Professional Documents
Culture Documents
Makalah Perkem Lansia Perkawinan
Makalah Perkem Lansia Perkawinan
PENYESUAIAN PERKAWINAN
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
FAKULTAS PSIKOLOGI
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah dengan judul “Penyesuaian Perkawinan” ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………..………..………….……ii
Daftar Isi…………………………………………….…………………………..iii
BAB I: Pendahuluan
A. Latar Belakang………………………………………………………...4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………..4
A. Kesimpulan…………………………………………………………..
B. Saran…………………………………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara 2 pribadi yang
berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Perkawinan juga
memerlukan penyesuaian secara terus-menerus. Setiap perkawinan, selain cinta
juga diperlukan saling pengertian yang mendalam, kesediaan untuk saling
menerima pasangan masing-masing dengan latar belakang yang merupakan
bagian dari kepribadiannya. Hal ini berarti mereka juga harus bersedia menerima
dan memasuki lingkungan sosial budaya pasangannya, dan karenanya diperlukan
keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi, serta saling penyesuaian diri yang
harmonis. Orang menikah bukan hanya mempersatukan diri, tetapi seluruh
keluarga besarnya juga ikut. Wismanto dalam Anjani (2006) menyatakan bahwa
proses pengenalan antar pasangan itu berlangsung hingga salah satu pasangan
mati, dan dalam perkawinan terjadi proses pengembangan yang didasari oleh
LOVE yaitu Listen, Observe, Value dan Emphaty.
Papalia (2011) Pada mayoritas masyarakat, pernikahan dianggap cara terbaik
menjamin keteraturan dalam membesarkan anak. Pernikahan memungkinkan
pembagian dalam hal konsumsi dan pekerjaan. Idealnya, pernikahan menawarkan
intimasi, komitmen, persahabatan, kasih sayang, pemuasan seksual,
pendampingan dan peluang bagi pertumbuhan emosional serta sumber identitas
dan kepercayaan diri yang baru. Oleh sebab itu dalam makalah ini akan dibahas
bagaimana penyesuaian perkawinan pada tiap fase masa dewasa yang terdiri dari
masa dewasa awal, dewasa tengah dan dewasa akhir (lansia).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penyesuaian perkawinan pada masa dewasa awal, dewasa tengah dan
dewasa akhir?
BAB II
PEMBAHASAN
Santrock (2010), Apapun gaya hidup yang dipilih dewasa muda, mereka akan
membawa tantangan tertentu. Karena banyak memilih gaya hidup pernikahan, kita
akan mempertimbangkan beberapa tantangan dalam pernikahan dan bagaimana
cara membuatnya bekerja. Kami juga memeriksa beberapa tantangan dalam pola
asuh dan tren melahirkan anak. Dengan statistik tentang tingkat perceraian di
bagian sebelumnya, kami kemudian akan mempertimbangkan bagaimana
menghadapi perceraian.
John Gottman (1994, 2006; Gottman & Gottman, 2009; Gottman, Gottman, &
Declaire, 2006) telah mempelajari kehidupan pasangan suami-istri sejak awal
tahun 1970an. Gottman menggunakan banyak metode untuk menganalisis apa
yang membuat pernikahan berkerja. Gottman mewawancarai pasangan mengenai
sejarah pernikahan mereka, filosofi mereka tentang pernikahan, dan bagaimana
mereka memandang perkawinan orang tua mereka. Dia merekam mereka
berbicara satu sama lain tentang bagaimana hkeseharian mereka dan
mengevaluasi apa yang mereka katakan tentang masa-masa baik dan buruk dari
pernikahan mereka. Gottman juga menggunakan tindakan fisiologis untuk
mengukur detak jantung, aliran darah, tekanan darah, dan fungsi kekebalan tubuh
waktu demi waktu. Dia juga memeriksa kembali pasangan yang menjadi
partisipannya setiap tahun untuk melihat bagaimana pernikahan mereka
berlangsung. Penelitian Gottman merupakan penilaian hubungan perkawinan
yang paling ekstensif. Saat ini, ia dan rekan-rekannya melibatkan 700 pasangan
dalam tujuh penelitian.
Pasangan yang memiliki komitmen kuat satu sama lain mungkin pada saat
konflik mengorbankan kepentingan pribadi mereka untuk kepentingan
pernikahan. Komitmen terutama menjadi penting ketika pasangan tidak bahagia
dalam menikah dan dapat membantu mereka mengalami masa-masa sulit dengan
harapan bahwa masa depan akan melibatkan perubahan yang lebih positif dalam
hubungan.
Untuk pasangan yang menikah lagi, strategi untuk mengatasi stres hidup di
keluarga tiri meliputi ini (Visher & Visher, 1989):
Keluarga inti
Karena rumah tinggal yang kecil kebanyakan keluarga Amerika hanya
terdiri dari keluarga inti saja yang terdiri dari orangtua dan anak anak.
Keluarga Besar
Kecuali didaerah pedesan dan kota-kota kecil, keluarga “besar” yang
terdiri dari keluarga inti dan beberapa saudara dekat yang tinggal dalam satu
atap,pada saat sekarang sudah tidak umum lagi.
Keluarga komunal
Dalam keluarga komunal, beberapa keluarga inti tinggal bersama
dengan mengambil tanggungjawab bersama dalam mengasuh anak anak
mereka dan mereka sering saling berganti pasangan.
Kawin muda
Perkawinan dan kedudukan sebagai orangtua sebelum orang muda
menyelesaikan perkawinan mereka dan secara ekonomis independen membuat
mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang
dipunyai oleh teman-teman yang tidak kawin atau orang-orang yang telah
mandiri sebelum kawin. Hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan menjadi
halangan bagi penyesuaian perkawinan.
Perkawinan campur
Penyesuaian terhadap kedudukan sebagai orang tua dan dengan para
saudara dari pihak istri dan sebaliknya, jauh lebih sulit daripada perkawinan
antar agama daripada bila keduanya berasal dari latarbelakang budaya yang
sama.
Selama tahun pertama dan kedua perkawinan pasangan suami istri harus
melakukan penyesuaian utama satu sama lain terhadap anggota keluarga masing-
masing, dan teman-temannya. Sementara mereka sedang melakukan penyesuaian,
sering timbul ketegangan emosional dan ini dipandang sebagai periode balai
keluarga muda.Setelah mereka saling menyesuaikan satu sama lain, dengan
anggota keluarga dan dengan kawan-kawan , mereka perlu menyesuaikan
kedudukan dengan mereka sebagai orangtua. Hal ini bisa menambah prolem
penyesuaian terhadap penyesuaian yang sedang dilakukan.
Orang yang menikah selama usia tigapuluhan tahun pada usia madya
seringkali membutuhkan banyak waktu untuk penyesuaian dan hasilnya tidak
sama puasnya seperti yang dilakukan pasangan yang kawin lebih awal. Akan
tetapi juga mereka yang menikah pada usia belasan atau awal duapuluhan
cenderung untuk lebih buruk dalam menyesuaikan diri sebagaimana nampan
bisnis. Bagimaa juga dalam kasus perkawinan, hubungan interpersonal jauh lebih
sulit untuk disesuaikan daripada dalam kehidupan bisnis, sebab dalam perkawinan
terdapat keruwetan oleh beberapa faktor yang tidak bisa timbul dalam kehidupan
individual.
Dari sekian banyak masalah penyesuaian diri dalam perkawinan, empat pokok
yang paling umum dan paling penting bagi kebahagiaan perkawinan adalah
penyesuaian dengan pasangan,penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan, dan
penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing pasangan.
Sedangkan wanita tidak biasa mnejadi subyek terhadap latihan seperti itu,
banyak wanita yang merasa ditolak keluarga dan teman-temannya selama masa
anak-anak, telah belajatr untuk tidak menunjukkan afeksi terhadap orang lain
sebagai pertahanan terhadap penolakan afeksi itu. Suami istri yang sudah terbiasa
untuk tidak menampakkkan ungkapan afeksi terhadap orang lain sebagai
ungkapan afeksi akan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang
angat dan intim sebab masing-masing mengartikan perilaku pasangannya sebagai
indikasi bahwa ia “tidak acuh”
Dengan hidup sebagai suami istri, orang harus belajar bagaimana mengatasi
berbagai masalah. Sementara hidup bersama bukanlah perilaku yag diterima
secara sosial.Ada beberapa bukti bahwa tinggal bersama demikian dapat
menciptakan perkawinan yang lebih baik dan menyingkirkan beberapa persoalan
yang bisa menimbulkan perceraian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan
4. Keserupaan nilai
Pasangan yang menyesuaikan diri dengan baik mempunyai nilai yang
lebih serupa daripada mereka yang penyesuaian dirinya buruk. Barangkali
latar belakang yang sama menghasilkan nilai yang sama pula.
5. Konsep peran
Setiap lawan pasangan mempunyai konsep yang pasti mengenal
bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap orang
mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika harapan terhadap
peran tidak terpenuhi, akan mengakibatkan konflik dan penyesuaiaan yang
buruk.
Penyesuaian seksual
Dorongan seksual
Sorongan seksual berkembang lebih awal pada pria daripada wanita dan
cenderung tetap demikian, sedang pada wanita timbul secara periodic, dengan
turun naik selama siklus menstruasi. Veriasi ini mempengaruhi minat dan
kenikmatan akan seks, yang kemudian mempengaruhi penyesuaian seksual.
Akan terjadi lebih sedikit konflik dan ketegangan jikalau suami istri itu
setuju untuk menggunakan alat pencegah kehamilan dibanding apabila antara
keduanya mempunyai perasaan yang berbeda tentang sarana tersebut.
Efek vasektomi
Bukan sama sekali tidak umum khususnya apabila pasangan suami istri masih
baru nikah dan tidak mengalami karena keluarga pihak pasangan mereka
mengendalikan kehidupan mereka, terutama jika mereka sebagian atau seluruhnya
bertanggungjawab untuk menanggung mereka. Sebaliknya, pasangan itu lebih tua,
lebih banyak pengalaman, dan mapan dalam keuangan, maka keluarga dari pihak
pasangan tidak mungkin mencampuri hidup mereka.
Stereotype tradisional
Keluargaisme
Mobilitas sosial
Orang dewasa muda yang status sosialnya meningkat di atas anggota
keluarga atau di atas status keluarga pasangannya mungkin saja tetap
membawa mereka dalam latar belakangnya. Banyak orang tua dan anggota-
anggota keluarga saling bermusuhan dengan pasangan muda.
Penyesuaian keuangan
Bagi banyak dewasa muda, peran orang tua direncanakan dengan baik,
dikoordinasikan dengan peran lain dalam kehidupan, dan dikembangkan dengan
situasi ekonomi individu. Bagi orang lain, mengetahui bahwa mereka akan
menjadi orang tua adalah kejutan yang mengejutkan. Dalam kedua hal tersebut,
calon orang tua mungkin memiliki emosi yang tercampur dan ilusi romantis
tentang memiliki anak.
Mitos dan Realita tentang Mengasuh Anak. Kebutuhan dan harapan orang tua
telah mendorong banyak mitos tentang mengasuh anak (DeGenova & Rice,
2008). Mitos pengasuhan ini meliputi:
Ada juga keuntungan memiliki anak nanti (di usia tiga puluhan): Orang tua
akan memiliki lebih banyak waktu untuk mempertimbangkan tujuan hidup
mereka, seperti apa yang mereka inginkan dari keluarga dan peran karir mereka;
Orang tua akan lebih dewasa dan akan bisa mendapatkan keuntungan dari
pengalaman hidup mereka untuk terlibat dalam pola asuh yang lebih kompeten;
dan orang tua akan lebih baik dalam karir mereka dan memiliki lebih banyak
pendapatan untuk biaya pemeliharaan anak.
Jika pernikahan tidak berjalan, apa yang terjadi setelah perceraian? Secara
psikologis, salah satu karakteristik paling umum dari orang dewasa yang bercerai
sulit dipercaya untuk mempercayai orang lain dalam hubungan romantis. Setelah
perceraian, kehidupan manusia bisa berubah beragam (Hoelter, 2009). Dalam
penelitian E. Mavis Hetherington, pria dan wanita mengambil enam jalur umum
untuk keluar dari perceraian (Hetherington & Kelly, 2002, hlm. 98-108):
Pola kehidupan keluarga yang mantap pada masa dewasa dini, kemudian
mulai berubah waktu memasuki usia tengah baya. Perubahan ini lebih terasakan
pada pensiunan karena pengaruh berkurangnya pendapatan, atau kematian suami
atau isteri di usia lanjut. Dari banyak penyesuaian yang dipusatkan di sekitar
hubungan keluarga yang harus diciptakan oleh orang usia lanjut meliputi lima
butir yang dianggap penting meliputi:
Sikap sosial
Status perkawinan
Terlalu akrab
Karena suami dan istri selalu bersama dalam jangka waktu yang
relative lama maka kondisi seperti ini cenderung akan mematikan
keinginan seksual pasangan tersebut di masa usia lanjut.
Impotensi
Banyak pria yang tiba-tiba yang menemukan dirinya menjadi
impoten pada suatu kesempatan tertentu kemudian tanpa
memperdulikan kondisi yang menimbulkannya, menarik diri dari
aktivitas seksual untuk menghindari pengalaman perusakan ego akan
episode ketidakmampuan seksual.
Pada usia lanjut, seperti halnya yang terjadi pada tingkat usia manapun,
aktivitas seksual sangat mempengaruhi penyesuaian perkawinan, dan
sebaliknya penyesuaian perkawinan juga mempengaruhi aktivitas seksual.
Bagaimanapun juga, aktivitas seksual bukan hanya sekadar menyangkut
mengatasi jumlah dan kualitasnya saja yang mempengaruhi penyesuaian
perkawinan, tetapi yang penting adalah apakah aktivitas seksual tersebut
sudah memenuhi kebutuhan kedua belah pihak pasangan tersebut. Apabila
wanita usia lanjut merasa bahwa hubungan seksualnya tidak memuaskan maka
mungkin mereka akan mencari sumber kepuasan dengan melakukan
masturbasi atau impian yang erotis dan berkhayal yang bukan-bukan,
sehingga sikap seksualnya menjadi tidak menyenangkan.
Tidak dapat disangkal lagi salah satu diantara penyesuaian yang utama yang
harus dilakukan oleh orang usia lanjut adalah penyesuaian yang harus dilakukan
karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh
kematian atau perceraian, walaupun umumnya disebabkan oleh kematian. Karena
alasan seperti itulah maka merupakan kebiasaan bagi wanita untuk menikah
dengan pria berumur sama atau lebih tua karena rata-rata pria lebih cepat
meninggal daripada wanita, maka menjanda di hari tua akan lebih sering terjadi
pada wanita dibanding pria.
Bila pria kehilangan istrinya segera setelah pensiun kejadian ini akan
menambah kesulitannya dalam menyesuaikan diri terhadap masa pensiun
karena disamping itu ia juga harus menyesuaikan diri terhadap masa
pensiun dan masa menduda. Bagi pria usia lanjut yang hidup sendiri
menemui kesulitan dalam menghilangkan kesepiannya dengan cara
mengembangkan minat baru
Salah satu cara pada orang usia lanjut dalam mengatasi masalah kesepian dan
hilangnya aktivitas seksual yang disebabkan karena tidak mempunyai pasangan
hidup, adalah dengan cara menikah kembali, menikah lagi pada masa dewasa ini
merupakan hal yang biasa daripada masa lalu, sebagian karena sikap sosial
terhadap perkawinan pada masa usia lanjut sekarang lebih ditolerir daripada
waktu dulu, terutama kalau hilangnya pasangan hidup karena perceraian, sebagian
lagi karena pada masa dewasa ini lebih banyak orang usia lanjut yang masih hidup
dari pada masa dulu.
Biasanya orang usia lanjut menikah dengan orang yang kira-kira seumur juga
namun terdapat juga sekarang kecenderungan yang besar untuk menikah dengan
orang yang lebih muda. Pria usia lanjut, seperti yang dilaporkan memilih wanita
yang lebih muda bila mereka menikah lagi. Sampai pada usia madya biasanya
wanita wanita menikahi pria yang lebih tua atau yang hampir seumur. Setelah itu
timbul kecenderungan yang sebaliknya, dan terdapat kecenderugan bagi wanita
usia lanjut menikah dengan pria yang lebih muda.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola penyesuaian perkawinan dilakukan secara bertahap. Pada fase dewasa
awal, seseorang harus melakukan beberapa penyesuaian seperti penyesuaian
dengan pasangan, penyesuaian dengan keluarga pasangan, penyesuaian keuangan,
menjadi orang tua (parenthood), serta penyesuaian apabila terjadi perceraian
(divorce). Kemudian pada fase dewasa tengah seseorang harus melakukan
penyesuaian terhadap perubahan pola keluarga, penyesuaian terhadap
penyesuaian peran, penyesuaian diri dengan pasangan, penyesuaian seksual,
penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan, penyesuaian diri dengan masa
kakek/nenek (grandparenthood), penyesuaian dengan anak yang telah dewasa, dan
penyesuaian dengan keluarga. sedangkan pada fase dewasa akhir seseorang akan
menghadapi beberapa penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam kehidupan
keluarga dalam usia lanjut seperti hubungan dengan pasangan, perubahan perilaku
seksual, hubungan dengan anak, hubungan dengan cucu, penyesuaian diri
terhadap hilangnya pasangan pada usia lanjut, perkawinan pada masa usia lanjut,
dan penyesuaian diri terhadap kesendirian pada masa usia lanjut.
B. Saran
Makalah dapat dijadikan sumber informasi bagi pasangan suami istri
mengenai bagaimana cara melakukan penyesuaian perkawinan, pentingnya
penyesuaian dan keikhlasan berumah tangga dan diharapkan pasangan suami istri
dapat melakukan penyesuaian perkawinan yang baik dengan pasangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anjani, Cinde. (2006). Pola Penyesuaian Perkawinan pada Periode Awal. INSAN
Vol. 8 No. 3, Desember 2006.