Professional Documents
Culture Documents
Kendari Istemi
Kendari Istemi
2
Pendahuluan
3
Ada tiga komponen keterlambatan reperfusi pada pasien STEMI,
yaitu:
4
ini sungguh memprihatinkan karena sekitar 50% pasien merupakan rujukan dari
fasilitas kesehatan lain, yang berarti penundaan mungkin tidak semata-mata
berupa keterlambatan deteksi namun dapat pula berupa hambatan dalam
transfer atau rujukan.
Bercermin dari hal di atas, dengan tentunya memperhatikan bahwa
angka prevalensi penyakit jantung koroner di Sulawesi Tenggara semakin
meningkat dan melihat kasus-kasus STEMI yang sampai ke RS rujukan
Provinsi, kebutuhan akan sebuah sistem terpadu menjadi sangat penting.
Penelitian mengenai penyebab keterlambatan ini belum ada, terutama
mengenai karakteristik pelayanan STEMI di lapangan, khususnya di Kota
Kendari.
Dalam upaya untuk memperbaiki angka reperfusi pasien STEMI, maka
RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (RSUB), Kelompok Kerja
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI) terkait, Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Dinas Kesehatan Kota Kendari, berinisiatif
untuk mengembangkan program jejaring fasilitas kesehatan secara regional
yang dinamakan jejaring iSTEMI (Indonesia STEMI). Program ini dikembangkan
dengan menitikberatkan pada suatu protokol operasional praktis, pelatihan, dan
penyediaan sarana untuk digunakan oleh dokter dan perawat untuk melakukan
terapi reperfusi sesuai dengan pedoman, untuk meminimalkan keterlambatan
reperfusi dalam penanganan pasien STEMI.
o Identifikasi Masalah
Masalah yang saat ini dihadapi dalam hal penatalaksanaan pasien STEMI
adalah:
5
Visi, Misi, dan Tujuan Jejaring iSTEMI dan Registri iSTEMI
o Visi
Menjadi jejaring penatalaksanaan STEMI terbaik dan terluas di
Indonesia.
o Misi
Membuat jejaring rumah sakit di Indonesia yang mampu
mengidentifikasi kasus STEMI, melakukan tatalaksana fase akut, dan
membuat rujukan untuk intervensi koroner perkutan primer (IKPP) /
primary Percutaneus Coronary Intervention (Primary PCI);
Mempersingkat waktu iskemik total sejak munculnya gejala sampai
pemberian tindakan reperfusi.
o Tujuan
Tujuan primer
Meningkatkan angka reperfusi pada pasien STEMI eligible* menjadi
80%
*STEMI eligible: STEMI yang datang dalam 12 jam sejak awitan gejala.
Tujuan sekunder
Mempersingkat waktu mulai dari kontak medis pertama atau first
medical contact (FMC) sampai pemberian tindakan reperfusi.
Mempersingkat total waktu mulai dari timbulnya gejala sampai
pemberian tindakan reperfusi (waktu iskemik).
6
Cara Kerja (Metode)
7
o Definisi Operasional
DEFINISI OPERASIONAL
Formulir Data Indonesia STEMI
6 Jenis Kelamin Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai
sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi
seksual: Anamnesis
0. Perempuan
1. Laki-laki
7 Jaminan Status jaminan/ pembayaran pasien di rumah sakit yang
bersangkutan:
1. JKN PBI (Jaminan Kesehatan Nasional Penerima
Bantuan Iuran)
2. JKN non PBI (Jaminan Kesehatan Nasional non Penerima Anamnesis
Bantuan Iuran)
3. Pribadi (Pasien membayar dengan biaya pribadi)
4. Lainnya, misalnya: asuransi kesehatan lain
8 Dikonfirmasi oleh: Setiap formulir data yang telah diisi harus dikonfirmasi keabsahan
(tanda tangan) datanya dengan cara ditandatangani oleh dokter spesialis jantung
dan pembuluh darah yang sudah ditunjuk sebagai penangggung
jawab
8
Depresi Segmen ST atau Inversi T, Adanya Q Patologis pada
EKG, dan pembuktian terdapatnya iskemia pada miokardium
dengan teknik Imaging Tanpa disertai kenaikan Segmen ST pada
EKG. Kesemuanya dilakukan verifikasi dengan baik oleh
Dokter/Dokter spesialis yang berpengalaman di bidang Jantung.
11 UAP Pasien dengan Tanda & Gejala Iskemia, Adanya Depresi Segmen
ST atau Inversi T, Adanya Q Patologis pada EKG, Tanpa disertai
kenaikan Segmen ST pada EKG dan Tanpa disertai kenaikan
biomarker Jantung dan/atau pembuktian dengan teknik Imaging,
Kesemuanya dilakukan verifikasi dengan baik oleh Dokter/Dokter
spesialis yang berpengalaman di bidang Jantung.
9
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
9 Waktu Konfirmasi Waktu saat pasien terdiagnosis SKA setelah dikonfirmasi oleh
Diagnosis dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) Observasi
berdasarkan waktu pada smartphone
Diagnosis dan Tatalaksana
1 Konfirmasi Diagnosis Hasil pemeriksaan EKG dikonsulkan melalui WA/BBM/fax/email
oleh SpJP/SpPD dan sudah mendapat jawaban dari dokter spesialis jantung dan
Observasi
pembuluh darah (Sp.JP) atau dokter spesialis penyakit dalam
(Sp.PD) di RS yang bersangkutan.
2 Cardiac Arrest Asystole/PEA, VT/VF tanpa nadi yang membutuhkan resusitasi Pemeriksaan penunjang
jantung paru. EKG 12 sadapan/
monitor EKG
3 Tanda Kongesti pada Pemeriksaan Fisik
Killip kelas I Tanpa gagal jantung
Killip kelas II Gagal jantung dengan ronkhi basah halus di basal paru (kurang
dari 1/3 lapang paru posterior), S3 gallop, peningkatan tekanan
vena pulmonalis dan tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
Killip kelas III Gagal jantung berat dengan ronkhi di lebih dari 1/3 lapang paru Pemeriksaan fisik
posterior dan tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
Killip kelas IV Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <90
mmHg) dengan gangguan perfusi (akral dingin, oliguria, sianosis
dan kesadaran menurun)
4 Diagnosis EKG
1. Elevasi Segmen ST Penilaian ST elevasi ≥ 0,1 mV dilakukan pada J point dan
ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan
2. Depresi Segmen ST Depresi segmen ST sebesar ≥ 0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥
0,1 mV di sadapan lainnya. Pemeriksaan penunjang
3. Inversi Gelombang T Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2 mV EKG 12 sadapan
4. Left bundle branch Interval QRS > 0,12 detik pada sadapan V5 – V6, gambaran
block (LBBB) RR’, perubahan segmen ST dan gelombang T pada V5 – V6
5. Tidak ada Tidak ada perubahan EKG akut yang bermakna
perubahan akut
5 Lokasi ELEVASI segmen ST
1. Anterior Ditemukannya elevasi segmen ST pada sadapan V1, V2, V3,
V4, V5, V6
2. Anteroseptal Ditemukannya elevasi segmen ST pada sadapan V1, V2, V3,
V4
Pemeriksaan penunjang
3. Inferior DItemukannya elevasi segmen ST pada sadapan II, III, aVF EKG 12 sadapan
4. Posterior DItemukannya elevasi segmen ST pada sadapan V7, V8, V9
5. Lateral DItemukannya elevasi segmen ST pada sadapan I, aVL, V5, V6
6. Tidak dapat Lokasi elevasi segmen ST tidak dapat ditentukan
ditentukan
10
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
Catatan Jika lokasi infark lebih dari satu maka silakan centang lebih dari
satu di daerah mana saja lokasi infark terjadi
6 Kreatinin Kadar kreatinin serum yang didapatkan dari hasil pemeriksaan Pemeriksaan penunjang
laboratorium darah. Merupakan salah satu komponen dalam laboratorium darah
perhitungan skor GRACE. dalam satuan mg/dL
7 Strategi Reperfusi
Fibrinolisis Jika fibrinolisis dilakukan sebagai metode reperfusi pada
STEMI, cantumkan dimana serta waktu saat fibrinolisis mulai
diberikan.
Keberhasilan fibrinolisis: (dinilai dalam 1 hingga 1,5 jam setelah
pemberian)
- Berkurang/hilangnya keluhan nyeri dada
- Resolusi segmen ST ≥ 50%
- Terdapatnya aritmia reperfusi (mis. Junctional
tachycardia)
Laporkan pula jika terdapat komplikasi selama dan setelah
proses fibrinolisis
IKP (Intervensi Jika intervensi koroner perkutan dilakukan, cantumkan:
Koroner Perkutan) - dimana IKP dilakukan:
1. di fasilitas kesehatan sejawat
2. di fasilitas kesehatan lain
2. Bukan Primary
-Early
Pasien STEMI Late Onset yang mendapatkan IKP
dibawah 24 Jam, Atau pasien NSTEMI/UAP dengan
stratifikasi resiko tinggi yang mendapatkan IKP dibawah
24 Jam terhitung dari onset terberat nyeri dada.
-Rescue
Pasien STEMI yang mendapatkan IKP Secepat
mungkin setelah diketahui fibrinolisis yang dilakukan
mengalami kegagalan.
-Urgent
Pasien NSTEMI/UAP dengan stratifikasi resiko sangat
tinggi yang mendapatkan IKP dibawah 2 jam terhitung
dari onset terberat nyeri dada.
-Elektif
Pasien ACS Dengan stratifikasi resiko sedang atau
rendah yang mendapat IKP dalam waktu >72 Jam.
11
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
Keberhasilan IKP – aliran TIMI 3 tercapai (Aliran darah normal
yang mengisi pembuluh darah koroner hingga distal)
1. Aliran TIMI 3 tidak tercapai (IKP tidak berhasil)
2. Aliran TIMI 3 tercapai (IKP berhasil)
Tidak dilakukan Jika tidak dilakukan reperfusi pada STEMI, cantumkan
reperfusi alasannya:
- Onset > 12 jam (kemukakan lama onset nyeri dada)
- Biaya (Pasien menolak karena masalah biaya)
- Terdapat kontraindikasi fibrinolisis (sesuai checklist di
halaman pertama)
- ST elevasi kembali isoelektris
- Pasien sudah merasa perbaikan
- Alasan lainnya
8 Pasca Fibrinolisis Status pasien setelah dilakukan fibrinolisis apakah dirawat di rumah sakit atau dirujuk ke
rumah sakit lainnya untuk tatalaksana lanjuutan. Jika pasien dirujuk, cantumkan tempat
rumah sakit tujuan dan waktu saat dirujuk.
9 Status Pulang Status keluarnya pasien setelah perawatan di rumah sakit, apakah pasien dipulangkan
setelah kondisinya membaik, jika ya kapan waktunya, atau pasien meninggal.
Riwayat Medis Pasien (diisi oleh rumah sakit penerima rujukan)
12
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
2.Ya Telah terdiagnosa dan dirawat karena gagal jantung
sebelumnya, mendapat terapi diuretik atau terdapat bukti
pemeriksaan echocardiography sebelumnya
3.Tidak diketahui Ragu-ragu atau dicurigai mempunyai riwayat gagal jantung
5 Riwayat CABG
1.Tidak Tidak pernah dilakukan operasi bypass koroner (CABG)
Pernah dilakukan operasi bypass koroner dan pada dada Anamnesis
2.Ya
tampak sikatriks post-thorakotomi
13
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
1. Tidak merokok Tidak merokok dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan selama
hidupnya.
2. Riwayat Perokok Telah berhenti merokok selama minimal 6 bulan
3. Perokok Aktif Merokok hampir setiap hari dalam 6 bulan terakhir
12 Diabetes
1. Tidak memiliki Berdasarkan anamnesa, pasien tidak mempunyai gejala klasik
riwayat diabetes diabetes dan tidak pernah didiagnosa diabetes
2. Diabetes (terapi Pernah didiagnosa dengan diabetes, berdasarkan pemeriksaan
OHO/Insulin) laboratorium, saat ini mengkonsumsi obat hiperglikemik oral Anamnesis
atau dalam terapi insulin
3. Diabetes (tidak Pernah didiagnosa dengan diabetes, berdasarkan pemeriksaan
berobat) laboratorium, saat ini tidak mengkonsumsi obat untuk diabetes
4. Tidak diketahui Pasien tidak diketahui memiliki riwayat diabetes
13 Hipertensi
1. Tidak memiliki Berdasarkan anamnesa dalam 6 bulan terakhir, tekanan darah
riwayat hipertensi pernah diperiksa
2. Hipertensi yang Berdasarkan anamnesa, saat ini pasien mengkonsumsi obat
terkontrol penurun tekanan darah tinggi, tekanan darah <140/90mmHg Anamnesis
3. Hipertensi yang Berdasarkan anamnesa diketahui memiliki riwayat tekanan
tidak terkontrol darah tinggi (> 140/90 mmHg) dan/atau pada saat ini pasien
mengkonsumsi obat penurun tekanan darah tinggi dan tekanan
darah >140/90 mmHg
4. Tidak diketahui Belum pernah melakukan pemeriksaan tekanan darah dalam 6
bulan terakhir.
14
o Input Data Registri Secara Online
Jejaring dan registri iSTEMI memungkinkan data pasien diinput ke
dalam sistem secara online. Pada saat pilot project hingga pertengahan 2015,
data yang dikumpulkan secara offline menemui beberapa kendala termasuk,
cara pengumpulan data yang sulit diorganisir. Mulai pertengahan 2015, iSTEMI
meluncurkan aplikasi web manajemen pengolahan data registri ACS di halaman
www.istemi.id
Dengan sistem input data berbasis online, submitter akan lebih praktis
untuk memasukkan data dan mengumpulkan data, serta para supervisor dan
koordinator akan sangat mudah untuk melihat dan membandingkan data
faskesnya dan faskes lain dalam satu sekup hierarki. Fitur yang di tawarkan
berupa:
Input data mudah, dengan adanya aplikasi web, sehingga tidak
menggunakan kertas, dan menghemat waktu.
Data yang dimasukkan dapat langsung di supervisi secara real time dari
tempat akses yang berbeda.
Koordinator dan supervisor dapat langsung membuka perhitungan
statistik secara real time dari faskesnya serta dapat membandingkannya
dengan faskes lain.
Terdapat fasilitas instant ekspor yang support ke file format excel,
sehingga submitter, koordinator, dan supervisor dapat mengolah data
lebih cepat.
15
o Previlage Level
Pada sistem manajemen data berbasis web iSTEMI, terdapat fitur yang
memungkinkan seseorang yang terdaftar di web iSTEMI, memiliki fasilitas yang
berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk memfilter data yang dapat dilihat oleh
anggota iSTEMI sesuai sekupnya, sehingga kebocoran data daerah lain yang
tidak seharusnya, dapat tertangani. Dalam fitur ini, terdapat beberapa hierarki
anggota yang bekerja dan bertanggung jawab sesuai sekupnya, secara singkat
pembagian hierarki ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
19
o Analisis Pembangunan Jejaring Tahun Pertama
Dari survei awal, terdapat 16 fasilitas kesehatan dalam kota yang
bersedia bergabung (Tabel 1). Pada pertemuan selanjutnya kami membuat
kesepakatan protokol jejaring untuk pelayanan serangan jantung khususnya
STEMI, mulai kontak medis pertama hingga dilakukan terapi reperfusi. Protokol
terapi ini dibuat dengan mempertimbangkan dan menggunakan fasilitas yang
sudah tersedia yaitu, sistem pelayanan gawat darurat terpadu dan media
komunikasi sosial seperti WhatsApp messenger. Sistem rujukan iSTEMI berupa
SRC and spoke telah disepakati untuk wilayah Kota Kendari (Gambar 1).
20
satunya rujukan di wilayah Kota Kendari. Meskipun sistem komunikasi yang
terarah diharapkan mampu mengurangi penundaan waktu bagi pasien untuk
ditransfer ke fasilitas kesehatan yang dituju, jarak yang jauh antar RS luar
dengan RSUD Bahteramas (transfer antar kabupaten-kota) masih
mengakibatkan transfer time yang lama.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan (selain Primary PCI) agar terapi
revaskularisasi dapat segera diberikan kepada pasien STEMI ialah
pharmacoinvasive strategy, yang memungkinkan bagi setiap Rumah Sakit tanpa
fasilitas PCI. Strategi ini menggabungkan antara pemberian obat fibrinolitik
(apabila tidak terdapat kontraindikasi), kemudian selanjutnya dirujuk ke fasilitas
PCI apabila fibrinolisis gagal atau untuk evaluasi selanjutnya apabila proses
fibrinolisis berhasil.
Kemampuan untuk melakukan fibrinolitik di RS luar kemungkinan besar
terhambat karena administrasi pembayaran untuk RS tipe C sangat minim
(bahkan dengan obat fibrinolitik Streptokinase) dan terdapat selisih yang besar
antara besaran klaim BPJS dan untuk biaya obat dan perawatan intensif, hal ini
menyebabkan potensi kerugian untuk RS dengan tipe C. Masalah lainnya yang
dapat memperpanjang waktu transfer adalah ketersediaan mesin
elektrokardiografi (EKG) di puskesmas yang masih minim sehingga kasus STEMI
terlambat untuk terdeteksi. Untuk hal tersebut dibutuhkan dukungan pihak
pemerintah dan lintas sektor untuk jejaring Indonesia STEMI. Diharapkan dengan
dukungan jejaring Indonesia STEMI, dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas pasien STEMI di Provinsi Sulawesi Tenggara. Cakupan wilayah ini
nantinya diharapkan dapat meluas meliputi luar daerah seperti Kabupaten
Kolaka, Buton, Konawe, dan lainnya dengan memperhatikan ketersediaan
sumber daya yang ada.
21
Tabel 1. Proyeksi Fasilitas Kesehatan dalam Jejaring iSTEMI Kendari
Tipe
No Fasilitas Kesehatan Pemilik Peran BPJS
Fasilitas
1 Puskesmas Puuwatu Pemerintah Primer Spoke Ya
2 Puskesmas Abeli Pemerintah Primer Spoke Ya
Puskesmas Lepo-
3 Pemerintah Primer Spoke Ya
Lepo
4 Puskesmas Kandai Pemerintah Primer Spoke Ya
5 Puskesmas Poasia Pemerintah Primer Spoke Ya
6 RS Bhayangkara Kendari Polri RS tipe D Spoke Ya
7 RSIA Permata Bunda Swasta RS tipe D Spoke Tidak
8 RS PMI Kendari Swasta RS tipe D Spoke Ya
9 RSAD dr. Ismoyo TNI RS tipe D Spoke Ya
10 RSU Aliyah 1 Swasta RS tipe D Spoke Ya
11 RSU Aliyah 2 Swasta RS tipe D Spoke Ya
12 RS Santa Anna Swasta RS tipe D Spoke Ya
13 RSU Dewi Sartika Swasta RS tipe D Spoke Ya
14 RS Hati Mulia Swasta RS tipe D Spoke Tidak
15 RSUD Kota Kendari Pemerintah RS tipe C Spoke Ya
16 RSUD Bahteramas Sultra Pemerintah RS tipe B SRC** Ya
22
Aliansi dan Pendidikan
23
o Perhimpunan dokter Intervensi Kardiologi Indonesia (PIKI)
Jejaring dan registri iSTEMI berafiliasi dengan Perhimpunan Dokter
Intervensi Kardiologi Indonesia. Sebagai kolegium dokter jantung intervensi
yang memayungi banyak program kerja, termasuk dalam bidang penelitian,
iSTEMI merupakan salah satu program yang didukung dan data yang ada dapat
menjadi suatu referensi untuk kolegium dalam membuat program kerja maupun
pedoman.
24
Kesimpulan
Konsep jejaring iSTEMI telah dibentuk sejak bulan Juni 2014. Untuk
Registri iSTEMI, sampai April 2017 telah berjalan di 90 Fasilitas
Kesehatan di 35 Kota yang tersebar di 11 Provinsi di Indonesia.
Dalam jejaring iSTEMi ini telah disepakati protokol penatalaksanaan
pasien STEMI dan sistem rujukan jika pasien diterima di fasilitas
kesehatan tanpa kemampuan terapi reperfusi. Fasilitas kesehatan
yang mampu melakukan reperfusi adalah RS yang dapat memberikan
terapi fibrinolisis atau melakukan tindakan intervensi koroner perkutan
(IKP) primer.
Pilot program iSTEMI Kota Kendari merupakan perwujudan dari
konsep sistem jejaring regional dengan melibatkan sarana dan
prasarana dapat mempersingkat waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapat terapi reperfusi, sehingga mempunyai potensi untuk
membatasi kerusakan jaringan otot jantung beserta komplikasinya.
Dengan mengembangkan sistem jejaring di regional maka
keterlambatan sistem, waktu deteksi, waktu transfer dan waktu
reperfusi, dapat dipersingkat.
Peran berbagai elemen pengampu kebijakan kesehatan sangat
diperlukan untuk tercapainya suatu sistem koordinasi yang dapat
diakses oleh masyarakat luas.
25
Kepustakaan
Advisory Board
President of Indonesian Heart Association: DR. Dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K)
ISTEMI Program Leader RSJPDHK Jakarta : Dr. Dafsah A. Juzar, SpJP(K)
Chairman of IHA, South East Sulawesi: Dr. Sjarif Subijakto, SpJP(K)
27
Lampiran 2. Plan Of Action Pembentukan Jejaring ISTEMI
Tujuan Kegiatan Agenda Sasaran Lokasi Waktu Perkiraan
Biaya
1. Rapat lintas sektor Pengenalan Kelompok Kerja ISTEMI Meeting Bulan Januari 10.000.000
program ISTEMI, Pusat dan Regional, Room, Hotel, 2018
pembahasan Pemerintah Daerah Aula Rumah
pembiayaan, Provinsi dan Kota, Dinas Sakit
paying hokum, Kesehatan, Pimpinan (opsional)
dan problem Fakultas Kedokteran,
solving lainnya. Pimpinan Rumah Sakit
dan Puskesmas,
Kesepakatan
pembentukan Pimpinan BPJS
jejaring 2. Rangkaian Pembentukan Kelompok Kerja ISTEMI Meeting Bulan Januari- 10.000.000/
iSTEMI di Kota Presentasi Survei jejaring, Pusat dan Regional, Room, Hotel, Februari 2018 event
Kendari. Awal pembentukan call Pemerintah Daerah Aula Rumah
center/whatsapp Provinsi dan Kota, Dinas Sakit
group, pembuatan Kesehatan, Pimpinan (opsional)
protokol Fakultas Kedokteran,
operasional, Pimpinan Rumah Sakit
penunjukan dan Puskesmas.
koordinator
program di setiap
fasyankes
Tujuan Kegiatan Agenda Sasaran Lokasi Waktu Perkiraan
Biaya
3. Rangkaian Pelatihan protokol Kelompok Kerja ISTEMI Meeting Bulan Maret- 50.000.000
Pelatihan STEMI diagnosis, Pusat dan Regional Room, Hotel, April 2018 (untuk 1x
dan program tatalaksana dan Peserta: dokter Aula Rumah pelatihan)
rujukan SKA yang koordinator program (PIC)
Indonesia STEMI Sakit
disepakati. dan staf medis terkait
Kendari (opsional)
pada masing-masing
Sosialisasi cara fasyankes (perawat,
registri data iSTEMI administrator, petugas
dan penekanan peningkatan mutu)
terhadap
pentingnya
Pengembangan pengisian data
Sumber Daya secara lengkap
Manusia dan
Fasilitas Lokal Distribusi protokol
dan sarana yang
dibutuhkan
Sosialisasi call-
center yang telah
didirikan
Pembentukan
jejaring komunikasi
antar koordinator
program.
.
4. Pelatihan Berbagi Kelompok Kerja ISTEMI Meeting Bulan Mei, 20.000.000/
menengah pengalaman & Pusat dan Regional, Room, Hotel, setiap triwulan event
diskusi kasus dokter koordinator Aula Rumah 2018
STEMI lokal secara program (PIC) Sakit
spesifik sejak (opsional)
kontak medis
pertama hingga
dilakukan reperfusi
Analisa data
regional setiap
triwulan dengan
umpan balik dari
peserta dan tim
iSTEMI pusat
Memantau
kemajuan program
dan
mengidentifikasi
masalah serta
solusinya
Tujuan Kegiatan Agenda Sasaran Lokasi Waktu Perkiraan
Biaya
5. ISTEMI weekend Stand Pemeriksaan dan Masyarakat Kota Mall, taman kota Bulan 5.000.000
Promosi edukasi kesehatan, Kendari kendari Maret-Mei
Program pembagian Pamflet pada 2018
ISTEMI masyarakat umum dipusat
kepada perbelanjaan/ taman kota
masyarakat
umum
Lampiran 3. Media Pengumpulan dan Penyimpanan Data