You are on page 1of 20

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

”KONSTIPASI”

Adham hasworo (1610001)

Indri aldina (1610010)

Naning Wulandari (1610016)

Nikita Amelia Arsita (1610018)

D3-2A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES KEPANJEN KABUPATEN MALANG

Jl. Trunojoyo No. 16, Panggungrejo, Kepanjen

Kab. Malang- Jawa Timur

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai“Konstipasi”.
Makalah ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu kami berharap kepada pembaca untuk
memberikan saran serta kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah
kedepannya.
Penyusun juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca dan dapat memberikan insformasi tentang konstipasi.

Kepanjen, 17 november 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Tujuan Makalah .............................................................................. 2

1.3 Manfaat makalah ............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN Konsep Medis

2.1 Definisi konstipasi........................................................................... 4

2.2 Etiologi ............................................................................................ 4

2.3 Klasifikasi ....................................................................................... 5

2.4 Tipe Feses Manusia ......................................................................... 6

2.5 Pathofisiologi .................................................................................. 7

2.6 komplikasi akut Diabetes Melitus ................................................... 7

2.7 Manifestasi Klinik ........................................................................... 8

2.8 Penatalaksanaan .............................................................................. 9

BAB III ANALISA DATA

3.1 Contoh Kasus .................................................................................. 10

3.2 Data dan tabel .................................................................................. 11

BAB IV RENCANA ASKEP

4.1 Intervensi ....................................................................................... 12

BAB V

Penutup................................................................................................. 15

Daftar pustaka ...................................................................................... 16

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Konstipasi fungsional adalah masalah kesehatan yang sering dijumpai di


praktek dokter saat para orang tua membawa anaknya berobat. Di Amerika
Serikat, sekitar 3% kunjungan klinik rawat jalan pediatrik dan 25% kunjungan
ke ahli gastro-enterologi anak yang berhubungan dengan gangguan defekasi
atau buang air besar. Konstipasi adalah gejala klinis yang bisa menimbulkan
stress pada anak dan orang tua sehingga menyebabkan gangguan emosional
yang berat, dan mempengaruhi kualitas hidup anak.

Kebiasaan buang air besar cenderung bervariasi tergantung pada beberapa


factor, termasuk umur, tahap perkembangan anak, diet, pengaruh sosial
budaya,dan genetik. Kebiasaan buang air besar pada anak-anak Asia yang
mengkonsumsi makanan pokok berupa nasi dan kandungan serat yang relatif
tinggi cenderung berbeda dengan anak-anak di negara barat yang
mengkonsumsi makanan pokok berupa gandum.

Konstipasi kronik merupakan salah satu kondisi yang sering dijumpai pada
bagian anak umum, dan hal ini berkaitan dengan banyak morbiditas yang
kurang dipedulikan. Konstipasi melibatkan 40% pada bayi dan 30% pada anak
usia sekolah. Prevalensi konstipasi pada anak di dunia saat ini berkisar antara
0,7% sampai 29,6% yang mana menggambarkan adanya potensi meluasnya
efek dari kondisi ini. Hingga 80% anak-anak dengan konstipasi juga
mengalami inkontinensia fekal. Inkontinensia fekal terjadi pada 1,5 sampai
7,5% anak sekolah usia 6-12 tahun. Penelitian terbaru melaporkan angka
prevalensi sebesar 4,4% untuk inkontinensia fekal pada anak di klinik
perawatan primer Amerika Serikat.

Saat ini Indonesia dan beberapa daerah di dunia masih menggunakan


kriteria Roma III untuk menegakkan diagnosis konstipasi. Kriteria Roma III
dapat menegakkan diagnosis konstipasi berdasarkan gejala klinis dan temuan
pemeriksaan fisik saja. Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan
radiologi seperti barium enema, kolonoskopi, manometri anoraktal dan
lainnya jarang digunakan kecuali pada kasus konstipasi yang tidak respon
dengan pengobatan standar.

Masalah inkontinensia fekal dan konstipasi pada anak-anak menyebabkan


masalah perilaku, social, dan emosional, yang secara negative mempengaruhi
kualitas hidup anak dan keluarganya. Sebuah penelitian skala besar

1
menemukan bahwa orang tua dari anak dengan inkontinensia fekal memiliki
masalah emosi dan perilaku yang lebih tinggi dibandingkan orang tua dengan
anak tanpa inkontinensia fekal. Penelitian juga mengindikasikan bahwa anak-
anak dengan inkontinensia fekal lebih sering dilaporkan menjadi korban
hinaan dan terlibat dalam perilaku anti sosial dibandingkan dengan anak tanpa
inkontinensia fekal. Walaupun gejala psikologi sering terlihat pada anak
dengan masalah ini tetapi tidak selalu masalah psikologi yang merupakan
penyebab utama dari inkontinensia. Inkontinensia ini biasanya banyak terjadi
pada anak yang kurang mendapatkan pendidikan toilet training pada masa
kecil, terjadinya stress psikologi misalnya masuk sekolah baru. Anak dengan
konstipasi fungsional dan orang tuanya dilaporkan mengalami gangguan
kualitas hidup sehubungan dengan keluhan fisik dan lamanya durasi gejala
anak dengan konstipasi dapat memiliki tampilan pendiam, menarik diri, malu,
dan marah. Penyangkalan gejala sering terjadi pada anak dengan konstipasi.
Anak dengan konstipasi dilaporkan memiliki gangguan kualitas hidup lebih
besar disbanding anak dengan keluhan gastrointestinal lainnya.

Penggunaan instrument pediatric quality of life (PedsQoL) untuk menilai


efek fisik, kesehatan emosional, social dan sekolah telah banyak mengalami
peningkatan. Instrumen PedsQL ini bersifat umum dalam menilai kualitas
hidup anak.

1.2.TUJUAN

Tujuan umum:

Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan


dalam mengenai kasus konstipasi

Tujuan khusus:

1. Memahami identifikasi konstipasi

2. Memahami patofisiologi konstipasi

3. Memahami faktor-faktor resiko konstipasi

4. Memahami manifestasi klinis konstipasi

5. Memahami komplikasi konstipasi

2
6. Memahami penatalaksanaan konstipasi

7. Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi

1.3 MANFAAT

Memberikan konsep dasar teori tentang gangguan sistem gastrointestinal,


yaitu diare dan konstipasi berdasarkan pertimbangan gerontik, beserta asuhan
keperawatannya.

3
BAB 2

KONSEP MEDIS

2.1. DEFINISI

Konstipasi adalah suatu gejala tetapi bukan suatu penyakit. Konstipasi


adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan dari bowel, dihubungkan oleh
perpanjangan atau kerusakan bagian feses yang kering dan keras. Untuk beberapa
alas an,pergerakan usus lambat disebabkan oleh perpanjangan dan masa feses.

Konstipasi merupakan defeksi tidak teratur yang abnormal, dan juga


pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang
menimbulkan nyeri. Jenis konstipasi ini disebut sebagai konstipasi kolonik.
Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang
normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada
individu yan mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai
feses yang keras. Beberapa orang yang mengalami konstipasi kadang-kadang
menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang disebabkan oleh massa
feses yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini banyak sekali mengandung
mukus, yang disekresi oleh kelenjar dalam kolon dalam responsnya terhadap
massa pengiritasi ini.

2.2. PENYEBAB KONSTIPASI

Ketika defekasi yang normal ditahan – kebiasaan yang rutin menurun –


anak-anak yang menahan buang airbasar (BAB) karena kebanyakan
mengutamakan bermain – orang dewasa kesibukan kerja – orang yang bedres
dirumah sakit karena tidak mau menggunakan bedpan – perubahan rutinitas dan
diet.

Konstipasi dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (tranquilizer,


antikolinergis, antihipertensif, opioid, antasida dengan aluminium; gangguan
rektal/anal (hemoroid, fisura); obstruksi (kanker usus); kondisi metabolis,
neurologis, dan neuromuskuler (diabetes mellitus, parkinsonisme, sklerosis
multipel); kondisi endokrin (hipotiroidisme, feokromositoma); keracunan timah;
dan gangguan penyambung (skleroderma, lupus eritematosus). Konstipasi adalah
masalah utama pada pasien yang menggunakan opioid untuk mengatasi nyeri
kronis. Penyakit kolon yang biasanya dihubungkan dengan konstipasi adalah
sindrom usus peka dan penyakit divertikuler.

Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan,


keletihan dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk

4
mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema. Banyak orang
yang mengalami konstipasi karena mereka tidak menyempatkan diri untuk
defekasi. Di Amerika Serikat, konstipasi juga tampak sebagai akibat kebiasaan
diet (konsumsi rendah terhadap masukan serat dan kurangnya masuknya cairan),
kuarang latian teratur,dan stres.

2.3. KLASIFIKASI

Klasifikasi di klinik biasa dikenal dalam 2 kategori, yaitu:

1. Konstipasi yang disebabkan karena gangguan fungsi/konstipasi


akut/konstipasi temporer.
1) Rektal Statis (Dysschezia)
a. Kebiasaan yang salah: adanya penundaan waktu defekasi
ada rangsangan defekasi, tidak teraturnya waktu defekasi,
berpergian lama, kurang asupan makanan yang
mengandung selulose.
b. Adanya nyeri saat defekasi: adanya fisura ani atau abses
pada anus sehingga pasien enggan untuk defekasi.
c. Inefektif pada otot-otot abdomen: kelemahan otot perut
biasanya pasca bedah abdomen dikarenakan pasien belum
bisa sepenuhnya mengejan dengan baik, sehingga tidak
dapat mengeluarkan feses dari kolon hal ini dapat
menyebabkan rektal statis.
d. Lesi pada diskus spinalis.
2) Kolon Statis
a. Kebiasaan yang salah: adanya penundaan waktu defekasi
ada rangsangan defekasi, tidak teraturnya waktu defekasi,
berpergian lama, kurang asupan makanan yang
mengandung selulose.
b. Pada semua keadaan yang dapat menimbulkan dehidrasi.
c. Pada penderita yang makan makanan sedikit menimbulkan
low residu diet juga salah satu penyebab konstipasi.
2. Konstipasi Simtomatik: merupakan konstipasi yang menandakan adanya
gejala pada suatu penyakit akut ataupun kronik. Diantaranya :
1) Konstipasi sebagai gejala penyakit akut misalnya:
a. Dehidrasi: sering dehidrasi memberikan akibat timbulnya
konstipasi. Penyakit yang biasa disertai panas sehingga
terkadang dehidrasi tidak selalu diperhatikan adalah
penderita dengan penyakit pneumonia, meningitis, tifus

5
abdominalis stadium permulaan biasanya memberikan
gejala konstipasi.
b. Obstruksi intestinal yang akut.
c. Apendikitis akut.
d. Setelah hematemesis.
2) Konstipasi sebagai gejala penyakit kronik misalnya:
a. Penyakit atau kelainan dari traktus gastrointestinalis:
stenosis pilorikum, kelainan kolon (karsinoma kolon,
diverticulosis, pada megankolon yaitu hirchsprung/ pseudo-
hirchsprung) blind loop dari kolon. Kelainan dari rektum
anus yaitu (fisura, proktitis, karsinoma dari rectum,
ischiorektal abses).
b. Kelainan pada pelvis yang biasanya karena kompresi
mekanis pada rektum atau kolon misalnya: pada wanita
yang gravid maka uterusnya menekan sigmoid dan rektum,
fibroid uterus, tumor pada pelvis, kista ovarii, prolapse dari
intestine yang masuk kedalam fossa rekto genital.
c. Penyakit umum di organ lain: penyakit endokrin
(miksudema, diabetes mellitus, hiperparatiroid), kelainan
psikis (depresi, manis depressive psikhose, anoreksia
nervosa, keracunan atau karena obat-obat (karena zat
logam, opiaten: codein, morfin, tictura opii,dll.

Tipe-Tipe feses manusia, yaitu:

a. Tipe tinja 1
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti kacang,
sangat keras, dan sangat sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah
bentuk tinja penderita konstipasi kronis.
b. Tipe tinja 2
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, permukaan menonjol-nonjol
dan tidak rata, dan terlihat seperti akan terbelah menjadi berkeping-
keping. Biasanya tinja jenis ini dapat menyumbat WC, dapat
menyebabkan ambeien, dan merupakan tinja penderita konstipasi yang
mendekati kronis.
c. Tipe tinja 3
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan yang kurang
rata, da nada sedikit tekanan. Tinja seperti ini adalah tinja penderita
konstipasi ringan.
d. Tipe tinja 4

6
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular. Tinja ini adalah
bentuk tinja penderita gejala awal konstipasi

2.4. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini,


berhubungan dengan pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon: (1) transport
mukosa (sekresi mukosa memudahkan gerakan isi kolon), (2) aktivitas
mioelektrik (pencampuran massa rektal dan kerja propulsi), atau (3) proses
defekasi. Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal,
melalui empat tahap kerja: rangsangan refleks penyakit rektoanal, relaksasi otot
sfingter internal, relaksasi sfingter eksternal dan otot dalam region pelvik, dan
peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini
dapat menimbulkan konstipasi.

Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membrane mukosa rektal dan


muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya
rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaltik
tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini adalah untuk
menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme,
khususnya setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri kolik midabdominal atau
abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon
kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak responsive terhadap rangsang normal,
akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal
ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.

2.5. KOMPLIKASI

Komplikasi konstipasi mencangkup hipertensi arterial, impaksi fekal,


hemoroid dan fisura, serta megakolon. Peningkatan tekanan arteri dapat terjadi
pada defekasi. Mengejan saat defekasi, yang mengakibatkan manuver valsalva
(mengeluarkan napas dengan kuat sambil glotis tertutup), mempunyai efek
pengerutan pada tekanan darah arteri. Selama mengejan aktif, aliran darah vena di
dada untuk sementara dihambat akibat peningkatan tekanan intratorakal. Tekanan
ini cenderung menimbulkan kolaps pada vena besar di dada. Atrium dan ventrikel
menerima sedikit darah, dan akibatnya sedikit yang dikirim melalui kontraksi
sistolik dari ventrikel kiri: curah jantung menurun, dan terjadi penurunan
sementara dalam tekanan arteri. Hamper segera setelah periode hipotensi ini,
terjadi peningkatan pada tekanan arteri: tekanan ditinggikan sementara melewati
tingkat asalnya (fenomena ‘’rebound’’). Pada pasien dengan hipertensi arterial,
reaksi kompensasi ini dapat diperbesar, dan puncak tekanan yang dicapai dapat

7
sangat berbahaya cukup untuk menimbulkan rupture arteri utama dan otak atau
tempat lain.

Impaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak
dapat dikeluarkan. Massa ini dapat diraba pada pemeriksaan manual, dapat
menimbulkan tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan
ulkus, dan dapat menimbulkan rembesan feses cair yang sering.

Hemoroid dan fisura anal dapat terjadi sebagai akibat konstipasi. Fisura
anal dapat diakibatkan oleh pasase feses yang keras melalui anus, merobek lapisan
kanal anal. Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang
disebabkan oleh peregangan.

Megakolon adalah dilatasi dan atoni kolon yang disebabkan oleh massa
fekal yang menyumbat pasase isi kolon. Gejala meliputi konstipasi, inkontinensia
fekal cair, dan distensi abdomen. Megakolon dan dapat menimbulkan perforasi
usus.

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh


usus), rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan,
tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi,
dan eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering.

Pemeriksaan fisik pada kontipasi sebagian besar tidak mendapatkan


kelainan yang jelas. Namun demikian pemeriksaan fisik yang teliti dan
menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi
mempengaruhi fungsi usus besar.

Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliput gigi geligi, adanya luka
pada selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan
proses menelan. Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan
atau tonjolan. Perabaan permukaan perut untuk menilai kekuatan otot perut.
Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor
atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan bentuk dicari pengumppulan gas
berlebihan, pembesaran organ, cairan dalam rongga perut atau adanya massa tinja.

Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara


gerakan usus besar serta mengetahui adanya sumbatan usus. Sedangkan
pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure ( retakan) atau
fistula ( hubungan abnormal pada saluran cerna ), juga kemungkinan tumor di
dubur yang bisa menganggu proses buang air besar. Colok dubur memberi

8
informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko
konstipasi seperti gula darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat
keluarnya darah dari dubur.

Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran


cerna, tukak, wasir, dan tumor. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita
konstipasi untuk mendekteksi adanya pemadatan tinja atau tinja keras yang
menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia,
keluarnya daerah dari dubur atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu
dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang kontipasi hanya sekadar
mengganggu, tapi bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius.
Tinja dapat mengeras sekeras batu di poros usus (70%), usus besar (20 %), dan
pangkal usus besar (10 %).

2.9. PENATALAKSANAAN

Pengobatan ditujukan pada penyebab dasar konstipasi. Penatalaksanaan


mencakup penghentian penyalahgunaan laksatif, menganjurkan memasukkan
serat dalam diet dalam peningkatan asupan cairan, dan pembuatan program latian
rutin untuk memperkuat otot abdomen. Umpan balik biologis adalah teknik yang
dapat digunakan untuk membantu pasien belajar merelaksasi mekanisme sfingter
untuk mengeluarkan feses. Penambahan 6 sampai 12 sendok teh penuh sekam
yang tidak di proses setiap hari kedalam diet sangat dianjurkan, khususnya untuk
pengobatan konstipasi pada lansia. Konseling diet harus menganjurkan diet tinggi
sisa untuk menimbulkan gerakan yang cepat pada kolon dan feses dalam jumlah
banyak dan lembut.

Apabila penggunaan laksatif diperlukan, salah satu dari berikut ini dapat
dilakukan: preparat pembentuk bulk, preparat salin dan osmotic, lubrikan,
stimulant, atau pelunan feses. Kerja fisiologis dan penyuluhan pasien yang
dihubungkan dengan laksatif. Enema dan supositoria rektal secara umum tidak
dianjurkan untuk konstipasi dan harus diberikan untuk pengobatan pada impaksi
atau persiapan usus, untuk pembedahan atau prosedur diagnostik. Apabila
penggunaan laksatif jangka panjang benar-benar diperlukan, preparat pembentuk-
bulk diberikan dalam kombinasi dengan laksatif osmotik.

Terapi obat-obatan khusus dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi


motorik intriksi usus. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan preparat
prokinetik seperti Cisaprinde dapat meningkatkan frekuensi defekasi.

9
BAB 3

ANALISA DATA

Contoh kasus :

Seorang kakek bernama evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut
bagian bawah. Kakek mengatakan bahawa sudah seminggu belum BAB. Biasanya
kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan
porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi
terdapat pembersaran abdomen dan saat di palpasi ada impaksi feses.

1. Pengkajian
Nama : Evart
Tanggal lahir : 5 November 1945
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal MRS : 30 November 2010
Alamat : Surabaya
Diagnosa Medis : Konstipasi
Sumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi
Keluhan utama : nyeri pada perut, seminggu belum BAB
Riwayat penyakit sekarang:
Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek
mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga
hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-
harinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-
hari.
Riwayat kesehatan keluarga : -
Hasil pemeriksaan fisik umum :
a. keadaan umum : lemah
b. TTV : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt
Pemeriksaan fisik abdomen
a. Inspeksi : pembesaran abdomen
b. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : bising usus tidak terdengar

10
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Data subjektif : Pola BAB tidak teratur Kontipasi
Seminggu tidak BAB,
kebiasaan BAB tiga kali Eliminasi feses tidak teratur
sehari
Data objektif :
Konstipasi
Inspeksi : pembesaran
abdomen.
Palpasi : perut terasa keras,
ada impaksi feses.
Perkusi : redup.
Auskultasi : bising usus tidak
terdengar

Data subjektif:
Sulit BAB Nutrisi kurang dari
2. Klien tidak nafsu makan Perut terasa begah kebutuhan
Data objektif: Nafsu
Bising usus tidak terdengar makan menurun

Menurunnya intake
makanan

konsistensi tinja yang keras


3 Data subjektif: sulit keluar Nyeri Akut
Keluhan nyeri dari pasien Akumulasi di kolon
Data objektif: Nyeri abdomen
Perubahan nafsu makan

2. Diagnosa
a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu
makan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.

11
BAB 4
RENCANA ASKEP

3. Intervensi dan Rasional


a. Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak
teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
1) Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.
2) Konsistensi feses lembut
3) Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri: Uuuntuk mengembalikan keteraturan pola


a. Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien defekasi klien
untuk menjalankannya
b. Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti b. Untuk memfasilitasi refleks defekasi
sesudah makan
c. Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan c. Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan
indikasi eliminasi fekal
d. Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per
d. Untuk melunakkan eliminasi feses
hari

2. Kolaborasi:
Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi Untuk melunakkan feses

Uuuj

b. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
1) Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
2) Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
3) Nilai laboratorium dalam batas normal
4) Melaporkan keadekuatan tingkat energi

12
INTERVENSI RASIONAL

a. Mandiri: M menjaga pola makan pasien sehingga


BuBuat perencanaan makan dengan pasien pasien makan secara teratur
untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
b. Pasien merasa nyaman dengan
b. Dukung anggota keluarga untuk makanan yang dibawa dari rumah dan
membawa makanan kesukaan pasien dari dapat meningkatkan nafsu makan
rumah. pasien.
c. Dengan pemberian porsi yang besar
c. Tawarkan makanan porsi besar disiang dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang
hari ketika nafsu makan tinggi masuk.
d. Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuhd. Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori
sesuai indikasi. diperlukan atau dibutuhkan selama
perawatan.
e. Pastikan pola diet yang pasien yang e. Untuk mendukung peningkatan nafsu
disukai atau tidak disukai. makan pasien
f. Pantau masukan dan pengeluaran dan f. Mengetahui keseimbangan intake dan
berat badan secara periodik. pengeluaran asuapan makanan.
g. Sebagai data penunjang adanya
g. Kaji turgor kulit pasien perubahan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan
2. Kolaborasi:
a. Observasi:
1) Pantau nilai laboratorium, seperti Hb,
albumin, dan kadar glukosa darah 1) Untuk dapat mengetahui tingkat
kekurangan kandungan Hb, albumin,
2) Ajarkan metode untuk perencanaan dan glukosa dalam darah.
makan 2) Klien terbiasa makan dengan terencana
b. Health Edukasi dan teratur.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang
makanan yang bergizi dan tidak mahal Menjaga keadekuatan asupan nutrisi
yang dibutuhkan.

13
c. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada
abdomen
Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2) Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
3) Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
4) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
5) Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik
secara tepat

INTERVENSI RASIONAL

Mandiri: Klien dapat mengalihkan perhatian dari


a. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada nyeri
aktivitas dari nyeri dengan melakukan b. Hati-hati dalam pemberian anlgesik
penggalihan melalui televisi atau radio. opiate
b. Perhatikan bahwa lansia mengalami c. Hati-hati dalam pemberian obat-obatan
peningkatan sensitifitas terhadap efek pada lansia
analgesik opiat
c. Perhatikan kemungkinan interaksi obata. Observasi
– obat dan obat penyakit pada lansia 1) Mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan klien
2. Kolaborasi 2) Mengetahui karakteristik nyeri
a. Observasi 3) Agar mngetahui nyeri secara spesifik
1) Minta pasien untuk menilai nyeri atau
ketidak nyaman pada skala 0 – 10 b. Health Education
2) Gunakan lembar alur nyeri 1) Perawat dapat melakukan tindakan
3) Lakukan pengkajian nyeri yang yang tepat dalam mengatasi nyeri klien
komperhensif 2) Agar pasien tidak merasa cemas
b. Health education
1) Instruksikan pasien untuk
meminformasikan pada perawat jika
pengurang nyeri kurang tercapai
2) Berikan informasi tetang nyeri

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari
kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses
kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat
terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya
buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya.
Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor
neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ
di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau
kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik
kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya
adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh a

15
dalah pada buah dan sayur.

B. Saran
Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya adalah
dengan mengonsumsi makanan yang berserat.

DAFTAR PUSTAKA

http://andysmar.blogspot.co.id/2012/05/makalah-konstipasi.html?m=1

https://www.google.co.id/search?dcr=0&ei=mCkOWtnDAsg8QX22Z_YAw&q=pen
dahuluan+makalah+konstipasi+pdf&0q=pendahuluan+makalah+konstipasi+pdf&gs_I=mobile-gws-

serp.3...2202.14073.0.14949.35.34.0.1.1.0.870.10687.0j1j17j14j1j0j1.34.0....0...1j464.mobile-gws-

serp..0.32.9409.30j41j0i131k1j0i67k1j0i22i30k1j33i160k1j30i10k1j33i22i29i30k1.0.LD0X0EyPt2Y

Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks. 2016 keperawatan Medikal Bedah

xvi

You might also like