You are on page 1of 26

LAPORAN KASUS DISKUSI ETIKA AKTUAL

Disusun Oleh:

KELOMPOK 2.2

41150052 MARIA CHRISTINA PRABOWO 41150069 ANGELA

41150055 CHRISTIAN HANS SUPRAPTO 41150071 YUDI ANDIKA

41150056 BRYAN CHRISTIAN ANDERSON 41150074 NADIA STEPHANIE TUANKOTTA

41150058 PRAYANA NESSIE LAVEDA B. 41150075 JESSICA GOLDY

41150060 PRESNA CHRISMAESY S. 41150078 YULWHINAR CEGO SAPUTRA

41150061 MARISA SHINTANI PUTRIAJI 41150079 I MADE FAJAR SUTRISNA H.

41150066 YOHANES WINDU TIAR PRAKOSA 41150087 RAMBAT SAMBUDI

41150091 JONATHAN IRLAMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah Abortus Provocatus. Abortus provocatus
adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya perbuatan
manusia yang berusaha menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan, meliputi
abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus criminalis. Abortus
provocatus medicinalis yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan berdasarkan
alasan/pertimbangan medis. Sementara itu, abortus provocatus criminalis yaitu
pengguguran kandungan yang dilakukan dengan sengaja dengan melanggar
ketentuan hukum yang berlaku.

Secara etimologis akar kata aborsi berasal dari bahasa Inggris, abortion (medical
operation to abort a child), dalam bahasa Latin disebut abortus yang berarti gugurnya
kandungan. Sedangkan dalam bahasa Arab, aborsi dikenal dengan istilah imlas atau
alijhadl. Secara terminologi aborsi didefinisikan: Pengeluaran (secara paksa) janin
dalam kandungan sebelum mampu hidup hidup di luar kandungan. Hal ini merupakan
bentuk pembunuhan karena janin tidak diberi kesempatan untuk tumbuh di dalam
kandungan.

Di Indonesia aborsi merupakan salah satu isu yang menarik untuk dibahas karena
meskipun oleh hukum dilarang, tetapi aborsi tetap dilakukan. Walaupun aborsi
dilarang oleh hukum, praktek aborsi di Indonesia, baik oleh dokter, bidan, maupun
dukun tergolong tinggi, dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Sebuah studi
yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
memperkirakan angka kejadian aborsi di Indonesia per tahunnya sebesar dua juta.

Masalah aborsi saat ini sudah bukan merupakan rahasia lagi untuk dibicarakan,
karena aborsi sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya sudah terjadi dimana-
mana dan dilakukan oleh siapa saja, misalnya saja dilakukan oleh remaja yang terlibat
pergaulan bebas yang awalnya berpacaran biasa, tetapi setelah lama berpacaran mereka
melakukan hubungan suami isteri, karena malu dan takut ketahuan, maka mereka
menggugurkan kandungannya. Hal serupa ini juga dapat dilakukan oleh para pekerja
seks komersial (PSK) yang akhirnya hamil dan menggugurkan kandungannya. Selain
itu dapat juga dilakukan oleh seorang isteri yang sudah menikah yang tidak mau
dibebani tanggung jawab dengan lahirnya seorang anak, maka digugurkanlah anak
dalam kandungannya tersebut.
Banyaknya jumlah aborsi yang terjadi dan banyaknya jasa aborsi yang ditawarkan
kepada masyarakat, membuat masyarakat menjadi resah dan mengharapkan adanya
tindakan tegas dari para aparat penegak hukum untuk menangkap dan menghukum para
pelaku aborsi. Semua fenomena ini menunjukkan dibutuhkannya penegakan hukum
aborsi. Walaupun fenomena aborsi sudah sangat marak, namun sejauh ini hanya sedikit
kasus aborsi yang pernah disidangkan. Hal ini dikarenakan para pelaku biasanya sulit
untuk dilacak sehingga mempersulit penjaringan para pelaku.

Lemahnya penegakan hukum terhadap kasus-kasus aborsi dapat mempengaruhi


reaksi masyarakat yang cenderung bersikap permisif. Bukan tidak mungkin dalam
perjalanan waktu aborsi akan dianggap sebagai perbuatan wajar, bahkan merupakan
kebutuhan atau tuntutan dalam kehidupan modern sekarang ini. Negara Indonesia
merupakan negara hukum dan aborsi dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga
sangat diperlukan adanya peran penegak hukum untuk menanggulangi tindak pidana
aborsi terhadap pelaku tindak pelaku aborsi.

Terkait perkara aborsi, majelis hakim Pengadilan Negeri Cilacap dengan nomor
putusan 64/Pid.Sus/2012/PN.Clp telah menjatuhkan sanksi pidana kepada seorang
dokter selaku tenaga kesehatan yang membantu proses aborsi tersebut. Terbongkarnya
kasus praktik aborsi yang dilakukan oleh seorang dokter di Cilacap ini disamping
merupakan pelanggaran hukum juga merupakan pelanggaran etika berprofesi
khususnya dibidang kedokteran. Karena bukan saja dilakukan dengan sengaja, namun
praktik ini juga dilakukan dirumahnya sendiri, bukan di tempat penyedia layanan
kesehatan yang memenuhi syarat.

Praktek kedokteran berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-


prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan
dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis
dilihat dari segi moral. Aborsi adalah salah satu contoh dari pelanggaran sumpah dan
kode etik kedokteran di Indonesia, banyak Negara yang tidak mengizinkan aborsi
seperti Indonesia, karena aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata
untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang
ibu tidak menghendaki kehamilan itu.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut
mengenai keterlibatan dalam tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh dokter
kandungan dalam makalah yang berjudul “Peran Serta Dokter Kandungan Dalam
Perbuatan Aborsi Ilegal.”

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas maka rumusan


masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap peran serta dokter


kandungan dalam perbuatan aborsi jika dihubungkan dengan Undang-Undang
praktek Kedokteran?
2. Bagaimana kebijakan hukum terkait tindak pidana di bidang medis kususnya
aborsi di Indonesia?
3. Bagaimana pandangan dari sisi agama dan sosial budaya terkait tindak pidana
aborsi yang telah dilakukan oleh dokter kandungan tersebut?
4. Bagaimana upaya preventif dalam represif tindak pidana aborsi di Indonesia?

Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis bagaimana bentuk


pertanggungjawaban pidana terhadap peran serta dokter kandungan dalam
perbuatan aborsi jika dihubungkan dengan Undang-Undang praktek
Kedokteran.
2. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis kebijakan politik hukum
terkait tindak pidana di bidang medis kususnya aborsi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui, mengkaji dan menanalisis pandangan dari sisi agama dan
sosio budaya terhadap tindak pidana aborsi yang telah dilakukan oleh dokter
kandungan tersebut.
4. Untuk mencari solusi sebagai upaya preventif dalam represif tindak pidana
aborsi di Indonesia.
BAB II

RINGKASAN KASUS

Judul : Setahun Djalal Membunuh 2400 Janin

Tanggal & Waktul Terbit : Sabtu, 24 Maret 2012 03:19 WIB

Sumber : http://www.tribunnews.com/regional/2012/03/24/setahun-
djalal-membunuh-2400-janin (diakses pada tanggal
17/5/2018 20.30 WIB)

Hasil penyidikan Polres Cilacap terhadap dr. Rejani Djalal benar-benar


mencengangkan. Sejak tahun 2011 lalu hingga ditangkap 15 Maret 2012, dokter Rejani
yang menjadi tersangka kasus aborsi sudah mengaborsi sebanyak 2.422 pasien. Jumlah
pasien aborsi diketahui setelah polisi menyita dan memeriksa buku pasien dari rumah
dan tempat praktik sang dokter.

Jumlah pasien aborsi diperkirakan mencapai ribuan orang. Perkiraan tersebut karena
sang dokter sudah praktik sejak lama. "Sejak tahun 2011 ada 2.422 orang yang diduga
melakukan praktik aborsi. Ini dilihat dari buku pasien serta keterangan perawat," kata
Kapolres Cilacap, Ajun Komisaris Besar Polisi Rudi Darmoko didampingi Kepala
Satuan Reserse Kriminal, Guntur Saputro.

Buku pasien yang disita polisi merupakan buku tulis yang diisi tulisan tangan. Pada
pasien yang melakukan aborsi ditandai dengan tanda berwarna merah. Data yang
diamankan polisi merupakan data pasien sejak 2007 lalu.

"Dari pengakuan dokter dia sudah membuka praktik sejak tahun 1991. Data yang
kami amankan sejak 2007. Kalau dihitung ada 49 ribu lebih pasien yang datang sejak
awal praktik," kata Guntur.

Khusus untuk pasien tahun 2012 ia menyebutkan ada 505 pasien yang diduga sudah
melakukan aborsi. Salah seorang pasien yang melakukan aborsi adalah Dwi Hastuti
(DH) warga Randudongkal, Pemalang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka
dalam kasus tersebut.

Praktik aborsi yang dilakukan dokter Djalal terbongkar setelah polisi menerima
laporan masyarakat. Pada 15 Maret, polisi melakukan penggledahan sekaligus
penangkapan terhadap sang dokter.

Sehari kemudian 16 Maret dilakukan pembongkaran septic tank dan ditemukan


barang bukti aborsi berupa potongan janin hasil kuratase. Hingga saat ini polisi sudah
menetapkan sembilan orang tersangka. Hingga saat ini polisi belum memeriksa
tersangka dokter Djajal karena masih sakit jantung.
BAB III

ANALISIS KASUS

Fakta

Dokter Rejani Djalal telah melakukan praktek aborsi sejak tahun 1991 dan baru
ditangkap pada 15 Maret 2012 di tempat praktik dokter Rejani yaitu di Jalan Gatot
Subroto Nomor 12A Cilacap. Sejak tahun 2011 lalu hingga ditangkap 15 Maret 2012,
dokter Rejani yang menjadi tersangka kasus aborsi sudah mengaborsi sebanyak 2.422
pasien. Diperkirakan jumlah pasien dari data yang diamankan polisi sejak 2007
berjumlah lebih dari 49.000 pasien.

Polisi telah menetapkan delapan tersangka, dimana tersangka pelaku aborsi dokter
Renjani Djalal, dua tersangka lainnya merupakan perawat yang bekerja di tempat
praktek dokter Renjani, dan lima tersangka lainnya merupakan pasien pelaku aborsi
salah satunya Dwi Hastuti (DH) warga Randudongkal, Pemalang. Polisi mengaku
kesulitan untuk melacak pasien dari dokter Rejani Djalal karena pasien kebanyakan
menggunakan nama dan alamat palsu.

Barang bukti yang disita oleh polisi berupa buku pasien dari rumah dan tempat
praktik sang dokter. Buku pasien yang disita polisi merupakan buku tulis yang diisi
tulisan tangan. Pada pasien yang melakukan aborsi ditandai dengan tanda berwarna
merah. Selain itu ditemukan barang bukti aborsi berupa 14 potongan janin hasil
kuratase yang ditemukan pada septic tank belakang rumah dokter Rejani Djalal.1
Barang bukti lainnya berupa perangkat medis yang digunakan untuk praktik.

Selain itu diperkirakan bahwa pendapatan dokter Rejani Djalal dalam setahun bisa
mencapai 5 sampai dengan 6 miliar rupiah. Kepada setiap pasien yang melakukan
aborsi, dokter Rejani mengenakan tarif rata-rata 2 hingga 2,5 juta rupiah. Jika rata-rata
biaya aborsi berkisar antara 2 hingga 2,5 juta rupiah, maka perhitungan pendapatan
dokter RD sejak awal 2011 berkisar antara 5 hingga 6 miliar rupiah.
Terdakwa kasus dugaan aborsi ilegal, dr. Rejani Djalal Sp.OG dalam eksepsi yang
dibacakan penasihat hukumnya Bambang Sri Wahono menyatakan, tindakan aborsi
terhadap pasien Dwi Hastuti dilakukan sesuai prosedur. Bambang Sri Wahono
menekankan bahwa jaksa penuntut umum telah melakukan kesalahan dengan
mendakwa Dokter Rejani Djalal SpOG bin Moch Djalal telah melakukan aborsi
terhadap saksi Dwi Hastuti sehingga saksi Dwi Hastuti mengalami 'abortus
incompletus' atau aborsi tidak lengkap. Fakta yang ada, saksi Dewi Hastuti telah
mengalami 'abortus insipient'. Sebelum mendatangi terdakwa dr. Rejani Djalal, saksi
Dwi Hastuti terlebih dulu memeriksakan kandungan kepada seorang bidan di daerah
asalnya, yakni Pemalang, sehingga mengalami pendarahan. Menurut Bambang,
tindakan yang dilakukan terdakwa dr. Rejani Djalal terhadap saksi Dwi Hastuti sesuai
tugas pokok dan fungsi serta kewenangannya sebagai dokter spesialis kandungan dan
kebidanan serta dilakukan menurut ketentuan prosedur medis.

Bambang Sri Wahono mengatakan bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum
dengan Nomor Register Perkara PDM-71/CILAC/Euh.2/05/2012 tanggal 24 Mei 2012
yang dibacakan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum Pranoto di persidangan Pengadilan
Negeri Cilacap pada tanggal 6 Juni 2012 tidak ditandatangani oleh jaksa penuntut
umum. Dengan demikian, dakwaan tersebut tidak memenuhi persyaratan formal
sebagaimana diatur dalam Pasal 143 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana. Oleh karena itu, dakwaan tidak sah dan harus batal demi hukum. Terkait hal
itu, Bambang mengharapkan, majelis hakim yang memeriksa kasus ini menerima
eksepsi dari penasihat hukum terdakwa dan menyatakan dakwaan jaksa penuntut
umum batal demi hukum serta memerintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari
tahanan.

Seperti diketahui, dr. Rejani Djalal yang menjalani sidang perdana di Pengadilan
Negeri Cilacap pada Rabu, 6 Juni 2012 didakwa dengan dua dakwaan. Dalam dakwaan
kesatu diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sementara dalam dakwaan kedua
diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 348 ayat 1 KUHP.

Pada Kamis, 10 Oktober 2012, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cilacap akhirnya
memvonis dr. Rejani Djalal delapan bulan penjara dengan denda sebesar 15 juta rupiah.
Dalam vonis yang dibacakan majelis hakim dengan ketua Wilhelmus Hubertus van
Keeken serta anggota Budiarto dan Hasanudin, dinyatakan, perbuatan terdakwa
terbukti melanggar Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003
tentang Kesehatan. Dengan demikian, Rejani tinggal menyelesaikan dua bulan
kurungan karena telah ditahan sejak Maret setelah kasus ini terbongkar. Persidangan
juga mewajibkan terdakwa membayar denda Rp 15 juta. Vonis itu sebenarnya tidak
terpaut jauh dari tuntutan jaksa, yakni 14 bulan kurungan. Vonis ringan itu dinilai
mengecewakan publik yang selama ini resah terhadap praktik tersebut. Alasannya,
tindakan terdakwa, sesuai undang-undang yang dilanggar, dapat dijatuhi hukuman
maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Analisis Kasus dari Segi Kedokteran

Dalam pandangan dari bidang kedokteran, aborsi dibedakan menjadi :

1. Abortus Provocatus

Definisinya adalah rekayasa dan upaya manusia untuk menghentikan


kehamilan yang tidak dikehendaki oleh si ibu karena sebab-sebab tertentu.

Abortus provocatus masih di bagi lagi menjadi terapetik dan kriminal


berdasarkan indikasi dari di perbolehkannya dari bidang kedokteran maupun
tidak.

a. Abortus provocatus terapetik

Biasanya yang terjadi adalah menyelamatkan nyawa si ibu karena


pertimbangan pertimbangan besar misal jika di paksakan untuk partus
maka si janin dan si ibu bisa terjadi kematian karena abnormalitasan saat
dalam mengandung.

b. Abortus provocatus kriminal

Abortus provocatus dalam kasus ini bisa di bilang ilegal dan bidang
kedokteran sangat sangat kontra dengan hal ini karena di landasi dengan
alasan yang tidak jelas padahal kandungan dan si ibu semuanya sehat.
Ada faktor faktor lain selain hal itu yang membuat abortus jenis ini di
lakukan. Seperti kelahiran yang tidak di inginkan.

2. Abortus Spontaneus

Abortus ini terjadi tidak disengaja dan tidak direkayasa manusia dan
biasannya terjadi spontan pada masa ibu hamil muda (kurang dari 16 minggu
kehamilan) yaitu sebelum terbentuk placenta.Tetapi juga bisa terjadi pada usia
kehamilan yang lebih tua sehingga yang keluar sudah berupa janin dan
placenta .

Dalam analisis kedokteran atau etik yang sudah ada di tuliskan dengan jelas
pada Kode Etik Kedokteran Indonesia pada pasal 10 yang menyebutkan “Setiap
dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani”.
Kalimat tersebut jelas memiliki arti bahwa setiap dokter dilarang untuk melakukan
aborsi. Seorang dokter wajib melindungi setiap insani, termasuk didalamnya adalah
calon bayi (janin). Namun, pada pasal tersebut pula juga disebutkan bahwa dokter
diperbolehkan untuk melakukan aborsi apabila dengan maksud untuk darurat medis
yang membahayakan keselamatan sang ibu.

Aborsi dalam praktiknya bukan merupakan hal yang tidak beresiko walaupun
aborsi yang dilakukan untuk keselamatan sang ibu. Tindakan aborsi yang sesuai
dengan indikasi dalam bidang kedokteran juga tetap mempunyai dampak yang sangat
besar akibatnya, seperti:

a. Timbul luka serta infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ
di dekatnya, seperti kandung kencing dan usus.
b. Robek mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi
karena mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit, namun apabila tersentuh,
serviks akan menguncup secara maksimal. Apabila dilakukan pembukaan
secara paksa pada area serviks, otot pada daerah tersebut akan menjadi robek.
c. Dinding rahim dapat tertembus akibat alat-alat yang dimasukkan ke dalam
rahim.
d. Terjadi pendarahan. biasanya pendarahan itu berhenti sebentar, tetapi beberapa
hari kemudian atau beberapa minggu timbul kembali. Menstruasi tidak normal
lagi selama sisa produk kehamilan belum dikeluarkan dan bahkan sisa itu dapat
berupa menjadi kanker.
Analisis dari Segi Hukum

Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau
bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang mendukung
terlaksananya aborsi akan mendapat hukuman. Adapun hal ini dijelaskan dalam pasal-
pasal KUHP di bawah ini :

i. Pasal 229
(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak empat puluh ribu
(2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau
jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
(3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani
pekerjaannya maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan.

ii. Pasal 346


Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.

iii. Pasal 347


(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
iv. Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
v. Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu
melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan
348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian
dalam mana kejahatan dilakukan.
Berdasarkan rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
- Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun.
- Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil
itu mati diancam 15 tahun.
- Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara
dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
- Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang
dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah
sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut.

KUHP telah menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam tindakan aborsi dapat dikenai sanksi pidana. Ada pertanggungjawaban
pidana bagi pelaku-pelakunya. Berdasarkan ketentuan Pasal 346, Pasal 347, Pasal 348,
dan Pasal 349 tindakan aborsi secara tegas dilarang tanpa pengecualian, sehingga tidak
ada perlindungan terhadap pelaku aborsi.

Apabila KUHP melarang aborsi tanpa pengecualian, pada Undang Undang Nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan memberikan pengecualian sebagaimana diatur dalam
pasal-pasal berikut ini:

i. Pasal 15
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan:
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu.
ii. Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
iii. Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Menteri.
iv. Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

v. Pasal 80
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(2) Pembaharuan Undang – Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009
Tentang Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi.
vi. Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Berbeda dengan KUHP yang tidak memberikan ruang sedikit pun terhadap
tindakan aborsi, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada
dasarnya melarang tindakan aborsi, akan tetapi larangan tersebut dapat dikecualikan
dengan syarat-syarat tertentu yaitu adanya indikasi kedaruratan medis dan kehamilan
akibat perkosaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 75 ayat (2) butir a dan b.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan khususnya Pasal
75, Pasal 76, dan Pasal 77, dipertegas lagi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61
Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi khususnya Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33,
Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38.

Mengenai tindakan untuk dapat melakukan aborsi, dalam kasus aborsi


berdasarkan kehamilan akibat perkosaan secara teoritis sudah jelas diatur dalam
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi namun kita belum pernah
mengetahui implementasinya.

Analisis Kasus dari Segi Sosial dan Budaya

Aborsi dipandang sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan etika
budaya ketimuran karena budaya timur masih memegang kuat agamanya. Saat ini
masalah aborsi menjadi sangat penting. Ini bukan masalah individu lagi tapi benar-
benar masalah sosial karena tidak hanya menyangkut kesehatan perempuan, tetapi juga
menghasilkan dampak serius terhadap situasi demografis di seluruh negeri dan pada
suasana psikologis dalam masyarakat pada umumnya dan dalam keluarga pada
khususnya. Sebagian besar masyarakat melawan aborsi tapi pada kondisi tertentu
bahkan konservatif setuju bahwa aborsi mungkin diperlukan atau bahkan tak
terelakkan. Lagi pula, masyarakat harus sangat berhati-hati untuk mendukung atau
menolak sepenuhnya ide-ide aborsi tapi pada saat yang sama perempuan juga memiliki
pilihan dan kesempatan untuk aborsi.
Tindakan aborsi lebih banyak terjadi di kalangan remaja. Fenomena tersebut
menjelaskan bahwa gaya hidup yang dilakukan remaja saat ini mengalami perubahan
yang signifikan dibanding dengan gaya hidup remaja jaman dahulu yang masih
memegang teguh norma-norma dan ajaran agama. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya pandangan buruk pada remaja oleh masyarakat. Di sisi lain, munculnya
kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan remaja merupakan hasil dari
ketidakpedulian masyarakat sendiri terhadap keberlangsungan kehidupan para remaja
yang sejatinya mereka masih memerlukan bimbingan, khususnya bimbingan
pengetahuan seks supaya mereka tidak mencoba-coba dan mendapatkan informasi
yang baik.

Aborsi dilakukan oleh remaja sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan masalah
mereka, kondisi tersebut dinilai sangat tidak manusiawi dan menyimpang karena
tindakan aborsi dipandang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dan etika
budaya timur yang masih kuat memegang teguh ajaran agama.
Pada saat yang sama, aborsi dapat menyebabkan masalah dalam keluarga yang
merupakan bagian dari masyarakat. Faktanya adalah bahwa sangat penting bagi
seorang wanita untuk memiliki suasana yang mendukung dari suami dan orangtua.
Seorang spesialis dapat merekomendasikan pengambilan keputusan aborsi oleh kedua
pasangan yang dapat membuat keluarga kuat sedangkan perselisihan dapat
mengakibatkan perceraian. Namun merupakan suatu hal yang penting bahwa
perempuan tidak dapat dipaksa untuk melakukan aborsi. Oleh sebab itu, peran keluarga
dalam mengambil keputusan tidak kurang penting dibandingkan pengaruh masyarakat
atau keyakinan pribadi.
Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, aborsi merupakan fenomena sosial
yang memiliki banyak lawan serta pendukung, tetapi hanya sebagian kecil yang cukup
radikal dan siap untuk menyangkal titik pandang yang berlawanan. Sebagian besar siap
untuk menerima aborsi walaupun dalam kondisi tertentu. Hal ini berarti bahwa aborsi
harus disahkan tetapi pada saat yang sama harus diatur secara ketat agar tidak
membahayakan kesehatan wanita atau anak-anak mereka dalam kasus-kasus ketika
aborsi mungkin yang dapat dihindari.
Analisis Kasus dari Segi Agama
Pandangan agama islam mengenai aborsi adalah bahwa dalam hukum islam, pada
ulama mazhab tidak mendapatkan kesatuan pendapat mengenai boleh tidaknya aborsi.
Adanya perbedaan tersebut menunjukkan tidak ada dalil yang benar benar kuat tentang
aborsi. Namun suatu pandangan yang mengarah pada pengharaman aborsi dapat kita
lihat dari hasil Munas Majelis Ulama Indonesia yang mentakan bahwa kehidupan
dalam konsep islam adalah suatu proses yang sudah dimulai sejak terjadinya
pembuahan oleh sebab itu pengguguran sejak adanya pembuahan adalah haram.

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut


kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar”. (QS al-Isro’:31)

Larangan aborsi sesungguhnya merupakan larangan untuk membunuh manusia,


dimana hal ini merupakan dosa besar. Dalam Quran sendiri disebutkan hal mengenai
al-ruh yaitu peniupan ruh. Maka dari itu apabila oengguguran dilakukan setelah adanya
peniupan ruh merupakan suatu pembunuhan. Beberapa ulama pun menyebutkan dalam
tulisan mereka bahwa aborsi diperbolehkan sebelum 4 bulan, ada juga yang
menyebutkan sebelum 40 hari. Namun demikian Imam Ghazali, yang juga merupakan
seorang ulama dari tradisi Syafii, menyebutkan bahwa pembuahan terjadi setelah
bertemunya ovum dan sperma dari karenanya pengguguran yang dilakukan setelah
masa pembuahan sam dengan pembunuhan.

Islam menegaskan keharaman praktek aborsi, termasuk di dalamnya pihak-


pihak yang ikut serta melakukannya, membantu, atau mengizinkan aborsi. Namun
demikian terdapat kebolehan aborsi apabila memenuhi beberapa unsur: pertama,
melakukan aborsi sebelum ditiupkan ruh (nafkh al-ruh); kedua, melakukan aborsi
setelah ditiupkan ruh (nafh al-ruh) hanya boleh dilakukan apabila: (1) jika ada alasan
medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu; dan (2) alasan yang lain yang
dibolehkan syariat Islam. Perlu dingat bahwa Islam memiliki prinsip bahwa
pencegahan lebih diutamakan. Oleh karena itu, melarang aborsi lebih diutamakan,
karena jika aborsi dibolehkan, sama artinya dengan memberikan kesempatan untuk
melakukan perzinahan dan seks bebas.
Agama Katolik dengan jelas melarang adanya aborsi. Hal ini karena katolik
percaya bahwa janin sudah berpotensi menjadi manusia sejak terjadinya pembuahan.
Allah mencipatakan manusia, dan tidak pernah memerintahkan untuk kematian. Hal
ini ditulis dalam Kitab Kejadian 2:7 "Utusan Allah membentuk manusia itu dari
debu dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidung-Nya, demikianlah manusia
itu menjadi mahluk yang hidup. Perkembang biakan untuk melanjutkan hidup,
tidak pernah Allah membuat perintah mati”

Larangan mengenai aborsi juga disetujui menurut cara pandang agama


Protestan. Dasar pandangan agama protestan menolak aborsi karena:

a). Kehidupan (sejak ovum dibuahi) bernilai dihadapan Tuhan, yang ternyata
adalah kudus dan harus diselamatkan dengan harga apapun.

b). Kematian dan kehidupan harus ditinjau dari sudut rohani

c). Aborsi mempunyai dampak emosional, spiritual dan jasmani

d). Aborsi bertentangan dengan pandangan AIkitab.

Yer 1:5 “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku
telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku
telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi
bagi bangsa-bangsa.”

Dalam ayat diatas jelas dikatakan bahwa Allah telah mengenal mereka bahkan
sebelum mereka berada dalam kandungan ibunya, hal ini berarti menurut agama
protestan pengguguran janin yang ada dalam kandungan ibu jelas merupakan suatu
pembunuhan.

Konsekuensi Pilihan Keputusan

Konsekuensi dan Resiko Aborsi


a. Dokter
Berdasarkan sudut pandang kedokteran, resiko yang dapat diterima oleh
dokter yang membantu melakukan tindakan aborsi adalah berupa sanksi
dari MKEK yang disampaikan kepada Kanwil Depkes Provinisi atau
Depkes dalam hal administratif sebagai langkah memberi efek jera kepada
dokter tersebut agar tidak melakukan pelanggaran berupa aborsi itu
kembali. Aborsi merupakan tindakan yang melanggar etik kedokteran
sehingga sanksi lain yang diterima dapat berupa:
1. Teguran atau tuntutan secara lisan atau tulisan.
2. Penundaan kenaikan gaji atau pangkat.
3. Penurunan gaji atau pangkat setingkat lebih rendah.
4. Dicabut izin praktik dokter untuk sementara atau selama-lamanya.
5. Pada kasus pelanggaran etikolegal diberikan hukuman sesuai peraturan
kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan.
Berdasarkan sudut pandang hukum, konsekuensi dan resiko bagi dokter
yang membantu melakukan tindakan aborsi secara illegal dan tanpa adanya
indikasi khusus untuk melakukan tindakan aborsi dinyatakan bersalah dan
harus menerima hukuman sesuai dengan pasal perundang-undangan yang
tertulis.
Berdasarkan sudut pandang agama, pelaku aborsi maupun orang yang
membantu tindakan aborsi dikatakan berdosa karena sudah membuat
nyawa individu baru hilang (membunuh).
Berdasarkan sudut pandang sosial budaya, dokter akan mendapatkan
sanksi sosial berupa cap dari masyarakat sebagai dokter yang buruk karena
sudah membantu tindakan aborsi.
b. Pelaku aborsi
Berdasarkan sudut pandang kedokteran, perempuan pelaku aborsi
memiliki konsekuensi dan resiko besar. Efek jangka pendek yang diterima
dapat berupa rasa sakit yang intens, kebocoran uterus, pendarahan yang
berat, infeksi, bagian janin yang masih tertinggal di dalam, shock/koma,
merusak organ tubuh lain, bahkan kematian. Sedangkan efek jangka
panjang yang diterima dapat berupa kemandulan, keguguran pada
kehamilan berikutnya, kehamilan tubal, kelahiran premature, gejala
peradangan di pelvis dan hysterectomy. Resiko lain yang mungkin timbul
dari aborsi antara lain :
1. Kematian mendadak karena perdarahan hebat maupun karena pembiusan
yang gagal.
2. Kematian secara lambat akibat adanya infeksi serius.
3. Perforasi dari rahim.
4. Kerusakan leher rahim yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak
berikutnya.
5. Kanker ovarium, serviks dan hepar.
6. Kemandulan
Konsekuensi yang dihadapi oleh perempuan pelaku aborsi dapat berupa :
1. Timbul luka-luka dan infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan
merusak organ-organ di dekatnya seperti kandung kemih dan usus.
2. Robek mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini terjadi karena
mulut bagian dalam rahim bukan hanya sempit, sifatnya juga sensitif, saat
disentuh secara fisiologis bagian ini akan menguncup dengan kuat.
Memaksa untuk memasuki bagian tersebut akan membuat ototnya robek.
3. Dinding rahim bisa tembus karena ada alat-alat yang dimasukkan ke dalam
rahim.
4. Pendarahan. Awalnya terjadi sebentar, tetapi beberapa hari atau minggu
kemudian akan timbul kembali pendarahannya.
5. Apabila ada sisa pada rahim yang menyebabkan rahim belum “bersih” ,
menstruasi tidak dapat berlangsung normal dan bahkan sisa itu dapat
memicu terjadinya kanker.
Berdasarkan sudut pandang hukum, sesuai dengan yang tertera diatas,
perempuan pelaku aborsi akan mendapatkan hukuman dan tindak pidana
apabila terbukti melakukan aborsi.

Berdasarkan sudut pandang agama, pelaku aborsi maupun orang yang


membantu tindakan aborsi dikatakan berdosa karena sudah membuat
nyawa individu baru hilang (membunuh).

Berdasarkan sudut pandang sosial dan budaya, konsekuensi dan resiko


yang diterima oleh perempuan pelaku aborsi yaitu berupa sanksi sosial
yang membuat pandangan masyarakat sekitar buruk terhadapnya. Hal ini
akan mempengaruhi mental orang tersebut dan kehidupan sosialnya akan
buruk. Selain itu, konsekuensi dan resiko juga akan diterima oleh
keluarga dari perempuan pelaku aborsi yang juga akan mempengaruhi
kehidupan sosialnya dikarenakan malu.

Pilihan yang Tepat

Para dokter dan tenaga medis lainnya, hendaklah selalu menjaga sumpah profesi
dan kode etiknya dalam melakukan pekerjaan. Jika hal ini secara konsekuen dilakukan,
pengurangan kejadian abortus buatan yang ilegal akan secara signifikan dapat
dikurangi. Oleh karena itu abortus buatan dengan indikasi medis, yang dimaksud
dengan indikasi medis adalah demi menyelamatkan nyawa ibu hanya dapat dilakukan
dengan syarat-syarat berikut:

1. Pengguguran hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.


2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui
secara tertulis oleh dua orang dokter atau tenaga medis yang dipilih berdasarkan
kompetensi profesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan seorang dokter atau tenaga medis yang
kompeten di instalasi yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter atau tenaga medis itu merasa bahwa hati nuraninya tidak
memberanikan ia melakukan pengguguran tersebut, maka ia hendak
mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada
sejawatnya yang lain yang kompeten.

Berdasarkan penjelasan diatas maka pilihan yang tepat untuk kasus aborsi yaitu
hanya boleh dilakukan oleh dokter dengan syarat terdapat indikasi medis yang
membahayakan nyawa ibu jika kehamilan diteruskan. Selain adanya indikasi medis
tersebut dokter harus menolak tindakan aborsi.

Selain itu, berdasarkan beberapa analisa yang sudah dijelaskan diatas bahwa
tindakan aborsi lebih memberikan efek atau akibat yang negatif berdasarkan beberapa
aspek yaitu dari segi kesehatan ibu yang akan di aborsi, etika medis, hukum baik dari
dokter yang melakukan prosedur aborsi maupun pasien atau ibu yang mengajukan
tindakan aborsi, dan dari perspektif agama. Penyelesaian masalah pada kasus ini
harapannya bukan tindakan aborsi yang menjadi satu satunya penyelesaian masalah,
namun masalah lain yang mendasari pasien mengajukan tindakan aborsi yang
sesungguhnya harus ditangani atau diselesaikan. Sebagai contoh, apabila tindakan
aborsi ini dilakukan berdasarkan kasus hamil diluar nikah maka masalah sosial antara
pasangan yang hendak melakukan aborsi tersebut harus diatasi. Apabila tindakan
aborsi dilakukan karena masalah ekonomi, penyelesaian masalah ekonomi harus
dilakukan. Dengan kata lain, pilihan atau keputusan akhir yang tepat adalah tidak
melakukan tindakan aborsi melainkan mengatasi masalah yang mendasarinya.
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian dari perspektif etika kedokteran, hukum, sosial budaya, dan
agama dapat disimpulkan bahwa tindakan aborsi tidak diperbolehkan karena aborsi
dianggap sebagai suatu tindakan yang dapat mengakhiri kehidupan seorang manusia
dan tindakan ini sangat bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Selain itu aborsi juga dapat menimbulkan masalah bagi sang ibu baik masalah secara
fisik maupun secara psikologis. Kehidupan manusia dimulai setelah pembuahan terjadi
sehingga pandangan bahwa aborsi dapat dilakukan dalam usia kehamilan tertentu juga
tidak dapat diterima. Namun ada pengecualian untuk melakukan aborsi jika secara
medis kehamilan dapat membahayakan nyawa sang ibu sehingga pada kondisi tersebut
kita harus memilih keselamatan sang ibu daripada janin yang dikandungnya. Seorang
dokter sebagai seorang profesional yang akan melakukan prosedur medis pada pasien
hendaknya memahami etika kedokteran dan menjunjung tinggi moralitas diri sehingga
seorang dokter dapat dengan sungguh menegakkan prinsip altruisme dan filantrofis
dalam bekerja sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Yusra, Nelly. Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam. Fakultas Tabiyah dan Ilmu
Keguruan UIN Suska Riau. diakses pada tanggal 18 Mei 2018 pukul 20.35 WIB via
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/marwah/article/viewFile/496/476

“Pasien Aborsi Dokter Rejani Djalal Pakai Alamat Palsu”


https://nasional.tempo.co/read/391188/pasien-aborsi-dokter-rejani-pakai-alamat-
palsu Diakses pada tanggal 17 Mei 2018 pukul 20.00 WIB

Ganeswara Vol. 4 No. 2. September 2010. diakses via


http://unmasmataram.ac.id/wp/wp-content/uploads/18.-Wayan-Rasmini.pdf

“Pelaku Aborsi Dihukum 8 Bulan”


https://megapolitan.kompas.com/read/2012/10/06/02411425/Pelaku.Aborsi.Dihuk
um.8.Bulan. Diakses pada tanggal 17 Mei 2018 pukul 20.53 WIB

Pendidikan Agama Katolik untuk Perguruan Tinggi. Cetakan Pertama. 2016. diakses
pada tanggal 18 Mei 2018 pukul 20.42 WIB via
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/5-PendidikanAgamaKatolik.pdf

“Setahun, Rejani Djalal Bunuh 2.422 Janin” http://harianjayapos.com/detail-955-


setahun-rejani-djajal--bunuh-2422-janin-bayi.html Diakses pada tanggal 17 Mei 2018
pukul 20.44 WIB

“Terdakwa Tindakan Aborsi Sesuai Prosedur”


http://republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/06/13/m5k1pv-terdakwa-
tindakan-aborsi-sesuai-produser Diakses pada tanggal 17 Mei 2018 pukul 20.51 WIB

You might also like