You are on page 1of 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asal Mula Tahu

Budaya makan tahu berasal dari Cina karena istilah tahu berasal dari Cina tao-

hu atau te-hu. Suku kata tao atau teu berarti kedelai, sedangkan hu berarti lumat

menjadi bubur. Secara harafiah, tahu berarti makanan dengan bahan baku kedelai yang

dilumatkan menjadi bubur (7).

Tahu tergolong makanan kuno dan berdasarkan pustaka kuno dari Cina dan

Jepang, pembuatan tahu dan susu kedelai pertama kali diperkenalkan oleh Liu An pada

tahun 164 SM, pada zaman pemerintahan dinasti Han. Liu An yang adalah filsuf, guru,

ahli hukum dan ahli politik dan juga mempelajari kimia dan meditasi ini kemudian

memperkenalkan tahu kedelai temuannya kepada para biksu. Oleh para biksu cara

membuat tahu ini disebarkan ke seluruh dunia sambil mereka menyebarkan agama

Budha. Sekarang produk ini telah dikenal seantero dunia dengan berbagai nama. Di

Jepang lazim disebut tohu, di negara-negara berbahasa Inggris bernama soybean curd

dan tofu (7).

Industri tahu di Indonesia mulai berkembang kemungkinan sejak kaum

emigrant Cina menetap dan bermukim di tanah air ini. Usaha ini dikembangkan sebagai

mata pencaharian dan tumpuan hidup (7).

6
7

2.2. Syarat Kualitas Tahu

Tahu merupakan pekatan protein kedelai dalam keadaan basah. Komponen

terbesarnya terdiri atas air dan protein. Berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII)

No. 0270-80, ditetapkan persyaratan mengenai standar kualitas tahu.

Standar kualitas tahu dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Air

Air yang digunakan dalam proses pengolahan dan pengawetan makanan serta

minuman, baik yang digunakan secara langsung (ditambahkan dalam produk), maupun

tidak langsung (digunakan dalam proses pencucian, perendaman, dan sebagainya),

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau;

b. bersih dan jernih;

c. tidak mengandung logam/bahan kimia berbahaya; dan

d. memiliki derajat kesadahan nol.

2. Protein

Komponen utama yang menentukan kualitas produk tahu adalah kandungan

proteinnya. Dalam Standar Mutu Tahu, ditetapkan kadar minimal protein dalam tahu,

yakni sebesar 9% dari berat tahu.

3. Abu

Abu dalam tahu merupakan unsur mineral yang terkandung dalam kedelai. Bila

kadar abu terlalu tinggi, berarti telah tercemar oleh kotoran, misalnya : tanah, pasir, dan

lain-lain, yang mungkin disebabkan oleh cara penggunaan batu tahu yang kurang benar.
8

Garam (NaCl) termasuk dalam kelompok abu, namun keberadaan garam dalam produk

tahu merupakan hal yang disengaja, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, daya

tahan, dan cita rasa. Kecuali garam, kadar abu yang diperbolehkan ada dalam tahu

adalah 1% dari berat tahu.

4. Serat kasar

Serat kasar dalam produk tahu dapat berasal dari ampas kedelai dan kunyit

(pewarna). Adapun kadar maksimal serat kasar yang diizinkan adalah 0,1% berat tahu.

5. Logam berbahaya

Logam berbahaya (As, Pb, Mg, Zn) yang terkandung dalam tahu antara lain

dapat berasal dari air yang tidak memenuhi syarat standar air minum serta peralatan

yang digunakan, terutama alat penggilingan.

6. Zat pewarna

Bahan pewarna yang beredar di pasaran sudah ditentukan penggunaannya,

misalnya untuk tekstil, kulit, cat, kertas, makanan, dan lain-lain. Pewarna yang boleh

digunakan dalam pembuatan tahu hanyalah pewarna alami (kunyit) serta pewarna yang

diproduksi secara khusus untuk makanan.

7. Bau dan rasa

Adanya penyimpangan bau dan rasa menandakan telah terjadinya kerusakan

(basi/busuk) ataupun pencemaran oleh bahan lain.

8. Lendir dan jamur

Keberadaan lendir dan jamur pada tahu menandakan adanya kerusakan atau

kebusukan.
9

9. Bahan pengawet

Untuk memperpanjang masa simpan, tahu dapat dicampur bahan pengawet

yang diizinkan berdasarkan SK Menteri Kesehatan, antara lain sebagai berikut.

a. Natrium (sodium) benzoat, dengan dosis 0,1%.

b. Nipagin (para amino benzoic acid/PABA), dengan dosis maksimal 0,08%

c. Asam propionat, dengan maksimal 0,3%.

10. Bakteri coli

Bakteri ini dapat berada dalam produk tahu bilamana dalam proses

pembuatannya digunakan air yang tidak memenuhi syarat standar air minum.

2.3. Aneka Tahu Komersial

Tahu diperdagangkan dengan berbagai variasi bentuk, ukuran dan nama. Selain

tahu putih dan tahu biasa, di pasar juga dikenal berbagai tahu komersial yang sudah

memiliki nama dan berciri khas. Misalnya tahu sumedang, tahu bandung, tahu cina,

tahu kuning, tahu takwa, maupun tahu sutera (7).

1. Tahu Sumedang

Tahu Sumedang disebut juga tahu pong atau tahu kulit. Tahu ini merupakan

lembaran-lembaran tahu putih setebal sekitar 3 cm dengan tekstur lunak dan kenyal.

Tahu putih ini disimpan dalam wadah yang telah berisi air. Tahu putih yang siap olah

biasanya dipotong kecil-kecil sebelum digoreng. Tahu gorengnya berupa tahu kulit

yang lunak dan kenyal. Isinya kosong (kopong – Jawa) sehingga disebut tahu pong.
10

Tahu Sumedang biasanya dikonsumsi sebagai makanan ringan dan dilalap dengan

cabai rawit.

2. Tahu Bandung

Tahu Bandung berbentuk persegi (kotak), tekstur agak keras dan kenyal,

warnanya kuning karena sebelumnya telah direndam air kunyit. Tahu digoreng dengan

mengoleskan sedikit minyak di wajan. Tahu ini enak dimakan dengan lalap cabai rawit.

3. Tahu Cina

Tahu Cina berupa tahu putih, teksturnya lebih padat, halus dan kenyal

dibandingkan tahu biasa. Ukurannya sekitar 12 cm x 12 cm x 8 cm. Ukuran dan bobot

tahu relatif seragam karena proses pembuatannya dicetak dan dipres dengan mesin.

Dalam pembuatannya, digunakan sioko (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal

protein sari kedelainya.

4. Tahu Kuning

Tahu kuning mirip tahu Cina. Bentuknya tipis dan lebar. Warna kuning

dikarenakan sepuhan atau larutan sari kunyit. Tahu ini banyak digunakan dalam

masakan cina.

5. Tahu Takwa

Tahu Takwa merupakan tahu khas Kediri, Jawa Timur. Kalau ditekan, tahunya

terasa padat. Proses pengolahan tahu takwa pada prinsipnya sama dengan tahu biasa,

hanya terdapat perbedaan dalam perlakuan, terutama pada perendaman kedelai dan

pengepresan tahu. Bahan bakunya dipilih kedelai lokal yang berbiji kecil-kecil.

Penggumpalan sari kedelai menggunakan asam cuka.


11

Sebelum dipasarkan, tahu takwa dimasak atau dicelup beberapa menit dalam

air kunyit mendidih sehingga warnanya menjadi kuning. Tahu dijual dan disimpan

dalam keadaan kering tanpa perlu direndam air seperti tahu putih biasa.

6. Tahu Sutera

Di pasar swalayan, dapat ditemukan tahu sutera, tahu jepang, atau tofu. Tahu

ini sangat lembut dan lunak. Ulu tahu ini mudah sekali rusak sehingga harus diolah.

Namun, sekarang proses pembuatannya lebih modern sehingga produknya lebih tahan

lama. Oleh karenanya, tahu sutera sekarang disebut juga long life tofu. Tahu yang

berasal dari Jepang ini biasanya dikonsumsi sebagai makanan penutup (dessert) dan

disajikan sirup jahe agar cita rasanya lebih lezat.

2.4. Pembuatan Tahu

Secara umum, proses pembuatan tahu terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap

persiapan, tahap proses produksi, dan tahap finishing (8).

1. Tahap Persiapan

Kegiatan pokok pada tahap persiapan meliputi persiapan bahan baku dan

persiapan bahan penggumpal.

a. Persiapan bahan Baku

Agar proses pembuatan tahu dapat berjalan lancar, maka bahan baku perlu

dipersiapkan terlebih dahulu. Urutan langkah kerja kegiatan persiapan kedelai sebagai

bahan baku adalah sebagai berikut.


12

1) Pembersihan

Biji-biji kedelai dari pasar biasanya tercampur dengan berbagai

kotoran,misalnya kerikil, butiran tanah, kulit ataupun batang kedelai. Agar tidak ikut

tergiling, kotoran tersebut harus disisihkan (dibersihkan) terlebih dahulu. Kotoran yang

kering dan ringan (kulit dan batang-batang kedelai) dapat dipisahkan dengan cara

ditampi. Sementara, pembersihan kotoran yang berat, misalnya kerikil dan butiran

tanah, harus dilakukan dengan tangan.

2) Pengeringan

Tingkat kekeringan pada kedelai kering hanya cukup untuk memenuhi syarat

penyimpanan atau pengawetan, namun belum cukup untuk kedelai yang akan diproses

menjadi tahu. Pengeringan lanjut dapat dilakukan dengan cara penjemuran ataupun

pemanasan dalam oven dengan suhu 40° C - 60° C. Kedelai yang akan dikeringkan

ditebarkan ke atas perangkat penjemuran ataupun lengser aluminium. Pengeringan

dilakukan hingga kulit luar kedelai pecah-pecah. Waktu pengeringan atau penjemuran

berkisar antara 3 – 7 hari berturut-turut, tergantung kondisi sinar matahari. Tujuan

utama proses pengeringan biji kedelai adalah untuk mepermudah pelepasan kulit

kedelai dalam proses penggilingan.

3) Pemisahan kulit

Setelah kedelai dikeringkan, maka pemisahan kulit kedelai akan mudah

dilakukan dengan cara menampinya.


13

4) Pelunakan

Agar kedelai mudah hancur pada saat penggilingan dan dapat diperoleh sari

kedelai dalam jumlah maksimal, perlu dilakukan penambahan bahan kimia pelunak

yang berupa soda kue. Larutan pelunak dibuat dengan mencampurkan soda kue ke

dalam air bersih mendidih dengan konsentrasi 5 g per 10 liter air bersih dan diaduk-

aduk agar seluruh soda kue larut. Larutan pelunak diperlukan sebanyak tiga kali volume

kedelai yang akan dilunakkan. Untuk tiap 10 kg kedelai kering, diperlukan larutan

pelunak sebanyak ± 30 liter. Pelunakan biji kedelai dilakukan dengan merendam

kedelai kering pecah-pecah dalam larutan pelunak yang masih panas selama 6 - 24 jam

atau sampai kedelai cukup lunak. Apabila diperlukan, kedelai dapat dimasukkan pada

saat larutan pelunak masih mendidih dan dibiarkan beberapa saat hingga mendidih

kembali.

5) Pencucian dan Penirisan

Setelah kedelai mengembang dan cukup lunak, segera diangkat dari dalam

larutan pelunak, dicuci, serta dibilas beberapa kali agar benar-benar bersih. Soda kue

yang masih tersisa akan dapat menyebabkan rasa pahit, maka kedelai tersebut harus

ditiriskan. Kedelai tanpa kulit yang telah lunak akan menghasilkan tahu yang kenyal

dan dalam jumlah yang maksimal dengan limbah berupa ampas yang minimal. Bahkan,

dimungkinkan tanpa menyisakan ampas sama sekali.

b. Persiapan Bahan Penggumpal

Proses pembuatan tahu memerlukan bahan penggumpal untuk menggumpalkan

protein yang masih tercampur di dalam sari kedelai. Dengan demikian, akan diperoleh
14

bubur tahu yang dapat dicetak. Bahan penggumpal dapat berupa asam cuka encer, batu

tahu (sioh koo) atau kalsium sulfat, ataupun cairan sisa (whey). Untuk memilih bahan

penggumpal yang tepat, perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai daya gunanya,

kemudahan penyediaan dan penggunaannya, serta keuntungan dari sisi ekonominya.

Langkah pemrosesan masing-masing bahan hingga menjadi bahan penggumpal

protein adalah sebagai berikut.

1) Alternatif I

Pada alternatif I, digunakan bahan baku berupa asam cuka keras. Asam cuka ini

perlu diencerkan terlebih dahulu sesuai dengan kebutuhan agar penggumpalan berjalan

dengan lancar dan merata. Sebenarnya, asam cuka pekat juga bisa digunakan untuk

menggumpalkan protein namun digunakan dalam volume yang sangat kecil yaitu

hanya 0,5 ml untuk 1 liter sari kedelai. Mengingat volume yang sangat kecil tersebut,

dikhawatirkan akan terjadi penggumpalan pada saat pencampuran belum merata,

sehingga sisa asam cuka terperangkap dalam gumpalan protein (tahu).

Bahan penggumpal protein alternatif pertama ini dibuat dengan cara sebagai

berikut.

a) Siapkan 200 cc atau 200 ml asam cuka keras dalam wadah yang terbuat dari

kaca/gelas, plastik, ataupun email.

b) Campurkan sedikit demi sedikit air bersih sebanyak 500 cc sambil diaduk.

c) Bahan penggumpal protein (alternatif I) siap digunakan dengan

ketentuan : tiap cc asam cuka encer dapat digunakan untuk menggumpalkan

protein dari 1 liter kedelai.


15

2) Alternatif II

Pada alternatif II, digunakan bahan baku berupa batu tahu. Bahan tambang yang

berbentuk seperti lempengan pecahan kaca yang tidak beraturan ini sering disebut gips.

Agar dapat digunakan sebagai bahan penggumpal protein, maka gips tersebut perlu

diproses sebagai berikut.

a) batu tahu berbentuk pecahan kaca dibakar beberapa saat, kemudian ditumbuk

halus (dihancurkan) dan diayak menjadi serbuk berwarna putih (serbuk gips).

b) Serbuk gips dilarutkan dalam air bersih hingga jenuh (tidak mampu lagi

melarutkan serbuk).

c) Larutan jenuh batu tahu dibiarkan beberapa saat agar butir-butir serbuk yang

tidak dapat larut mengendap di dasar wadah. Kemudian, endapan dipisahkan dan

diambil cairan jernihnya. Cairan jernih inilah yang kemudian digunakan sebagai

bahan penggumpal protein.

3) Alternatif III

Pada alternatif III ini hampir tidak perlu dilakukan kegiatan apapun, karena

hanya diperlukan pemisahan sebagian dari cairan sisa penggumpalan (whey),

sementara yang lainnya dibuang atau dimanfaatkan untuk pupuk, pakan ternak, dan

sebagainya. Kemudian whey yang telah dipisahkan disimpan selama 24 jam ( 1 hari 1

malam), dan pada hari berikutnya sudah mampu berperan sebagai bahan penggumpal

protein. Umumnya, di lapangan whey lebih banyak dipilih karena sudah tersedia di

lokasi setempat. Selain itu, tidak diperlukan biaya dan penanganan khusus.
16

2. Tahap proses produksi

Urutan proses pengolahan kedelai menjadi produk tahu adalah sebagai berikut.

a. Kedelai lunak siap pakai

Kedelai yang telah diproses pada tahap persiapan telah menjadi kedelai lunak

siap pakai. Dalam hal ini, di beberapa industri kecil tahu dilakukan pemrosesan kedelai

secara langsung tanpa mengalami tahap persiapan terlebih dahulu. Kedelai hanya

direndam beberapa saat dan kemudian langsung digiling. Dengan cara demikian, ampas

yang diperoleh akan relatif lebih banyak dibandingkan dengan tahunya.

b. Pembuatan bubur kedelai

Untuk mendapatkan sari kedelai, kedelai lunak harus dihancurkan terlebih

dahulu melalui proses penggilingan. Proses pembuatan bubur kedelai adalah sebagai

berikut.

1) Penggilingan

Kedelai dapat digiling dengan menggunakan mesin penggiling atau dengan

gilingan batu. Selama proses penggilingan berlangsung harus selalu dikucur air panas.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bubur kedelai adalah sebagai

berikut.

a) Penggilingan kedelai dilakukan setelah proses pengupasan kulit kedelai. Dengan

demikian, penggilingan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan hasil yang

diperoleh lebih halus/lembut, serta rendemen lebih tinggi.


17

b) Selama proses penggilingan selalu dilakukan penyiraman dengan air sedikit demi

sedikit (sebaiknya digunakan air mendidih untuk mempertinggi rendemen dan

sekaligus menghilangkan bau langu kedelai).

2) Pengukuran volume bubur kedelai

Hasil penggilingan berupa bubur kedelai ditampung, kemudian diukur

volumenya dengan menggunakan alat ukur pengganti, misalnya bak plastik.

3) Pengenceran

Pengenceran bubur kedelai dilakukan dengan air bersih. Volume air bersih yang

ditambahkan sama dengan volume bubur kedelai yang akan diencerkan. Pengadukan

perlu dilakukan agar pencampuran terjadi secara merata.

c. Perebusan bubur kedelai

Perebusan bubur kedelai memerlukan api besar sehingga digunakan kompor

brander. Dalam perebusan ini, dilakukan proses pendidihan sebanyak dua kali. Pada

saat terbentuk busa pada permukaan bubur kedelai (pendidihan pertama), segera

disiramkan air bersih dingin secukupnya secara merata di seluruh permukaan. Dengan

demikian, busa tersebut tidak akan meluap keluar namun akan turun kembali,

sementara api tetap menyala besar. Pada saat timbul busa lagi untuk yang kedua kalinya

(pendidihan kedua), berarti perebusan bubur kedelai sudah dianggap cukup dan api bisa

dimatikan.
18

d. Penyaringan

Bubur kedelai dalam kondisi panas akan disaring dengan saringan gantung yang

terbuat dari kain. Cairan sari kedelai hasil penyaringan akan tertampung dalam bak

penggumpalan. Ampas diperoleh setelah dibilas dan diperas kuat-kuat.

Ampas tersebut masih mengandung 10% - 17% protein, sehingga sayang

apabila tidak dimanfaatkan. Ampas yang dihasilkan dikumpulkan jadi satu dan masih

dapat dimanfaatkan untuk membuat tempe, oncom, makanan ternak, tepung bubur

balita, dan tepung kedelai.

e. Penggumpalan protein sari kedelai

Cairan sari kedelai yang masih panas (± 70ºC) dicampur pelan-pelan dan sedikit

demi sedikit dengan bahan penggumpal yang sudah disiapkan sebelumnya. Bahan

penggumpal mula-mula ditempatkan dalam sendok besar yang digerakkan ke seluruh

bagian permukaan sari kedelai dengan posisi agak miring, sehingga akan tumpah

sedikit demi sedikit. Cairan sari kedelai yang semula berwarna putih susu akan pecah

dan di dalamnya terbentuk butiran-butiran protein yang akhirnya akan bergabung

membentuk gumpalan dan mengendap ke dasar bak (inilah yang merupakan bakal

tahu). Setelah itu, cairan akan menjadi bening. Bila keadaan sudah demikian, berarti

seluruh protein sudah menggumpal dan mengendap. Secepatnya carian bening

dipindahkan ke tempat penyimpanan cairan bekas. Agar bubur tahu tidak terbawa serta,

perlu diletakkan alat dari anyaman bambu atau kain saring untuk membatasinya,

sehingga seluruh cairannya dapat dipindahkan dengan aman.


19

f. Pencampuran bahan tambahan

Bahan tambahan yang direncanakan akan dicampurkan (garam,

pengawet,flavor sintetis) segera dituangkan sedikit demi sedikit ke dalam bubur kedelai

sambil diaduk agar tercampur rata. Kegiatan pencampuran bahan tambahan ini harus

dilakukan secara cepat sebelum suhu bubur kedelai mengalami penurunan. Suhu bubur

kedelai harus dipertahankan tetap berada di atas 60ºC agar bubur tetap dicetak dengan

mudah.

g. Pencetakan tahu

Dalam keadaan panas, pencetakan bubur harus segera dilakukan. Pencetakan

tersebut dilakukan sebagai berikut.

1) Cetakan disiapkan.

2) Kain saring diletakkan di atas cetakan secara merata hingga seluruh permukaan

cetakan tertutup kain saring.

3) Bubur tahu dalam keadaan panas dituangkan hingga penuh ke atas cetakan yang

telah dilapisi kain saring.

4) Setelah penuh, sisa kain saring ditangkupkan hingga menutup permukaan bubur

tahu dalam cetakan.

5) Alat kempa (pemberat) diletakkan di atas bubur tahu dalm cetakan agar sebagian

dari cairan tahu terperas keluar dan tahu yang dihasilkan cukup keras.

6) Biarkan bubur tahu berada dalam cetakan selam 10 – 15 menit atau sampai cukup

keras dan tidak hancur apabila diangkat (biasanya pemberat yang diletakkan di

atasnya disesuaikan dengan ukuran/kekerasan tahu yang diinginkan).


20

7) Selanjutnya, pemberat diambil dan kain saring dibuka, tahu segera dipotong-potong

sesuai ukuran yang dikehendaki (bila cetakannya berupa lempengan). Potongan-

potongan tahu selanjutnya direndam di air dingin dalam bak yang terbuat dari logam

tahan karat untuk selanjutnya dipasarkan/didistribusikan.

Dengan demikian, proses pembuatan tahu telah selesai dan dapat diteruskan ke

tahap finishing.

3. Tahap finishing

Kegiatan tahap finishing pada dasarnya meliputi beberapa kegiatan berikut:

pewarnaan, penambahan bahan pengawet, pengemasan, pasteurisasi, dan

penggorengan. Namun tidak semua jenis tahu memerlukan seluruh kegiatan finishing

tersebut. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan berkaitan dengan kegiatan

dalam tahap finishing , yaitu sebagai berikut.

a. Alternatif I ( Pewarnaan + Garam)

Tahu yang diwarnai umumnya hanya terbatas pada tahu yang dicetak agak keras

(padat) dan ditambah garam (agar lebih lezat) serta dipasarkan dengan harga yang lebih

tinggi. Warna kuning sering dianggap semacam code atau tanda khusus bagi tahu yang

berkualitas (wajar bila harganya lebih mahal). Warna kuning dapat diperoleh dari

penambahan bahan pewarna ataupun kunyit yang juga memiliki kemampuan sebagai

bahan pengawet. Pewarnaan dan penggaraman tahu dapat dilakukan antara lain dengan

cara sebagai berikut.

1. Pewarna, garam, dan air dicampur rata, kemudian dimasukkan ke dalam wajan

(untuk mempermudah pengadukan), dan dipanaskan hingga mendidih.


21

2. Potongan tahu dimasukkan ke dalamnya, diaduk-aduk, dan pemanasan dilanjutkan

hingga warna kuning yang melekat dianggap cukup.

3. Selanjutnya, tahu diangkat dari dalam wajan dan ditiriskan.

b. Alternatif II

Agar dapat menyajikan tahu dalam penampilan yang berbeda, beberapa

pengusaha tahu memilih menyajikan tahu siap saji dalam bentuk matang dan dengan

harga yang relatif murah karena menggorengnya tidak menggunakan minyak kelapa

melainkan dengan air mendidih. Adapun caranya adalah sebagai berikut.

1) Tahu yang telah keras dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan.

2) Wajan diisi air sebagaimana halnya minyak untuk menggoreng, kemudian

dipanaskan hingga mendidih.

3) Potongan tahu yang masih panas dimasukkan ke dalam wajan berisi air mendidih

dan “digoreng” (perlakuan sebagaimana menggoreng tahu) hingga bagian yang

menempel di dasar wajan menjadi cokelat, kemudian dibalik dan seterusnya hingga

seluruh permukaan berwarna cokelat dan matang. Selanjutnya, tahu yang telah

matang dan berwarna cokelat diangkat dari dalam wajan dan ditiriskan.

2.5. Pewarna Makanan

Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada

beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya; di samping itu

ada faktor lain, misalnya sifat mikrobiologis. Tetapi sebelum faktor-faktor lain

dipertimbangkan, secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang
22

sangat menentukan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik

tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi

kesan menyimpang dari warna yang seharusnya. Selain sebagai faktor yang ikut

menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau

kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan ditandai dengan

adanya warna yang seragam dan merata (9).

Umumnya makanan dapat memiliki warna karena lima hal:

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan, sebagai contoh klorofil

yang memberi warna hijau, karoten yang memberi warna jingga sampai merah, dan

mioglobin yang memberi warna merah pada daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan. Reaksi ini akan memberikan

warna cokelat sampai kehitaman, contohnya pada kembang gula karamel, atau pada

roti bakar.

3. Reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gugus amino protein dengan gugus karbonil

gula pereduksi, reaksi ini memberikan warna gelap misalnya pada susu bubuk yang

disimpan lama.

4. Reaksi senyawa organik dengan udara (oksidasi) yang menghasilkan warna hitam,

misalnya warna gelap atau hitam pada permukaan buah-buahan yang telah dipotong

dan dibiarkan di udara terbuka beberapa waktu. Reaksi ini dipercepat oleh adanya

kontak dengan oksigen.

5. Penambahan zat warna, baik alami maupun sintetik. Zat warna sintetik termasuk ke

dalam zat adiktif atau bahan makanan tambahan makanan (BTM) yang
23

penggunaannya tidak bisa sembarangan (10).

Pada tahun 1960 dikeluarkan peraturan mengenai penggunaan zat pewarna

yang disebut Color Additive Amandement yang dijadikan undang-undang. Dalam

undang-undang ini zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan

uncertified color

1. Certified color

Ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake. Keduanya

adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye telah melalui

prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang ditetapkan FDA (Food and Drug Act).

Sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak merupakan

warna campuran, juga harus mendapat sertifikat.

a. Dye

Dye adalah zat pewarna yang pada umumnya bersifat larut dalam air dan

larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah

propilenglikol, gliserin atau alkohol. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta,

maupun cairan yang pengunaannya tergantung kondisi bahan, kondisi proses, dan zat

pewarnanya sendiri.

b. Lake

Diijinkan pemakaiannya sejak tahun 1959, dan penggunaannya meluas dengan

cepat. Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal bebas

(Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina atau Al(OH)3. Lapisan alumina ini

tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Sesuai
24

dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, zat pewarna ini digunakan untuk produk-

produk yang tidak boleh terkena air. Lake sering kali lebih baik digunakan untuk

produk-produk yang mengandung lemak dan minyak. Daya mewarnai lake adalah

dengan membentuk disperse yang menyebar pada bahan yang diwarnai.

2. Uncertified Color Additive

Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat pewarna

mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten dan kantaxantin

yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya, zat pewarna ini bebas

dari prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang telah tetap. Satu-satunya zat pewarna

uncertified yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah carbon black.

2.5.1. Peraturan Pemakaian Zat Pewarna untuk Makanan

Uncertified color atau pewarna sintetik tidak dapat digunakan sembarangan. Di

negara maju, pewarna jenis ini harus melalui proses sertifikasi terlebih dahulu sebelum

digunakan pada bahan makanan.

Di Indonesia peraturan penggunaan zat pewarna sintetik baru dibuat pada

tanggal 22 Oktober 1973 melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK/73, sedangkan di

Amerika Serikat aturan pemakaian pewarna sintetik sudah dikeluarkan sejak tahun

1906. Peraturan ini dikenal dengan Food Drug and Act (FDA) yang mengijinkan

penggunaan tujuh macam zat pewarna sintetik, yaitu orange no. 1, erythrosine,

ponceau 3R, amaranth, indigotine, napthol – yellow, dan light green. Sejak itu banyak

pewarna lain yang mendapat izin untuk digunakan pada bahan makanan setelah

mengalami berbagai pengujian fisiologis. Pada tahun 1938 FDA disempurnakan


25

menjadi Food, Drug, and Cosmetic Act (FD & C). Sejak itu zat pewarna sintetik dibagi

menjadi tiga kelompok: FD & C color, untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetik; D

& C, untuk obat-obatan dan kosmetik (tidak dapat digunakan untuk makanan); dan Ext

D & C yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan dan kosmetik dalam jumlah yang

dibatasi.

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI telah mengeluarkan Surat

Keputusan tentang jenis pewarna alami dan sintetik yang diijinkan serta yang dilarang

digunakan dalam makanan pada tanggal 19 Juni 1979 No. 235/Menkes/Per/VI/79.

Kemudian disusul dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 1 Mei 1985

No. 239/Menkes/Per/V/85, yang berisikan jenis pewarna yang dilarang. Dan terakhir

telah dikeluarkan pula Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/88,

yang mengatur batas penggunaan maksimum dari pewarna yang diijinkan untuk

makanan.

Untuk menjamin pelaksanaan pengaturan tentang bahan tambahan makanan ini,

Departemen Kesehatan melakukan pengawasan makanan. Pengawasan bahan

tambahan makanan, selain ditujukan pada bahan tambahan makanan itu sendiri, juga

pada makanan yang mengandung bahan tambahan makanan. Pengawasan dilakukan

oleh Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman pada tingkat pusat oleh Kantor

Wilayah Departemen Kesehatan, Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan, serta Kantor

Departemen Kesehatan Daerah di tingkat daerah.


26

Selanjutnya di bawah ini diuraikan zat pewarna yang dinyatakan sebagai Bahan

Berbahaya Dalam Obat dan Makanan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan.

Berikut ini adalah pewarna yang diijinkan penggunaannya di Indonesia, yaitu :

Tabel 2.1. Zat Pewarna bagi Makanan dan Minuman yang diijinkan di Indonesia

Warna Nama Nomor Indeks Nama

I. Zat warna alam


Merah Alkanan 75520
Merah Cochineal red (karmin) 75470
Kuning Annato 75120
Kuning Karoten 75130
Kuning Kurkumin 75300
Kuning Safron 75100
Hijau Klorofil 75810
Biru Ultramarin 77007
Coklat Karamel -
Hitam Carbon Black 77266
Hitam Besi oksida 77499
Putih Titanium oksida 77891
II. Zat warna sintetik
Merah Carmoisine 14720
Merah Amaranth 16185
Merah Erythrosine 45430
Oranye Sunsetyellow FCF 15985
Kuning Tartrazine 19140
Kuning Quinelene yellow 47005
Hijau Fast Green FCF 42053
Biru Brilliant blue FCF 42090
Biru Indigocarmine (Indigotine) 42090
Ungu Violet GB 42640

Sumber : Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman (1994)


27

Tabel 2.3. Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Bahan Tambahan


Makanan Berupa Zat Pewarna Kuning Buatan yang diijinkan
No Nama Bahan Tambahan Makanan Jenis/ Bahan Batas
. Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Makanan Maksimum
Penggunaan
1. Kuning FCF Sunset Yellow 1. Jem atau 200 mg/kg
jelli tunggal atau
FCF C.I Food campuran
Yellow 3 dengan pewarna
FD&C Yellow 6 Lain
Food Yellow 5 C.I 2. Marmalad 200 mg/kg
No. 15985 3. Udang 30 mg/kg
kalengan produk akhir
(total campuran
dengan pewarna
lain)
4. Buah pir 200 mg/kg
kalengan tunggal atau
campuran
dengan pewarna
Lain
5. Buah prem 300 mg/kg
(plum) tunggal atau
kalengan campuran
dengan pewarna
Lain
6. Jem atau 200 mg/kg
jelli tunggal atau
campuran
dengan pewarna
Lain

2. Tartrazine Tartrazine 1. Lihat coklat Lihat coklat HT


CI Food HT
Yellow 4 2. Yoghurt 18 mg/kg
Blue 2 beraroma dan tunggal atau
FD&C produk yang campuran
Yellow No.5 dipanaskan dengan pewarna
C.I No. 19140 setelah Lain
fermentasi
3. Es krim dan
sejenisnya 100 mg/kg
4. Buah pir produk akhir
28

kalengan (total campuran


5. Ercis dengan pewarna
kalengan lain)
200 mg/kg
tunggal atau
campuran
6. Kapri dengan pewarna
kalengan Lain
100 mg/kg
Sumber : Permenkes RI No. 722/Menkes/PER/IX/1988

2.6. Pewarna pada Tahu

Ada dua jenis pewarna makanan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik.

Produk tahu biasanya berwarna kuning. Pewarna kuning dapat menggunakan

pewarna alami atau pewarna buatan/sintetik makanan yang diizinkan

penggunaannya (8).

Pewarna alami tahu biasanya menggunakan ekstrak kunyit. Kunyit yang

berfungsi sebagai bahan pengawet, sebagaimana halnya dengan penambahan

garam. Pewarnaan tahu dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut (8).

a. Kunyit dicuci dan diparut. Hasil parutan direbus hingga mendidih, kemudian

disaring.

b. Cairan kunyit tersebut selanjutnya digunakan untuk merebuis tahu yang sudah

selesai dicetak.

c. Kadang kala garam tidak ditambahkan pada bubur tahu, akan tetapi ditambahkan

pada air kunyit tersebut. Namun, rasa enak (gurih) tidak sampai ke bagian dalam

tahu.

Tahu yang diberi pewarna alami ini cukup mudah dikenali karena pada

permukaannya terdapat sedikit gumpalan-gumpalan dan beraroma khas kunyit.


29

Para pembuat tahu biasanya lebih suka menggunakan pewarna sintetik dari pada

pewarna alami karena lebih mudah penggunaannya dan warna tahu lebih cerah.

Namun, pewarna sintetik yang digunakan kadang kala bukan pewarna makanan,

melainkan pewarna cat atau kain yang bisa membahayakan kesehatan (11).

Tabel 2.4. Pewarna Makanan yang Dapat Digunakan Dalam

Pembuatan Tahu

No. Nama Indeks Warna Nomor Batas Maksimum


Pemakaian
1. Kuning kuniolin (kuning muda) 47005 300 mg/kg (tunggal atau
FD & C Yellow 13 campuran dengan
pewarna lain)
2. Kuning FCF (kuning telur) 15935 300 mg/kg (tunggal atau
FD & C Yellow 6 campuran dengan
pewarna lain)
3. Tartrasin (kuning oranye) 19140 300 mg/kg (tunggal atau
FD & C Yellow 5 campuran dengan
pewarna lain)

2.7. Dampak Zat Pewarna pada Kesehatan

Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun

mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, di antaranya dapat

membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan

mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama

pengolahan, namun dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia.

Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi bila (12) :

1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang.

2. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama.


30

3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu

tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari dan

keadaan fisik.

4. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan pewarna

sintetis secara berlebihan.

5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak

memenuhi persyaratan.

Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri

makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga

konsumen tergugah untuk membelinya. Namun sudah sejak lama pula terjadi

penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk

digunakan sebagi zat aditif. Contohnya adalah rhodamine B, yaitu zat pewarna yang

lazim digunakan dalam industri tekstil namun digunakan sebagai pewarna

makanan, dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati.

Makanan yang diberi zat pewarna Rhodamine B dan Methanyl yellow

biasanya berwarna lebih terang dan memiliki rasa agak pahit. Kelebihan dosis

pewarna ini dapat menyebabkan kanker, keracunan, iritasi paru-paru, mata,

tenggorokan, hidung dan usus.

Selain itu bahan pewarna seperti amaranth dan tartazin oleh sejumlah studi

terkait dapat menyebabkan bintik-bintik merah pada kulit. Penggunaan tartazin

juga menyebabkan reaksi alergi, asma, dan hiperaktif pada anak. Erythrosine

menyebabkan reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif pada anak, tumor tiroid

pada tikus, dan efek kurang baik pada otak dan perilaku. Fast green FCF
31

menyebabkan reaksi alergi dan produksi tumor. Sedangkan sunset yellow

menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah,

dan gangguan pencernaan.

2.5.3 Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang

paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang dap at dipakai dengan dua

tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku.Untuk meyakinkan

identifikasi dapat dilakukan dengna menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis

semprot. Teknik spiking dengan menggunakan senyawa baku yang telah diketahui

sangat dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan keputusan identifikasi

senyawa. Kedua digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama bercak

diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau densitometri.

Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang

terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis lain, misalkan dengan

metode spektrofotometri . Analisis kualitatif Rhodamin B dengan menggunakan

metode Kromatografi Lapis Tipis (BPOM, 2000) dengan prinsip membandingkan

harga Rf, jika dilihat secara visual berwarna merah jambu dan jika dilihat dibawah

sinar UV 254nm berfluoresensi kuning.

Faktor–faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam

kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf:

a. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan

b. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya

c. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap


32

d. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak

e. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan

f. Teknik percobaan

g. Jumlah cuplikan yang digunakan

h. Suhu

i. Kesetimbangan (14).

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemiahan

fisikokimia.Lapisan yang memisahkan ,yang terdiri dari bahan yang

berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat

gelas,logam,,atau lapisan yang cocok.Campuran yang dipisah ,berupa

larutan,ditototlkan berupa bercak atau pita (awal).Setelah plat atau lapisan

ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang

cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

(pengembangan). (15)

Kromatografi lapis tipis (KLT) telah banyak digunakan pada

analisis pewarna sintetik.KLT merupakan metode pemisahan yang lebih

mudah, lebih cepat, dan memberikan resolusi yang lebih baik dibandingkan

kromatografi kertas. KLT tidak sebaik HPLC untuk pemisahan dan

identifikasi, tetapi metode ini relatif sederhana dan dapat digunakan untuk

memisahkan campuran yang kompleks. Meskipun demikian KLT tidak

mahal dan dapat digunakan secara mudah di industri makanan. (16). KLT

pada hakekatnya melibatkan dua fase: sifat fase diam atau sifat lapisan, dan

sifat fase gerak atau campuran larutan pengembang. (15).


33

2.5.3.1 Fase diam(larutan penjerap/adsorben)

Semua prosedur kromatografi, kondisi optimum untuk suatu pemisahan

merupakan hasil kecocokan antara fase diam dan fase gerak.Pada KLT,

fase diam harus mudah didapat. Dua siafat yang penting dari kolom

yaitubesar partikel dan homogenitas , karena adhesi terhadap penyodong

sangat tergantung pada kedua sifat tersebut. Besar partikel yang biasa

digunakan untuk adalah 1-25 mikron.

Kolom yang umum digunakan yaitu silika gel, aluminium oksida,

kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain.(17) Silika gel

merupakan fase diam yang paling sering digunakan untuk KLT.(15)

2.5.3.2 Fase gerak (pelarut pengembang)

Fase gerak adalah media angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut.

Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya

kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila

diperlukan , sistem pelrut multi komponen ini harus berupa campuran

sesederhan mungkin yang terdiri atas maksimalkan tiga komponen. (17)

Pada proses serapan , yang terjadi jika menggunakan silika gel , alumina

dan fase diam lainnya , pemilihan pelarut mengikuti aturan kromatografi

kolom serapan. Memang agak sukar untuk menemukan sistem pelarut yang

cocok untuk pengembangan. Pemilihan sistem pelarut yang dipakain

didasarkan atas prinsip like disolves like, tetapi akan lebih cepat dengan
34

mengambil pengalaman para peneliti, yaitu dengan dasar pustaka yang

sudah ada (18)

Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah tahap visualisasi.

Tahapan ini sangat penting karena diperlukan suatu keterampilan dalam

memilih metode yang tetap karena harus disesuaikan dengan jenis sampel

yang sedang din uji salah satu yang dipakai adalah penyemprotan dengan

larutan nihidrin.

2.5.3.3 Nilai Rf

Jarak antara jalannya pelarut bersufat relatif. Oleh karena itu, diperlukan

suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki

jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan

tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan

relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu

komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor

retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut:

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑢𝑏𝑠𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖


RF=𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡

Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak

bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat

membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondis kromatografi

yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan

berinteraksi dengan adsorben polar dari plat kromatografi lapis tipis.

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila

identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat
35

dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila

nilai Rf nya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan

senyawa yang berbeda (17).

You might also like