Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pedoman pelaksanaa hak pasien dan keluarga meliputi pelaksanaan dari 18 Hak
Pasien dan Keluarga yang sesuai dengan Undang- Undang RI no 44 Pasal 32 th 2009
yaitu :
1. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;
2. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
3. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
4. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional;
5. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian
fisik dan materi;
6. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
7. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit;
8. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
9. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya;
10. mendapat informasi yang meliputi diagnose dan tata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
11. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
12. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
13. menjalankan ibadah sesuai agama atau keperayaan yang dianutnya selama hal itu tidak
mengganggu pasien lainnya;
14. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
15. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit.
1
16. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
17. menggugat dan atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pindana;
18. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Selain Hak Pasien dan Keluarga tentunya diperlukan pula Kewajiban Pasien
berdasarkan Undang- Undang RI No. 29 Pasal 53 Tahun 2004 Tentang Praktek
Kedokteran, yaitu :
1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah keehatannya.
2. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi.
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan.
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diberikan.
Dengan demikian akan berjalan searah dan sesuai dengan Undang-Undang
perlindungan Hak Pasien dan Keluarga ketika menjalani proses pelayanan di Rumah sakit.
2
BAB II
DEFINISI
Ibu
- Ibu kandung
- Termasuk ibu adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan pengadilan
atau berdasarkan hukum adat.
Suami :
3
Istri :
4
BAB III
RUANG LINGKUP
5
k) Pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
l) Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
m) Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n) Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit.
o) Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perilaku Rumah Sakit
terhadap dirinya.
p) Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
q) Pasien berhak menggunggat dan atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan
standar baik secara perdata maupun pidana.
r) Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kewajiban Pasien
a) Pasien dan keluarganya berkewajiban menaati segala aturan dan tata tertib
rumah sakit.
b) Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat
dalam pengobatannya.
c) Pasienberkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya
tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
d) Pasien dan penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua biaya atas
jasa pelayanan Rumah Sakit / dokter.
3. Hak Dokter
a) Dokter berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.
b) Dokter berhak untuk bekerja menurut standar pelayanan serta berdasarkan
hak otonomi.
6
c) Dokter berhak untuk menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, profesi dan etika.
d) Dokter berhak menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien apabila
misalnya hubungan dengan pasien sudah berkembang begitu buruk
sehingga kerja sama yang baik tidak mungkin diteruskan lagi, kecuali untuk
pasien gawat darurat dan wajib menyerahkan pasien kepada orang lain.
e) Dokter berhak atas privacy.
f) Berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh pasien dengan
ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan.
g) Dokter berhak mendapat informasi lengkpa dari pasien yang dirawatnya
atau dari keluarganya.
h) Dokter berhak atas informasi atau pemberitahuan pertama dalam
menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanan.
i) Dokter berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh Rumah Sakit
maupun oleh pasien.
j) Dokter berhak untuk mendapat imbalan atas jasa profesi yang diberikannya
berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan/peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit.
4. Kewajiban Dokter
a) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan
dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi
oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.
b) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi.
c) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat ijin praktik.
d) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi.
e) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
7
f) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran.
g) Setiap dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.
8
e) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin;
f) Melaksanakan fungsi social antara lain dengan memberikan fasilitas
pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulance gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa,
atau bakti social bagi misi kemanusiaan;
g) Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
h) Menyelenggarakan rekam medis;
i) Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui,
anak-anak, lanjut usia;
j) Melaksanakan system rujukan;
k) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan
etika serta peraturan perundang-undangan;
l) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
m) Menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
n) Melaksankan etika Rumah Sakit; Rumah Sakit wajib memiliki system
pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
o) Memiliki system pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
p) Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional;
q) Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnnya;
r) Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws);
s) Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas; dan
t) Memberlakukan seluruh lingkungan Rumah Sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.
9
7. Prinsip
a) Bahwa upaya kesehatan yang semula dititikberatkan pada upaya
penyembuhan penderita, secara berangsur-angsur berkembang kearah
keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh.
b) Bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
seluruh masyarakat perlu adanya perlindungan hak pasien dan keluarga.
c) Bahwa keberhasilan pembangunan di berbagai bidang dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah menngkatkan taraf kesejahteraan
masyarakat dan kesdaran akan hidup sehat.
d) Bahwa meningkatnya kebutuhan pelayanan dan pemerataan yang mencakup
tenaga, sarana, prasarana baik jumlah maupun mutu.
e) Bahwa pelayanan kesehatan amat penting apabila dihadapkan pada pasien
yang sangat membutuhkan pelayanan kesehatan dengan baik dan dapat
memuaskan para pasien.
f) Perlindungan merupakan hal yang essensial dalam kehidupan karena
merupakan sifat yang melekat pada setiap hak yang dimiliki.
g) Bahwa seseorang dapat menuntut haknya apabila telah memenuhi
kewajibannya, oleh karena itu kewajiban menjadi hak yang paling utama
dilakukan.
h) Bahwa perlindungan bagi tenaga kesehatan maupun pasien merupakan hal
yang bersifat timbal balik artinya pihak-pihak tersebut dapat terlindungi atas
hak-haknya bila melakukan kewajibannya.
i) Bahwa dalam kondisi tertentu pasien tidak memiliki kemampuan untuk
mendapatkan informasi atau penjelasan mengenai haknya sehingga akan
disampaikan melalui keluarga.
j) Bahwa untuk mengatur pemenuhan perlindungan hak pasien dan keluarga
harus ada pedoman sebagai acuan bagi seluruh personil Rumah Sakit.
A. PELAYANAN KESEHATAN
1. Informasi Tata Tertib dan Peraturan Rumah Sakit
Rumah Sakit memiliki serangkaian tata tertib dan peraturan yang mengatur
seluruh pelayanan yang berhubungan dengan hak pasien dan keluarga yang
diatur dalam Peraturan Direktur. Setiap pasien dan keluarga akan mendapatkan
informasi mengenai tata tertib dan peraturan selama berada di Rumah Sakit oleh
10
petugas saat pertama kali melakukan kunjungan sesuai dengan unit terkait, serta
Informasi Tata Tertib dan Peraturan Rumah Sakit tersebut juga bisa dilihat dan
dibaca pada banner-banner yang terpampang diruangan rawar inap, termasuk
pula di tempat-tempat tertentu memungkinkan untuk mudah dibaca oleh
pasien/kelurga dan pengunjung.
Adapun beberapa tata tertib jam berkunjunbg pasien dan tata tertib ruangan
rawat inap meliputi :
1. Peraturan jam kunjung pasien di RSI NU DEMAK :
1. Tidak diperbolehkan menyimpan uang berlebihan, perhiasan dan barang
berharga lainnya di ruang RI, pihak RS tidak bertanggung jawab atas
kehilangan barang berharga tersebut.
2. Tidak diperbolehkan membawa radio/tape recorder kedalam ruang
keperawatan karena dapat mengganggu ketenangan pasien.
3. Tidak diperbolehkan membawa tikar, karpet, kasur, kipas angin/barang
lainnya kedalam ruang perawatan untuk perlengkapan tidur karena akan
menggangu ketertiban dan kenyamanan serta keindahan.
4. Tidak diperbolehkan merokok, membawa senjata api, senjata tajam,
minuman keras, narkotika dan barang berbahaya lainnya ke dalam ruang
perawatan.
5. Tidak diperbolehkan mencuci dan menjemur pakaian/handuk/sarung
dilingkungan RS.
6. Bila ada kerusakan pada alat-alat yang dipakai pasien yang diakibatkan
oleh perbuatan pasien/keluarga, maka menjadi tanggung jawab keluarga
pasien.
7. Pada saat pasien akan pulang agar memeriksa kembali barang-barang
bawaannya jangan sampai ada barang yang tertinggal didalam ruang
perawatan dan kehilangan barang tidak menjadi tanggung jawab pihak
RS.
8. Penunggu/pengunjung pasien tidak diperbolehkan menempati tempat
tidur pasien yang diperuntukkan oleh pasien/tempat tidur yang kosong.
9. Harap mematikan kran air/listrik apabila sudah tidak diperlukan.
10. Harap mematuhi jam berkunjung /besuk yaitu:
Siang pukul 11.00-13.00 WIB
Sore pukul 17.00-21.00 WIB
11
11. Pedagang dilarang menjual makanan/barang lainnya diruang perawatan
dan lingkungan RS
12. Anak –anak dilarang berkunjung ke RS(resiko mudah tertular penyakit)
13. Penunggu pasien cukup 1 orang dan mempunyai kartu tunggu pasien.
Tata tertib dan peraturan Rumah Sakit yang telah dibuat haruslah dipatuhi
dan dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apablia staf Rumah Sakit,
pasien, dan atau keluarga melanggarnya, maka siap diberikan teguran sesuai
dengan Kebijakan Direktur.
3. Transparansi Pelayanan
Selama pasien melakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, pasien/
keluarga akan mendapatkan informasi biaya pelayanan yang sudah diberikan
dari petugas administrasi unit terkait, dan pasien/ keluarga juga akan
mendapatkan prosedur pelayanan yang sama disetiap kelas pelayanan tanpa
diskriminasi, artinya tidak ada perbedaan pelayanan dimanapun pasien dirawat,
hanya akomodasi kamar saja yang membedakan kelas pasien.
12
dengan standar pelayanan public yang prosedur tersebut dimiliki oleh masing-
masing profesi kesehatan. Semua kebenaran tindakan dapat diukur dari
kesesuaian tindakan tersebut dengan Standart Pelayanan Minimal, Panduan
Praktek Klinik (PPK), Standart Asuhan Keperawatan, dan Clinikal Pathway dari
suatu penyekit.
Setiap staf unit terkait Rumah Sakit ikut mendukung dan mendorong
keterlibatan pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi dalam pembuatab
keputusan terhadap proses pelayanan dan pengobatan yang diberikan secara
aktif. Hal ini diberitahukan oleh staf di masing-masing unit diawal pasien masuk
untuk rawat inap, sekaligus pemberian orientsai pasien baru dengan cek list.
Staf Rumah Sakit memahami pengaruh pribadi, budaya dan social pada hak
pasien untuk melaporkan rasa nyeri, serta pemeriksaan dan pengelolaan nyeri
secaa akurat. Rumah Sakit menghormati dan mendukung hak pasien dengan
cara sesmen managemen nyeri yang sesuai. Tata laksana managemen nyeri
dibahas lebih rinci pada panduan managemen nyeri.
5. Efektifitas Pelayanan
Pelayanan dilakukan secara efektif dan seefisien mengkin sesuai dengn
Clinical Pathwy. Hal ini untuk mencegah terjadinya kemungkinan kerugian fisik
dan materi dari pasien selama mendapat pelayanan di Rumah Sakit.
13
b. Pasien komplaian di jam kerja
1. Petugas terkait menerima complain dari pasien dan pasien keluarga
mengisi form komplaian
2. Petugas melapor ke Karu / Kainst untuk menyelesaiakan komplaian
3. Jika Karu / Kainst belum bias menyelesaiakannya maka Karu / Kainst
minta bantuan kepada bagian Humas.
4. Komplaian yang bersifat medis, akan disampaiakan kepada bidang
pelayanan yang mana akan di rapatkan di komite medik (jika perlu) untuk
memberikan jawaban dan penjelasannya berdasarkan standart RSI NU
Demak.
5. Komplaian yang tidak bersifat medis akan di tangani oleh Humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standart RSI NU Demak paling lambat 2 x
24 jam.
6. Jika jawaban sudah diterima oleh Humas, Humas akan menyampaiakan
jawabannya kepada pasien secara langsung (yang bersifat nonmedis) ,
dan ditemani oleh bidang pelayanan (bersifat medis) sebagai jawaban
resmi dari pihak manajemen terekaiat. dalam menyampaiakan jawaban,
Humas mengundang pasien/keluarga secara kekeluargaan yang bertempat
di ruangan layanan komplaian.
7. Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen (bila perlu diskusikan
solusi dengan Direktur RSI NU Demak)
8. Semua complain yang terjadi akan dilaporkan oleh Humas untuk direkap
menjadi laporan bulanan kepada pihak menajemen.
9. Setiap komplaian yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik
dari sisi SDM maupun system dan penyelesaian complain dalam 14 hari
kerja
c. Pasien complain di luar jam kerja
1. Petugas terkait menerima complain dari pasien dan pasien keluarga
mengisi form komplaian
2. Petugas melapor ke Ka Tim untuk menyelesaiakan komplaian, dan di
teruskan ke Karu/Kainst.
3. Jika Karu / Kainst belum bisa menyelesaiakannya maka Karu / Kainst
minta bantuan kepada bagian Humas.
14
4. Komplaian yang bersifat medis, akan disampaiakan kepada bidang
pelayanan yang mana akan di rapatkan di komite medik (jika perlu) untuk
memberikan jawaban dan penjelasannya berdasarkan standart RSI NU
Demak.
5. Komplaian yang tidak bersifat medis akan di tangani oleh Humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standart RSI NU Demak paling lambat 2 x
24 jam.
6. Jika jawaban sudah diterima oleh Humas, Humas akan menyampaiakan
jawabannya kepada pasien secara langsung (yang bersifat nonmedis) ,
dan ditemani oleh bidang pelayanan (bersifat medis) sebagai jawaban
resmi dari pihak manajemen terekaiat. dalam menyampaiakan jawaban
7. (bila perlu , Humas mengundang pasien/keluarga secara kekeluargaan
yang bertempat di ruangan layanan komplaian.
8. Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen diskusikan solusi
dengan Direktur RSI NU Demak)
9. Semua complain yang terjadi akan dilaporkan oleh Humas untuk direkap
menjadi laporan bulanan kepada pihak menajemen.
10. Setiap komplaian yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik
dari sisi SDM maupun system dan penyelesaian complain dalam 14 hari
kerja
d. Penyelesaian complain melalui kotak saran
1. Komplaian / keluhan pasien melalui kotak saran
2. Pengambilan keluhan melalui kotak saran dilakukan setiap hari oleh
Humas RSI NU Demak.
3. Humas berkewajiban memisahkan keluhan yang bersifat medis dan non
medis.
4. Komplaian yang bersifat medis, akan disampaiakan kepada bidang
pelayanan yang mana akan di rapatkan di komite medik (jika perlu) untuk
memberikan jawaban dan penjelasannya berdasarkan standart RSI NU
Demak.
5. Komplaian yang tidak bersifat medis akan di tangani oleh Humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standart RSI NU Demak paling lambat 2 x
24 jam.
15
6. Jika jawaban sudah diterima oleh Humas, Humas akan menyampaiakan
jawabannya kepada pasien secara langsung (yang bersifat nonmedis) ,
dan ditemani oleh bidang pelayanan (bersifat medis) sebagai jawaban
resmi dari pihak manajemen terekaiat. dalam menyampaiakan jawaban
7. (bila perlu , Humas mengundang pasien/keluarga secara kekeluargaan
yang bertempat di ruangan layanan komplaian.
8. Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen diskusikan solusi
dengan Direktur RSI NU Demak)
9. Semua complain yang terjadi akan dilaporkan oleh Humas untuk direkap
menjadi laporan bulanan kepada pihak menajemen.
10. Setiap komplaian yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik
dari sisi SDM maupun system dan penyelesaian complain dalam 14 hari
kerja
e. Penyelesaian complain melalui media lain ( SMS )
1. Komplain di catat didalam buku keluhan pasien
2. Ditangani seperti dengan keluhan melalui kotak saran.
3. Respond an evaluasi keluhan pelanggan “terimakasih atas……..”
4. Komplaian yang bersifat medis, akan disampaiakan kepada bidang
pelayanan yang mana akan di rapatkan di komite medik (jika perlu) untuk
memberikan jawaban dan penjelasannya berdasarkan standart RSI NU
Demak.
5. Komplaian yang tidak bersifat medis akan di tangani oleh Humas dengan
pihak yang terkait berdasarkan standart RSI NU Demak paling lambat 2 x
24 jam.
6. Jika jawaban sudah diterima oleh Humas, Humas akan menyampaiakan
jawabannya kepada pasien secara langsung (yang bersifat nonmedis) ,
dan ditemani oleh bidang pelayanan (bersifat medis) sebagai jawaban
resmi dari pihak manajemen terekaiat. dalam menyampaiakan jawaban,
Humas mengundang pasien/keluarga secara kekeluargaan yang bertempat
di ruangan layanan komplaian.
7. Bila pasien tidak puas dengan jawaban manajemen (bila perlu diskusikan
solusi dengan Direktur RSI NU Demak)
8. Semua complain yang terjadi akan dilaporkan oleh Humas untuk direkap
menjadi laporan bulanan kepada pihak menajemen.
16
9. Setiap komplaian yang terjadi akan dijadikan acuan untuk perbaikan, baik
dari sisi SDM maupun system dan penyelesaian complain dalam 14 hari
kerja
f. Alur Proses
1. Alur Proses Complain di hari kerja dan di luar kerja
humas humas
manajemen
17
7. DPJP
Setiap psaien yang melakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit berhak
memilih dokter penanggung jawab dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit. Pasien wajib
mengenal identitas para dokter dan praktisi yang lain yang bertanggung jawab
melayani mereka. Adapun pemilihan dokter penanggung jawab pelayanan
berdasarkan form pemilihan dokter yang telah diisi oleh pasien / keluarga.
Rumah Sakit merespon keinginan pasien terhadap permintaan tambahan
informasi tentang penanggung jawab praktisi untuk pelayanannya.
Adapun DPJP (Dokter Penangung Jawab Pelayanan) : adalah seorang
dokter sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan
asuhan medis lengkap kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari
awal sampai dengan akhir perawatan di Rumah Sakit, pada semua lini rumah
sakit. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
Sementara pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola lebih dari satu
DPJP sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau
terintegrasi. Contoh : pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke,
dikelola oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter
Spesialis Penyakit Mata dan Dokter Spesialis Saraf.
Kemudian penentuan DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu
DPJP, maka asuhan medis tersebut dilakukan secara terintegrasi atau secara tim
diketahui oleh seorang DPJP Utama. Peran DPJP Utama adalah sebagai
kordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs (“Kapten Tim”),
dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif – terpadu –
efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif, membangun sinergisme,
mencegah duplikasi.
Apabila ada Dokter yang memberikan pelayanan interpretative, misalnya
memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau radiologi, patologi
anatomi dan rehabilitasi medic, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak
memberikan asuhan medis yang lengkap. Misalkan pasien memerlukan tindakan
imaging dengan kontras. Maka pasien dialihkelolakan ke dokter tersebut dan
tanggung jawab ada pada dokter pelaksana selama tindakan, setelah selesai
18
tindakan maka tanggung jawab dikembalikan ke dokter penanggung jawab
pelayaan.
Dengan kata lain Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola
Pelayanan Berfokus pada Pasien (Pasient Contered Care), dan DPJP merupakan
Ketua (Team Leader) dari tim yang terdiri dari para professional pemberi asuhan
pasien / staf klinis dengan kompetensi dan kewenangan yang memadai, yang
terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, fisioterapis dsb sebagai Tim
Interdisiplin. Dan ada pula seorang Care Manager : adalah professional di Rumah
Sakit yang melaksanakan managemen pelayanan pasien, yaitu proses kolaboratif
mengenai asesmen, perencanaan, fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan
advokasi untuk opsi dan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan
keluarganya yang komprehensif, melalui komunikasi dan sumber daya yang
tersedia sehingga memberi hasil (outcome) yang bermutu dengan biaya-efektif.
a. Asuhan Medis
Asuhan pasien yang dilakukan oleh masing-masing pemberi asuhan,
terdiri dari 2 blok kegiatan : Asesmen pasien dan Implementasi rencana.
1) Asesmen pasien terdiri dari 3 langkah ;
a) Pengumpulan informasi; anamnesa, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dsb.
b) Analisis informasi menghasilkan diagnosis, masalah atau
kondisi, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien.
c) Menyusun rencana (care plan) pelayanan dan pengobatan,
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien.
2) Implementasi rencana dan monitor
Asuhan medis di Rumah Sakit diberikan oleh dokter spesialis,
disebut sebagai DPJP.
Di Instalasi Gawat Darurat dokter jaga yang telah menjalani
pelatihan-bersertifikat kegawat-daruratan, a.l. ATLS, ACLS,
PPGD, menjadi DPJP pada saat asuhan awal; pasien gawat-darurat.
Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan memberikan
asuhan medis, maka dokter spesialis tersebut menjadi DPJP pasien
tersebut menggantikan DPJP tersebut sebelumnya.
19
Pemberian asuhan medis di Rumah Sakit agar mengacu kepada
Buku Pemberian asuhan medis di Rumah Sakit agar mengacu
kepada Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di
Indonesia (Kep KI no 18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan
ini selain menjaga mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga
menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia
Intinya adalah sebagai berikut :
Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien.
Kaidah dasar moral :
o Menghormati martabat manusia (respect for person)
o Berbuat baik (beneficence)
o Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
o Keadilan (justice)
Tujuan
o Memberikan perlindungan kepada pasien
o Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medic
o Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat, dokter,
dan dokter gigi.
20
Rumah Sakit dan Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012,
khususnya Bab KPS (Kualifikasi dan Pendidikan Staf).
c. Penunjukan DPJP Dan Pengelompoan DPJP
1) Regulasi tentang penunjukan seorang Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP) untuk mengelola seorang pasien, pergantian
Dokter Penanngung Jawab Pelayanan (DPJP), selesainya Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) karena asuhan medisnya telah
tuntas, ditetapkan Direktur / Kepala Rumah Sakit. Penunjukkan
seorang DPJP dapat a.l. berdasarkan permintaan pasien, jadwal
praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan langsung, Pergantinan DPJP
perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak
dibenarkan pergantian DPJP yang rutin, contoh : pasien A ditangani
setiap minggu dengan pola hari Senin DrSp PD X, hari Rabu DrSp
PD Y, hari Sabtu Dr Sp PD Y.
2) Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu
DPJP dan penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya
ditetapkan Direktur / Kepala Rumah Sakit.
3) Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat
digunakan butir-butir sebagai berikut :
4) Pengaturan tentang pengelompokan DPJP ditetapkan oleh Direktur
sesuai kebutuhan. Pengelompokan dapat dilakukan per disiplin
(Kelompok Staf Medis Bedah, Mata dan sebagainya), kategori
penyakit (Pokja/Tim Kanker Payudara, Kanker Cerviks, dsb),
kategori organ (Pokja/Tim Cerebrovasculer, Hati, dsb).
21
3) Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka
harus ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien
terkait. Kesemua DPJP tersebut bekerja secara tim dalam tugas
mandiri maupun kolaboratif. Peran DPJP Utama adalah sebagai
coordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs
(sebagai “Kapten Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya
asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif, keselamatan pasien,
komunikasi efektif, membangun sinergisme, mencegah duplikasi.
4) Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan atau
keluarga.
5) Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan
dan tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan
di rekam medis harus jelas tentang alih tanggung jawabnya.
6) Di Unit pelayanan intensif, pelayanan anestesiologi dalam terapi
intensif adalah tindakan medis yang dilakukan melalui pendekatan
tim sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang dimiliki. Tim
pengelola pelayanan di pimpin oleh dokter spesialis anestesi dengan
anggota dan/atau dokter lain dan perawat anestesi/perawat.
7) Dikamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatan
pada saat di kamar operas tersebut.
8) Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja
operasi / sedang dioperasi, dokter yang dirujuk tersebut melakukan
tindakan / memberikan intruksi, maka otomatis menjadi DPJP juga
bagi pasien tersebut.
9) Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu
oleh dokter lain (dokter ruangan/ bangsal), maka DPJP yang
bersangkutan harus memberikan supervise, dan melakukan validasi
berupa pemberian paraf / tandatangan pada setiap catatan kegiatan
tersebut di rekam medis (dalam 1x24 jam pasien sudah dipegang
oleh dokter spesialis. Bila belum bisa dapat dikelola oleh DPJP
dokter spesialis yang setara).
10) Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan
yang bekerja secara tim interdisiplin sesuai konsep Pelayanan Fokus
pada Pasien (Patient Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Team
22
leader) harus proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan
asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim.
11) DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi/informasi
kepada pasien karena merupakan elemen penting dalam konteks
Pelayanan Fokus pada Pasient (Patient Centered Care, selain juga
merupakan kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3 (Standar
Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006.
12) Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus
mencantumkan nama dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian
tersebut dilakukan a.l. di form asesmen awal medis, catatan
perkembangan pasien terintegrasi / SPPT (Integrated note), form
assesmen pra anestesi/sedasi, intruksi pasca bedah, form
edukasi/informasi ke pasien dan sebagainya. Termasuk juga
pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil
ronde bersama multi kelompok staf medis.
13) Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para professional
pemberi asuhan bekerja sama erat dengan Manajer Pelayanan Pasien
(Hospital Case Manager), sesai dengan Panduan Pelaksanaan
Manajer Pelayanan Pasien (dari KARS, edisi I 2013), agar terjaga
kontinuitas pelayanan.
14) Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan tentang DPJP, dalam
satu formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan, yaitu
nama dan gelar setiap DPJP, tanggal mulai akhir penanganan pasien,
DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP
Utama. Daftar ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir.
15) Keterkaitan DPJP dengan Alur Perjalanan Klinis/Clinical Pathway,
setiap DPJP bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan
pasien (baik asuhan medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan
lainnya) yang diberikan kepada pasien patuh pada Alur Perjalanan
Klinis / Clinical Pathway yang telah ditetapkan oleh RS. Tingkat
kepatuhan pada Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan
menjadi objek Audit Klinis dan Audit Medis.
23
8. Second Opinion
Rumah Sakit memberitahukan kepada pasien dan atau keluarganya
mengenai alternative dan pengobatan di luar Rumah Sakit. Pasien berhak
meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai kompetensi dan Surat Ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun
diluar Rumah Sakit tanpa dibayangi rasa takut. Dan Rumah Sakit memberikan
dukungan atas hak pelayanan second opinion tersebut kepada pasien yang
menghendaki permintaan second opinion, sepanjang dokter yang diminta adalah
dokter diluar Rumah Sakit, dan seluruh biaya yang dikeluarkan dari permintaan
tersebut menjadi tanggungan pasien. Hak pasien tentang second opinion
diwujudkan dalam bentuk pemberian formulir permintaan second opinion, dan
apabila diminta oleh pasien / keluarga maka Rumah Sakit hanya menyediakan
data-data yang dibutuhkan untuk pelaksanaan second opinion.
9. Kerahasiaan Informasi dan Privasi
a. Kerahasiaan Informasi
Perlindungan kerahasiaan informasi pasien adalah suatu usaha
perlindungan yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit terhadap segala
kerahasiaan informasi dan data-data medis atas kondisi pasien selama dirawat
/ mendapat pelayanan kesehatan. Semua pasien yang mendapat pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit berhak atas perlindungan kerahasiaan informasi
dan data-data medis dari pihak-pihak yang tidak berkompeten.
Perlindungan kerahasiaan informasi medis pasien dilaksanakan dalam
bentuk pelepasan informasi medis hanya bias dilakukan sesuai dengan
identitas data yang tertulis dalam form kewenangan pemberian informasi,
yang data tersebut telah diisi oleh pasien / keluarga pasien. Kemudian form
tersebut ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang terkait.
Rumah Sakit menghormati hak pasien dalam beberapa situasi untuk
mendapatkan hak istimewa dalam menentukan informasi apa saja yang
berhubungan dengan pelayanan yang boleh disampaikan kepada keluarga
atau pihak lain dalam situasi tertentu. Apabila pasien telah meninggal dunia
saat dalam perawatan di Rumah Sakit, yang berhak tahu atas informasi
tersebut adalah keluarga kandung terdekat dan atau wali yang syah menurut
undang-undang.
24
Adapun pembukuan atas kerahasiaan informasi mengenai pasien dalam
rekam medis diperbolehkan dalam Permenkes RI Nomor :
269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 10 sebagai berikut :
1). Untuk kepentingan kesehatan pasien
2). Memenuhi permintaan aparatur penegak hokum dalam rangka
penegak hukum atas perintah pengadilan.
3). Permintaan dan / atau persetujuan pasien sendiri.
4). Permintaan institusi / lembaga berdasarkan ketentuan perundang-
undangan; dan
5). Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis,
sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.
Kemudian Rumah Sakit menghormati kerahasiaan informasi kesehatan
pasien dengan membatasi akses ke ruang penyimpanan rekam medis melalui
pintu otomatis, yang hanya bisa dibuka oleh orang yang memiliki akses ke
ruang tersebut. Kemudian rekam medis juga tidak diletakkan ditempat umum.
Pihak yang mengakses kerahasiaan informasi memiliki kewenangan dari
Rumah Sakit atas seijin Direktur Rumah Sakit dan atau atas persetujuan
pasien dan sudah disumpah mengenai kerahasiaan informasi misalnya DPJP,
Asuransi, lembaga pemerintah dan lain sebagainya.
Seluruh staf Rumah Sakit diambil sumpahnya untuk dapat menjaga
kerahasiaan dalam melindungi hak pasien terhadap segala informasi medis.
b. Privasi Pasien
Staf Rumah Sakit disetiap unitmengindentifikasi harapan dan
kebutuhan privasi pasien selama pelayanan dan pengobatan. Rumah Sakit
merespon keinginan pasien untuk dihormati privasinya pada setiap
wawancara klinis, pemerikasaan, prosedur/ pengobatan dan transportasi, dan
bila diperlukan maka akan disediakan form permintaan privasi terhadap
sesuatu sesuai dengan permintaan tertulis pasien / keluarga.
25
tindakan tersebut dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiaan
biaya pengobatan. Setiap hasil perkembangan penyakit, pasien dan atau
keluarganya akan diberi tahu tentang hasil dari pelayanan, pengobatan dan hasil
yang tidak diantisipasi dari pelayanan perngobatan tersebut. Yang berwewenang
untuk memberikan informasi adalah dokter penanggung jawab dan atau dokter
yang diberikan kewenangan. Adapun yang berhak menerima informasi medis
adalah orang yang tertulis didalam form Kewenangan Pemberian Informasi
kemudian permberian informasi tersebut diberikan secara lisan dan tertulis
dengan menggunakan form pemberian informasi dan edukasi.
Adapun sesuai dengan pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
maka batasan minimal informasi yang diberikan kepada pasien adalah sebagai
berikut :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya.
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
26
(retardasi) mental, dan tidak mengalami penyakit mental, sehingga mampu
membuat keputusan secara bebas. Dan menurut Landasan hukum anak :
Berdasarkan KUHP umur >= 21 th atau telah menikah dianggap
sebagai orang dewasa.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak . – 18
tahun dianggap sudah bukan anak-anak
27
2) Pasien dan/ keluarga memahami sepenuhnya penjelasan yang
diberikan dari pihak Rumah Sakit mengenai penyakit dan
kemungkinan / konsekuensi terbaik sampai dengan terburuk atas
putusan yang diambil oleh pasien / keluarga.
3) Hal tersebut yang berkaitan dengan putusan yang telah diambil,
maka itu menjadi tanggung jawab pasien / keluarga sepenuhnya dan
tidak akan menyangkut pautkan / menuntut Rumah Sakit.
4) Keputusan yang diambil pasien / keluarga ini, terlebih dahulu
Rumah Sakit telah memberikan penjelasan alternative pelayanan
dan pengobatan selanjtnya.
28
jawab atas pasien. Jika terdapat keraguan dalam mengambil keputusan,
dapat meminta saran dari dokter senior.
7). RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi-kondisi berikut ini :
a) RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan
pasien.
b) Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas
untuk mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
c) Terdapat alas an yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai
pengambilan keputusan untuk tidak melkukan tindakan RJP.
d) Terdapat perintah DNR sebelumnya yang valid, lengkap, dan dengan
alas an kuat.
e) Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal penyakitnya /
sekarat, dimana tindakan RJP tidak dapat menunda fase terminal /
kondisi sekarat pasien dan tidak memberikan keuntungan terapetik
(resiko / bahayanya melebihi keuntungannya) :
Contoh : henti jantung / napas yang dialami pasien
merupakan kejadian alamiah akibat penyakit terminal yang
diderita. Pada kasus ini, RJP mungkin dapat mengembalikan
fungsi jantung-paru pasien secara sementara tetapi kondisi
keseluruhan pasien dapat memburuk dan henti jantung /
napas akan terjadi kembali, yang merupakan bagian dari
proses alamiah dan tidak dapat terhindarkan dari proses
sekarat / kematian pasien.
f) Melakukan RJP pada kasus di atas akan membahayakan / merugikan
pasien dan bertolak belakang dengan etika kedokteran (prinsip ‘do no
harm’).
8). Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal
9). Pengambilan kepurusan DNR harus merupakan langkah terbaik utuk
pasien dan harus didiskusikan dengan pasien dan keluarga meskipun
tidak ada kewajiban secara etika untuk mendiskusikan DNR dengan
psien-pasien yang menjalani perawatan paliatif (di mana usaha RJP
adalah sia-sia).
10). Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan
tergantung dengan kapasitas mental dan harapan pasien. Diskusi dapat
29
dilakukan oleh konsultan Rumah Sakit, dokter umu, atau perawat yang
bertugas. Staf harus memberikan hasil diskusi mereka dengan pasien
kepada dokter penanggungjawab pasien.
11). Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan
pasien mengenai tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan
pasien (yang kompeten secara mental).
12). Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di rekam
medis pasien.
13). Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan
instruksi DNR,
Misalnya : Keganasan fase terminal.
14). Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas di mana
terdapat kesulitan pemahaman bahasa, harus terdapat layanan
penerjemah yang kompeten.
15). DNR hanya berarti tidak dilakukan RJP. Penanganan dan tatalaksana
pasien leinnya tetap dilakukan dengan optimal.
16). Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai
berikut :
a). pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian /
penderitaan yang dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi
keuntungan dilakukannya terapi.
b). Pasien, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
c). RJP bertentangan dengan keputusan dini / awal yang dibuat oleh
pasien, yang bersifat valid dan matang, mengenai penolakan semua
tindakan untuk mempertahankan hidup pasien.
a. Pada pasien anak (usia , 18 tahun), diskusikan dengan orang tua pasien.
b. Orang tua harus mendapat informasi selengkap-lengkapnya mengenai
kondisi dan penyakit pasien, prosedur RJP, rekomendasi mengenai RJP
dan DNR.
c. Pertimbangkanlah juga kondisi emosional dan tumbuh-kembang pasien
anak.
30
d. Instruksi DNR harus diberitahukan kepada orang tua pasien, kecuali
kondisi berikut ini :
1) Jika RJP dianggap membahayakan pasien atau bersifat non-
terapeutik
2) Di rekam medis, harus tertulis hasil diskusi dokter dengan orang tua
pasien. Keputusan harus ditandatangani oleh, dokter, perawat yang
terlibat, dan orang tua pasien.
3) Pada kasus tertentu, dimana orang tua tetap meminta dilakukan RJP
meskipun tim medis telah memberitahukan bahwa tindakan RJP ini
membahayakan pasien / bersifat non-terapeutik, orang tua
diperbolehkan mencari pendapat ekspertise lainnya (second opinion)
atau (jika orang tua meminta) diperbolehkan melakukan transfer
pasien jika kondisi psien memungkinkan untuk ditransfer.
4) Jika masih belum ditemukan kesepakatan anatara tim medis dengan
orang tua pasien, lakukanlah proses peninjauan ulang (review) oleh
tim medis harus memberitahukan / melaporkan kepada Kepala
Pelayanan Medis dan Lembaga Hukum.
5) Jika Kepala Pelayanan Medis setuju dan Lembaga Hukum
menyatakan bahwa keterlibatan secara hukum tidak diperlukan,
orang tua harus diberitahu bahwa keputusan DNR akan dituliskan di
rekam medis pasien.
6) Jika orang tua masih tidak
e. Untuk menentukan apakah DNR dilakukan atau tidak, seperti tercantum
dibawah ini :
1). Tim medis harus mengkonfirmasi bahwa terdapat kesepakatan
diantara anggota timnya mengenai keputusan DNR pada pasien.
2). Minta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second opinion)
mengenai apakah RJP pada pasien ini bersifat non-terapetik /
membahayakan.
3). Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, salah seorang
anggota tim medis harus menghubungi Komisi Etik untuk
menjadwalkan konsultasi etik.
31
4). Jika hasil dari konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim
medis harus memberitahukan / melaporkan kepada Kepala
Pelayanan Medis dan Lembaga Hukum.
5). Jika Kepala Pelayanan Medis setuju dan Lembaga Hukum
menyatakan bahwa keterlibatan secara hukum tidak diperlukan,
orang tua harus diberitahu bahwa keputusan DNR akan dituliskan di
rekam medis.
6). Jika orang tua masih tidak setuju dengan keputusan DNR ini, orang
tua sebaiknya diberikan kesempatan dan bantuan untuk mentransfer
pasien ke fasilitas lainnya yang bersedia untuk menerima pasien.
7). Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, intruksi DNR
akan dituliskan di rekam medis pasien.
Apabila pasien yang akan dilakukan tindakan medis dalam kondisi tidak
dapat bertanggung jawab dan atau tidak sadar, sedangkan tindakan tersebut tidak
bisa ditunda lagi (live saving), prosedur untuk persetujuan tindakan diberikan oleh
keluarga kandung terdekat atau wali syah pasien. Prosedur tersebut sesuai dengan
undang-undang, budaya dan adat istiadat. Pihak lain selain pasien yang
memberikan persetujuan dicatat dalam rekam medis pasien sebagai saksi atas
keputusan tersebut.
32
12. Pasien Kondisi Kritis
Saat pasien berada dalam kondisi kritis dan atau terminal, pasien berhak
mendapat perlakuan khusus didampingi oleh keluarga dekat atau wali yang
berkepentingan / yang dikehendaki pasien. Pasien dan atau keluarga dapat
menyampaikan harapan kepada petugas unit terkait atas harapan tersebut untuk
memberikan kemudahan khusus saat keluarga yang berkepentingan berkunjung.
Rumah Sakit memahamiu bahwa pasien yang menghadapi kematian
memiliki kebutuhan unik dan menghargai hak pasien yang sedang menghadapi
kematian. Oleh karena itu perlu diketahui tentang :
a. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian :
1). Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
a). Relaksasi otot muka sehingga duga menjadi turun
b). Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya refleks
menelan.
c). Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea,
muntah, perut kembung, obstipasi, dan lainnya.
d). Penurunan control spingter urinary dan rectal.
e). Gerakan tubuh yang terbatas.
2). Kelambatan Dalam Sirkulasi, Ditandai :
a). Kemunduran dalam sensasi
b). Sianosis pada daerah ekstermitas.
c). Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan,
telinga dan hidung
3). Perubahan-perubahan Dalam Tanda-tanda Vital
a). Nadi lambat dan lemah
b). Tekanan darah turun
c). Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur
4). Gangguan Sensori
a). Penglihatan kabur
b). Gangguan penciuman dan perabaan
33
b. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal
1). Pupil mata melebar
2). Tidak mampu untuk bergerak
3). Kehilangan reflek
4). Nadi cepat dan kecil
5). Pernafasan chyene-stok dan ngorok
6). Tekanan darah sangat rendah
7). Mata dapat tertutup atau agak terbuka
c. Tanda-tanda Mininggal Secara Klinis
Secara tradisonal, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968,
World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi
kematian, yaitu :
1) Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total
2) Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan
3) Tidak ada reflek
4) Gambaran mendatar pada EKG.
d. Bantuan Yang Dapat Diberikan
1) Bantuan Emosional
a) Pada Fase Denial / Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial
dengan cara menanyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan
pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Dokter/perawat perlu membantunya agar
mengerti bahwa masih merupakan hal yang normal dalam merespon
perasaan kehilangan menjelang kematian, akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat
dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan
tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
34
c) Pada Fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya
dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan
mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d) Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir didekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik
jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang
disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasan tenang, damai. Kepada
keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien
telah menerima keadaannya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin
dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya
sendiri sebatas kemampuannya.
35
d) Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk
bergerak, seperti : turun dari tempat tidur, ganti (miring kiri, miring
kanan) untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodic,
jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh
pasien, karena tonus otot sudah menurun.
e) Nutrisi
Pasien sering kali anorexia, nausea karena tubuh pasien peristaltic.
Dapat diberikan anti emetik untuk mengurangi nausea dan
merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan
protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang,
terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan klien
sebelum diberi makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau
Intra Vena/Infus.
f) Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus dapat terjadi
kontipasi, inkontinesia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan
urinal,pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganti setiap
saat atau dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah
sekitar perineum apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
g) Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lempu/tempat terang. Pasien
masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon,
perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-
bisik.
36
b) Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya
dan perlu diisolasi.
c) Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan-
kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan
pasien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.
d) Meminta saudara/ teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien
apabila pasien mampu membacanya.
14. Perlindungan
a. Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
pelayanan dan perawatan di Rumah Sakit. Lokasi yang terpencil atau
37
terisolasi di beri monitor / CCTV dan dipantau secara berkala oleh petugas
keamanan.
b. Pasien berhak mendapatkan perlindungan terhadap kekerasan fisik dari pihak
luar dan dari intern Rumah Sakit, selama berada dalam lingkungan Rumah
Sakit.
c. Rumah Sakit melarang pasien / keluarga / pengunjung / karyawan membawa
barang-barang berharga dan barang terlarang (alkohol, minuman keras,
senjata tajam) dilingkungan Rumah Sakit, dan hanya membawa barang
penting saja.
d. Rumah Sakit memberikan informasi dan tidak bertanggung jawab atas harta
benda yang tidak sedang dalam perlindungan. Kecuali barang yang sedang
dalam perlindungan Rumah Sakit, maka Rumah Sakit memberlakukan
perlindungan barang tersebut sesuai prosedur, yaitu dengan mengisi form
serah terima barang antara orang yang mentipkan dengan petugas keamanan /
security Rumah Sakit disaksikan oleh 2 orang saksi. Setiap pasien / karyawan
yang berada dalam lingkungan Rumah Sakit wajib menjaga dan bertanggung
jawab atas harta benda pribadi.
e. Pasien yang termasik dalam resiko tinggi yang tidak dapat melaksanakan
tanggung jawab, meliputi :
1) Pasien koma
2) Pasien dengan alat bantu hidup
3) Pasien dengan penyakit menular
4) Pasien Immune-supressed
5) Pasien Immune-supressed dan penyakit menular
6) Pasien dialysis
7) Pasien dengan restraint atau dengan alat pengikat
8) Pasien Geriatri/ Manula
9) Pasien bayi dan anak
f. Setiap individu yang berada dilingkungan Rumah Sakit yang tidak memiliki
identitas diperiksa oleh petugas keamanan dan dicatat.
g. Pemanasan CCTV pada tempat-tempat resiko tinggi yaitu ruang bayi dan
Peristi, Sekaligus hal ini diperketat dengan system keluar masuk melalui satu
pintu dan di bawah pengawasan Katim masing – masing shif. Sehingga
segala sesuatu yang keluar dan masuk ke ruang Bayi dan Peristi disamping
38
terpantau dengan kamera CCTV juga terpantau oleh Bidan jaga, yang
tentunya hal ini diatur melalui prosedur yang ada. Termasuk untuk bayi yang
sudah diperbolehkan pulang harus bisa menunjukkan Form Serah Terima
Bayi.
h. Lokasi CCTV untuk pasien kelompok beresiko
a. Ruangan Bayi dan Peristi
b. Ruangan anak ( KH Wahid Hasyim)
c. Ruang ICU
d. Ruang OK
e. Ruang Isolasi (KH Mas Alwi Abdul Azis)
39
formulir Permintaan Pelayanan Rohani yang telah disediakan oleh Rumah
Sakit, pelayanan rohani di berikan sesuai kondisi pasien ( ringan, sedang, dan
berat ).
Adapun daftar nama Rohaniawan yang ditunjuk adalah sebagai berikut :
1) Muslih : Islam
2) Widarso, SH. ; Katholik
3) Yohanes Warsis, SH. ; Kristen
4) I Nyoman Karda ; Hindu
40
BAB IV
TATA LAKSANA
41
Pasien menjadikan dirinya sebagai “Patner” diskusi yang sejajar bagi
dokter. Ketika pasien memperoleh penjelasan tentang apapun, dari pihak
manapun, tentunya sedikit banyak harus mengetahui, apakah penjelasan tersebut
benar atau tidak. Semua profesi memiliki prosedur masing-masing, dan semua
kebenaran tindakan dapat diukur dari kesesuaian tindakan tersebut dengan standar
prosedur yang seharusnya. Begitu juga dengan dunia kedokteran. Ada yang
disebut dengan guideline atau Panduan Praktek Klinis (PPK) dalam menangani
penyakit.
Dalam posisi sebagai pasien, tindakan medis apapun perlu disetujui oleh
pasien (Informed Consent) sebelum dilakukan setelah dokter memberikan
informasi yang cukup. Bila pasien tidak menghendaki, maka tindakan medis
seharusnya memberikan kesempatan kepada pasien untuk menyatakan
persetujuan atau sebaliknya menyatakan penolakan. Persetujuan itu dapat
dinyatakan secara tulisan.
UU No. 29/2004 pada pasal 46 menyatakan dokter wajib mengisi rekam
medis untuk mencatat tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien secara
clear, correct dan complete. Dalam pasal 47, dinyatakan rekam medis merupakan
milik Rumah Sakit yang wajib dijaga kerahasiaannya, tetapi isinya merupakan
milik pasien. Artinya, pasien berhak mendapatkan salinan rekam medis dan
pasien berhak atas kerahasiaan dari isi rekam medis miliknya tersebut, sehingga
Rumah Sakit tidak bisa member informasi terkait data-data medis pasien kepada
orang pribadi/ perusahaan asuransi atau ke media cetak / elektronik tanpa seizin
dari pasiennya.
42
menimbulkan perasaan intimidasi, cedera, atau penderitaan fisik lain atau
kerusakan tubuh oleh pengunjung, pasien dan staf Rumah Sakit. Semua pasien
yang dirawat berhak atas perlindungan kerahasiaan informasi medis dari pihak-
pihak yang tidak berkompeten. Bila berhadapan dengan keraguan atas suatu
keputusan dalam pengobatan maupun tindakan medis yang akan dilakukan, itu
saatnya pasien mencari dokter lain atau mencari second opinion ditempat lain/ di
Rumah Sakit lainnya.
Selama dalam perawatan pasien juga berhak mendapatkan asuhan
keperawatan yang mendukung hak pasien dalam proses pengobatan dan
penyembuhan.
4. Jam Berkunjung
Rumah Sakit memberlakukan jam berkunjung bagi keluarga atau
pengunjung demi kenyamanan dan kelancaran proses perawatan bagi pasien.
Namun setiap pasien diperbolehkan didampingi oleh satu orang pendamping yang
ditunjuk oleh pasien/ keluarga selama dalam masa perawatan di Rumah Sakit
(diberikan kartu penunggu). Jam berkunjung yang diberlakukan di Rumah Sakit
yaitu pukul 11.00 – 13.00 WIB dan 17.00 – 20.00 WIB.
43
PENUTUP
Pedoman pelaksanaan hak pasien dan keluarga ini dipakai sebagai acuan Rumah
Sakit dalam menunjang pelaksanaan hak pasien dan keluarga di lingkungan RSI NU
DEMAK.
44
DAFTAR PUSTAKA
45
LAMPIRAN
46