You are on page 1of 31

Indonesia STEMI

Jejaring dan Registri


Sindroma Koroner Akut
DAFTAR ISI
Pendahuluan............................................................................................................................... 03
Latar Belakang Pembentukan iSTEMI .............................................................................. 03
Identifikasi Masalah .......................................................................................................... 05
Visi, Misi, dan Tujuan Jejaring dan Registri iSTEMI ............................................................... 06
Visi ................................................................................................................................... 06
Misi ................................................................................................................................... 06
Tujuan .............................................................................................................................. 06
Cara Kerja (Metode) ................................................................................................................... 07
Pembentukan Jejaring iSTEMI.......................................................................................... 07
Pembuatan Protokol dan Pelatihan Tenaga Medis ........................................................... 07
Pengumpulan dan analisis data ........................................................................................ 07
Definisi Operasional.......................................................................................................... 08
Input data registry secara online ....................................................................................... 15
Previlege Level ................................................................................................................. 16
Struktur dan Hierarki ......................................................................................................... 17
Pembentukan Jejaring dan Protokol Jejaring .......................................................................... 18
Aliansi dan Pendidikan .............................................................................................................. 22
Dinas Kesehatan Provinsi Sultra....................................................................................... 22
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sultra .................................................................... 22
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo ...................................................................... 22
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia ............................................... 22
Perhimpunan Intervensi Kardiologi Indonesia ................................................................... 23
Pokja Acute Cardiac Care................................................................................................. 23
Kesimpulan ................................................................................................................................ 24
Kepustakaan ............................................................................................................................... 25
Lampiran ..................................................................................................................................... 26

2
Pendahuluan

o Latar Belakang Pembentukan iSTEMI


ST elevated myocardial infarction (STEMI) merupakan gambaran pada
rekam jantung dengan elektrokardiografi (EKG) berupa elevasi segmen ST
yang terjadi pada pasien infark miokard akut (IMA) akibat penyumbatan total
pembuluh darah jantung. STEMI adalah jenis IMA dengan angka kematian
tertinggi. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2011,
serangan jantung atau IMA adalah penyebab kematian utama di Indonesia
dengan perkiraan angka insidensi sebesar 200 peristiwa per 100 ribu
penduduk per tahun. Berdasarkan angka insidensi tersebut, diperkirakan
terdapat sekitar 3.522 peristiwa serangan jantung per tahun di wilayah Jakarta
Barat dengan populasi sebesar 2.260.341 jiwa. Perkiraan angka kejadian
sebesar itu tidak dapat diakomodasi oleh fasilitas kesehatan milik pemerintah
saja sehingga perlu dilibatkan fasilitas kesehatan milik swasta.
Kematian akibat STEMI dapat dicegah jika terdeteksi secara dini
karena dapat dilakukan terapi reperfusi, yaitu pengembalian aliran darah
jantung secepatnya dan penatalaksanaan gangguan irama jantung yang
kerap menyertai. Terdapat dua modalitas terapi reperfusi yang dikenal
hingga saat ini, yakni terapi fibrinolisis secara intravena dan intervensi koroner
perkutan (IKP) primer. Tindakan IKP adalah intervensi mekanis yang
memulihkan aliran darah jantung dengan membuka arteri yang tersumbat
melalui kateter dan balon. Semakin dini terapi reperfusi dilakukan, maka
semakin tinggi angka harapan hidup pasien. Oleh karena itu, target
penatalaksanaan STEMI adalah menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas dengan melakukan salah satu dari kedua terapi di atas sedini
mungkin. Pedoman STEMI di Amerika Serikat mengharuskan terapi
reperfusi diberikan kepada semua pasien STEMI yang memenuhi syarat
(eligible) dalam 12 jam setelah awitan gejala. Tindakan IKP merupakan
metode reperfusi pilihan jika dapat dilakukan dalam rentang waktu yang
cukup oleh operator terlatih.

3
Ada tiga komponen keterlambatan reperfusi pada pasien STEMI,
yaitu:

1. Keterlambatan pasien, yakni waktu yang dibutuhkan pasien mulai dari


munculnya keluhan nyeri dada hingga mencari pertolongan medis;
2. Keterlambatan sistem deteksi pasien STEMI dan transfer ke fasilitas
kesehatan yang mampu melakukan reperfusi;
3. Keterlambatan fasilitas kesehatan, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak
pasien tiba di fasilitas kesehatan yang mampu melakukan reperfusi
hingga terapi reperfusi diberikan, baik dengan fibrinolisis maupun IKP
primer.

Perkembangan sejarah pertamakali sejak tahun 2008, RS Jantung


Harapan Kita sebagai pusat rujukan nasional telah berupaya meningkatkan
pelayanan STEMI dan mencetuskan pelayanan berbasis jejaring di daerah lain
di Indonesia. Hal ini semakin dipermudah oleh perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi.
Pada tahun 2010, didirikan Heart Line sebagai call center kasus STEMI
untuk mempermudah tenaga kesehatan di Indonesia dalam berkonsultasi,
mengkonfirmasi diagnosis STEMI serta merencanakan transfer pasien untuk
reperfusi segera. Sistem rujukan dari rumah sakit luar untuk menjalani terapi
reperfusi di RS Jantung Harapan Kita telah disederhanakan sedemikian rupa
agar waktu yang terbuang dalam proses transfer dapat seminimal mungkin.
Hasil program ini memperlihatkan bahwa pada kelompok pasien STEMI
yang tidak mendapat terapi reperfusi, angka kematian dua kali lipat dari yang
berhasil menjalani terapi. Dari data tersebut tampak pula bahwa proporsi
pasien yang berhasil mendapatkan terapi reperfusi masih sangat sedikit dan
jauh dari harapan. Angka reperfusi juga tidak berbeda bermakna sebelum dan
setelah implementasi program walaupun jumlah rujukan meningkat tajam. Hal
ini disebabkan karena sebagian besar pasien sampai ke pusat rujukan sudah
terlambat sehingga tidak lagi ideal untuk dilakukan terapi reperfusi, yakni
melewati fase awal 12 jam yang diketahui sebagai waktu terbaik. Keterlambatan

4
ini sungguh memprihatinkan karena sekitar 50% pasien merupakan rujukan dari
fasilitas kesehatan lain, yang berarti penundaan mungkin tidak semata-mata
berupa keterlambatan deteksi namun dapat pula berupa hambatan dalam
transfer atau rujukan.
Bercermin dari hal di atas, dengan tentunya memperhatikan bahwa
angka prevalensi penyakit jantung koroner di Sulawesi Tenggara semakin
meningkat dan melihat kasus-kasus STEMI yang sampai ke RS rujukan
Provinsi, kebutuhan akan sebuah sistem terpadu menjadi sangat penting.
Penelitian mengenai penyebab keterlambatan ini belum ada, terutama
mengenai karakteristik pelayanan STEMI di lapangan, khususnya di Kota
Kendari.
Dalam upaya untuk memperbaiki angka reperfusi pasien STEMI, maka
RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (RSUB), Kelompok Kerja
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI) terkait, Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tenggara, dan Dinas Kesehatan Kota Kendari, berinisiatif
untuk mengembangkan program jejaring fasilitas kesehatan secara regional
yang dinamakan jejaring iSTEMI (Indonesia STEMI). Program ini dikembangkan
dengan menitikberatkan pada suatu protokol operasional praktis, pelatihan, dan
penyediaan sarana untuk digunakan oleh dokter dan perawat untuk melakukan
terapi reperfusi sesuai dengan pedoman, untuk meminimalkan keterlambatan
reperfusi dalam penanganan pasien STEMI.

o Identifikasi Masalah

Masalah yang saat ini dihadapi dalam hal penatalaksanaan pasien STEMI
adalah:

1. Rendahnya angka terapi reperfusi pada pasien yang mengalami STEMI;


2. Lamanya waktu mulai dari kontak medis pertama atau first medical
contact (FMC) sampai pemberian terapi reperfusi.
3. Lamanya total waktu mulai dari timbulnya gejala sampai pemberian
tindakan reperfusi (waktu iskemik).

5
Visi, Misi, dan Tujuan Jejaring iSTEMI dan Registri iSTEMI

o Visi
Menjadi jejaring penatalaksanaan STEMI terbaik dan terluas di
Indonesia.

o Misi
 Membuat jejaring rumah sakit di Indonesia yang mampu
mengidentifikasi kasus STEMI, melakukan tatalaksana fase akut, dan
membuat rujukan untuk intervensi koroner perkutan primer (IKPP) /
primary Percutaneus Coronary Intervention (Primary PCI);
 Mempersingkat waktu iskemik total sejak munculnya gejala sampai
pemberian tindakan reperfusi.

o Tujuan
 Tujuan primer
Meningkatkan angka reperfusi pada pasien STEMI eligible* menjadi
80%

*STEMI eligible: STEMI yang datang dalam 12 jam sejak awitan gejala.

 Tujuan sekunder
 Mempersingkat waktu mulai dari kontak medis pertama atau first
medical contact (FMC) sampai pemberian tindakan reperfusi.
 Mempersingkat total waktu mulai dari timbulnya gejala sampai
pemberian tindakan reperfusi (waktu iskemik).

6
Cara Kerja (Metode)

o Pembentukan Jejaring iSTEMI


Pada setiap fasilitas kesehatan yang tergabung dalam jejaring,
ditunjuk seorang koordinator untuk memfasilitasi, memantau dan
mengevaluasi jalannya sistem rujukan ISTEMI. Untuk mengevaluasi jalannya
program, identifikasi keberhasilan dan masalah, maka masing- masing
koordinator bertanggung jawab untuk mengumpulkan data-data yang telah
disepakati sebelumnya.

o Pembuatan Protokol dan Pelatihan Tenaga Medis


Protokol penatalaksanaan STEMI dalam jejaring iSTEMI dibuat
dengan mengacu pada pedoman di US dan Eropa serta disesuaikan dengan
kondisi lapangan di wilayah Sulawesi Tenggara pada umumnya dan Kota
Kendari pada khususnya. Satu orang Pasien yang akan menjalani IKPP
terlebih dahulu mendapat terapi clopidogrel 600 mg atau ticagrelor 180 mg.
Protokol yang ada diuraikan dibawah.

o Pengumpulan dan Analisis Data


Data lapangan, seperti yang akan diuraikan dalam bahasan definisi
operasional, dikumpulkan dengan menggunakan formulir khusus melalui surat
elektronik dan WhatsApp messenger. Rangkuman data yang terkumpul serta
identifikasi masalah dilaporkan kembali setiap minggu kepada para
koordinator serta pihak terkait dalam bentuk newsletter melalui media
elektronik.
Data demografi dan manifestasi klinis pasien ditampilkan secara
deskriptif. Data numerik disajikan dalam rerata dan simpang baku (SB) atau
median dan rentang (minimal-maksimal). Hubungan antara variabel kategorik
dilakukan dengan uji chi-square, sedangkan perbedaan variabel numerik
berdasarkan subkelompok dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Penilaian
risiko dilakukan dengan perhitungan odds ratio (OR) dan interval kepercayaan
(IK) 95%. Data diolah dengan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS
versi 20.0 for Windows MAC (SPSS Inc., Chicago, Illinois, US).

7
o Definisi Operasional

DEFINISI OPERASIONAL
Formulir Data Indonesia STEMI

No. Variabel Definisi Operasional dan Kode Cara Ukur


1 Rumah Sakit Nama fasilitas kesehatan yang mengisi formulir data sindrom
koroner akut iSTEMI Observasi

2 RM Nomor rekam medis pasien sindrom koroner akut di rumah sakit


yang bersangkutan Observasi

3 Tanggal Tanggal dimana formulir sindrom koroner akut iSTEMI dilengkapi


Observasi
4 Nama Pasien Nama/ kode/ inisial pasien sindrom koroner akut yang didata
Anamnesis
5 TTL/Usia Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu makhluk
hidup yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai
Anamnesis
sekarang dalam satuan tahun

6 Jenis Kelamin Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai
sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi
seksual: Anamnesis
0. Perempuan
1. Laki-laki
7 Jaminan Status jaminan/ pembayaran pasien di rumah sakit yang
bersangkutan:
1. JKN PBI (Jaminan Kesehatan Nasional Penerima
Bantuan Iuran)
2. JKN non PBI (Jaminan Kesehatan Nasional non Penerima Anamnesis
Bantuan Iuran)
3. Pribadi (Pasien membayar dengan biaya pribadi)
4. Lainnya, misalnya: asuransi kesehatan lain

8 Dikonfirmasi oleh: Setiap formulir data yang telah diisi harus dikonfirmasi keabsahan
(tanda tangan) datanya dengan cara ditandatangani oleh dokter spesialis jantung
dan pembuluh darah yang sudah ditunjuk sebagai penangggung
jawab

9 STEMI Pasien dengan kenaikan biomarker jantung melebihi standar


persentil tertinggi bersamaan dengan adanya gejala dan tanda
nyeri dada iskemik dan Elevasi Segmen ST pada EKG, atau
penurunan biomarker disertai Elevasi ST Segmen dan/atau
bersamaan disertai dengan Tanda & Gejala Iskemia, Adanya Q
Patologis pada EKG, dan pembuktian terdapatnya iskemia pada
miokardium atau sumbatan total arteri koroner jantung dengan
teknik Imaging. Kesemuanya dilakukan verifikasi dengan baik oleh
Dokter/Dokter spesialis yang berpengalaman di bidang Jantung.
10 NSTEMI Pasien dengan kenaikan biomarker jantung melebihi standar
persentil tertinggi bersamaan dengan adanya gejala dan tanda
nyeri dada iskemik, atau penurunan biomarker dan/atau
bersamaan disertai dengan Tanda & Gejala Iskemia, Adanya

8
Depresi Segmen ST atau Inversi T, Adanya Q Patologis pada
EKG, dan pembuktian terdapatnya iskemia pada miokardium
dengan teknik Imaging Tanpa disertai kenaikan Segmen ST pada
EKG. Kesemuanya dilakukan verifikasi dengan baik oleh
Dokter/Dokter spesialis yang berpengalaman di bidang Jantung.
11 UAP Pasien dengan Tanda & Gejala Iskemia, Adanya Depresi Segmen
ST atau Inversi T, Adanya Q Patologis pada EKG, Tanpa disertai
kenaikan Segmen ST pada EKG dan Tanpa disertai kenaikan
biomarker Jantung dan/atau pembuktian dengan teknik Imaging,
Kesemuanya dilakukan verifikasi dengan baik oleh Dokter/Dokter
spesialis yang berpengalaman di bidang Jantung.

Keterangan Masuk Rumah Sakit


No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
1 Usia Satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu
makhluk hidup yang dimulai dari saat kelahiran seseorang Anamnesis
sampai sekarang
2 Jenis Kelamin Kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies
sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses Anamnesis
reproduksi seksual
3 Tekanan Darah Tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri darah ketika
darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia Pemeriksaan fisik
dalam satuan mmHg
4 Denyut Jantung Jumlah denyutan jantung per-menit Pemeriksaan fisik
5 Metode Masuk Rumah Cara pasien datang ke rumah sakit/fasilitas kesehatan lainnya
Sakit (MRS) untuk memperoleh pelayanan medis:
1. Datang sendiri ke rumah sakit
2. Langsung melalui layanan gawat darurat (ambulans) Anamnesis
3. Rujukan dari rumah sakit/puskesmas lain, cantumkan
pula nama fasilitas kesehatan perujuk
4. Tidak diketahui
6 Onset Gejala Waktu saat munculnya gejala, antara lain: nyeri atau rasa tidak
nyaman pada dada, sesak nafas, mual, nyeri pada lengan, bahu
punggung, berkeringat dingin, nyeri epigastrium berdasarkan
waktu pada smartphone Anamnesis
# Bila nyeri dada berulang, yang diambil yang terberat
berdasarkan skala nyeri 1-10
7 Waktu Tiba di Fasilitas Waktu saat pasien tiba di fasilitas kesehatan pertama/first
Kesehatan Pertama medical contact setelah mengalami nyeri dada sebelum dirujuk
ke rumah sakit. Jika rumah sakit anda merupakan tempat
Observasi
kontak medis pertama, cantumkan waktu yang sama dengan
“Waktu Tiba di Rumah Sakit berdasarkan waktu pada
smartphone
8 Waktu Tiba di Rumah Waktu saat pasien tiba di rumah sakit anda berdasarkan waktu
Sakit pada smartphone Observasi

9
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
9 Waktu Konfirmasi Waktu saat pasien terdiagnosis SKA setelah dikonfirmasi oleh
Diagnosis dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) Observasi
berdasarkan waktu pada smartphone
Diagnosis dan Tatalaksana
1 Konfirmasi Diagnosis Hasil pemeriksaan EKG dikonsulkan melalui WA/BBM/fax/email
oleh SpJP/SpPD dan sudah mendapat jawaban dari dokter spesialis jantung dan
Observasi
pembuluh darah (Sp.JP) atau dokter spesialis penyakit dalam
(Sp.PD) di RS yang bersangkutan.
2 Cardiac Arrest Asystole/PEA, VT/VF tanpa nadi yang membutuhkan resusitasi Pemeriksaan penunjang
jantung paru. EKG 12 sadapan/
monitor EKG
3 Tanda Kongesti pada Pemeriksaan Fisik
Killip kelas I Tanpa gagal jantung
Killip kelas II Gagal jantung dengan ronkhi basah halus di basal paru (kurang
dari 1/3 lapang paru posterior), S3 gallop, peningkatan tekanan
vena pulmonalis dan tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
Killip kelas III Gagal jantung berat dengan ronkhi di lebih dari 1/3 lapang paru Pemeriksaan fisik
posterior dan tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
Killip kelas IV Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <90
mmHg) dengan gangguan perfusi (akral dingin, oliguria, sianosis
dan kesadaran menurun)
4 Diagnosis EKG
1. Elevasi Segmen ST Penilaian ST elevasi ≥ 0,1 mV dilakukan pada J point dan
ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan
2. Depresi Segmen ST Depresi segmen ST sebesar ≥ 0,05 mV di sadapan V1-V3 dan ≥
0,1 mV di sadapan lainnya. Pemeriksaan penunjang
3. Inversi Gelombang T Inversi gelombang T yang simetris ≥ 0,2 mV EKG 12 sadapan

4. Left bundle branch Interval QRS > 0,12 detik pada sadapan V5 – V6, gambaran
block (LBBB) RR’, perubahan segmen ST dan gelombang T pada V5 – V6
5. Tidak ada Tidak ada perubahan EKG akut yang bermakna
perubahan akut
5 Lokasi ELEVASI segmen ST
1. Anterior Ditemukannya elevasi segmen ST pada sadapan V1, V2, V3,
V4, V5, V6
2. Anteroseptal Ditemukannya elevasi segmen ST pada sadapan V1, V2, V3,
V4
Pemeriksaan penunjang
3. Inferior DItemukannya elevasi segmen ST pada sadapan II, III, aVF EKG 12 sadapan
4. Posterior DItemukannya elevasi segmen ST pada sadapan V7, V8, V9
5. Lateral DItemukannya elevasi segmen ST pada sadapan I, aVL, V5, V6
6. Tidak dapat Lokasi elevasi segmen ST tidak dapat ditentukan
ditentukan

10
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
Catatan Jika lokasi infark lebih dari satu maka silakan centang lebih dari
satu di daerah mana saja lokasi infark terjadi
6 Kreatinin Kadar kreatinin serum yang didapatkan dari hasil pemeriksaan Pemeriksaan penunjang
laboratorium darah. Merupakan salah satu komponen dalam laboratorium darah
perhitungan skor GRACE. dalam satuan mg/dL
7 Strategi Reperfusi
Fibrinolisis Jika fibrinolisis dilakukan sebagai metode reperfusi pada
STEMI, cantumkan dimana serta waktu saat fibrinolisis mulai
diberikan.
Keberhasilan fibrinolisis: (dinilai dalam 1 hingga 1,5 jam setelah
pemberian)
- Berkurang/hilangnya keluhan nyeri dada
- Resolusi segmen ST ≥ 50%
- Terdapatnya aritmia reperfusi (mis. Junctional
tachycardia)
Laporkan pula jika terdapat komplikasi selama dan setelah
proses fibrinolisis
IKP (Intervensi Jika intervensi koroner perkutan dilakukan, cantumkan:
Koroner Perkutan) - dimana IKP dilakukan:
1. di fasilitas kesehatan sejawat
2. di fasilitas kesehatan lain

- tanggal dan jam saat pertama pasien masuk ruang


cathlab
- waktu saat wire menembus lesi (untuk menghitung
waktu door-to-device dalam menit) Anamnesis dan
- jenis IKP: Observasi
1. Primary
Pasien STEMI yang mendapatkan Reperfusi IKP
Dibawah 12 Jam.

2. Bukan Primary
-Early
Pasien STEMI Late Onset yang mendapatkan IKP
dibawah 24 Jam, Atau pasien NSTEMI/UAP dengan
stratifikasi resiko tinggi yang mendapatkan IKP dibawah
24 Jam terhitung dari onset terberat nyeri dada.
-Rescue
Pasien STEMI yang mendapatkan IKP Secepat
mungkin setelah diketahui fibrinolisis yang dilakukan
mengalami kegagalan.
-Urgent
Pasien NSTEMI/UAP dengan stratifikasi resiko sangat
tinggi yang mendapatkan IKP dibawah 2 jam terhitung
dari onset terberat nyeri dada.
-Elektif
Pasien ACS Dengan stratifikasi resiko sedang atau
rendah yang mendapat IKP dalam waktu >72 Jam.

11
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
Keberhasilan IKP – aliran TIMI 3 tercapai (Aliran darah normal
yang mengisi pembuluh darah koroner hingga distal)
1. Aliran TIMI 3 tidak tercapai (IKP tidak berhasil)
2. Aliran TIMI 3 tercapai (IKP berhasil)
Tidak dilakukan Jika tidak dilakukan reperfusi pada STEMI, cantumkan
reperfusi alasannya:
- Onset > 12 jam (kemukakan lama onset nyeri dada)
- Biaya (Pasien menolak karena masalah biaya)
- Terdapat kontraindikasi fibrinolisis (sesuai checklist di
halaman pertama)
- ST elevasi kembali isoelektris
- Pasien sudah merasa perbaikan
- Alasan lainnya

8 Pasca Fibrinolisis Status pasien setelah dilakukan fibrinolisis apakah dirawat di rumah sakit atau dirujuk ke
rumah sakit lainnya untuk tatalaksana lanjuutan. Jika pasien dirujuk, cantumkan tempat
rumah sakit tujuan dan waktu saat dirujuk.
9 Status Pulang Status keluarnya pasien setelah perawatan di rumah sakit, apakah pasien dipulangkan
setelah kondisinya membaik, jika ya kapan waktunya, atau pasien meninggal.
Riwayat Medis Pasien (diisi oleh rumah sakit penerima rujukan)

1 Riwayat IMA (Infark Miokard Akut)


1.Tidak Tidak memiliki riwayat IMA
2.Ya Berdasarkan anamnesis terdapat nyeri dada disertai keringat
dingin yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan/atau Anamnesis
pada pemeriksaan EKG ditemukan gelombang Q patologis pada
dua sadapan yang bersebelahan
3.Tidak diketahui Ragu-ragu atau dicurigai pernah mengalami riwayat AMI
sebelumnya
2 Penyakit Vaskular Perifer
1.Tidak Tidak pernah terdiagnosa penyakit vaskular perifer
2.Ya Berdasarkan anamnesis pernah terdiagnosa penyakit vaskular Anamnesis
perifer.
3.Tidak diketahui Ragu-ragu atau dicurigai menderita penyakit vaskular perifer
3 Hiperkolesterolemia
1.Tidak Tidak ada riwayat hiperkolesterolemia
2.Ya Terdapat bukti hasil pemeriksaan laboratorium kadar kolesterol Anamnesis
dalam darah yang lebih dari normal (>200 mg/dL) atau pasien
dalam terapi statin.
3.Tidak diketahui Riwayat hiperkolesterolemia tidak diketahui
4 Gagal Jantung
Anamnesis
1.Tidak Tidak ada riwayat gagal jantung

12
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
2.Ya Telah terdiagnosa dan dirawat karena gagal jantung
sebelumnya, mendapat terapi diuretik atau terdapat bukti
pemeriksaan echocardiography sebelumnya
3.Tidak diketahui Ragu-ragu atau dicurigai mempunyai riwayat gagal jantung
5 Riwayat CABG
1.Tidak Tidak pernah dilakukan operasi bypass koroner (CABG)
Pernah dilakukan operasi bypass koroner dan pada dada Anamnesis
2.Ya
tampak sikatriks post-thorakotomi

6 Asma atau PPOK


1.Tidak Tidak pernah didiagnosa menderita asma atau penyakit paru
obstruktif kronis
2.Ya Pernah didiagnosa menderita asma atau penyakit paru Anamnesis
obstruktif kronis
3.Tidak diketahui Ragu-ragu atau tidak diketahui menderita asma atau penyakit
paru obstruktif kronis
7 Riwayat Angina
1.Tidak Tidak pernah mengalami gejala angina
2.Ya Pernah mengalami nyeri dada bersifat tumpul yang timbul dan Anamnesis
bertambah berat dengan aktivitas, dapat disertai dengan
penjalaran baik ke rahang maupun lengan kiri.
3.Tidak diketahui Tidak diketahui pernah mengalami gejala angina
8 Penyakit Serebrovaskular
1.Tidak Tidak pernah didiagnosa stroke
Anamnesis
2.Ya Pasien pernah didiagnosa stroke.
3.Tidak diketahui Tidak diketahui pernah didiagnosa stroke
9 Riwayat IKP (Intervensi Koroner Perkutan)
1.Tidak Tidak pernah menjalani tindakan intervensi koroner perkutan
Anamnesis
2.Ya Pasien pernah menjalani tindakan intervensi koroner perkutan
3.Tidak diketahui Tidak diketahui pernah menjalani tindakan IKP
10 Riwayat Keluarga Penyakit Jantung Koroner (PJK) Prematur
1.Tidak Tidak mempunyai keluarga dengan riwayat PJK prematur
2.Ya Pasien memiliki anggota keluarga dengan penyakit jantung
koroner, infark miokard, atau kematian mendadak yang Anamnesis
menyerang pria dibawah usia 55 tahun dan wanita dibawah usia
65 tahun.
3.Tidak diketahui Tidak diketahui mempunyai keluarga dengan riwayat PJK
prematur
11 Merokok Anamnesis

13
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur
1. Tidak merokok Tidak merokok dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan selama
hidupnya.
2. Riwayat Perokok Telah berhenti merokok selama minimal 6 bulan
3. Perokok Aktif Merokok hampir setiap hari dalam 6 bulan terakhir
12 Diabetes
1. Tidak memiliki Berdasarkan anamnesa, pasien tidak mempunyai gejala klasik
riwayat diabetes diabetes dan tidak pernah didiagnosa diabetes
2. Diabetes (terapi Pernah didiagnosa dengan diabetes, berdasarkan pemeriksaan
OHO/Insulin) laboratorium, saat ini mengkonsumsi obat hiperglikemik oral Anamnesis
atau dalam terapi insulin
3. Diabetes (tidak Pernah didiagnosa dengan diabetes, berdasarkan pemeriksaan
berobat) laboratorium, saat ini tidak mengkonsumsi obat untuk diabetes
4. Tidak diketahui Pasien tidak diketahui memiliki riwayat diabetes
13 Hipertensi
1. Tidak memiliki Berdasarkan anamnesa dalam 6 bulan terakhir, tekanan darah
riwayat hipertensi pernah diperiksa
2. Hipertensi yang Berdasarkan anamnesa, saat ini pasien mengkonsumsi obat
terkontrol penurun tekanan darah tinggi, tekanan darah <140/90mmHg Anamnesis
3. Hipertensi yang Berdasarkan anamnesa diketahui memiliki riwayat tekanan
tidak terkontrol darah tinggi (> 140/90 mmHg) dan/atau pada saat ini pasien
mengkonsumsi obat penurun tekanan darah tinggi dan tekanan
darah >140/90 mmHg
4. Tidak diketahui Belum pernah melakukan pemeriksaan tekanan darah dalam 6
bulan terakhir.

14
o Input Data Registri Secara Online
Jejaring dan registri iSTEMI memungkinkan data pasien diinput ke
dalam sistem secara online. Pada saat pilot project hingga pertengahan 2015,
data yang dikumpulkan secara offline menemui beberapa kendala termasuk,
cara pengumpulan data yang sulit diorganisir. Mulai pertengahan 2015, iSTEMI
meluncurkan aplikasi web manajemen pengolahan data registri ACS di halaman
www.istemi.id
Dengan sistem input data berbasis online, submitter akan lebih praktis
untuk memasukkan data dan mengumpulkan data, serta para supervisor dan
koordinator akan sangat mudah untuk melihat dan membandingkan data
faskesnya dan faskes lain dalam satu sekup hierarki. Fitur yang di tawarkan
berupa:
 Input data mudah, dengan adanya aplikasi web, sehingga tidak
menggunakan kertas, dan menghemat waktu.
 Data yang dimasukkan dapat langsung di supervisi secara real time dari
tempat akses yang berbeda.
 Koordinator dan supervisor dapat langsung membuka perhitungan
statistik secara real time dari faskesnya serta dapat membandingkannya
dengan faskes lain.
 Terdapat fasilitas instant ekspor yang support ke file format excel,
sehingga submitter, koordinator, dan supervisor dapat mengolah data
lebih cepat.

15
o Previlage Level
Pada sistem manajemen data berbasis web iSTEMI, terdapat fitur yang
memungkinkan seseorang yang terdaftar di web iSTEMI, memiliki fasilitas yang
berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk memfilter data yang dapat dilihat oleh
anggota iSTEMI sesuai sekupnya, sehingga kebocoran data daerah lain yang
tidak seharusnya, dapat tertangani. Dalam fitur ini, terdapat beberapa hierarki
anggota yang bekerja dan bertanggung jawab sesuai sekupnya, secara singkat
pembagian hierarki ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Secara umum, submitter adalah petugas kesehatan yang akan


memasukkan data, submitter dapat berjumlah banyak, bergantung pada
kebutuhan tangkapan data yang ada di rumah sakit tersebut. Koordinator
faskes, adalah pemimpin program di sebuah faskes, dimana dia dapat
menambahkan submitter sesuai kebutuhan dan hanya berjumlah satu orang
tiap faskes, tugasnya adalah mengontrol jalannya data yang masuk dan
mengevaluasi data yang telah dimasukkan oleh submitter. Koordinator regional
merupakan pemimpin program yang mengontrol semua data yang masuk pada
level regional atau kota. Tugasnya adalah mengevaluasi data yang masuk yang
ada pada beberapa faskes, dan mengembalikan data ke faskes yang
dikehendaki untuk di revisi jika perlu.
Supervisor provinsi merupakan pengawas program yang merupakan
dinas kesehatan dimana program iSTEMI tersebut berjalan, tugasnya me-
supervisi data yang sudah dimasukan dari regional dan dapat melihat sekup
data banyak dari daerah tersebut, namun tidak bisa mengedit data. Admin pusat
merupakan webmaster, atau developer yang menjaga data agar tetap aman,
tugasnya adalah maintenance website dan membantu submitter, koordinator,
serta supervisor secara teknis untuk melancarkan lalu lintas data pada aplikasi
web.

o Struktur dan Hierarki


Sistem manajemen data iSTEMI terbagi dua, yakni sistem manajemen
registri dan sistem manajemen jejaring. Saat ini jejaring yang sudah diajukan
adalah di Kota Kendari dengan RSUD Bahteramas sebagai koordinator regional
yang ditunjuk. Masing masing sistem mempunyai satu koordinator yang
disupervisi oleh komite pengawas dari SUDIN dan DINKES. Setiap faskes
paling tidak mempunyai satu koordinator dan submitter yang nantinya bertugas
untuk mengawasi dan memasukkan data. Tabel lengkap mengenai hierarki
dijelaskan dalam tabel berikut:
Pengajuan Kegiatan Pembentukan Jejaring iSTEMI dan Protokol
Jejaring

Rancangan program iSTEMI yang diajukan berupa beberapa


pertemuan dan pelatihan yang melibatkan pihak dari Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara, RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara, Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kota, BPJS Kesehatan, serta Fasilitas
Penyedia layanan kesehatan primer maupun sekunder lainnya di Sulawesi
Tenggara, dengan gagasan:

1. Rapat Kesepakatan iSTEMI. Hasil yang diharapkan adalah


kesepakatan pembentukan jejaring iSTEMI di Kota Kendari yang akan
menjadi program awal di Sulawesi Tenggara.

2. Pelatihan pertama iSTEMI dan Workshop Sindrom Koroner Akut.


Hasil yang diharapkan antara lain penunjukkan koordinator program
dan kesepakatan protokol tatalaksana kasus STEMI. Selain itu juga
dibentuk grup komunikasi melalui WhatsAPP messenger (WA), dll.

3. Pelatihan Kedua iSTEMI dan Pelatihan Fibrinolisis

4. Pelatihan Ketiga iSTEMI dan Penandatanganan Nota


Kesepahaman.

5. Pelatihan Keempat iSTEMI tentang Pengembangan program iSTEMI


serta sosialisasi online database

6. Aktivitas Untuk menungkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap


serangan jantung (efek langsung terhadap pemangkasan waktu patient
delay), seperti pelaksanaan klub Jantung Sehat, penyuluhan, Talkshow
radio/televisi.

7. Workshop EKG, Bedah Kasus, in-house training untuk dokter.

19
o Analisis Pembangunan Jejaring Tahun Pertama
Dari survei awal, terdapat 16 fasilitas kesehatan dalam kota yang
bersedia bergabung (Tabel 1). Pada pertemuan selanjutnya kami membuat
kesepakatan protokol jejaring untuk pelayanan serangan jantung khususnya
STEMI, mulai kontak medis pertama hingga dilakukan terapi reperfusi. Protokol
terapi ini dibuat dengan mempertimbangkan dan menggunakan fasilitas yang
sudah tersedia yaitu, sistem pelayanan gawat darurat terpadu dan media
komunikasi sosial seperti WhatsApp messenger. Sistem rujukan iSTEMI berupa
SRC and spoke telah disepakati untuk wilayah Kota Kendari (Gambar 1).

Gambar 1.Jejaring iSTEMI Kota Kendari

Pada Gambar 1, sesuai dengan pedoman strategi reperfusi, maka


seluruh kasus STEMI yang terkonfirmasi harus langsung dirujuk ke fasilitas yang
memiliki kemampuan untuk melakukan PCI primer/IKPP atau seminimalnya
terapi fibrinolitik. Apabila ini dilakukan maka RSUD Bahteramas menjadi satu-

20
satunya rujukan di wilayah Kota Kendari. Meskipun sistem komunikasi yang
terarah diharapkan mampu mengurangi penundaan waktu bagi pasien untuk
ditransfer ke fasilitas kesehatan yang dituju, jarak yang jauh antar RS luar
dengan RSUD Bahteramas (transfer antar kabupaten-kota) masih
mengakibatkan transfer time yang lama.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan (selain Primary PCI) agar terapi
revaskularisasi dapat segera diberikan kepada pasien STEMI ialah
pharmacoinvasive strategy, yang memungkinkan bagi setiap Rumah Sakit tanpa
fasilitas PCI. Strategi ini menggabungkan antara pemberian obat fibrinolitik
(apabila tidak terdapat kontraindikasi), kemudian selanjutnya dirujuk ke fasilitas
PCI apabila fibrinolisis gagal atau untuk evaluasi selanjutnya apabila proses
fibrinolisis berhasil.
Kemampuan untuk melakukan fibrinolitik di RS luar kemungkinan besar
terhambat karena administrasi pembayaran untuk RS tipe C sangat minim
(bahkan dengan obat fibrinolitik Streptokinase) dan terdapat selisih yang besar
antara besaran klaim BPJS dan untuk biaya obat dan perawatan intensif, hal ini
menyebabkan potensi kerugian untuk RS dengan tipe C. Masalah lainnya yang
dapat memperpanjang waktu transfer adalah ketersediaan mesin
elektrokardiografi (EKG) di puskesmas yang masih minim sehingga kasus STEMI
terlambat untuk terdeteksi. Untuk hal tersebut dibutuhkan dukungan pihak
pemerintah dan lintas sektor untuk jejaring Indonesia STEMI. Diharapkan dengan
dukungan jejaring Indonesia STEMI, dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas pasien STEMI di Provinsi Sulawesi Tenggara. Cakupan wilayah ini
nantinya diharapkan dapat meluas meliputi luar daerah seperti Kabupaten
Kolaka, Buton, Konawe, dan lainnya dengan memperhatikan ketersediaan
sumber daya yang ada.

21
Tabel 1. Proyeksi Fasilitas Kesehatan dalam Jejaring iSTEMI Kendari
Tipe
No Fasilitas Kesehatan Pemilik Peran BPJS
Fasilitas
1 Puskesmas Puuwatu Pemerintah Primer Spoke Ya
2 Puskesmas Abeli Pemerintah Primer Spoke Ya
Puskesmas Lepo-
3 Pemerintah Primer Spoke Ya
Lepo
4 Puskesmas Kandai Pemerintah Primer Spoke Ya
5 Puskesmas Poasia Pemerintah Primer Spoke Ya
6 RS Bhayangkara Kendari Polri RS tipe D Spoke Ya
7 RSIA Permata Bunda Swasta RS tipe D Spoke Tidak
8 RS PMI Kendari Swasta RS tipe D Spoke Ya
9 RSAD dr. Ismoyo TNI RS tipe D Spoke Ya
10 RSU Aliyah 1 Swasta RS tipe D Spoke Ya
11 RSU Aliyah 2 Swasta RS tipe D Spoke Ya
12 RS Santa Anna Swasta RS tipe D Spoke Ya
13 RSU Dewi Sartika Swasta RS tipe D Spoke Ya
14 RS Hati Mulia Swasta RS tipe D Spoke Tidak
15 RSUD Kota Kendari Pemerintah RS tipe C Spoke Ya
16 RSUD Bahteramas Sultra Pemerintah RS tipe B SRC** Ya

*Mampu melakukan fibrinolisis dan IKPP; **layanan reperfusi 24 jam; SRC:


Stemi Receiving Center.

22
Aliansi dan Pendidikan

o Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara


Jejaring dan registri iSTEMI berafiliasi dengan dinas kesehatan
Provinsi. Dinas kesehatan juga ikut berpartisipasi dalam mengontrol dan
mensupervisi jalannya data registri yang masuk dan keberhasilan jejaring.

o Rumah Sakit Umum Daerah Bahteramas


Jejaring dan registri iSTEMI berafiliasi dengan RSUD Bahteramas,
sebagai pelopor pilot program di Sulawesi Tenggara dan ikut memasukkan
data dan berpartisipasi dalam kelancaran jejaring dalam proses merujuk dan
mereperfusi pasien.

o Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo


Jejaring dan registri iSTEMI berafiliasi dengan Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo, dalam mendukung program jejaring iSTEMI, dimana
data yang ada pada RS rujukan merupakan data yang dapat dipergunakan
untuk kepentingan penelitian dan sarana pendidikan lebih lanjut.

o Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)


Jejaring dan registri iSTEMI berafiliasi dengan Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Sebagai kolegium dokter jantung yang
memayungi banyak kelompok kerja. Berjalannya submit data dan jejaring
yang ada di iSTEMI didukung oleh kolegium dan data yang ada dapat
dijadikan referensi oleh kolegium dalam membuat pedoman dalam bidang
kedokteran jantung dan pembuluh darah.

23
o Perhimpunan dokter Intervensi Kardiologi Indonesia (PIKI)
Jejaring dan registri iSTEMI berafiliasi dengan Perhimpunan Dokter
Intervensi Kardiologi Indonesia. Sebagai kolegium dokter jantung intervensi
yang memayungi banyak program kerja, termasuk dalam bidang penelitian,
iSTEMI merupakan salah satu program yang didukung dan data yang ada dapat
menjadi suatu referensi untuk kolegium dalam membuat program kerja maupun
pedoman.

o Kelompok Kerja Acute Cardiac Care (POKJA ACC)


Jejaring dan registri iSTEMI berafiliasi dengan Pokja Acute Cardiac Care
sebagai salah satu kelompok kerja yang dinaungi oleh PERKI Sebagai kolegium
dokter jantung yang memayungi banyak kelompok kerja. berjalannya submit
data dan jejaring yang ada di iSTEMI didukung oleh kolegium dan data yang
ada dapat dijadikan referensi oleh kolegium dalam membuat pedoman dalam
bidang kedokteran jantung dan pembuluh darah.

24
Kesimpulan

 Konsep jejaring iSTEMI telah dibentuk sejak bulan Juni 2014. Untuk
Registri iSTEMI, sampai April 2017 telah berjalan di 90 Fasilitas
Kesehatan di 35 Kota yang tersebar di 11 Provinsi di Indonesia.
 Dalam jejaring iSTEMi ini telah disepakati protokol penatalaksanaan
pasien STEMI dan sistem rujukan jika pasien diterima di fasilitas
kesehatan tanpa kemampuan terapi reperfusi. Fasilitas kesehatan
yang mampu melakukan reperfusi adalah RS yang dapat memberikan
terapi fibrinolisis atau melakukan tindakan intervensi koroner perkutan
(IKP) primer.
 Pilot program iSTEMI Kota Kendari merupakan perwujudan dari
konsep sistem jejaring regional dengan melibatkan sarana dan
prasarana dapat mempersingkat waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapat terapi reperfusi, sehingga mempunyai potensi untuk
membatasi kerusakan jaringan otot jantung beserta komplikasinya.
Dengan mengembangkan sistem jejaring di regional maka
keterlambatan sistem, waktu deteksi, waktu transfer dan waktu
reperfusi, dapat dipersingkat.
 Peran berbagai elemen pengampu kebijakan kesehatan sangat
diperlukan untuk tercapainya suatu sistem koordinasi yang dapat
diakses oleh masyarakat luas.

25
Kepustakaan

1. World Health Organization. Geneva, 2011


2. O’Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey Jr DE, Chung MK, de
Lemos JA, Ettinger SM, Fang JC, Fesmire FM, Franklin BA, et al.
ACCF/AHA guideline for the management of ST-elevation myocardial
infarction: executive summary: a report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines: developed in collaboration with the American
College of Emergency Physicians and Society for Cardiovascular
Angiography and Interventions. Catheter Cardiovasc Interv.
2013;82(1):E1-27.
3. Keeley EC, Boura JA, Grines CL. Primary angioplasty versus
intravenous thrombolytic therapy for acute myocardial infarction: a
quantitative review of 23 randomised trials. Lancet. 2003;361:13-20.
4. Lassen JF, Bøtker HE, Terkelsen CJ. Timely and optimal treatment of
patients with STEMI. Nat Rev Cardiol. 2013;10:41-8.
5. Task Force on the management of ST-segment elevation acute
myocardial infarction of the European Society of Cardiology (ESC)
Steg Ph G, James SK, Atar D, et al. ESC guidelines for the
management of acute myocardial infarction in patients presenting with
ST segment elevation. Eur Heart J 2012;33:2569-619.
6. Pedoman PERKI 2014 Tatalaksana Sindrom Koroner Akut
7. Khot UN, Jia G, Moliterno DJ, et al. Prognostic importance of physical
examination for heart failure in non–ST-elevation acute coronary
syndromes: the enduring value of Killip classification. JAMA
2003;290:2174-81.
8. Lloyd-Jones DM, Nam BH, D'Agostino RB Sr, et al. Parental
cardiovascular disease as a risk factor for cardiovascular disease in
middle-aged adults: a prospective study of parents and offspring.
JAMA 2004; 291:2204—2211
9. National Institute for Health and Care excellence, Acute Coronary
Sindromes in Adults Quality Standart. NICE UK 2014.
26
Lampiran 1

Susunan Kelompok Kerja iSTEMI, Sulawesi Tenggara

Advisory Board
President of Indonesian Heart Association: DR. Dr. Ismoyo Sunu, SpJP(K)
ISTEMI Program Leader RSJPDHK Jakarta : Dr. Dafsah A. Juzar, SpJP(K)
Chairman of IHA, South East Sulawesi: Dr. Sjarif Subijakto, SpJP(K)

iSTEMI Working Group, Kendari


Program Leader: Dr. Bimo Bintoro, SpJP(K)
Members:
Dr. Firman S. Dullah, SpJP
Dr. Jamaluddin, SpJP
Dr. Firman B. Leksmono, SpJP
Dr. Amelia Arindanie, SpJP
Dr. Adhytya Pratama A.
Dr. Zurezki Yuana Y.
Dr. Wa Ode Asfiyai S.

27
Lampiran 2. Plan Of Action Pembentukan Jejaring ISTEMI
Tujuan Kegiatan Agenda Sasaran Lokasi Waktu Perkiraan
Biaya
1. Rapat lintas sektor Pengenalan Kelompok Kerja ISTEMI Meeting Bulan Januari 10.000.000
program ISTEMI, Pusat dan Regional, Room, Hotel, 2018
pembahasan Pemerintah Daerah Aula Rumah
pembiayaan, Provinsi dan Kota, Dinas Sakit
paying hokum, Kesehatan, Pimpinan (opsional)
dan problem Fakultas Kedokteran,
solving lainnya. Pimpinan Rumah Sakit
dan Puskesmas,
Kesepakatan
pembentukan Pimpinan BPJS
jejaring 2. Rangkaian Pembentukan Kelompok Kerja ISTEMI Meeting Bulan Januari- 10.000.000/
iSTEMI di Kota Presentasi Survei jejaring, Pusat dan Regional, Room, Hotel, Februari 2018 event
Kendari. Awal pembentukan call Pemerintah Daerah Aula Rumah
center/whatsapp Provinsi dan Kota, Dinas Sakit
group, pembuatan Kesehatan, Pimpinan (opsional)
protokol Fakultas Kedokteran,
operasional, Pimpinan Rumah Sakit
penunjukan dan Puskesmas.
koordinator
program di setiap
fasyankes
Tujuan Kegiatan Agenda Sasaran Lokasi Waktu Perkiraan
Biaya
3. Rangkaian Pelatihan protokol Kelompok Kerja ISTEMI Meeting Bulan Maret- 50.000.000
Pelatihan STEMI diagnosis, Pusat dan Regional Room, Hotel, April 2018 (untuk 1x
dan program tatalaksana dan Peserta: dokter Aula Rumah pelatihan)
rujukan SKA yang koordinator program (PIC)
Indonesia STEMI Sakit
disepakati. dan staf medis terkait
Kendari (opsional)
pada masing-masing
Sosialisasi cara fasyankes (perawat,
registri data iSTEMI administrator, petugas
dan penekanan peningkatan mutu)
terhadap
pentingnya
Pengembangan pengisian data
Sumber Daya secara lengkap
Manusia dan
Fasilitas Lokal Distribusi protokol
dan sarana yang
dibutuhkan

Sosialisasi call-
center yang telah
didirikan

Pembentukan
jejaring komunikasi
antar koordinator
program.
.
4. Pelatihan Berbagi Kelompok Kerja ISTEMI Meeting Bulan Mei, 20.000.000/
menengah pengalaman & Pusat dan Regional, Room, Hotel, setiap triwulan event
diskusi kasus dokter koordinator Aula Rumah 2018
STEMI lokal secara program (PIC) Sakit
spesifik sejak (opsional)
kontak medis
pertama hingga
dilakukan reperfusi

Analisa data
regional setiap
triwulan dengan
umpan balik dari
peserta dan tim
iSTEMI pusat

Memantau
kemajuan program
dan
mengidentifikasi
masalah serta
solusinya
Tujuan Kegiatan Agenda Sasaran Lokasi Waktu Perkiraan
Biaya
5. ISTEMI weekend Stand Pemeriksaan dan Masyarakat Kota Mall, taman kota Bulan 5.000.000
Promosi edukasi kesehatan, Kendari kendari Maret-Mei
Program pembagian Pamflet pada 2018
ISTEMI masyarakat umum dipusat
kepada perbelanjaan/ taman kota
masyarakat
umum
Lampiran 3. Media Pengumpulan dan Penyimpanan Data

You might also like