dihentikan.
Setelah terapi
Setelah terapi, pasien dianjurkan tidak segera bangun dari tempatnya dan bagian
yang sudah diterapi diperiksa kembali dan kemudian peralatan dirapikan kembali
seperti semula.
2. Terapi latihan
24
Menurunkan atau menghambat pain
Membantu proses penyembuhan oleh cidera atau operasi
Membantu memelihara pergerakan pasien yang disadari
b. Stretching Exercise
c. Strengthening Exercise
Latihan penguatan merupakan bentuk dari latihan aktif dimana suatu kontraksi
dinamik maupun statis melawan suatu tenaga/kekuatan dari luar.
25
Tujuan dari strengthening exercise yaitu :
26
Stimulasi dari saraf, otot, reseptor sensorik untuk menghasilkan respon
melalui rangsangan manual untuk meningkatkan kemudahan pergerakan
dan meningkatkan fungsi otot.
Mekanise neuromuskular yang normal memberi kemampuan untuk
melakukan aktifitas motorik yang luas dengan struktur anatomis yang
terbatas. Hal ini terintegrasi dan efisien tanpa mempengaruhi aksi
motorik, aktifitas reflex dan reaksi lainnya.
Mekanisme neuromuskular yang tidak lengkap tidak cukup memenuhi
untuk hidup sehari-hari karena kelemahan, ikoordinasi, spasme otot atau
spastisitas.
Keperluan khusus diberikan oleh terapis fisik dan terapis okupasional
memfasilitasi efek dari mekanisme neuromuskular dan mengembalikan
keterbatasan pasien.
Pola pergerakan-massa digunakan sesuai dengan aksioma Beevor (bahwa
otak tidak tahu tentang aksi dari otok tertentu tapi tahu tentang
pergerakannya)
1) Posisi duduk
Pasien duduk di tempat tidur, terapis di belakang pasien dengan memegang salah
satu tangan pasien dan tangan yang lain memfiksasi pada bahu yang kontralateral. Lalu
terapis menarik tangan pasien secara perlahan ke arah samping secara perlahan dan
pasien di minta untuk mempertahankan keseimbangan agar tidak jatuh ke samping.
Setelah itu dilakukan pada tangan yang lain dengan prosedur yang sama.
2) Posisi berdiri
27
Pasien berdiri dengan tumpuan 10 cm, terapis memfiksasi pada pevis pasien, lalu
terapis menggerakkan ke depan, belakang, samping kanan dan samping kiri dan pasien
diminta agar menjaga keseimbangan agar tidak jatuh.
h. Latihan koordinasi
Dilakukan pada posisi berdiri maupun duduk untuk gerak jari ke hidung, jari
pasien ke jari terapis, jari ke jari tangan pasien, gerak oposisi jari tangan dan gerakan
lain yang ada pada pemeriksaan koordinasi non-ekuilibrium. Pasien duduk atau berdiri
dengan kedua lengan ke depan (fleksi sendi bahu 90ᵒ) sehingga ke dua jari telunjuk
pasien dan terapis saling bersentuhan, lalu pasien di minta mempertahankannya setelah
itu pasien di minta mengikuti gerakan tangan terapis, usahakan jari telunjuk masih saling
bersentuhan selama pergerakan tangan terapis.
Frenkel’s exercise 27
Merupakan suatu bentuk latihan gerak untuk perbaikan koordinasi dengan
menggunakan indra yang lain (visual, pendengaran, reseptor). Program ini terdiri seri
latihan yang sudah terencana yang didesain untuk membantu mengkompensasi ketidak
mampuan dari lengan dan tungkai untuk melakukan gerakan yang terkoordinasi, yaitu
ketidak mampuan untuk meletakkan posisi dan mengatakan dimana posisi lengan dan
tungkai jika bergerak tanpa pasien melihat gerakan.
Dasar fisiologi Frenkel’s exercise sebagai berikut :
a. Perbaikan koordinasi melalui indra yang lain
b. Belajar kembali tentang fungsi dan pola fungsional yang hilang
Prinsip latihan antara lain sebagai berikut :
a. Tujuan latihan untuk melatih koordinasi bukan untuk tujuan penguatan otot.
b. Selama latihan harus diberikan instruksi dan aba-aba, suara yang lembut, dan
selama latihan harus dihitung.
c. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah melihat
gerakan yang dilakukan.
d. Untuk menghindari kelelahan setiap gerakan dilakukan tidak boleh lebih dari
empat kali dan diselingi istirahat diantara setiap gerakan.
e. Latihan dilakukan dalam ROM yang normal untuk menghindari over-streching
dari otot.
f. Latihan dimulai dari gerakan yang sederhana kemudian ditingkatkan pada pola
gerakan yang lebih sulit.
28
Gerakan dalam Frenkel’s exercise antara lain :
a. Fine motor, Gerakan halus yang memerlukan keterampilan dan koordinasi visual
yang prima serta melibatkan extremitas superior
b. Gross motor, gerakan kasar yang melibatkan aktivitas tungkai atau axtremitas
inferior.
d) Tekuk dan luruskan satu tungkai pada lutut dan panggul dengan tumit digeser
pada tempat tidur kemudian berhenti jika diberi aba-aba. ulangi pada tungkai
yang lainnya.
e) Tekuk satu tungkai pada lutut dan panggul dan letakkan tumit pada lutut tungkai
yang lain, kemudian geser kebawah sepanjang tulang kering kearah pergelangan
kaki dan kembali keatas kearah lutut, kembali keposisi awal. ulangi pada tungkai
yang lainnya.
f) Tekuk kedua lutut dan panggul, rapatkan kedua pergelangan kaki dan geser
kedua tumit sepanjang tempat tidur dengan kedua pergelangan kaki tetap rapat,
luruskan kedua pergelangan kaki tepat rapat, luruskan kedua tungkai dan
kembali keposisi awal.
29
g) Tekuk satu tungkai pada lutut dan panggul bersamaan dengan satu tungkai yang
lain diluruskan seperti gerakan mengayuh sepeda.
2. Posisi duduk
Posisi awal : Duduk tegak pada kursi dengan kedua kaki menempel dilantai.
Gerakannya :
a) Buatlah tanda, angkat sebatas tumit, kemudian tingkatkan gerakan dengan
mengangkat seluruh kaki dan letakkan kaki secara perlahan pada gambar telapak
kaki yang digambar dilantai.
b) Buat dua garis menyilang dilantai, secara bergantian geser kaki sepanjang garis
ke arah depan, belakang, kiri dan kanan.
c) Belajar untuk bangkit berdiri dan duduk kembali dengan hitungan gerakan :
Hitungan kesatu : tekuk kedua lutut geser kebelakang
Hitungan kedua : condongkan badan kedepan
Hitungan ketiga : angkat badan dengan meluruskan kedua tungkai dan luruskan
punggung
Ulangi proses ini untuk ke posisi duduk kembali.
30
3. Posisi berjalan
Posisi awal : Berdiri tegak dengan jarak kedua kaki 4-6 inchi. Gerakannya :
a) Berjalan ke samping dimulai dari setengah langkah ke kanan. Lakukan gerakan
ini dengan urutan hitungan.
Hitungan pertama : Pindahkan berat badan pada kaki kiri
Hitungan kedua : Letakkan kaki kanan 12 inchi kekanan
Hitungan ketiga : Pindahkan berat badan kekaki kanan.
Hitungan keempat : Angkat kaki kiri melewati kaki kanan.
Ulangi pada tungkai yang lainnya.
b) Berjalan kedepan diantara kedua garis sejajar dengan jarak 14 inchi, letakkan
kaki kanan disamping garis kanan, letakkan kaki kiri disamping garis kiri, dan
kemudian berjalan dengan koreksi pada langkah kaki. Istirahat setelah 10
langkah.
c) Berjalan kedepan dengan meletakkan setiap kaki pada gambar kaki yang sudah
digambar dilantai. Latihan dengan quarter steps, half steps, three quarter streps
dan full streps.
d) Berputar kekanan, dengan hitungan pertama : Angkat jari-jari kaki kanan dan
putar keluar, pivot pada tumit. Hitungan kedua : Angkat tumit kiri dan pivot pada
jari-jari kaki putar kedalam. Hitungan ketiga : Berputar penuh. Ulangi gerakan
untuk berputar kekiri.
e) Berjalan naik dan turun tangga. Berjalan satu langkah, letakkan kaki kanan
ditangga kemudian angkat kaki kiri letakkan disamping kaki kanan, kemudian
lanjutkan ke anak tangga selanjutnya dengan pola sama. Kemudian lanjutkan
latihan dengan melangkah bergantian dengan langkah biasa setiap anak tangga.
Awal latihan gunakan pegangan kemudian keseimbangan ditingkatkan tanpa
pegangan.
4. Latihan untuk ekstremitas atas.
a) Gerakan fleksi dan ekstensi bergantian
b) Gerakan abduksi dan adduksi bergantian
31
c) Satu lengan fleksi dan abduksi, lengan lain ekstensi da adduksi bergantian
d) Latihan dipapan tulis : merubah tanda minus menjadi plus dan mengkopi garis
lurus, silang, lingkar, dan lain-lain.
e) Latihan koordinasi mata tangan
f) Latihan menggunakan puzzle, balok susun, dan lain-lain.
3. Senam Parkinson29
32
Gerakan 1: Melatih otot pelvis
Fungsi: Melatih rasa gerak sendi panggul dan otot-ototnya agar siap menghadapi
perubahan posisi. Penting untuk mengatur strategi agar tidak jatuh terutama saat berdiri.
Cara: Posisi awal duduk tegak di atas bola. Kemudian, gerakkan bola dengan pantat ke
kanan. Tahan dengan kedua tangan dan sebagian badan digerakkan ke arah berlawanan.
Ini dilakukan untuk menahan berat badan jangan sampai jatuh menggelinding ke kanan.
Ulangi 10 kali dengan arah berlawanan secara bergantian.
Fungsi: Menguatkan otot pinggang, perut, dan paha yang merupakan bagian dari
penjaga keseimbangan.
Cara: Duduk tegak di atas bola. Kedua tangan saling bersentuhan. Angkat salah satu
kaki perlahan hingga lurus sejajar paha. Lakukan gerakan dengan kaki yang berbeda.
Ulangi 10 kali.
Cara: Duduk tegak di atas bola. Kemudian gerakkan bola dengan pantat sedikit ke
belakang. Kedua tangan diluruskan ke depan untuk menahan berat badan agar tidak
jatuh ke belakang. Kembali lagi ke depan. Ulangi 10 kali.
Fungsi: Stabilisator sendi lutut. Mengurangi kemungkinan jatuh akibat kelemahan otot
paha. Mengurangi nyeri otot.
Cara: Berdiri tegap dengan bola di belakang punggung. Turunkan bola dengan
menggunakan tubuh bagian belakang. Turunkan hingga posisi kaki menekuk 90 derajat
33
seperti mau duduk. Saat turun tahan 5 detik. Kemudian naik ke posisi semula dan ulangi
lagi sebanyak 10 kali.
Fungsi: Otot punggung menjadi lentur. Membuat gerak fleksibel, mengurangi risiko
jatuh dan mencegah kekakuan pada panggul.
Cara: Duduk tegap di atas bola. Kemudian gerakkan dan turunkan badan ke salah satu
sisi. Posisikan kedua tangan sejajar menyentuh lantai sesuai arah badan. Ulangi dengan
arah bergantian. Masing-masing arah (kanan-kiri) diulangi sampai lima.
Fungsi: Mencegah kekakuan dan nyeri pada punggung. Menjaga kelenturan otot-otot
punggung.
Cara: Berlutut dengan bola di samping badan. Gerakkan badan bersama kedua tangan ke
sisi yang terdapat bola. Saat miring ke kanan, tangan yang terdekat dengan bola
menyentuh bola. Lakukan dengan arah berbeda. Masing-masing arah lima repetisi.
Fungsi: Meningkatkan ekspansi thorax atau dada. Sehingga, pengembangan paru lebih
bagus. Masukan oksigen juga lebih banyak.
Cara: Berlutut dengan bola di depan badan. Kemudian dorong bola ke depan dengan
kedua tangan. Dorong hingga tulang punggung dan tangan lurus.
Edukasi dan home program prinsipnya adalah tindakan yang dapat dilakukan
oleh keluarga dan penderita untuk menunjang pemulihan kemampuan gerak dan fungsi.
Dengan melakukan program rumah ini akan sangat membantu proses perkembangan
motorik. Namun demikian, program latihan di rumah hendaknya dilakukan dengan
benar agar proses pembelajaran motorik yang diberikan oleh fisioterapis tidak
berlawanan dengan yang dilakukan di rumah.
34
a. Mengatur Posisi di Tempat Tidur
Umumnya penderita Parkinson’s Disease akan mengalami imobilisasi atau kurang gerak
karena menurunnya kemampuan fungsional. Dengan kondisi tersebut, maka beberapa
komplikasi mungkin terjadi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia,
kontraktur otot, keterbatasan sendi, dan lain lain.
Pada dasarnya penderita Parkinson’s Disease juga dapat melakukan latihan mandiri, hal
ini ditujukan untuk membantu proses pembelajaran motorik. Setiap gerakan yang
dilakukan hendaknya secara perlahan dan berkelanjutan dan anggota gerak yang
mengalami gangguan ikut aktif melakukan gerakan seoptimal mungkin.
Salah satu ciri khas dari Parkinson’s Disease adalah tangan tremor jika sedang
beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak
terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Fungsi
tangan begitu penting dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian
yang paling aktif.
Membuka tangan.
Menutup jari-jari untuk menggenggam objek.
Menggeser engsel kunci pintu atau lemari.
Membuka menutup kran air
Membuka dan mengancingkan baju, dll
Salah satu mesalah yang sering muncul pada penderita Parkinson’s Disease adalah
menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi wajah. Latihan pada wajah dan mulut
antara lain, latihan tersenyum, memembentuk bibir menjadi huruf “O” dan lain lain.
Terapi Okupasi 21
35
Kebanyakan pasien yang mengalami kelainan neurologis seperti pada
Parkinson’s Disease sangat tergantung kepada orang lain untuk melakukan ADL dasar
(seperti mandi, berpakaian, makan, ke toilet, bersih-bersih, berpindah tempat).
Kemampuan individu untuk melakukan aktivitas ini biasanya dinilai dengan disability
rating scale seperti Fungsional Independence Measure. Hampir semua pasien
menunjukan peningkatan ADL ketika pemulihan terjadi.
Laporan dari kemandirian fungsional level yang dicapai pada pasien Parkinson’s
Disease setelah perbaikan bervariasi dari satu penulis dengan yang lainnya. Variabilitas
ini mungkin akibat perbedaan antara populasi penelitian, metode rehabilitasi, follow up
dan pelaporan data. Dalam kebanyakan laporan, 47-76% pasien mencapai kemandirian
parsial atau total dari ADL. Kebanyakan peneliti berusaha meneliti faktor mana yang
bisa memprediksi fungsional ADL outcome dengan menggunakan multivariate analysis.
Berbagai variabel di uji, daftar dibawah ini dilaporkan memiliki pengaruh yang paling
besar. Bagaimanapun semua faktor tersebut ditunjukkan untuk memprediksi outcome
dalam setiap studi. Faktor yang memprediksi ADL outcome yang jelek adalah :
Usia tua
Adanya komorbiditas
Myocardial infarction
Diabetes mellitus
Parkinson’s Disease yang berat
Kelemahan yang berat
Skor awal ADL yang rendah
Penundaan dalam memulai rehabilitasi sejak onset
b. Nutrisi
Beberapa nutrien telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian digunakan
secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin yang
merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam
mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam biosintesis
L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.16
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor koenzim
dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah dibanding L-
Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori dapat
mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin tersebut
diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase untuk menetralkan
anion superoxide yang dapat merusak sel.16
36
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang
mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki
struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.16
37
BAB III
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Dick, F.D. et al. 2007. Environmental Risk Factors for Parkinson’s Disease and
Parkinsonism: the Geoparkinson Study on Behalf of the Geoparkinson Study
Group. Occup Environ Med. 64:666–672.
2. Samii, A., Nutt J.G., Ransom B.R. 2004. Parkinson’s Disease. Lancet. 363: 1783-
93.
3. World Health Organization. Department of Measurement and Health Information.
December 2004. Estimated total deaths (2000), by cause and WHO Member State,
2002.
4. Leah, M..R. dan Salil K.D. 2007. Cigarette Smoking and Parkinson’s Disease.
EXCLI Journal. 6:93-99.
5. Departemen Kesehatan RI : Profil Kesehatan Indonesia 1995.
6. Dinas Kesehatan Tingkat I Jawa Tengah : Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
tahun 2003.
7. Thomson F, Muir A, Stirton J et al. Parkinson′s Disease . The Parmaceutical Journal
2001; Vol.267 : 600 – 612
8. Stephen K, Eeden VD, Caroline M. Incidence of Parkinson’s Disease: Variation by
Age, Gender, and Race/Ethnicity. Am J Epidemiol, 2003; 157: 1015 – 22.
9. Husni A: Parkinson’s Disease, patofisiologi, diagnosis dan wacana terapi.
Disampaikan pada Temu Ilmiah Nasional I dan konferensi kerja III PERGEMI .
Semarang, 2002 .
10. Andi M, 2003. Parkinson. http://medlinux.blogspot.com/2008/03/parkinson.html. 3
Juni 2008.
11. Jankovic J, Tolosa E, 2002. Parkinson’s Disease And Movements Disorders
4th.Philadelpia : Lippincott &Wilkins. Pp 91-99, 39-53
12. Clarke CE, Moore AP. Parkinson’s Disease. http://www.aafp.org/afp/
20061215/2046.html, 3 Juni 2008.
13. Hanifah M. Pengaruh Ekstrak Biji Korobenguk Hasil Soxhletasi Terhadap Gejala
Penyakit Parkinson. 2013.
14. Parkinson’s Disease and Other Movement Disorders. Editor: Hasan Sjahrir,
Darulkutni Nasution, Abdul Gofir. Cetakan pertama, Mei 2007. Penerbit : Pustaka
Cendikia Press. Yogyakarta
15. Yayasan peduli parkinson Indonesia. Parkinson disease. http://www. parkinson-
indonesia.com/. 3 Juni 2008
39
16. Anisa R., 2003. Parkinson. http://www.neurologychannel.com /parkinsonsdisease. 3
Juni 2008.
17. http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2010/02/16/status-pemeriksaan-neurologi/
18. Sobha S. Rao, M.D., Laura A. Hofmann, M.D., and Amer Shakil, M.D.,
“Parkinson’s Disease: Diagnosis and Treatment”,http://www.aafp.org/afp/
20061215/2046.html, 15 Desember 2006.
19. Terapi deep brain stimulation bantu kendalikan Parkinson’s Disease.
2007.http://www.medicastore.com/med/index.php?
id=&iddtl=&idktg=&idobat=&UID=20080527174540125.163.140.209
20. Maurice Victor, Allan H. Ropper, Raymond D, 2000. Adams & Victor’s Principles
Of Neurology 7th edition. Parkinson Disease (Paralysis Agitans)
21. Greg Juhn, M.T.P.W., David R. Eltz, Kelli A. Stacy, Daniel Kantor, M.D., 2006.
University of Florida Health Science Center, Jacksonville, FL. Parkinson’s
disease.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000755.htm#Treatment
22. Lewis P. Rowland, 2000. Merritt’s Neurology 10th Edition. Parkinsonism: Stanley
Fahn and Serge Przedborski
23. Physical Therapy in Parkinson’s Disease. Available at: http://www.emedicine.com
24. Lee JM. Prosedur-prosedur Termal, Listrik dan Manipulatif. Dalam: Segi Praktis
Fisioterapi. Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara. 1990.
25. Marques PAMC, Soares LGP, do Nascimento CM, Neto AAPV, Marques RC,
Pinheiro ALB. In : Laser phototherapy a case report.2010.
26. Teixeira LJ. Soares BGDO, Vieira VP. Physical therapy for Parkinson’s Disease.
The Cochrane Collaboration. 2007. 2: 1-5.
27. Frenkel’s Exercise. Available at :
http://ipuy-fullmoon.blogspot.com/2009/07/frenkels-exercise.html.
28. Penatalaksanaan Terapi Latihan. Blog ortotis prostetis. Available at http://ortotik-
prostetik.blogspot.com/2009/02/penatalaksanaan-terapilatihanpada.html
29. Irfan M. Fisioterapi pada Parkinson’s Disease. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2010
30. Dikutip dari: Soetini N. Senam Parkinson, Latih Kesimbangan. Blog Fisioterapi
Praktis. Available at http://fisio-praktis.blogspot.com/2009/02/senam-parkinson-
latih-keseimbangan.html.
31. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup Penderita
penyakit parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2007.
32. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
33. Baehr MF, Michael. Duu,s Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. United States of
America: Thieme; 2005.
34. Purba JS. Penyakit Parkinson. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.
40
35. H. Ropper AHB, Robert. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th ed.
United States of America: McGraw-Hill; 2005.
41