Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
dr. Ni Md Ayu Surasmiati, M.Biomed, Sp.M
0
I. I. Identitas Kasus
Nama : IWL
Umur : 61 tahun 9 Bulan
Jenis kelamin : Laki - Laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Br. Kawan Mas, Ubud, Gianyar
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status pernikahan : Menikah
Jenis kasus sesuai SKDI : 3B
Lokasi kasus diambil : RSUP Sanglah
III. Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar kotoran dari kedua mata sejak 5
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Kotoran dikatakan muncul
dikatakan memburuk saat bangun tidur. Pasien mengatakan kotoran yang
keluar berwarna bening dan terkadang agak cair. Pasien juga mengeluh
mata merah dan silau sejak mengalami keluhan diatas. Biasanya pasien
mengatasi keluhan diatas dengan cara mengucek kedua matanya.
Pasien juga mengeluh pandangan kabur sejak 1 tahun yang lalu,
pandangan kabur tersebut dikatakan pasien seperti melihat asap, keluhan
ini tidak membaik dengan berisitirahat dan pemberian obat tetes mata
( rohto) keluhan lain seperti demam dan mengeluarkan kotoran kental
berwarna kekuningan disangkal oleh pasien.
1
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Sebelumnya, Pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi yang sudah
diderita sejak 6 tahun yang lalu, terkontrol dengan pemberian obat
captopril 50mg dan ibesartan 150mg serta amlodipin 150mg. Pasien juga
di diagnosis dengan BPH oleh dokter ketika di periksa di Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah.Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (-), Riwayat
alergi makanan dan obat-obatan (-), Riwayat penggunaan kacamata (-)
c. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit di keluarga seperti hipertensi, kencing manis, jantung,
stroke, asma, dan gangguan ginjal dikatakan tidak ada oleh pasien.
2
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), bising usus (+) Normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas : Hangat +/+, edema - / - , CRT < 2 dtk
OD OS
LP Visus 1/60
Spasme (+) minimal, sekret Palpebra Spasme (+) minimal,
(+) mucoid sekret (+) mucoid
CVI (+) Folikel (+) Konjungtiva CVI (+) Folikel (+)
FL (+) erosi di jam 12 Kornea Jernih
Dalam Bilik Mata Depan Dalam
Bulat Reguler Iris Bulat Reguler
Reflek Pupil (+) Pupil Reflek Pupil (+)
Keruh (NO5NC5P5) Lensa Keruh (NO5NC5)
SDE Vitreous Jernih
RF (-) Funduskopi RF (+) detail sde
Tekanan Intra Okular
17 Tonopen 16
Kedudukan bola mata
Orthophoria
Tde Lapang pandang Normal
V. DIAGNOSIS
3
- OS KSI
VI. PENATALAKSANAAN KONJUNGTIVITIS
Penatalaksanaan Konjungtivitis
1. Non Farmakologi
Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari
bagaimana cara menghindari kontaminasi mata yang sehat atau mata orang
lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak
menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat,
mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan
menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk
membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh
personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis
antar pasien.
2. Farmakologi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologinya. Untuk menghilangkan sekret dapat dibilas dengan garam
fisiologis.
4
tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15 %).
Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila mungkin dilakukan pemeriksaan
resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau kemungkinan obstruksi
duktus nasolakrimal.
Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh
dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang
sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah
dieliminasi.
Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat
sedmbuh sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa
kompres, astrigen, dan lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan antibodi
untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal. Konjungtivitis
herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari.
Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis,
dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran
sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada
permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu
dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab
kapas kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24jam.
Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi
Umumnya kebanyakan konjungtivitis alergi awalnya diperlakukan seperti
ringan sampai ada kegagalan terapi dan menyebabkan kenaikan menjadi
tingkat sedang. Penyakit ringan sampai sedang biasanya mempunyai
konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva papiler yang ringan
dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat mempunyai giant papila
pada konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril) ulkus
kornea.
Alergi ringan
Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal, berair, mata merah
yang timbul musiman dan berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air
5
mata artifisial dan kompres dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan
beragam alergen dan mediator peradangan yang mungkin ada pada
permukaan okuler.
Alergi sedang
Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal, berair dan mata
merah yang timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin topikal
dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan antihistamin oral jangka pendek
mungkin juga dibutuhkan.
Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel mast; contoh yang paling
sering dipakai termasuk sodium kromolin dan Iodoxamide. Antihistamin
topikal mempunyai masa kerja cepat yang meredakan rasa gatal dan
kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia dalam bentuk
kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai
masa kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari,
antihistamin topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan
topikal antihistamin, yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek
terhadap injeksi pembuluh darah, tapi dapat menyebabkan rebound injeksi
dan inflamasi konjungtiva. Topikal NSAID juga digunakan pada
konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek anti-peradangan.
Alergi berat
Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala menahun dan
dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit sedang.
Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang agresif yang
tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis harus dipertimbangkan
pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana memerlukan
tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan bersama
dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal NSAID
dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut.
Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk
penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan
intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti
loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon.
6
Siklosporin topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat
dipertimbangkan sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali
berguna sebagai terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis
vernal.
Terapi Medikamentosa : - Tetes mata antibiotika : seperti
neomisin,polimiksin, ciprofloksasin, ofloksasin atau levoflaksasin selama
kurang lebih 4/5 hari.
- vitamin C 500 mg 1x sehari
- anti inflamasi 2x1 sehari bila disertai edema palpebra
- Tidak perlu antibiotika sistemik maupun analgetika.
KIE :Jaga kebersihan, jangan kena air, pakai kacamata gelap, istirahat yang
cukup.
VII. PROGNOSIS
7
sembuh sendiri dalam 1-3 hari. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati,
karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.
TARGET (kondisi
DAFTAR RENCANA INTERVENSI yang diharapkan dan
No waktu pencapaian)
MASALAH
8
- Pemberian Captopril 25 mg 2x1 - Mengetahui dan
selama 2 minggu mengatasi
penyulit/underlyi
ng disease
DO:
- Pasien tampak mengucek mata
- Terdapat kemerahan kedua pada
mata pasien
- Tampak pengeluaran sekret pada
kedua mata
- Mata pasien tampak berair
9
- Pasien mengatakan kedua mata
kabur sejak satu tahun yang lalu
- Pasien mengatakan pandangan
kabur dirasakan perlahan dan
seperti melihat asap
DO:
- Hasil pemeriksaan mata:
Mata kanan:
Lensa keruh (NO5NC5P5)
OD erosi kornea + KSM
Mata Kiri:
Lensa keruh (NO5NC5)
OS KSI
3. DS: PK Hipertensi
- Pasien mengatakan memiliki
penyakit tensi tinggi sejak lama
- Pasien mengatakan rutin kontrol
DO:
- TD: 190/100 mmHg
10
disebabkan oleh bakteri,
sehingga perlu perhatian
khusus untuk aturan pakai
obat. Aturan pakai
levofloxacin sebagai terapi
konjungtivitis diberikan pada
hari ke-1 dan ke-2 sebanyak
1-2 tetes mata 0,5% setiap 2
jam sampai 8 kali/hari,
sedangkan pada hari ke-3 s/d
ke-7 diberikan 1-2 tetes mata
0,5% setiap 4 jam sampai 4
kali/hari (Lacy et al., 2007).
Namun terapi levofloxacin
pada kasus ini diberikan 6 x
1 tetes sehari.
b. Dalam kasus ini pasien
adalah pasien usia lanjut (61
tahun) dan memperoleh 2
obat tetes mata sehingga
memerlukan perhatian
khusus dalam
penggunaannya.
c. Dalam kasus ini pasien
mengeluh gatal pada mata
dan terdapat riwayat
mengucek mata sehingga
diperlukan terapi
simptomatik untuk
menghilangkan keluhan
gatal yang dirasakan pasien.
2. Krisis - Dalam kasus ini pasien
Hipertensi mengalami krisis hipertensi
11
yaitu peningkatan tekanan
darah mencapai 190/100
mmHg dengan disertai
adanya keterlibatan
kerusakan organ dalam hal
ini adalah mata. Oleh karena
itu perlu pemberian terapi
terhadap krisis hipertensi.
12
- Menjelaskan ke pasien bahwa penatalaksanaan definitif untuk
katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
3. Krisis Hipertensi
a. Farmakologi
- Captopril tab 25 mg dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan
(maksimal 100 mg/hari.)
- Nifedipine tab oral 10 mg 1x1.
b. KIE
- Menjelaskan pada pasien untuk diet rendah garam (Natrium klorida).
Asupan Natrium Klorida yang dianjurkan tidak boleh lebih dari 4
gram/hari (idealnya berkisar antara 1,5-3,8 gram/hari).
- Mengedukasikan pasien untuk diet rendah garam, pasien hipertensi
emergensi juga dianjurkan banyak mengkonsumsi diet tinggi serat 8-
10 kali penyajian/hari. Diet sehari-hari pasien diharuskan untuk
rendah lemak dan kolesterol.
4. BPH Grade II
a. KIE
- Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan prosedur
pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan.
- Menjelaskan kepada pasien mengenai terapi konservatif pada BPH
dapat berupa watchful waiting yaitu pasien tidak mendapatkan
terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh
dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan
skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari.
- Mengedukasikan pasien untuk mengurangi konsumsi makanan dan
minuman yang menyebabkan iritasi pada kandung kemih seperti
kopi, alkohol dan cokelat.
- Mengedukasikan pasien untuk tidak menahan buang air kecil dan
buang air besar.
- Kontrol kembali secara berkala (3-6 bulan) untuk menilai perubahan
keluhan yang dirasakan , IPSS, uroflowmetry, dan residu volume
urine.
13
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
Konjungtivitis ditandai dengan melaporkan rasa gatal dan melaporkan
perasaan tidak nyaman (mata merah dan pengeluaran sekret pada kedua
mata). Tujuan dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam yaitu
diharapkan rasa ketidaknyamanan pasien berkurang dengan kriteria hasil
rasa gatal berkurang tidak terdapat kemerahan, pengeluaran sekret dan
tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
mengurangi ketidaknyamanan pasien adalah dengan :
- Memantau rasa gatal dan tidak nyaman pasien
- Menentukan penyebab dari rasa gatal yang ditimbulkan
- Menganjurkan pasien untuk menghindari memasukkan benda asing
pada bagian mata termasuk mengucek bagian mata dengan jari/tangan
- Menginstruksikan pasien untuk menghindari keringat dengan
menghindari cuaca panas dan aktivitas yang berlebihan
- Kolaborasi pemberian obat tetes mata yang sesuai untuk mengurangi
ketidaknyamanan pasien.
Selain mengurangi rasa ketidaknyamanan, intervensi dilakukan untuk
mengontrol infeksi dengan:
- Memantau tanda-tanda infeksi (termasuk kemerahan dan pengeluaran
sekret), menjaga lingkungan pasien tetap bersih
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi
- Memberikan informasi kepada pasien untuk menghindari menyentuh
bagian yang berisiko mengalami infeksi (hindari
menyentuh/mengucek bagian mata).
- Menganjurkan pasien dan keluarga untuk cuci tangan dengan sabun
setelah kontak dengan bagian yang berisiko infeksi, serta ajarkan
pasien dan keluarga mengenai tanda-tanda infeksi.
b. Resiko cedera
Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensorik penglihatan. Tujuan
dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam yaitu diharapkan resiko
cedera pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil, keluarga pasien
mampu memahami dan mengerti lingkungan yang mencegah terjadinya
cedera, pasien terbebas dari cedera, pasien mampu memodifikasi gaya
hidup untuk mencegah cedera. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
mengurangi resiko cedera pada pasien adalah dengan :
- Menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
14
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
- Mendidik pasien dan pengunjung tentang perubahan /tindakan
pencegahan
- Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
- Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi untuk jatuh
- Memberikan pegangan tangan pada pasien
- Mengajarkan pasien bagaimana cara jatuh yang dapat meminimalkan
cedera
- Membantu keluarga untuk mengidentifikasi bahaya/resiko di rumah
- Memberi tahu cara meningkatkan keamanan di rumah
- Memberikan edukasi kepada keluarga tentang faktor resiko dan
penyebab jatuh serta bagaimana cara mereka menurunkan resiko
cedera
- Sediakan pencahayaan yang adekuat untuk meningkatkan jarak
penglihatan.
c. PK: Hipertensi
Tujuan dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan dapat
meminimalkan komplikasi dari hipertensi dengan kriteria hasil ttv dalam
batas normal (TD= 120/80 mmHg, suhu 36-37,5oC, nadi = 60-100
kali/menit, RR= 12-20 x/menit) dan tidak ada tanda-tanda komplikasi dari
hipertensi seperti mual, sakit kepala, pandangan kabur, muntah, hingga
tanda-tanda stroke. Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengontrol
hipertensi adalah dengan :
- Monitor tanda-tanda vital pasien meliputi: TD, nadi, RR dan suhu.
- Menganjurkan pasien diet rendah natrium
- Menganjurkan pasien mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan
tekanan darah, seperti melon, mentimun, daun seledri, kangkung.
- Kolaborasi obat-obat antihipertensi sesuai indikasi
15
a. Levofloxacin merupakan antibiotik sehingga perlu perhatian khusus terhadap
aturan pakai obat untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik. Aturan
pakai levofloxacin perlu dikonsultasikan kepada dokter penulis resep agar
diberikan 1-2 tetes setiap 2 jam sampai 8 kali/hari pada hari ke-1 dan ke-2,
sedangkan pada hari ke-3 s/d ke-7 diberikan 1-2 tetes setiap 4 jam sampai 4
kali/hari (Lacy et al., 2007).
b. Pasien merupakan pasien lanjut usia sehingga dalam pemberian obat tetes
mata perlu dilakukan KIE kepada pasien dan keluarga pasien terkait dengan
penggunaan obat tetes mata yang diberikan.
- Cara penggunaan obat tetes mata diawali dengan mencuci tangan dengan
sabun, kemudian saat akan menggunakan tetes mata kepala ditengadahkan,
menarik kelopak mata bagian bawah, lalu diteteskan obat sesuai dengan
aturan pakai (jangan sampai mata mngenai ujung aplikator) dan ditutup
mata (biarkan 1-2 menit sambil putar mata ke segala arah). Kemudian cuci
tangan kembali.
- Obat tetes mata termasuk obat steril sehingga perlu diinfomasikan kepada
pasien/keluarga pasien agar ujung aplikator tetes mata tidak terkena
permukaan lain yang dapat mengkontaminasi dan harus segera ditutup
kembali setelah digunakan.
- Obat tetes mata yang telah dibuka dan digunakan tidak boleh disimpan >
30 hari dan tidak boleh digunakan bersamaan dengan orang lain.
- Laporkan jika terjadi rasa sakit terus-menerus, adanya rasa terbakar,
perubahan penglihatan, pembengkakan, gatal, atau kondisi yang
memburuk. Hentikan pengobatan dan segera hubungi dokter penulis resep
jika mengalami reaksi alergi.
- Perlu diinformasikan juga kepada pasien/keluarga pasien agar mencuci
tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, bersihkan kotoran
yang keluar dari mata dengan menggunakan tissue, dan tidak menggosok
mata yang sakit/gatal.
c. Keluhan gatal pada mata pasien dapat diatasi dengan pemberian terapi
simptomatik berupa antihistamin oral, sehingga perlu dikonsultasikan
pemeberian antihistamin oral kepada dokter penulis resep. Antihistamin oral
16
yang disarankan adalah Chlorpheniramine yang merupakan obat lini pertama
untuk terapi antihistamin dengan dosis 4 mg setiap 4-6 jam dengan maksimal
dosis pemakaian 24 mg sehari.
B. Krisis Hipertensi
Pada kasus ini perlu dikonsultasikan pemberian terapi antihipertensi untuk
krisis hipertensi (hipertensi emergensi) yang dialami pasien kepada dokter penulis
resep. Menurut beberapa penelitian, pada terapi hipertensi emergensi dapat
diberikan kombinasi obat Nifedipin dan Captopril yang memberikan hasil cukup
efektif (Majid, 2004), sehingga dalam hal ini direkomendasikan penggunan
Nifedipin 10 mg sublingual untuk penganganan hipertensi akut pasien yang
dikombinasikan dengan penggunaan captopril 25 mg 2x1 .
X. Diskusi
ST segment elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah
satu bagian Sindrom Koroner Akut (SKA) yang merupakan indikator kejadian
oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Faktor risiko terjadinya SKA terdiri dari umur
(>45 tahun pada laki-laki dan >55 tahun pada wanita), hipertensi, kebiasaan
merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang
diklasifikasi atas risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP
(National Cholesterol Education Program) (PERKI, 2015).
17
tanda dan gejala iskemia miokard yang sedang berlangsung menunjukkan
perlunya tindakan segera.
18
langsung dibawa ke rumah sakit yang mampu melakukan IKP). Pada pasien ini
gejala dirasakan sejak 6 jam yang lalu (<12 jam) sehingga pasien diberikan terapi
reperfusi yaitu IKP primer segera setelah tiba (<60 menit) di UGD PJT RSUP
Sanglah.
Penatalaksanaan lain yang juga penting pada pasien ini adalah edukasi.
Melalui KIE pasien dijelaskan mengenai penyakitnya, penyebab penyakit, faktor
risiko terjadinya penyakit, bahaya yang dapat ditimbulkan apabila pasien tidak
berobat dengan baik, penanganan, hasil yang diharapkan dari penanganan yang
diberikan, serta kemungkinan komplikasi yang ditimbulkan. Hal yang paling
penting yang perlu ditekankan kepada pasien dan keluarga adalah bahwa penyakit
yang diderita pasien merupakan penyakit kronis sehingga diperlukan pengobatan
jangka panjang yang memerlukan kepatuhan pasien untuk berobat dan
mempertahankan gaya hidup yang sehat. Maka dari itu, keluarga diharapkan dapat
memberikan dukungan terutama dukungan psikis kepada pasien agar pasien
berobat secara teratur dan mampu menjaga pola hidup yang sehat sehingga
diharapkan kondisi pasien cepat membaik dan mencegah kekambuhan penyakit
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
19
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien adalah nyeri akut
dan risiko penurunan curah jantung. Nyeri akut terjadi akibat peningkatan beban
kerja jantung dan penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia jaringan
miokard. Iskemia miokard akan memicu berlangsungnya metabolisme anaerob
yang akan menghasilkan asam laktat, kemudian asam laktat ini akan mengiritasi
saraf miokard dan dipersepsikan pasien dengan nyeri dada (Lilly, 2007).
Intervensi awal yang diberikan untuk adalah dengan tirah baring. Tirah baring
akan menurunkan aktivitas fisik dan menurunkan metabolisme tubuh sehingga
menurunkan kebutuhan oksigen miokard (Ackley & Ladwig, 2011). Pasien diberi
oksigen 3 – 4 L/menit untuk meningkatkan ketersediaan oksigen untuk memenuhi
kebutuhan oksigen miokard. Nyeri dada yang dirasakan pasien intensitasnya berat,
sehingga memerlukan pemberian antiangina. Pasien dengan angina pektoris
biasanya dapat beradaptasi dengan nyeri cukup dengan beristirahat tirah baring
dan pemberian nitrat, tetapi pada pasien dengan NSTEMI dan STEMI
memerlukan pemberian morfin dan terapi reperfusi baik farmakologis maupun
mekanik.
20
pedis dan posttibial. Mengkaji kulit terhadap adanya pucat dan sianosis juga
penting dilakukan karena pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer akibat
tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi
sebagai refraktori gagal jantung. Kemudian pasien membutuhkan tambahan
oksigen dengan kanula nasal/masker dan untuk meningkatkan fungsi kontraktilitas
jantung. Pemberian oksigen akan meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti, seperti Inhibitor ACE dapat digunakan untuk mengontrol
gagal jantung dengan menghambat konversi angiotensin dalam paru dan
menurunkan vasokontriksi, SVR dan TD. Pasien gagal jantung akan
dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi antikoagulan sebagai profilaksis
untuk mencegah pembentukan thrombus emboli pada adanya factor resiko seperti
statis vena, tirah baring, disrimia jantung dan riwayat episode trombolitik
sebelumnya (Doenges et al, 2011).
21
tentunya diperlukan peran dan kolaborasi dengan perawat. Dalam bidang
keperawatan perawat berperan penting dalam memberikan perawatan secara
komprehensif mulai dari memenuhi kebutuhan dasar pasien, memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya
menerapkan gaya hidup sehat seperti rajin berolahraga, mengkonsumsi makanan
yang bergizi, membatasi aktivitas fisik yang berat serta selalu melakukan kontrol
rutin ke pelayanan kesehatan.
22
1. Saran dari prodi PSPD
Pasien dan keluarga pasien memerlukan edukasi mengenai konjungivitis
dan pentingnya melakukan tindakan pencegahan agar anggota keluarga lain tidak
mudah tertular. Pada pasien dengan konjungtivitis sebaiknya menghindari untuk
mengucek mata dan menjaga kebersihan, menggunakan kaca mata sebagai
pelindung agar terhindar dari debu, Istirahat yang cukup untuk memperbaiki daya
tahan tubuh, menggunkan obat yang diberikan secara teratur dan sesuai ajuran
yang telah diberikan.
23
motivasi untuk secara rutin melakukan cek tekanan darah perlu dilakukan agar
tekanan darah tetap terkontrol.
24
Daftar Pustaka
25