You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Maksud
 Mengetahui bagaimana kenampakan sesar dan kekar di lapangan
 Mengetahui perbedaan jenis kekar dan sesar di lapangan
 Mengetahui dan mendeskripsikan struktur penyerta sesar dan kekar serta
litologi penyusunnya
 Menghitung dan mengukur strike dip menggunakan kompas dari masing-
masing sesar dan kekar di lapangan

1.2 Tujuan
 Dapat mengetahui bagaimana kenampakan sesar dan kekar di lapangan
 Dapat membedakan jenis kekar dan sesar di lapangan
 Dapat mengetahui dan mendeskripsikan stuktur penyerta sesar dan kekar
serta litologi penyusunnya
 Dapat menghitung dan mengukur strike dip menggunakan kompas dari
masing-masing sesar dan kekar di lapangan

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Pada kegiatan praktikum lapangan Geologi Struktur dengan acara gabungan
yaitu acara analisis kekar, sesar dan lipatan dilaksanakan pada :
hari, tangal : Minggu, 22 April 2018
waktu : 07.00 WIB-selesai
tempat : Sungai Banyumeneng Kec. Mranggen Kab. Demak Jawa
Tengah

1
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Wilayah Kabupaten Demak terletak di bagian utara Pulau Jawa dengan luas
wilayah 89.743 ha dengan jarak bentangan Utara ke Selatan 41 km dan Timur ke
Barat 49 km dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Adapun kecamatan yang
berbatasan langsung dengan Laut Jawa adalah kecamatan Sayung, Bonang, dan
Wedung. Secara geografis Kabupaten Demak terletak pada 110º27’58’’-
110º48’47’’ Bujur Timur dan 6º43’26’’-7º09’43’’ Lintang Selatan. Batas batas
Kabupaten Demak meliputi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Grobogan,
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang,
sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kota Semarang.
Secara administrasi, Kabupaten Demak terdiri dari 14 kecamatan, 243 desa,
dan 6 kelurahan, 512 dusun, 6.326 Rukun Tetangga (RT) dan 1.262 Rukun Warga
(RW), dengan luas wilayah 89.743 ha.
Kabupaten Demak termasuk kedalam zona Kendeng. Zona Kendeng sendiri
meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang barat-timur yang terletak
langsung di sebelah utara sub zona Ngawi. Pegunungan ini tersusun oleh batuan
sedimen laut dalam yang telah mengalami deformasi secara intensif membentuk
suatu antiklinorium. Pegunungan ini mempunyai panjang 250 km dan lebar
maksimum 40 km (de Genevraye & Samuel, 1972) membentang dari gunungapi
Ungaran di bagian barat ke timur melalui Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di
bawah permukaan, kelanjutan zona ini masih dapat diikuti hingga di bawah selatan
Madura.
Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan
morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200 meter.
Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini berjalan sangat
intensif, selain karena iklim tropis juga karena sebagian besar litologi penyusun
Mandala Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir yang mempunyai
kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang, Formasi Kerek dan Napal
Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai lebih dari 2000 meter.

2
Stratigrafi penyusun Zona Kendeng merupakan endapan laut dalam di
bagian bawah yang semakin ke atas berubah menjadi endapan laut dangkal dan
akhirnya menjadi endapan non laut. Endapan di Zona Kendeng merupakan endapan
turbidit klastik, karbonat dan vulkaniklastik. Stratigrafi Zona Kendeng terdiri atas
7 formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai berikut (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo 2004) :
Pertama yaitu Formasi Pelang, merupakan formasi tertua di Mandala
Kendeng tersingkap di Desa Pelang, Selatan Juwangi. Tidak jelas keberadaan
bagian atas maupun bawah dari formasi ini karena singkapannya pada daerah
upthrust,berbatasan langsung dengan formasi Kerek yang lebih muda. Dari bagian
yang tersingkap tebal terukurnya berkisar antara 85 meter hingga 125 meter (de
Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama penyusunnya
adalah napal, napal lempungan dengan lensa kalkarenit bioklastik yang banyak
mengandung fosil foraminifera besar.
Kedua, Formasi Kerek, Formasi Kerek ini memiliki kekhasan berupa
perulangan perselang-selingan antara lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan
batupasir tufaan yang menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan
bersusun (graded bedding). Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan
Solo, ± 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe formasi ini terbagi
menjadi tiga anggota (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004), dari
tua ke muda, masing-masing : Anggota Formasi Kerek yang pertama, yaitu
Anggota Banyuurip. Anggota kedua yaitu Anggota Sentul. Anggota ketiga
merupakan Anggota Batugamping Kerek
Selanjutnya kembali ke Formasi. Formasi ketiga yaitu Formasi Kalibeng.
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian atas. Bagian
bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter,
berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu kebiru-biruan, kaya akan
kandungan foraminifera plantonik.
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat beberapa perlapisan tipis
batupasir yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan
aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi Banyak (Harsono, 1983 dalam

3
Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari formasi Kalibeng (Nahrowi dan
Suratman, 1990 dalam Rahardjo, 2004), ke arah Jawa Timur, yaitu di sekitar
Gunung Pandan, Gunung Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini
berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit.
Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983 dalam
Rahardjo, 2004).
Keempat, ada Formasi Pucangan. Di Kendeng bagian barat satuan ini
tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Di Mandala Kendeng yaitu daerah
Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies
lempung hitam. Fasies vulkaniknya berkembang sebagai endapan lahar yang
menumpang diatas formasi Kalibeng. Fasies lempung hitamnya berkembang dari
fasies laut, air payau hingga air tawar. Di bagian bawah dari lempung hitam ini
sering dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan lapisan tipis yang
mengandung foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Semakin ke atas akan
menunjukkan kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan adanya fosil
moluska penciri air tawar.
Formasi kelima, Formasi Kabuh . Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa
Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang. Formasi ini tersusun oleh batupasir dengan material
non vulkanik antara lain kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat,
mengandung moluska air tawar dan fosil-fosil vertebrata. Formasi ini mempunyai
penyebaran geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat formasi ini tersingkap di
kubah Sangiran sebagai batupasir silang siur dengan sisipan konglomerat dan tuf
setebal 100 meter. Batuan ini diendapkan fluvial dimana terdapat struktur silang
siur, maupun merupakan endapan danau karena terdpaat moluska air tawar seperti
yang dijumpai di Trinil.
Formasi keenam yaitu Formasi Notopuro. Formasi Notopuro ini
mempunyai lokasi tipe di desa Notopuro, Timur Laut Saradan, Madiun yang saat
ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan tuf berselingan dengan
batupasir tufaan, breksi lahar dan konglomerat vulkanik. Makin keatas sisipan
batupasir tufaan semakin banyak. Sisipan atau lensa-lensa breksi volkanik dengan
fragmen kerakal terdiri dari andesit dan batuapung juga ditemukan yang merupakan

4
cirri formasi Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi
Kabuh, tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng dengan ketebalan lebih dari 240
meter. Umur dari formasi ini adalah Plistosen akhir dan merupakan endapan lahar
di daratan.
Terakhir, Endapan undak Bengawan Solo. Endapan ini terdiri dari
konglomerat polimik dengan fragmen napal dan andesit disamping endapan
batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata. di daerah Brangkal dan Sangiran,
endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang
agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pada Formasi Kabuh
maupun Notopuro.
Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng berupa :
Lipatan, lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa
lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned. Lipatan –
lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan ada yang berupa
lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di daerah Kendeng berarah barat
– timur.
Selanjutnya yaitu Sesar Naik. Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang
banyak dijumpai di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi
atau anggota formasi.
Ketiga ada Sesar Geser. Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah
timur laut- barat daya dan tenggara -barat laut.
Dan yang terakhir terdapat Struktur Kubah. Struktur Kubah yang ada di
Zona Kendeng biasanya terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur
Kuarter. Bukti tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini
dihasilkan oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.

5
BAB III
PEMBAHASAN
Kegiatan lapangan pada praktikum Geologi struktur acara gabungan analisis
kekar, sesar dan lipatan ini dilaksanakan pada tanggal Minggu, 22 April 2018 pukul
07.00 WIB di Gedung Pertamina Sukowati FT. Geologi Universitas Diponegoro ini
kemudian dilakukan perjalanan sekitar 20 menit menuju ke Sungi Banyumeneng,
Desa Banyumeneng, Kab. Mranggen. Alat dan bahan yang diperlukan antara lain
buku catatan lapangan, HCL, palu, kompas, plastik sampel, helm proyek, safety
shoes, makan dan minum, alat tulis lengkap, dan lain-lain. Kemudian dilakukan
pengamatan pada 3 titik stasiun pengamatan yang terbagi atas kekar, sesar, dan
lipatan dengan pembahasan tiap STA sebagai berikut :
3.1 STA 1
STA 1 ini melalui titik kumpul di parkiran Banyumeneng sekitar 30
menit berjalan kaki menuju ke STA 1. Dimana pada STA 1 ini memiliki
keadaan geografis dengan bentuklahan berupa bentuklahan fluvial dengan
morfologi sungai, meander, point bar, dan bentuklahan strukturalnya berupa
tebing. Jadi, daerah tersebut termasuk dalam bentuklahan fluvial struktural
karena terdapat struktur geologi yang terletak pada lingkungan sungai di sekitar
morfologi tebing yang merupakan titik lemah akibat adanya struktur geologi.
Sungai ini diintepretasikan termasuk dalam sungai berstadia dewasa karena
memiliki morfologi meandering, aliran air yang tidak terlalu deras, erosi lateral
lebih dominan dan transport rendah. Dimensi singkapan STA 1 ini pada
pengamatan yang pertama sebesar 20 x 5 meter. Pada lokasi pengamatan
pertama terdapat struktur primer maupun sekunder. Pada struktur primer
terdapat perlapisan yang mencolok dengan menonjol dari pada yang lain,
dengan disertai pada bagian tengah terdapat struktur sekunder berupa kekar,
dan jenis kekarnya yaitu terdapat adanya kekar gerus (shear fracture) dan kekar
tarik (extension fracture). Kemudian untuk menganalisa kekar-kekar yang
terdapat pada STA 1 ini yaitu dengan menggunakan kompas, dimana dengan
mengukur strike/dip-nya pada tiap struktur dan pasangannya. Sehingga dari

6
pengukuran didapatkan kekar gerus sebanyak 15 pasang. Diantarnya sebagai
berikut
No. Kekar 1 Kekar 2
1 N 250⁰ E / 80⁰ N 256⁰ E / 38⁰
2 N 263⁰ E / 21⁰ N 2320⁰ E / 34⁰
3 N 263⁰ E / 22⁰ N 232⁰ E / 54⁰
4 N 29⁰ E / 71⁰ N 281⁰ E / 44⁰
5 N 158⁰ E / 70⁰ N 275⁰ E / 17⁰
6 N 299⁰ E / 54⁰ N 270⁰ E / 40⁰
7 N 251⁰ E / 69⁰ N 209⁰ E / 78⁰
8 N 230⁰ E / 65⁰ N 76⁰ E / 20⁰
9 N 215⁰ E / 66⁰ N 230⁰ E / 63⁰
10 N 225⁰ E / 52⁰ N 272⁰ E / 43⁰
11 N 219⁰ E / 52⁰ N 135⁰ E / 62⁰
12 N 160⁰ E / 42⁰ N 262⁰ E / 50⁰
13 N 160⁰ E / 42⁰ N 161⁰ E / 70⁰
14 N 204⁰ E / 50⁰ N 155⁰ E / 55⁰
15 N 259⁰ E / 50⁰ N 135⁰ E / 53⁰

Pada STA 1 ini mempunyai litologi berupa batuan sedimen. Dan


memiliki 2 jenis litologi sedimen yang berbeda. Dimana pada litologi pertama
memiliki warna kecoklatan dengan memiliki tekstur berupa ukuran butir yang
mempunyai definisi merupakan ukuran dominan butir yang mendominasi
batuan tersebut yaitu ukuran butir 1/4 sampai 1/2 mm. Bentuk dari butir itu
sendiri, diinterpretasikan memiliki bentuk butir yang membundar(rounded).
Kemudian sortasinya yaitu seragam, sehingga mempunyai sortasi well sorted.
Pada kemas itu sendiri yang mempunyai pengertian jarak antar butiran yang
menghasilkan sela antar grain. Sehingga diinterpretasikan mempunyai kemas
sutured atau baik. Pada komposisi nya fragmen itu sendiri memiliki pengertian
merupakan butiran yang paling besar yang berada pada batuan yang

7
mempunyai ukuran lebih dari pasir atau sama dengan pasir sehingga
mempunyai fragmen berupa pasir halus. Pada matriks mempunyai definisi
dengan ukuran butiran lebih kecil dari fragmen sehingga mempunyai matriks
berupa pasir sangat halus. Pada semen mempunyai pengertian material yang
berfungsi sebagai pengikat antar butiran dan jika ditetesi dengan larutan HCL
menghasilkan buih. Sehingga dapat diinterpretasikan mempunyai semen yang
karbonatan. Sehingga penamaan batuan ini ialah batupasir (Wenworth 1922).
Kemudian pada litologi yang kedua memiliki warna keabuan dengan
memiliki tekstur berupa ukuran butir yang mempunyai definisi merupakan
ukuran dominan butir yang mendominasi batuan tersebut yaitu ukuran butir
1/16 sampai 1/256 mm. Bentuk dari butir itu sendiri, diinterpretasikan
memiliki bentuk butir yang membundar(rounded). Kemudian sortasinya yaitu
seragam, sehingga mempunyai sortasi well sorted. Pada kemas itu sendiri yang
mempunyai pengertian jarak antar butiran yang menghasilkan sela antar grain.
Sehingga diinterpretasikan mempunyai kemas sutured atau baik. Pada
komposisinya fragmen itu sendiri memiliki pengertian merupakan butiran yang
paling besar yang berada pada batuan mempunyai fragmen berupa lanau. Pada
matriks mempunyai definisi dengan ukuran butiran lebih kecil dari fragmen
sehingga mempunyai matriks berupa lempung. Pada semen mempunyai
pengertian material yang berfungsi sebagai pengikat antar butiran dan jika
ditetesi dengan larutan HCL menghasilkan buih. Sehingga dapat
diinterpretasikan mempunyai semen yang karbonatan. Sehingga penamaan
batuan ini ialah batulanau (Wenworth 1922).
Melihat keadaan fisik dari STA 1 yang saat dipegang menggunakan
tangan akan sangat atau mudah lepas. Dapat dikatakan mempunyai tingkat
kelapukan yang sedang-tinggi. dilihat dari vegetasinya, pada daerah ini
terdapat vegetasi tumbuhan tingkat tinggi berupa pohon jati, dan tumbuhan
tingkat rendah berupa rumput, alang-alang, pohon bambu dan tanaman liar
lainnya. Daerah stasiun pengamatan yang pertama memiliki potensi positif dan
juga memiliki potensi negatif. Potensi positif berupa objek studi geologi,

8
sedangkan potensi negatifnya adalah terjadi longsor dan banjir. Dengan disertai
tata guna lahan sebagai perkebunan.

Gambar 3.1 STA 1


3.2 STA 2
Daerah STA 2 merupakan stasiun pengamatan yang kedua yaitu
memiliki kesampaian kurang lebih 20 menit dari STA 1. Pada STA 2 ini
memiliki keadaan geografis dengan bentuk lahan berupa fluvial-struktural.
Dimana pada STA 2 ini memiliki keadaan geografis dengan bentuklahan
berupa bentuklahan fluvial dengan morfologi sungai, meander, point bar, dan
bentuklahan strukturalnya berupa tebing. Jadi, daerah tersebut termasuk dalam
bentuklahan fluvial struktural karena terdapat struktur geologi yang terletak
pada lingkungan sungai di sekitar morfologi tebing yang merupakan titik lemah
akibat adanya struktur geologi. Sungai ini diintepretasikan termasuk dalam
sungai berstadia dewasa karena memiliki morfologi meandering, aliran air
yang tidak terlalu deras, erosi lateral lebih dominan dan transport rendah.
Morfologi pada daerah ini dinitepretasikan sebagai point bar dan berupa tebing
dikarenakan singkapan ini berada pada tebing. Jika dilihat diinterpretasikan
bahwa sungai ini termasuk dalam stadia dewasa karena memiliki aliran air yang

9
tidak terlalu deras, erosi lateral lebih dominan dan transport rendah.
Diinterpretasikan bahwa dimensi singkapan yang diamati pada pengamatan
yang pertama sebesar 20 x 5 meter. Pada lokasi pengamatan kedua terdapat
struktur primer maupun sekunder. Pada struktur primer terdapat perlapisan
yang mencolok dengan menonjol dari pada yang lain, dengan disertai pada
bagian tengah terdapat struktur sekunder berupa kekar, lipatan, sesar dan
struktur penyerta yaitu stiriasi. Diantarnya didapatkan pengukuran data
sebagai berikut.
 Sesar dengan kedudukan N 95⁰ E / 67⁰
 Stiriasi dengan kedudukan N 122⁰ E
Pada STA 2 ini merupakan daerah dominan dengan warna singkapannya
coklat tua keabu-abuan. Dengan daerah ini mempunyai litologi berupa batu
sedimen. Pada STA 2 ini khususnya memiliki 2 litologi yang berbeda. Dimana
pada litologi pertama memiliki warna coklat tua dengan memiliki tekstur
berupa ukuran butir, kebundaran, sortasi, kemas. Pada tekstur itu sendiri
merupakan kenampakan baatuan secara makroskopis. Pada ukuran butir yang
mempunyai definisi merupakan ukuran dominan butir yang mendominasi
batuan tersebut. pada litologi 1 ini mempunyai ukuran butir 1/2 sampai 1 mm.
Pada bentuk butir memiliki definisi sebagai bentuk dari butir itu sendiri, pada
litologi 1 ini diinterpretasikan mempunyai litologi bentuk butir yang
membundar. Sehingga memiliki bentuk butir yang rounded. Pada sortasin atau
keseragaman bentuk butir pada litologi 1 ini mempunyai derajat keseragaman
antar butir yaitu seragam, sehingga mempunyai sortasi well sorted. Pada kemas
itu sendiri yang mempunyai pengertian jarak antar butiran yang menghasilkan
sela antar grain. Pada litologi 1 ini mempunyai kemas yang saling menempel
satu sama lain. Sehingga dapat diinterpretasikan mempunyai kemas yang
sutured atau baik. Pada komposisi batuan sedimen mempunyai 3 bagian yaitu
fragmen, matriks, dan semen. Fragmen itu sendiri memiliki pengertian
merupakan butiran yang paling besar yang berada pada batuan yang
mempunyai ukuran lebih dari pasir atau sama dengan pasir. pada litologi 1 ini
mempunyai fragmen berupa pasir kasar. Pada matriks mempunyai definisi

10
dengan ukuran butiran lebih kecil dari fragmen. Pada litologi 1 ini mempunyai
matriks berupa pasir halus. Pada semen mempunyai pengertian material yang
berfungsi sebagai pengikat antar butiran. Pada litologi 1 ini jika ditetesi dengan
larutan HCL menghasilkan buih. Sehingga dapat diinterpretasikan mempunyai
semen yang karbonatan. Menurut klasifikasi wentworth 1922 didapatkan nama
batuan yaitu batupasir (Wentworth 1922).
Pada litologi kedua memiliki warna abu-abu dengan memiliki tekstur
berupa ukuran butir, bentuk buir, sortasi, kemas. Pada tekstur itu sendiri
merupakan kenampakan baatuan secara makroskopis. Pada ukuran butir yang
mempunyai definisi merupakan ukuran dominan butir yang mendominasi
batuan tersebut. pada litologi 2 ini mempunyai ukuran butir 1/16-1/256 mm.
Pada bentuk butir memiliki definisi sebagai bentuk dari butir itu sendiri, pada
litologi 1 ini diinterpretasikan tidak dapat dideskripsi karena ukurannya terlalu
kecil. Pada sortasi atau keseragaman bentuk butir pada litologi 2 ini
mempunyai derajat keseragaman antar butir yaitutidak dapat dideskripsi
dikarenakan jarak antar butirnya tidak dapat dilihat secara megaskopis harus
menggunakan mikroskop. Pada kemas itu sendiri yang mempunyai pengertian
jarak antar butiran yang menghasilkan sela antar grain. Pada litologi 2 ini
mempunyai kemas yang tidak dapat dideskripsi. Pada komposisi batuan
sedimen mempunyai 3 bagian yaitu fragmen, matriks, dan semen. Fragmen itu
sendiri memiliki pengertian merupakan butiran yang paling besar yang berada
pada batuan yang mempunyai ukuran lebih dari pasir atau sama dengan pasir.
pada litologi 2 ini tidak mempunyai fragmen. Pada matriks mempunyai definisi
dengan ukuran butiran lebih kecil dari fragmen. Pada litologi 2 ini mempunyai
matriks berupa lanau. Pada semen mempunyai pengertian material yang
berfungsi sebagai pengikat antar butiran. Pada litologi 2 ini jika ditetesi dengan
larutan HCL menghasilkan buih. Sehingga dapat diinterpretasikan mempunyai
semen yang karbonatan. Menurut klasifikasi wentworth 1922 dari data diatas
didapatkan nama batuan yaitu batulanau (Wentworth 1922).

11
Gambar 3.2 STA 2
3.3 STA 3
Kondisi fisik lapangan dapat diketahui tingkat pelapukannya sangat
tinggi. Dapat dikatakan mempunyai tingkat kelapukan yang sedang-tinggi.
dilihat dari vegetasinya, pada daerah ini terdapat vegetasi tumbuhan tingkat
tinggi berupa pohon jati, dan tumbuhan tingkat rendah berupa rumput,
tanaman jagung, tanaman liar lainnya. Daerah stasiun pengamatan yang
pertama memiliki potensi positif dan juga memiliki potensi negatif. Potensi
positif berupa objek studi geologi, sedangkan potensi negatifnya adalah terjadi
longsor dan banjir. Dengan disertai tata guna lahan sebagai perkebunan.
Morfologi pada daerah ini dinitepretasikan sebagai point bar dan
berupa tebing dikarenakan singkapan ini berada pada tebing. Jika dilihat
diinterpretasikan bahwa sungai ini termasuk dalam stadia dewasa karena
memiliki aliran air yang tidak terlalu deras, erosi lateral lebih dominan dan
transport rendah. Diinterpretasikan bahwa dimensi singkapan yang diamati
pada pengamatan yang pertama sebesar 50 x 5 meter. Pada lokasi pengamatan
ketiga terdapat struktur primer maupun sekunder. Pada struktur primer
terdapat perlapisan yang mencolok dengan menonjol dari pada yang lain,

12
terdapat juga kenampakan erotional sedimentary structures berupa flute cast.
dengan disertai pada bagian tengah terdapat struktur sekunder berupa kekar,
lipatan, sesar dan struktur penyerta yaitu gash fracture. Diantarnya didapatkan

No. Sayap kiri Sayap


Kanan
N 101⁰ E / 11⁰ N 92⁰ E / 65⁰ N285⁰ E / N233⁰ E /
55⁰ 46⁰
N 84⁰ E / 41⁰ N 78⁰ E / 56⁰ N246⁰ E / N241⁰ E /
51⁰ 38⁰
N 64⁰ E / 31⁰ N261⁰ E /
50⁰
Daerah STA 3 merupakan stasiun pengamatan yang ketiga yaitu
memiliki kesampaian kurang lebih 30 menit dari STA 2. Pada STA 3 ini
memiliki keadaan geografis dengan bentuk lahan berupa fluvial struktural.
Dapat dikatakan bentuk lahan fluvial karena daerah pengamatan terletak pada
lingkungan sekitar sungai yang merupakan salah satu dari bentuklahan fluvial.
Jadi, daerah tersebut termasuk dalam bentuklahan fluvial struktural karena
terdapat struktur geologi yang terletak pada lingkungan sungai dan diapit oleh
dataran tinggi dikarenakan untuk sampai dilokasi STA 2 diperlukan tracking
dengan menuruni jalan naik turun.
 Axial Plane : N 80⁰ E / 55⁰
 Sesar
Kedudukana bidang sesar : N 142⁰ E / 83⁰
 Sturktur penyerta
Gash fracture : N 127⁰ E / 61⁰
Pada STA 3 ini merupakan daerah dominan dengan warna singkapannya
coklat keabu-abuan. Dengan daerah ini mempunyai litologi berupa batu
sedimen. Pada STA 3 ini khususnya memiliki 2 litologi yang berbeda. Dimana
pada litologi pertama memiliki warna coklat muda dengan memiliki tekstur
berupa ukuran butir, bentuk buir, sortasi, kemas. Pada tekstur itu sendiri

13
merupakan kenampakan baatuan secara makroskopis. Pada ukuran butir yang
mempunyai definisi merupakan ukuran dominan butir yang mendominasi
batuan tersebut. pada litologi 1 ini mempunyai ukuran butir 1 sampai 2 mm.
Pada bentuk butir memiliki definisi sebagai bentuk dari butir itu sendiri, pada
litologi 1 ini diinterpretasikan mempunyai litologi bentuk butir yang
membundar. Sehingga memiliki bentuk butir yang rounded. Pada sortasin atau
keseragaman bentuk butir pada litologi 1 ini mempunyai derajat keseragaman
antar butir yaitu seragam, sehingga mempunyai sortasi well sorted. Pada kemas
itu sendiri yang mempunyai pengertian jarak antar butiran yang menghasilkan
sela antar grain. Pada litologi 1 ini mempunyai kemas yang saling menempel
satu sama lain. Sehingga dapat diinterpretasikan mempunyai kemas yang
sutured atau baik. Pada komposisi batuan sedimen mempunyai 3 bagian yaitu
fragmen, matriks, dan semen. Fragmen itu sendiri memiliki pengertian
merupakan butiran yang paling besar yang berada pada batuan yang
mempunyai ukuran lebih dari pasir atau sama dengan pasir. pada litologi 1 ini
mempunyai fragmen berupa pasir sangat kasar. Pada matriks mempunyai
definisi dengan ukuran butiran lebih kecil dari fragmen. Pada litologi 1 ini
mempunyai matriks berupa pasir halus. Pada semen mempunyai pengertian
material yang berfungsi sebagai pengikat antar butiran. Pada litologi 1 ini jika
ditetesi dengan larutan HCL menghasilkan buih. Sehingga dapat
diinterpretasikan mempunyai semen yang karbonatan. Menurut klasifikasi
wentworth 1922 didapatkan nama batuan yaitu Batupasir (Wentworth 1922).
Pada litologi kedua memiliki warna abu-abu dengan memiliki tekstur
berupa ukuran butir, bentuk buir, sortasi, kemas. Pada tekstur itu sendiri
merupakan kenampakan baatuan secara makroskopis. Pada ukuran butir yang
mempunyai definisi merupakan ukuran dominan butir yang mendominasi
batuan tersebut. pada litologi 2 ini mempunyai ukuran butir <1/256 mm. Pada
bentuk butir memiliki definisi sebagai bentuk dari butir itu sendiri, pada litologi
2 ini diinterpretasikan tidak dapat dideskripsi karena ukurannya terlalu kecil.
Pada sortasi atau keseragaman bentuk butir pada litologi 2 ini mempunyai
derajat keseragaman antar butir yaitutidak dapat dideskripsi dikarenakan jarak

14
antar butirnya tidak dapat dilihat secara megaskopis harus menggunakan
mikroskop. Pada kemas itu sendiri yang mempunyai pengertian jarak antar
butiran yang menghasilkan sela antar grain. Pada litologi 2 ini mempunyai
kemas yang tidak dapat dideskripsi. Pada komposisi batuan sedimen
mempunyai 3 bagian yaitu fragmen, matriks, dan semen. Fragmen itu sendiri
memiliki pengertian merupakan butiran yang paling besar yang berada pada
batuan yang mempunyai ukuran lebih dari pasir atau sama dengan pasir. pada
litologi 2 ini tidak mempunyai fragmen. Pada matriks mempunyai definisi
dengan ukuran butiran lebih kecil dari fragmen. Pada litologi 2 ini mempunyai
matriks berupa lempung. Pada semen mempunyai pengertian material yang
berfungsi sebagai pengikat antar butiran. Pada litologi 2 ini jika ditetesi dengan
larutan HCL menghasilkan buih. Sehingga dapat diinterpretasikan mempunyai
semen yang karbonatan. Menurut klasifikasi wentworth 1922 dari data diatas
didapatkan nama batuan yaitu batulempung (Wentworth 1922).

Gambar 3.3 STA 3


Keadaan fisiknya mempunyai tingkat kelapukan yang sedang-tinggi.
dilihat dari vegetasinya, pada daerah ini terdapat vegetasi tumbuhan tingkat
tinggi berupa pohon petai cina dan tumbuhan tingkat rendah berupa rumput
liar. Daerah stasiun pengamatan yang pertama memiliki potensi positif dan
juga memiliki potensi negatif. Potensi positif berupa objek studi geologi,

15
sedangkan potensi negatifnya adalah terjadi longsor dan banjir. Dengan disertai
tata guna lahan sebagai perkebunan.

16
BAB IV
HASIL DAN ANALISI STEREONET

4.1 Kekar dan Sesar STA 1


Dari data yang telah didapatkan di lapangan untuk kekar gerus ini yang
pertama dilaukan hasil pengerjaan stereonet adalah memindahkan hasil data kekar
pada polar equal area net. Kemudian setelah itu dilakukan pengelompokan data
kekar yang masuk dalam segi enam pada kalsbeek counting net pada mika yang
berbeda. Dari datate tersebut dapat diketahui mana tiitik maksimum dan mana titik
minimum dengan memberi angka pada tengah sesuai titik data kekar yang
terperangkap. Setelah itu langkah selanjutnya adalah pembuatan kontur dengan
menghubungkan jumlah titik yang terperangkap yang sejenis dan sama besar.
Kemudian ganti mika lagi untuk mencari arah tegasannya. Setelah dicari arah
tegasannya dengan menggunakan equatorial net. Yang kemudian dianalisis arah
tegasan sigma 1, 2, dan 3 nya untuk mnegetahui arah tegasan utamanya. Didapat
arah tegasan berupa sigma 1 sebesar 38⁰, N 118⁰ E. Sigma 2 sebesar 52⁰, N 308⁰ E.
Sigma 3 sebesar 3⁰, N 208⁰ E. Dari data yang telah didapatkan di lapangan untuk
sesar ini yang pertama dilakukan hasil pengerjaan stereonet adalah memindahkan
hasil data sesar pada equatorial net. Kemudian setelah itu dilakukan pemindahan
data sesar dan struktur penyertanya. Dari data tersebut dapat terbentuk perpotongan
antara sesar dengan sturkur penyertanya. Dari perpotongan tersrbut merupakan
sigma 2. Perpotongan antara garis bantu dan struktur penyerta tersebut merupakan
sigma 1. Dari sigma 1 dilakukan pol 90 derajat didapat sigma 3 .Setelah itu langkah
selanjutnya adalah penghitungan plunge dan pitch dihitung dari perpotongan antara
bidang sesar dan garis bantu. Didapat plunge sebesar 52⁰, dan pitch sebesar 60⁰,
Didapat arah tegasan berupa sigma 1 sebesar 68⁰, N 72⁰ E. Sigma 2 sebesar 26⁰, N
62⁰ E. Sigma 3 sebesar 5⁰, N 170⁰ E. Dari jenis sesar menurut Anderson 1951
merupakan normal fault, sedangkan menurut Rikard 1972 merupakan sesar left
normal slip faults. Sehingga dapat diketahui arah tegasan utama kekarnya ialah SE-
NW. Dan arah tegasan utama sesar pada bidang striasinya yaitu NE-SW.
4.2 Sesar STA 2

17
Dari data yang telah didapatkan di lapangan untuk sesar ini yang pertama
dilaukan hasil pengerjaan stereonet adalah memindahkan hasil data sesar pada
equatorial net. Kemudian setelah itu dilakukan pemindahan data sesar dan struktur
penyertanya. Dari datate tersebut dapat terbentuk perpotongan antara sesar dengan
sturkur penyertanya. Dari perpotongan tersebut merupakan sigma 2. Kemudian
membuat garis bantuk. Perpotongan antara garis bantu dan sturkur penyerta tersebut
merupakan sigma 1. Dari sigma 1 dilakukan pole 90 derajat didapat sigma 3.
Setelah itu langkah selanjutnya adalah penghitungan plunge dan pitch dihitung dari
perpotongan antara bidang sesar dan garis bantu. Didapat plunge sebesar 5⁰, dan
pitch sebesar 10⁰, Didapat arah tegasan berupa sigma 1 sebesar 26⁰, N 235⁰ E.
Sigma 2 sebesar 50⁰, N 107⁰ E. Sigma 3 sebesar 27⁰, N 338⁰ E. Dari jenis sesar
menurut Anderson 1951 merupakan strike slip faults, sedangkan menurut
Rikards1972 merupakan sesar left slip faults. Sehingga dapat diketahui abhwa arah
tegasannya utama berarah SW-NE.

4.3 Lipatan dan Sesar STA 3

18
Dari data yang telah didapatkan di lapangan untuk sesar ini yang pertama
dilaukan hasil pengerjaan stereonet adalah memindahkan hasil data sesar pada
polar equal area net. Kemudian setelah itu dilakukan pengelompokan data kekar
yang masuk dalam segi enam pada kalsbeek counting net pada mika yang berbeda.
Dari data-data tersebut dapat diketahui mana tiitik maksimum dan mana titik
minimum dengan memberi angka pada tengah sesuai titik data kekar yang
terperangkap. Setelah itu langkah selanjutnya adalah pembuatan kontur dengan
menghubungkan jumlah titik yang terperangkap yang sejenis dan sama besar.
Kemudian ganti mika lagi untuk mencari arah tegasannya. Setelah dicari arah
tegasannya dengan menggunakan equatorial net. Yang kemudian dianalisis arah
tegasan sigma 1, 2, dan 3 nya untuk mengetahui arah tegasan utamanya. Didapat
arah tegasan berupa sigma 1 sebesar 70⁰, N 68⁰ E. Sigma 2 sebesar 20⁰, N 248⁰ E.
Sigma 3 sebesar 0⁰, N 100⁰ E. Dari data tersebut dapat terbentuk perpotongan antara
sesar dengan sturkur penyertanya. Dari perpotongan tersrbut merupakan sigma 2.
Perpotongan antara garis bantu dan struktur penyerta tersebut merupakan sigma 1.
Dari sigma 1 dilakukan pol 90 derajat didapat sigma 3 .Setelah itu langkah
selanjutnya adalah penghitungan plunge dan pitch dihitung dari perpotongan antara
bidang sesar dan garis bantu. Didapat plunge sebesar 56⁰, dan pitch sebesar 57⁰,
Didapat arah tegasan berupa sigma 1 sebesar 43⁰, N 274⁰ E. Sigma 2 sebesar 30, N
146⁰ E. Sigma 3 sebesar 30⁰, N 35⁰E. Dari jenis sesar menurut Anderson 1951
merupakan normal fault, sedangkan menurut Rikard 1972 merupakan sesar normal
left slip faults. Sehingga dapat diketahui arah tegasan utama lipatannya ialah EW.
Dan arah tegasan utama sesar pada bidang dragfoldnya yaitu searah EW.

BAB V

19
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil lapangan geologi struktur ini yang telah mendatangi STA
1, STA 2, STA 3 kebanyakan terpengaruhi oleh struktur geologi seperti
kekar dan sesar. Dan terkhusus pada STA 2 dan STA 3 terdapat adanya
struktur kompleks dimana adanya struktur geologi berupa kekar, sesar, dan
lipatan. Sehingga dapat disimpulkan daerah Banyumeneng ini sangat
dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik lempeng. Dimana kekar
adalah struktur retakan/rekahan yang terbentuk pada batuan akibat adanya
suatu gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami
pergeseran. Patahan/sesar adalah salah satu bentuk rekahan pada lapisan
batuan bumi yang menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif turun,
relatif naik, maupun relatif mendatar terhadap blok batuan yang lainnya.
Dimana terdapat adanya struktur penyerta berupa drag fold. Dan lipatan
merupakan struktur yang terbentuk akibat adanya mekanisme deformasi
secara ductile yang dapat bersifat buckling maupun bending.

5.2 Saran
 agar praktikan lebih diberi penjelasan yang tepat pada saat di
lapangan
 praktikan belajar terlebih dahulu sebelum melakukan lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

20
Tim Asisten Praktikum Geologi Struktur. 2017. Buku Panduan Praktikum Geologi
Struktur. Teknik Geologi, UNDIP : Semarang
https://www.scribd.com/doc/116830209/Geostruk-Banyumeneng (diakses pada
tanggal 8 Mei 2018 pukul 18.09 WIB)

LAMPIRAN

21
22

You might also like