You are on page 1of 3

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks.

Pada titrasi
redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau
oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis.
Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan
jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi
permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium
(I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi
tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel
dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan
larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor (Sinaga, 2011). Sistem redoks iodin : I3- + 2e 3I-
Iodin mempunyai potensial standar sebesar + 0,54 V. Karena itu iodin adalah sebuah agen
pengoksidasi yang jauh lebih lemah daripada kalium permanganat, senyawa serium (IV) dan
kalium dikromat. Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk
dititrasi langsung dengan iodin yaitu zat-zat dengan potensial reduksi yangjauh lebih rendah adalah
tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida, sulfit, timah(II) dan ferosianida. Kekuatan reduksi
yag dimiliki oleh beberapa dari substansi ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen , dan reaksi
dengan iodin baru dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian pH
(Underwood, 1998: 296). Warna dari sebuah larutan iodin cukup intens sehingga iodin
dapat bertindak sebagai indicator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau
violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform, dan terkadang
kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi (Underwood, 1998:297).
Metode titrasi langsung dinamakan iodimetri mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan
iod standar .Sedangkan metode titrasi tak langsung dinamakan iodometri adalah berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan
iod ,digunakan suatu larutan iod dalam kalium iodide, dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion
triiodida. Zat-zat pereduksi yang kuat ( zat-zat dengan potensial yang jauh lebih rendah), seperti
timah(II)klorida, asam sulfat, hydrogen sulfida, dan natrium tiosulfat bereaksi lengkap dan cepat
dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang agak lemah, misal arsen
trivalent, atau stibium trivalent, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap
netral atau sangat sedikit suasana asam. Pada kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi
adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Sinaga, 2011). Metode pengukuran
konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu suatu penambahan indikator warna pada
larutan yang diuji, kemudian ditetesi dengan larutan yang merupakan kebalikan sifat larutan yang
diuji. Pengukuran kadar Vitamin C dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I)
sebagai titran dan larutan kanji sebagai indikator. Pada proses titrasi, setelah semua Vitamin C
bereaksi dengan Iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi oleh kanji yang menjadikan larutan
berwarna biru gelap (Pratama, 2011). Iod dalam jumlah kecil dapat diperoleh dari ganggang laut
yang dikeringkan, karena beberapa tanaman laut dapat meneyerap dan memekatkan I-, secara
selektif dari kehadiran Cl- dan Br-. Dari sumber ini oksidasi I- dengan bermacam pengoksidasi
dimungkinkan.dari segi komersial , iod kurang penting dari brom dan klor sekalipun senyawanya
dapat diterapkan sebagai katalis (petrucci, 1987 : 53)
Kadar vitamin C ditetapkan berdasarkan prinsip reduksi oksidasi yaitu dengan menggunakan
titrasi iodimetri atau titrasi langsung. Dalam hal ini I2 atau iod adalah sebagai titrant. Prinsip
titrasi ini adalah analat atau contoh dioksidasi oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida.
I2 merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor
yang cukup kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum
dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi biru. Iod sebagai zat padat sukar larut dalam
air tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk I
3-
. Larutan iod dibuat dengan KI sebagai pelarut. Larutan iod ini bersifat tidak stabil sehingga
perlu distandarisasi berulangkali terutama apabila akan dipakai sebagai titrant. Ketidakstabilan
larutan iod disebabkan oleh penguapan iod, reaksi iod dengan karet, gabus dan bahan organic
lain yang mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan asap, serta disebabkan oleh oksidasi
olleh udara pada pH rendah. Oksidasi ini dipercepat oeh cahaya dan panas. Maka hendaknya
larutan ini disimpan pada tempat yang sejuk dengan botol berwarna gelap. Selain itu juga harus
dihindarkan kontak dengan bahan organic maupun gas mereduksi seperti SO2 dan H2S. Bahan
baku primer yang digunakan untuk menstandarisasi iod adalah Na2S2O3 dan As2O3. Penetapan
kadar vitamin C dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan preparasi sampel. Preparasi sampel
dilakukan dengan cara menghaluskan sampel dengan menggunakan mortar, selanjutnya
menimbang 5 g sampel yang telah dihaluskan lalu memasukkannya dalam labu erlenmeyer 100
mL. Diencerkan dengan aquadest sampai tanda tera. Tujuan dari pengenceran ini adalah untuk
mendapatkan konsentrasi analat yang sekecil mungkin. Kocok agar larutan homogen. Pipet
sebanyak 25 mL larutan sampel kedalam Erlenmeyer. Tambahkan 1 mL indikator amilum 1%
kemudian dititrasi dengan larutan iodium 0,1 M. Titrasi dilakukan hingga tercapai titik akhir
titrasi yang ditandai dengan perubahan warna biru kehitaman.

You might also like