Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
ABRIALFATIKHATUS INTAN R.
P27820416005/04
IA
A. DEFINISI
Menurut asal katanya Cerebral Cerebral palsy merupakan salah CP adalah sindroma postur dan
Palsy berasal dari kata cerebral satu bentuk brain injury, yaitu gangguan motorik yang
= otak dan palsy = kekakuan, suatu kondisi yang nonprogresif yang menyebabkan
mempengaruhi pengendalian terbatasnya aktivitas dan
sehingga CP diartikan sebagai seringkali disertai gangguan
kekakuanpada otak (Azizah, system motorik sebagai akibat
lesi dalam otak (R.S. Illingworth, kognitif atau defisit visual. (Sitorus
2005). dkk, 2016).
2006).
Kelumpuhan Paraplegia
Kelumpuhan Diplegia
Kelumpuhan Tetraplegia atau
Quadriplegia
Kelumpuhan Hemiplegia
Kelumpuhan Monoplegia
Toksemia gravidarum.
Asfiksia
Keracunan kehamilan
Gangguan pertumbuhan otak.
B. ETIOLOGI
2. Natal Anoksia
Perdarahan otak.
Premature
Ikterus
Trauma lahir, misalnya perdarahan
subdural
Meningitis purulenta
B. ETIOLOGI
Ensefalitis
Meningitis
Kern Icterus
FAKTOR RESIKO
1. Letak sungsang.
2. Proses persalinan sulit
3. Apgar score rendah.
4. BBLR dan prematuritas.
5. Kehamilan ganda
6. Malformasi SSP.
7. Perdarahaan maternal atau proteinuria berat
8. Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan
9. Hipertiroidism maternal, mental retardasi dan kejang.
10. Kejang pada bayi baru lahir.
C. PATOFISIOLOGI
Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya fungsi
gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri terjadi kontraksi otak yang terus
menerus dimana disebabkan oleh karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada
lengkung reflex.
Bila terdapat cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat menyebabkan gangguan
pada semua gerak atau hypotonic, termasuk kemampuan bicara.
Namun bila hanya cedera ringan maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi
tidak terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali tidak dapat
dilakukan.
Gangguan proses sensorik primer terjadi di serebelum yang mengakibatkan terjadinya
ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat fungsi motor control akan berdampak juga
pada proses sensorik (Hardiman, 2013).
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Bentuk
kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
Monoplegia/Monoparesis
Kelumpuhan ke empat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya.
Hemiplegia/Diparesis
Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.
Diplegia/Diparesis
Kelumpuhan ke empat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat dari pada lengan.
Tetraplegia/Tetraparesis
Kelumpuhan ke empat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang
sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron.
3. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary
movement).
4. Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan
motorik yang lambat.
5. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di
bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata
dan sering tampak anak berliur.
6. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada
tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.
7. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi pada keadaan asfiksia yang
berat dapat terjadi katarak.
8. Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat
flaksid, spastik atau campuran.
9. Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup
tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia.
10. Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau
campuran.
11. Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
1. Ataksi
2. Katarak
3. Hidrosepalus
4. Retardasi Mental
5. Strain/ketegangan
6. Pinggul Keseleo/Kerusakan
7. Kehilangan sensibilitas
8. Hilang pendengaran
9. Gangguan visual
10. Kesukaran untuk bicara
11. Lateralisasi
12. Inkontinensia
13. Penyimpangan Perilaku
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cerebral palsy dapat didiagnosis menggunakan kriteria Levine (POSTER). POSTER terdiri dari :
P – Posturing/Abnormal Movement (Gangguan Posisi Tubuh atau Gangguan Bergerak).
O– Oropharyngeal Problems (Gangguan Menelan atau Fokus di Lidah).
S – Strabismus (Kedudukan Bola Mata Tidak Sejajar)
T – Tone (Hipertonus atau Hipotonus).
E – Evolution Maldevelopment (Refleks Primitif Menetap atau Refleks Protective Equilibrium Gagal
Berkembang).
R – Reflexes (Peningkatan Refleks Tendon atau Refleks Babinski menetep).
Abnormalitas empat dari enam kategori diatas dapat menguatkan diagnosis CP (Sitorus dkk, 2016).
H. PENATALAKSANAAN
Terapi Fisik
Terapi Okupasi
Terapi Wicara
Alat Bantu
Terapi Bedah
Terapi Obat-obatan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CEREBRAL PALSY
1. PENGKAJIAN
1. Data Umum
Mencakup identitas pasien dan penanggung jawab pasien
a. No registrasi :
b. Nama pasien :
c. Usia :
d. Nama ibu :
e. Nama ayah :
2. Riwayat kesehatan keluarga
1. Riwayat kesehataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal serta keadaan sekitar
kelahiran.
2. Keluhan dan manifestasi klinik
Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan dengan pencapaian
perkembangan
3. Perlambatan perkembangan motorik kasar
Manifestasi umum, keterlambatan pada semua pencapaian motorik, namun meningkat sejalan dengan
pertumbuhan
4. Tampilan motorik abnormal
Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkak asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit,
gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, buruk menghisapPerubahan tonus otot
5. Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung
berlebihan), merasa kaku saat memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok
6. Posture abnormal
Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup
1. Abnormalitas refleks
Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak menetap diatas
usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus
pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.
2. Kelainan penyerta (bisa ada, bisa juga tidak). Seperti :
a. Kecerdasan di bawah normal
b. Keterbelakangan mental
c. Gangguan menghisap atau makan
d. Pernafasan yang tidak teratur
e. Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk, berguling,
merangkak, berjalan)
f. Gangguan berbicara (disartria)
g. Gangguan penglihatan
h. Gangguan pendengaran
i. Kontraktur persendian
j. Gerakan terbatas
PEMERIKSAAN FISIK
R/ intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurun
c) Catat adanya anoreksia , muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi
d) Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen yang lain
R/ Memberikan intake yang adekuat dan menghindari terjadinya komplikasi / memperberat penyakit lebih lanjut
f) Baringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan menegakkan leher
h) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik
a) Berikan informasi dalam bentuk-bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana
R/ Menurunnya rentang perhatian pasien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima / memproses
dan mengingat / menyimpan informasi yang diberikan
b) Diskusikan mengenai kemungkinan proses penyembuhan yang lama
R/ Proses pemulihan dapat berlangsung dalam beberapa minggu / bulan dan informasi yang tepat
mengenai harapan dapat menolong pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya dan juga menerima
perasaa tidak nyaman yang lama
c) Berikan informasi tentang kebutuhan untuk diet tinggi protein / karbohidrat yang dapat diberikan /
dimakan dalam jumlah kecil tetapi sering
R/ Meningkatkan proses penyembuhan, makan-makanan jumlah kecil tetapi sering akan memerlukan
kalori yang sedikit pada proses metabolisme, menurunkan iritasi lambung dan mungkin juga
meningkatkan pemasukan secara total
6. Resiko cidera b/d gangguan fungsi motorik, ketidak mampuan mengontrol gerakan
sekunder terhadap spastisitas.
Tujuan :
setelah dilaksanakan perawatan, diharapkan berkurangnya resiko cidera. Klien tidak
mengalami cedera fisik.
Kriteria hasil :
a) menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera
b) menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
untuk melindungi diri dari cidera.
INTERVENSI :
a) Ajarkan gerakan Px dalam melaksanakan ADL
R/ Mengurangi terjadinya cidera yang dapat memperparah kondisi Px
b) Bantu Px untuk memenuhi kebutuhannya
R/ Anak mempunyai banyak kebutuhan yang tidak dapat dilakukan sendiri karena keterbatasan
c) Perhatikan posisi penderita pada waktu istirahat / tidur
R/ Untuk mencegah kontraktor
d) Berikan lingkungan fisik yang aman : Beri bantalan pada perabot.
R/ untuk perlindungan.
e) Pasang pagar tempat tidur.
R/ untuk mencegah jatuh.
f) Kuatkan perabot yang tidak licin.
R/ untuk mencegah jatuh.
g) Hindari lantai yang disemir dan permadani yang berantakan.
R/ untuk mencegah jatuh.
h) Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik.
R/ untuk mencegah cedera.
i) Dorong istirahat yang cukup.
R/ karena keletihan dapat meningkatkan resiko cedera.
j) Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan.
k) Lakukan teknik yang benar untuk menggerakkan, memindahkan daan memanipulasi bagian tubuh yang paralisis.
l) Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera termal.
R/ terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit.
m) Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong untuk menggunakannya.
R/ mencegah cedera kepala.
n) Berikan obat anti epilepsi sesuai ketentuan.
R/ mencegah kejang
7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d imobilitas
Tujuan :
Klien mempertahankan integritas kulit.
INTERVENSI :
a) Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap area tertekan, kemerahan dan pucat.
R/ pengkajian yang tepat dan lebih dini akan cepat pula penanganan terbaik pada masalah yang
terjadi pada klien
b) Tempatkan anak pada permukaan yang mengurangi tekanan
R/ mencegaah kerusakan jaringan dan nekrosis karena tekanan
c) Ubah posisi dengan sering, kecuali jika dikontraindikasikan
R/ mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi
d) Lindungi titik-titik tekanan (misalnya : trikanter, sakrum, pergelangaan kaki,bahu dan oksiput)
e) Pertahankan kebersihan kulit dan kulit dalam keadaan kering
f) Berikan cairan yang adekuat untuk hidrasi
g) Berikan masukan makanan dengan jumlah protein dan karbohidrat yang adekuat.