You are on page 1of 10

Short Case

PTERIGIUM NASALIS GRADE IV OS + GRADE II OD

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Sy. Maryam Hanina, S.Ked

04054821820015

Pembimbing:

dr. Ibrahim, Sp.M (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
STATUS PASIEN

1. Identifikasi Pasien
Nama : Ny. A
Tanggal lahir : 01 Oktober 1958 (59 Tahun)
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Memasak dan berjualan di pinggir toko
Alamat : Jalan Mayor Jendral H.M. Ryacudu No. 1260, Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 04 April 2018

2. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 04 April 2018.

2.1 Keluhan Utama


Terdapat selaput berwarna putih pada kedua mata yang terasa mengganjal
disertai dengan gangguan penglihatan pada mata kiri sejak + 2 bulan yang lalu.

2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak + 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh muncul selaput berwarna putih
pada mata kedua mata yang terasa mengganjal. Selaput pada mata kiri muncul
terlebih dahulu kemudian diikuti dengan timbulnya selaput pada mata kanan.
Pasien mengaku selaput putih yang muncul semakin lama semakin meluas.
Keluhan lain pada pasien ini adalah mata terasa gatal dan berair saat terpapar sinar
matahari. Keluhan melihat lain seperti nyeri (-), perih (-), sekret (-), melihat dalam
terowongan (-), pandangan ganda (-), sulit membuka dan menutup mata (-),
benjolan pada kelopak mata (-), seperti melihat asap (-), seperti melihat benda
berterbangan (-), dan seperti melihat tirai (-). Keluhan sistemik seperti nyeri ulu
hati, sakit kepala, mual muntah disangkal. Pasien belum pernah berobat mata
sebelumnya.
Sejak + 2 bulan yang lalu pasien mengeluh mengalami gangguan
penglihatan pada mata kiri berupa pandangan kabur seperti ada yang menutupi
dan melihat seperti “remang-remang”. Namun, pasien mengaku apabila melihat
dengan menggunakan kedua matanya, penglihatan masih dalam keadaan baik.

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit mata yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat mata merah (+)
 Riwayat trauma pada mata (-)
 Riwayat operasi pada mata (-)
 Riwayat memakai kacamata (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat kencing manis (-)
 Riwayat darah tinggi (-)

2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


 Terdapat keluhan mata yang sama pada keluarga pasien, yaitu pada ayah dan
kakak kandung pasien.

2.5 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 66 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 37,5 0C
Status Gizi : Baik
Status Oftalmologis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 6/7,5 6/60
Tekanan
14,0 mmHg 14,0 mmHg
intraokular

KBM Ortoforia
GBM 0
0 0 0

0 0 0
0
0 0 0 0

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Terdapat jaringan fibrovaskular Terdapat jaringan fibrovaskular
pada regio nasal berbentuk yang hiperemis pada regio nasal
segitiga berjalan dari kantus berbentuk segitiga berjalan dari
media dengan puncak melewati kantus media dengan puncak
limbus kurang dari 2 mm telah melewati pupil
Kornea Terdapat jaringan fibrovaskular Terdapat jaringan fibrovaskular
pada regio nasal berbentuk yang hiperemis pada regio nasal
segitiga berjalan dari kantus berbentuk segitiga berjalan dari
media dengan puncak melewati kantus media dengan puncak
limbus kurang dari 2 mm telah melewati pupil
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, sentral, refleks cahaya Bulat, central, refleks cahaya
(+), diameter 3 mm, RAPD (-) (+), diameter 3 mm, RAPD (-)

Lensa Jernih Jernih


Segmen Posterior
Refleks RFOD (+) RFOS (+)
Fundus

Papil Bulat, batas tegas, warna merah, Bulat, batas tegas, warna merah,
C/D 0,3 dan A:V 2:3 C/D 0,3 dan A:V 2:3
Makula Refleks Fovea (+) Refleks Fovea (+)
Retina Kontur pembuluh darah baik, Kontur pembuluh darah baik,
eksudat (-), darah (-) eksudat (-), darah (-)

2.6 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Slit Lamp
 Pemeriksaan Tonometri
 Pemeriksaan Histopatologi

2.7 Diagnosis banding


 Pterigium Nasalis Grade II OD + Grade IV OS
 Pseudopterigium Nasalis ODS
 Pinguekula Nasalis ODS

2.8 Diagnosis Kerja


Pterigium Nasal Grade II OD + Grade IV OS

2.9 Tatalaksana
 Informed Consent
 KIE
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhan pada pasien kemungkinan
disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara yang panas.
2. Menjelaskan kepada pasien bahwa selaput putih yang terdapat pada kedua
mata pasien bersifat lebih sensitif terhadap paparan iritan (debu, cahaya
sinar matahari, udara panas) sehingga pada bagian tersebut akan lebih
mudah mengalami proses peradangan, sebagai contoh, rasa nyeri atau
kemerahan lebih mudah terjadi pada bagian tersebut.
3. Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan kacamata pelindung
untuk mencegah iritasi pada mata.
4. Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan obat secara baik dan
benar.
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dirujuk ke dokter spesialis mata
untuk kemungkinan dilakukan tindakan pembedahan yaitu pengangkatan
selaput putih pada mata dikarenakan telah mengganggu penglihatan.
 Farmakologi:
Cendo Lyteers ED 6 x 1 gtt ODS
 Non Farmakologi
Rujuk ke dokter spesialis mata untuk dilakukan tindakan pembedahan:
Eksisi pterigium + autograft konjungtiva OS

2.10 Prognosis
Okuli dekstra
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Okuli sinistra
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
ANALISIS KASUS

Pasien mengeluh sejak + 1 tahun yang lalu muncul selaput berwarna putih
pada kedua mata yang terasa mengganjal disertai dengan gangguan penglihatan
pada mata kiri sejak + 2 bulan yang lalu. Selaput pada mata kiri muncul terlebih
dahulu kemudian diikuti dengan timbulnya selaput pada mata kanan. Pasien
mengaku selaput putih yang muncul semakin lama semakin meluas. Keluhan lain
pada pasien ini adalah mata terasa gatal dan berair saat terpapar sinar matahari.
Dari hasil pemeriksaan fisik mata kanan didapati jaringan fibrovaskular
berwarna putih pada regio nasal berbentuk segitiga berjalan dari kantus media
dengan puncak melewati limbus kurang dari 2 mm. Pada mata kiri terdapat
jaringan fibrovaskular yang hiperemis pada regio nasal yang berbentuk segitiga
berjalan dari kantus media dengan puncak telah melewati pupil (telah mengenai
aksis visual) dan menyebabkan penurunan tajam penglihatan pada mata kiri
pasien. Tajam penglihatan turun bukan dikarenakan gangguan refraksi melainkan
karena kelainan organik pada media refrakta mata, yaitu tertutupnya sebagian
pupil pada mata kiri pasien oleh jaringan fibrovaskular tersebut. Derajat
pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup
oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut
Youngson):
 Grade I: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
 Grade II: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari
2 mm melewati kornea
 Grade III: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-
4 mm)
 Grade IV: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.1
Sehingga pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan pterigium nasal grade II
OD dan pterigium nasalis grade IV OS.
Patofisiologi pada kasus ini diduga merupakan fenomena iritatif akibat sinar
ultraviolet, pengeringan dan lingkungan dengan angin yang banyak. Faktor lain
yang menyebabkan pertumbuhan pterigium antara lain uap kimia, asap, debu dan
benda-benda lain yang terbang masuk ke dalam. Beberapa studi juga
menunjukkan adanya predisposisi genetik untuk kondisi ini2, dimana pasien
mengaku ayah dan kakak kandung pasien memiliki kondisi mata yang sama
dengan pasien. Faktor lingkungan yang mungkin dapat menyebabkan
pertumbuhan pterigium pada kasus ini berkaitan dengan pekerjaan pasien sehari-
hari, yaitu memasak dan berjualan di pinggir toko. Dimana kontak dengan sinar
ultraviolet, debu, dan kekeringan ini akan mengakibatkan terjadinya penebalan
dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.3
Pterigium pada kasus ini terjadi bilateral, karena kedua mata mempunyai
kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan
kekeringan. Pterigium terdapat pada regio nasal, yang menurut literatur dijelaskan
bahwa semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian
melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior. Selain itu, daerah
nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping
kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara
tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal
konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian
temporal.3
Prognosis quo ad vitam pada kedua mata pasien ini adalah bonam karena
pterigium tidak mengancam nyawa. Prognosis quo ad functionam pada mata
kanan pasien ini adalah bonam karena belum mengenai aksis visual (belum
mencapai pupil) dan dubia ad bonam pada mata kiri karena telah mengenai aksis
visual. Prognosis quo ad sanationam pada kedua mata pasien ini adalah dubia ad
bonam dikarenakan menurut literatur4 apabila dilakukan eksisi pterigium dengan
autograft konjungtiva persentase kemungkinan terjadinya rekurensi pterigium
adalah 10% jika dibandingkan dengan teknik bare sclera yang tingkat
rekurensinya mencapai 60%.
LAMPIRAN

Gambar 1. Pterigium Nasalis Grade II OD

Gambar 2. Pterigium Nasalis Grade IV OS


DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery. 2018. Pterygium. Dapat


diakses pada http://inascrs.org/pterygium/
2. Anderson, Dauglas M., et all. 2000. Dorland’s Illistrated Medical Dictionary
29th edition. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata. Edisi III
penerbitAirlangga Surabaya. 2006. hal: 102 – 104
4. Ilyas, Sidarta. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

You might also like